Anda di halaman 1dari 28

Clinical Science Session (CSS) *Kepanitraan Klinik Senior/ G1A108021/2013 ** Pembimbing dr. Hj. Erita Bustami, Sp.

PD, FINASIM

LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT Mutia hasmita, S.Ked * dr. Hj. Erita Bustami, Sp.PD, FINASIM **

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI RSUD. RADEN MATTAHER PROV. JAMBI 2013

LEMBAR PENGESAHAN CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS) LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT

Disusun Oleh : Mutia Hasmita, S.Ked

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI RSUD. RADEN MATTAHER PROV. JAMBI 2013

Jambi,

Desember 2013

Pembimbing

dr. Hj. Erita Bustami, Sp.PD, FINASIM


2

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit kanker pada anak umumnya jarang dibandingkan angka kejadian kanker pada orang dewasa. Pada anak angka kejadian kanker 2-4 %, sangat kecil dibandingkan angka kejadian penyakit lainnya seperti infeksi dan allergi. Namun, dari data statistik menunjukkan kejadian penyakit kanker pada anak saat ini memperlihatkan kecenderungan

meningkat,dibandingkan dua dasa warsa yang lalu. Leukemia adalah kanker pada anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari kegasanasan pediatrik. Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow (1874) sebagai darah putih, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik.Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. Beberapa data epidemiologi menunjukkan hasil bahwa insidensi leukemia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/tahun. Frekuensi relatif leukemia di negara barat menurut Gunz adalah Leukemia akut (LMA dan LLA) 60%, LLK 25%, LMK 15%, di Afrika, 10-20% penderita LMA. LMK merupakan leukemia kronis yang paling sering di jumpai. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti mengenai insiden leukemia di indonesia. Menurut usia, leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah 1/60.000 orang per tahun, kira-kira 75% dari semua kasus berusia kurang dari 15 tahun, dengan insidensi tertinggi pada umur 3-5 tahun. Leukemia mieloblastik akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya ialah bentuk yang kronis. Leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan dari keseluruhan leukemia adalah 42,1 tiap juta pada anak kulit putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam.Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian kejadian LLA pada orang kulit hitam. Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan
3

2 : 1. Gambaran klinis yang umum dari leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan kerusakan hebat fungsi sum-sum tulang. Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium spesifik berbeda dan ada perbedaan dalam respon terhadap terapi dan perbedaan dalam prognosis.1-2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Sistem Hematologi Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum

tulang dan nodus limpa. Darah merupakan medium transpor tubuh, volume darah sekitar 7%10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Darah terdiri dari atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut.3-4 1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit,dan protein darah. 2. Butir- butir darah (blood corpuscles), yang terdiri dari komponen-komponen berikut ini. - Eritrosit : sel darah merah (red blood cell) - Leukosit : sel darah putih (white blood cell) - Trombosit : butir pembeku darah platelet.

2.2

Struktur dan Fungsi Normal Sel Darah Putih Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh, yaitu berfungsi

melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm . Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi 11.000/mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 4000mm3 virus, bakteri, dan parasit.3-4 Fungsi Sel Darah Putih adalah sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut/ membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Sel leukosit disamping berada di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan oleh masuknya kuman/infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut.
5
3

disebut leukopenia. Kerja sama sel tersebut

menyebabkan tubuh memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap bebagai tumor, infeksi

Sel darah putih, sel darah merah, dan platelet terbentuk dari sel stem dimana mereka sangat dibutuhkan oleh tubuh. Saat sel-sel tersebut menua dan rusak, sel tersebut akan mati, dan sel baru akan menggantikan tempat mereka. Gambar di bawah menunjukkan bagaimana sel stem berkembang menjadi beberapa tipe sel darah putih.

Pertama, sel stem akan berkembang menjadi sel stem myeloid atau sel stem limfosit: Sel stem myeloid berkembang menjadi myeloid blast. Myeloid blast ini dapat berkembang menjadi sel darah merah, platelet, atau menjadi beberapa jenis dari sel darah putih. Sel stem limfoid akan berkembang menjadi limfoid blast. Limfoid blast ini dapat berkembang menjadi beberapa tipe sel darah putih seperti sel B atau sel T Sel darah putih yang dihasilkan dari myeloid blast berbeda dari sel darah putih yang dihasilkan limfoid blast ini. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu: granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear).
6

1.

Granulosit Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan

warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.

a.

Neutrofil Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri, sangat

fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi lainnya. Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisahpisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah muda. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.

b.

Eosinofil Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi

alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga. Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari

jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 24% dari jumlah sel darah putih.

c.

Basofil Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari

jumlah sel darah put ih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam. Basofil memiliki fungsi

menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.3-4

2.

Agranulosit Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari

limfosit dan monosit.

a. Limfosit Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 2035% dari sel darah put ih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus,

tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini hormonal. bertanggungjawab atas respons kekebalan

b. Monosit Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai bintikbintik sedikit kemerahan. Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.3-4

2.3

Leukemia Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu

atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain dari pada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat menyebabkan
8

kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih yang sirkulasinya meninggi.2,5,6 Leukemia dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenis sel yang terlibat dan kematangan sel tersebut. Berdasarkan maturitas sel dibagi menjadi akut dan kronis. Sedangkan berdasarkan jenis sel yang terlibat dibagi menjadi leukemia mielositik dan limfositik.5 Berdasarkan maturitas sel dan tipe sel, dikombinasikan maka didapatkan empat tipe utama leukemia : 1. Leukemia limfoblastik akut (LLA)
merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.

Gambar : LLA pada sediaan darah anjing

2. Leukemia limfoblastik kronik (LLK)


Merupakan leukemia yang sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak

Gambar LLK : banyak ditemukan sel-sel limfosit kecil yang matang dengan gambaran kromatin yang tebal
9

3. Leukemia mieloid akut (LMA)


Merupakan leukemia yang lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak.

4. Leukemia mieloid kronik (LMK)


Merupakan leukemia yang sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit.

Gambar LMK

2.4

Definisi Leukemia Limfoblastik Akut Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan klonal dari sel-sel prekusor

limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk yang paling banyak pada anak-anak. Walaupun demikian, 20% dari kasus LLA adalah dewasa. Jika tidak diobati, laeukimia ini akan bersifat fatal.2

10

2.5.

Epidemiologi Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang

dari 15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria dari pada perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai risiko 20% untuk menjadi LLA.2

2.6

Etiologi Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti. Diperkirakan leukemi tidak

disebabkan oleh penyebab tunggal, tetapi gabungan dari faktor resiko antara lain : Terinfeksi virus. Virus Epstein Barr juga disebut herpesvirus manusia 4 yang termasuk dalam famili herpes. Infesi virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA. Virus ini mampu menyebabkan mononukleosis. Sel taget virus ini adalah limfosit B. Virus memulai infeksi sel B dengan cara berikatan dengan reseptor. Virus Epstein Barr secara langsung masuk fase laten dalam limfosit tanpa melalui periode replikasi virus yang sempurna. Ketika virus berikatan dengan permukaan sel, sel-sel diaktivasi, untuk kemudian masuk kedalam siklus sel. Lalu dihasilkan beberapa gen virus dengan kemampuan berpoliferasi tidak terbatas. Faktor Genetik. Pengaruh genetik maupun faktor-faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan, namun jarang terdapat leukemia familial, tetapi insidensi leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang , dengan insidensi yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot (identik). Kelainan Herediter. Individu dengan kelainan kromosom, seperti Sindrom Down, kelihatannya mempunyai insidensi leukemia akut 20 puluh kali lipat. Radiasi Orang yang terekspos radiasi yang sangat tinggi lebih memiliki kecenderungan untuk mengidap leukemia mieloblastik akut, leukemia mielositik kronik,atau leukemia limfoblastik akut. - Ledakan bom atom: telah menyebabkan radiasi yang sangat tinggi (contohnya seperti ledakan di jepang pada perang dunia kedua). Terjadi peningkatan resiko mengidap
11

leukemia pada orang-orang, terutama anak-anak, yang selamat dari ledakan bom tersebut. - Radioterapi: radioterapi untuk kanker dan kondisi lainnya adalah sumber eksposur radiasi tinggi lainnya. Radioterapi meningkatkan resiko leukemia. - X-ray: dental x-ray dan x-ray diagnostik lainnya (seperti CT-Scan) mengekspos orang-orang terhadap level radiasi yang lebih rendah. Belum diketahui apakah radiasi level rendah ini dapat menghubungkan leukemia dengan anak-anak maupun orang dewasa. Peneliti sedang mempelajari apakah melakukan banyak foto x-rays dapat meningkatkan resiko leukemia. Mereka juga mempelajari apakah menjalani CT-Scan ketika anak-anak dapat meningkatkan resiko leukemia. Benzene Terekspose benzene di tempat kerjadapat menyebabkan leukemia mieloblastik akut. Selain itu benzene juga dapat menyebabkan leukemia mielositik kronik atau leukemia limfoblastik akut. Benzene banyak digunakan pada industri kimia. Benzene juga ditemukan pada asap rokok dan gasoline. Merokok Merokok dapat meningkatkan resiko leukemia mieloblastik akut. Obat kemoterapi Pasien kanker yang diterapi dengan beberapa tipe obat pelawan kanker kadang akan mengidap leukemia mieloblastik akut atau leukemia limfoblastik akut. Contohnya, diterapi dengan obat bernama alkylating agen atau topoisomerase inhibitor dapat dihubungkan dengan kemungkinan kecil berkembangnya leukemia akut.2,7

2.7

Patofisiologi Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi

kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom,

atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel

abnormal. Kelainan sitogenik yang paling sering ditemukan pada LLA dewasa adalah t(9,22)/BCR-ABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%). Kedua kelainan sitogenik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen BCR-ABL merupakan hasil
12

translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9;22)(q34;q11)] yang dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis atau reverse-transcriptase polymerase chain reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat protein, sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel. Kelainan yang lain yaitu -7, +8, dan karyotipe hipodiploid berhubungan dengan prognosis yang buruk; sedangkan t(10;14) dan karyotipe hiperdiploid tinggi berhubungan dengan prognosis yang baik. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau inaktivasi gen supresor tumor yang mempunyai peranan penting dalam mengontrol progresi siklus sel, misalnya p16 (INK41) dan p15 (INK4B). Kejadian yang sering adalah delesi, mikrodelesi, dan penyusunan kembali gen ( gene rearrangement) yang melibatkan p16(INK4A) dan p16(INK4B). Kelainan ekspresi dari gen supressor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi. Kelainan yang melibatkan dua atau lebih gen-gen ini ditemukan pada sepertiga pasien LLA dewasa.

13

Pada keadaan

normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh

terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan

tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada

akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal.2,5,8 Klasifikasi 2,5

2.8

Klasifikasi Imunologi
14

Precursor B-Acute Lymphoblastic Leukaemia (ALL)-70%;common ALL (50%), null ALL, pre-B ALL. T-ALL (25%) B-ALL(5%)

Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya berbagai antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common ALL. Null cell ALL berasal dari sel yang sangat jarang, dengan morfologi L3 yang sering berprilaku sebagai limfoma agresif.

Klasifikasi morfologi the French-American-British (FAB): 1) L1 Merupakan leukemia limfositik akut pada masa kanak-kanak, dimana sel blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nukleoli yang tidak jelas.

2) L2 Merupakan keukemia limfositik akut yang tampak pada orang dewasa, dimana sel blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio inti-sitoplasma yang rendah.

15

3) L3 Merupakan limfoma burkitt, dimana sel-sel blas berukuran besar, populasi sel homogen dan sel blas dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik.

2.9

Gejala Klinis Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan

kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukimia. Akumulasi selsel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosa LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan: Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi
16

hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.

Demam, banyak berkeringat (gejala hipermetabolisme) dan mudah infeksi Disebabkan oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakinberkurang, akibatnya gizi pasien terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi pasien adalah anemia dangan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang terjadi mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme pengaturan suhu sehingga terjadi demam. Akibat adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas meningkat, tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis apapun, sehingga tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut dengan leukopenia fungsional. Infeksi biasanya mengenai mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis. Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan bakteri gram negatif usus, serta berbagai jamur.

Perdarahan Peradarahan terjadi akibat terjadinya trombositopenia. Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia akut biasanya merupakan akibat infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi, selain itu dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti koagulasi intravaskuler diseminata, proses imunologis dan

hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa. Perdarahan kulit (petechiae,atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna.

Trombositopenia yang terjadi bervariasi dan

hampir selalu ditemukan pada saat

leukemia. Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut

17

petekia.Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.

Anoreksia Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia) Hepatomegali, terjadi akibat tiga hal terkait: 1. infeksi 2. anemia hemolitik 3. akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam jaringan hepar

Splenomegali, terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1. infiltrasi 2. infeksi 3. sumbatan/gangguan aliran darah

Limfadenopati Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihandalam memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan menyebabkan timbulnya rasa sakit.

Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T) Leukemia system saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intracranial), perubahan dalam status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal

Keterlibatan organ lain: testis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil 2,5,9

2.10

Gambaran Laboratorium

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnostik LLA, klasifikasi prognostik dan perencanaan terapi yang tepat, yaitu: 1. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi Jumlah leukosit dapat normal atau meningkat. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0 sampai 100%.

2. Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang


18

Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenik dan Immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak dapat berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi.

3. Sitokimia Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA dari leukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan Sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatifmieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekusor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precusor dan B-ALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atu flow cytometry.

4.

Imunofenotip (dengan sitometri arus/Flow cytometry)

19

Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosa dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap: Untuk sel prekusor B:CD10 (common ALL antigen), CD19, CD79A, CD22, cytoplasmic heavy chain, dan TdT Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4,CD5,CD6, CD7,CD8, dan TdT Untuk sel B: kappa atau lamda, CD19, CD20, dan CD22 Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid. Antigen mieloid yang bisa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan antigen limfoid dam mieloid dapat ditemukan pada leukimia bifenotip akut. Kasus ini jarang, dan perjalanan penyakitnya buruk.

5. Sitogenetik Analisis sitogenik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. Translokasi t(8;l4), t(8,14), t(2,8), dan t(8,22) hanya ditemukan pada LLA sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom philadelpia, t(9;22)(q34;q11) yang khas untuk leukemia kronik juga dapat ditemukan pada <5% LMA dewasa dan 20-30% LLA dewasa.

6. Biologi molekular Teknik molekular dikerjakan bila analisa sitogenetik rutin gagal, dan untukmendeteksi t(12;21) yang tidak terdeteksi dengan sitogenetik standar. Teknik ini juga harus dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis buruk.

7. Pemeriksaan lainnya Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravaskular diseminata jarang terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperurikemia dapat terjadi terutama pada pasien dengan sel-sel leukimia yang cepat membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersirkulasi masih kontroversi. Definisi keterlibatan susunan saraf pusat adalah apabila ditemukan lebih dari 5 leukosit/5mL cairan serebrospinal dengan morfologi sel blas pada spesimen

20

sel yang disentrifugasi.2,8,9

2.11

Pendekatan diagnosis: Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium: Hitung darah lengkap, apus darah tepi, pemeriksaan koagulasi, kadar fibrinogen, kimia darah, golongan darah ABO dah Rh, penentuan HLA

Foto thoraks atau computed tomography. Pungsi lumbal Aspirasi dan biopsi sumsum tulang: Pewarnaan sitokimia, analisis sitogenetik, analisis imunofenotip, analisis molekuler BCR-ABL.2

2.12

Diagnosis banding Leukemia mieloblastik akut Limfositosis, limfadenopati,dan hepatosplenomegali yang berhubungan dengan infeksi virus dan limfoma Anemia aplastik 2,8

2.13

Terapi Keberhasilan terapi LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit

sistemiknya, juga terapi atau pencegahan SSP. Hal ini dapat tercapai dengan kombinasi pemberian kemoterapi dan terapi pencegahan SSP ( kemoterapi intratekal dan/atau sistemik dosis tinggi, dan pada beberapa kasus dengan radiasi kranial). Lama rata-rata terapi LLA bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan untuk eradikasi populasi sel leukimia. Terapi LLA dibagi menjadi: Induksi remisi Intensifikasi atau konsolidasi Profilaksis susunan saraf pusat (SSP) Pemeliharaan jangka panjang

Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
21

digunakan untuk semua orang. a. Tahap 1 (terapi induksi remisi) Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian

besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterap kombinasi yaitu antrasiklin (umumnya daunorubisin), vincristin, prednison dan L- asparaginase.

b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi) Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.

c. Tahap 3 ( profilaksis SSP) Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Profilaksis SSP dapat terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi kranial, dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavaliabilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dosisi tinggi dan sitarabin dosis tinggi. Pemberian ketiga kombinasi terapi ini ternyata tidak memberikan hasil yang superior, sedangkan kemoterapi intratekal saja atau kemoterapi sistemik dosis tinggi saja tidak memberikan proteksi SSP yang baik. Kemoterapi intratekal dengan radiasi kranial (antara 1800-2400cGy) memberikan angka relaps SSP yang sama dengan kemoterapi intratekal + kemoterapi sistemik dosis tinggi tanpa radiasi kranial yaitu antara 0-11%.

d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang) Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali. Angka harapan hidup yang membaik dengan

pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan

kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.


22

Transplantasi sumsum tulang Sumsum tulang adalah jaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior

tulang yang merupakan tempat produksi sebagian besar sel darah baru. Ada dua jenis sumsum tulang: sumsum merah dan sumsum kuning. Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Transplantasi sumsum tulang dapat menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat yang disebut dengan autologus. Dan dapat juga transplantasi dari orang lain yang disebut dengan transplantasi syngeneic. Pada pasien LLA yag mempunyai risiko tinggi untuk relaps dilakukan transplantasi sumsum tulang alogenik pada remisi komplit yang pertama. Pasien LLA dewasa yang mengalami relaps setelah mencapai remisi komplit harus menjalani transplantasi sumsum tulang alogenik begitu remisi kedua tercapai. Resiko tinggi untuk relaps yaitu: Kromosom Philadelphia Perubahan susunan gen MLL Hiperleukositosis Gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu 2

Untuk melakukan transplantasi harus dinilai kesehatan pasien berdasarkan karnofsky scale: Karnofsky scale Normal, no evidance of disease Able to perform normal activity with only minor symptoms Normal activity with effort, some symptoms Able to care for self but unable to do normal activities Requires cocasional assistance, cares for most needs requires considerable assistance Disabled, requires special assistance
23

Score 100 90

80

70

60

50 40

Severly disabled Very sick, requires active supportive treatment Moribund

30 20

10

2.14 Komplikasi Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam jiwa pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya komponen intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia sekuder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi uretersetelahpasien diobati untuk leukemia. Infiltrasi leukemik yang difus pada ginjal juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Terapi vinkristin atau siklofossamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia dapat terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek. Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena kemoprofilaksis rutin dengan trimetropim-sulfametoksazol. Dapat terjadi pula koagulopati akibat koagulasi intravaskuler diseminata, gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA biasanya ringan. Dewasa ini, trombosis vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah dijumpai pada 1 3 % anak setelah diinduksi pengobatan dengan prednison, vinkristin, dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini belumdiketahui, tetapi disebabkan oleh status hiperkoagulasi akibat obat. 5,9

2.15 Prognosis Kebanyakan pasien LLA dewasa dapat mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama. Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah usia 15-20 tahun dengan faktor prognostik baik

24

lainnya. Harapan sembuh untuk pasien LLA dewasa lainnya tergantung dari terapi yang lebih intensif dengan transplantasi sumsum tulang. Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30%. Pada usia >60 tahun mempunyai disease-free survival rate 10% setelah remisi komplit.2

Karakteristik pasien Usia (tahun) <30 tahun 30 tahun

Faktor prognostik

Baik Buruk

Jumlah leukosit <30.000 30.000 Baik Buruk

Immunophenotype T-cell ALL Mature B-cell ALL, early T-cell ALL Baik Buruk

Sitogenetika Kelainan 12p;t(10;14)(q24;q11) Normal;hiperdiploid T(9:22),t(4;11), hipodiploid, -7,+8 Baik Sedang Buruk

Respon terapi Remisi komplit dalam 4 minggu Minimal residual disease persisten Baik Buruk

2.16

Pencegahan Tidak diketahui secara pasti cara-cara pencegahan berbagai tipe leukemia. Karena

kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui faktor resiko mereka masing-masing. Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan caramenghindari paparan radiasi
25

dosis tinggi (bahkan pasca kemoterapi / terapi radiasi),pajanan zat kimia (benzene), menghindari merokok ataupun paparan asap rokok.Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah. Karenasesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenaipenyebabnya. Hanya saja perlu dihindari faktor-faktor lain (eksogen) yang dapatmencetuskan LLA. 10

26

BAB III KESIMPULAN

Leukemia limfoblastik akut (LLA) adakah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Penyebab LLA masih belum diketahui, namun anak-anak dengan cacat genetik (Trisomi 21), sindrom Blooms, anemia Fanconis dan ataksia telangiektasia), kembar monozigot, faktor lingkungan, dan radiasi dapat menyebabkan LLA. Puncak insidensi usia 2-5 tahun dan lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan.2,6,8,11 The French American British (FAB) mengklasifikasikan LLA secara morfologik, yaitu: a) L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit. b) L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti. C) L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.2,5 Untuk mendiagnosis LLA dapat ditentukan dari gejala klinis, pemeriksaan darah lengkap. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi molekuler.2,6 Untuk anak dan orang dewasa dengan ALL, protokol pengobatan dibagi menjadi 4 elemen utama: terapi induksi remisi, terapi intensifikasi atau konsolidasi, terapi profilaksis sistim saraf pusat dan terapi lanjutan rumatan. Prognosis LLA tergantung pada jumlah leukosit awal, usia, leukemia sel B dengan antibodi kappa dan lambda pada permukaan blas, jenis kelamin, respon terhadap terapi, dan kelainan jumlah kromosom.2,8

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Cotran RS, Rennke H, Kumar V. Leukemia. Dalam Robbin. Buku ajar patologi. Edisi ke-7. Jakarta; EGC; 2007. hal 477-478. 2. Fianza, PI. Leukemia limfoblastik akut. Sudoyo, AR, editors. In: Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.728-34. 3. Guyton &Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1997. hal. 747-750. 4. Sherwod L. Fisiologi manusia. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2001. hal 138-142 5. Baldy CM, Gangguan sel darah putih. In: Price SA, Wilson LM, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. 6. Leukemia. Available at: www.emedicinehealth.com/leukemia/article_em.htm.

Accessed on 20 December,2013. 7. Behrman, E. Richard. Leukemia Limfositik Akut. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 1992. h. 7-13. 8. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia. Dalam Buku Hematologi.Edisi 4.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta 2002. Hlm: 150-66. 9. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2006. 10. Referat Leukemia pada Anak. 15 Juli 2010. Diunduh dari http://bukanjokimakalah.co.cc/?p=40 diakses pada 23 desember 2013. 11. Sudiono, Herawati, dkk. Leukemia. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan ketiga. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta: 2009. h. 140-52.

28

Anda mungkin juga menyukai

  • UKBM
    UKBM
    Dokumen21 halaman
    UKBM
    Mutia Hasmita
    100% (1)
  • UKBM
    UKBM
    Dokumen21 halaman
    UKBM
    Mutia Hasmita
    100% (1)
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • 3 - Varicella
    3 - Varicella
    Dokumen30 halaman
    3 - Varicella
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Management Airway
    Management Airway
    Dokumen28 halaman
    Management Airway
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Inkontinensia Urine
    Inkontinensia Urine
    Dokumen19 halaman
    Inkontinensia Urine
    dwirinanti90215
    100% (1)
  • Tabel Ok
    Tabel Ok
    Dokumen4 halaman
    Tabel Ok
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • 5 - Hordeolum
    5 - Hordeolum
    Dokumen34 halaman
    5 - Hordeolum
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Refrat Trauma Kimia
    Refrat Trauma Kimia
    Dokumen18 halaman
    Refrat Trauma Kimia
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Bronchopneumonia Dan Encephalitis
    Bronchopneumonia Dan Encephalitis
    Dokumen43 halaman
    Bronchopneumonia Dan Encephalitis
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • CRS Stroke
    CRS Stroke
    Dokumen31 halaman
    CRS Stroke
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • CSS - Stenosis Mitral
    CSS - Stenosis Mitral
    Dokumen17 halaman
    CSS - Stenosis Mitral
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Pre Eklamsia
    Pre Eklamsia
    Dokumen1 halaman
    Pre Eklamsia
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • 1 Lapsus FAM
    1 Lapsus FAM
    Dokumen18 halaman
    1 Lapsus FAM
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • CRS Stroke
    CRS Stroke
    Dokumen31 halaman
    CRS Stroke
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • EKLAMPSIA
    EKLAMPSIA
    Dokumen29 halaman
    EKLAMPSIA
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • CRS DM Muti
    CRS DM Muti
    Dokumen36 halaman
    CRS DM Muti
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Asma
    Asma
    Dokumen20 halaman
    Asma
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Referat Odontologi
    Referat Odontologi
    Dokumen32 halaman
    Referat Odontologi
    Mutia Hasmita
    100% (1)
  • Crs Oma
    Crs Oma
    Dokumen30 halaman
    Crs Oma
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Tumor Vagina
    Tumor Vagina
    Dokumen11 halaman
    Tumor Vagina
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Herpes Zoster
    Lapsus Herpes Zoster
    Dokumen21 halaman
    Lapsus Herpes Zoster
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Tinea Versikolor
    Lapsus Tinea Versikolor
    Dokumen9 halaman
    Lapsus Tinea Versikolor
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Leptospirosis
    Daftar Isi Leptospirosis
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi Leptospirosis
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • CRS Muti
    CRS Muti
    Dokumen43 halaman
    CRS Muti
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen7 halaman
    Tugas
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Referat ICU Final
    Referat ICU Final
    Dokumen19 halaman
    Referat ICU Final
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Asma
    Asma
    Dokumen20 halaman
    Asma
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat
  • Asma
    Asma
    Dokumen20 halaman
    Asma
    Mutia Hasmita
    Belum ada peringkat