Anda di halaman 1dari 44

CASE DAN REFERAT HIPERTENSI

Pembimbing: Dr. Syahrir Nurdin , Sp. JP

Disusun oleh : Nurdiana Dwikarwati 030.06.186

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 18 APRIL 2011 - 25 JUNI 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan case dan referat dengan judul Hipertensi sesuai dengan waktunya. Case dan referat ini dibuat untuk melengkapi tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Bekasi, Jakarta periode 18 April 2011 25 Juni 2011. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan case dan referat ini, terutama kepada dr. Syahrir Nurdin, Sp. JP. selaku pembimbing dalam penyusunan. Kami menyadari bahwa case dan referat ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Sebelumnya kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh pembaca bila ada kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dalam pembuatan case dan referat ini. Akhir kata kami berharap semoga referat yang telah disusun ini dapat berguna dan memberikan manfaat.

Jakarta, Mei 2011

Penyusun

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Pembahasan Kasus Tinjauan Pustaka BAB I. Pendahuluan I.A. Epidemiologi I.B Tekanan darah I.C Tekanan darah sistolik dan diastolik I.D Faktor yang mmpertahankan tekanan darah BAB II. Hipertensi II. A. Definisi dan klasifikasi II. B. Faktor resiko hipertensi II. C. Patogenesis II. D. Gejala klinis II. E. Komplikasi II. F. Penatalaksanaan II. G. Pencegahan BAB III. Hypertensive Heart Disease III. A. Definisi III. B. Patofisiologi BAB IV. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA i ii 1 9 9 1 10 10 11 12 12 20 23 26 26 27 32 33 33 33 38 40

STATUS MEDIK BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUD KOTA BEKASI

Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Suku Bangsa Status Perkawinan Pendidikan Pekerjaan Tanggal masuk RS : Ny. K : 49 tahun : Perempuan : Jalan lapangan Bola RT /RW 1 No.24 : Islam : Jawa : Sudah menikah : SMA : Ibu Rumah Tangga : 11 Mei 2011

Anamnesa Anamnesa dilakukan pada tanggal 13Mei 2011 secara autoanamnesa

Keluhan Utama Nyeri dada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan Pasien mengeluhkan sesak napas dan sakit kepala

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan nyeri dada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada timbul tiba-tiba saat pasien sedang duduk dan hilang timbul. Nyeri dirasakan seperti ditindih dan dari dada sebelah kiri sampai menjalar ke punggung. Nyeri dirasakan bertambah berat bila pasien beraktivitas berat. Keluhan tersebut dapat menghilang dengan sendirinya sekitar 20 menit kemudian. Nyeri dada disertai dengan sesak napas sehingga dirasakan dadanya berat dan sulit bernafas. Sesak juga dirasakan hilang timbul, sering timbul saat pasien jalan meskipun dengan jarak dekat namun sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien tidak merasa lebih sesak saat berbaring dan tidak berkurang sesaknya saat duduk. Pasien dapat tidur dengan satu bantal dan tidak pernah terbangun tiba-tiba di malam hari

dikarenakan sesak. Namun pasien merasa nyeri dada dan sesaknya bertambah hebat sehingga pasien dating ke IGD RSUD Bekasi. Pasien juga sering merasakan sakit kepala beberapa bulan belakangan ini. Sakit kepala tidak dirasakan berputar, namun dirasakan seperti berdenyut di seluruh bagian kepala terutama di belakang kepala dan lebih sering timbul saat stress. Pasien biasanya meminum obat warung dan sakit kepala dapat dengan sendirinya. Pasien BAK 6-7 kali perhari dengan warna jernih kekuningan, tidak disertai nyeri saat BAK. Pasien BAB 1 kali perhari warna kuning kecoklatan dengan konsistensi padat, tidak berlendir maupun berdarah. Pasien menyangkal adanya demam, batuk pilek, mual, muntah, rasa berdebar-debar, kaki bengkak. Pasien menyangkal ada keluhan sering terbangun untuk BAK, merasa terus haus, sering merasa lapar, baal maupun kesemutan dan penurunan berat badan.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya Pasien menderita darah tinggi 2 tahun terakhir, namun jarang control dan tidak mengetahui nama obat yang pernah di minum sebelumnya. Tensi biasanya berkisar antara 150/90 mmHg. Pasien menyangkal ada sakit kencing manis, kolesterol tinggi, jantung, dan asma serta riwayat operasi jantung sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak pernah ada menderita pernah sakit yang sama. Riwayat kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal.

Riwayat Kebiasaan Sehari-hari Pasien menyangkal sering mengkonsumsi makanan-makanan yang berlemak Pasien jarang berolahraga Pasien tidak merokok maupun minum alkohol Pasien tidak rutin memeriksa kesehatannya Pasien menyangkal sering meminum obat-obatan maupun jamu-jamuan

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 13 Mei 2011 STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran Kesan sakit Status gizi : Compos Mentis, GCS 15 : Tampak sakit ringan : Berat badan 65 kg Tinggi badan 162 cm BMI = 24,8 (cukup)

Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan : 180/100 mmHg : 88x/menit : 36oC : 24x/menit

Kepala Normocephali Wajah Bentuk simetris, tidak ada hemiparesis, tidak ada fasies tertentu Mata Conjunctiva anemis -/Sklera ikterik -/Pupil bulat isokor 3mm, tepi rata Reflex cahaya langsung +/+ Reflex cahaya tidak langsung +/+ Oedem palpebra (-/-) Telinga Bentuk normotia Nyeri tekan tragus -/Nyeri tekan mastoid -/-

Hidung Deviasi septum -/-

Sekret -/Mukosa hiperemis -/-

Sinus paranasal : tidak ada nyeri tekan di sinus paranasal

Mulut Bibir: bentuk normal, simetris, warna merah muda, tidak kering, tidak pecah-pecah, tidak sariawan, tidak pucat, tidak sianosis Gigi dan gusi : gigi geligi lengkap Lidah: bentuk normal, simetris, tidak ada deviasi, permukaan bersih, tidak kotor, tepi tidak hiperemis Uvula : letak di tengah, tidak tremor, tidak hiperemis, tidak membesar Faring : tidak hiperemis Tonsil : T1-T1 tenang

Leher Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, benjolan (), tidak ada deviasi trakea Palpasi : benjolan (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trakea letak di tengah simetris, JVP 5+2 cmH2O, kaku kuduk (-)

Thorax Paru-paru Inspeksi Bentuk dada normal, simetris, gerak toraks pada pernafasan simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada retraksi. Tipe pernapasan torakoabdominal. Palpasi Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian ynag tertinggal, vokal fremitus simetris pada kedua hemithorax Perkusi Sonor pada kedua hemithorax, tidak ada nyeri ketuk, Auskultasi Suara napas vesikuler simetris

Ronchi -/Wheezing -/Jantung Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V 1 cm lateral midclavicularis kiri Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm lateral midclavicularis kiri Perkusi Batas jantung kanan pada garis sternalis kanan setinggi ics III-IV-V, batas bawah jantung setinggi ics V 1 cm lateral garis midklavikularis kiri, batas atas jantung ICS III linea sternalis kiri Auskultasi Bunyi jantung 1 dan 2 reguler Murmur (), Gallop ()

Abdomen Inspeksi Bentuk simetris, datar Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak efloresensi, roseola spot (-), caput medusae (-). Umbilikus normal, tidak menonjol

Palpasi Teraba supel, defense muscular (-), tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak ada pembesaran hepar dan lien, ballotemem ginjal kanan dan kiri (), undulasi (-) Perkusi Timpani di seluruh lapangan abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-) Auskultasi Bising usus (+) normal

Ekstremitas Inspeksi Bentuk normal, ukuran proporsional terhadap tubuh, tidak ada deformitas, simetris kanan dan kiri. Tidak sianosis, tidak ikterik, tidak ada efloresensi yang bermakna, tidak ada edema, palmar eritem (-), pembengkakan sendi (-) Palpasi Suhu hangat, normal, tidak ada edema, kelembaban cukup Refleks biseps : (+/+), refleks triseps (+/+)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 11 Mei 2011 Jenis Pemeriksaan Jumlah leukosit Hemoglobin Jumlah hematokrit Jumlah trombosit SGOT SGPT Ureum Kreatinin Natrium (Na) Kalium (K) Chlorida (Cl) GDS Jantung CK CK MB Troponin T 34 8 0,01 0-190 0-25 Resiko rendah: <0,03 Resiko sedang: 0,03-0,1 Resiko tinggi: >0,1 7.200/ uL 14,5 g/dL 42,9 % 248.000/uL 32 u/L 20 u/L 43 mg/dl 1,05 mg/dl 139 mmol/L 3,9 mmol/L 109 mmol/L 98 mg/dl Hasil Nilai normal 5.000 10.000/uL 13 16 g/dL 40 48 % 150.000 400.000 /uL < 37 u/L < 41 u/L 20-40 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl 135-145 mmol/L 3,5-4,5 mmol/L 94-111 mmol/L 60-110 mg/dl

Rontgen Thorax PA 11 Mei 2011

Kardiomegali: CTR 55% Sinus kostofrenikus dan diafragma normal Corakan bronkovaskular normal

EKG 11 Mei 2011

Rhytm: sinus P wave: normal PR interval: 0,08 second QRS wave: 0,04 second Ventricular rate: 1500/23 = 65 kali/menit QRS axis: normal QRS complex: normal ST segment: isoelectric Q wave pathology: tidak ada T inverted: V3, V4, V5, V6 LVH: R V5 22 mm, R V6 20 mm S V1 + R V6 = 20 mm + 20 mm = 40mm

Resume Perempuan 49 tahun datang dengan keluhan nyeri dada 1 hari SMRS. Nyeri dada timbul tibatiba saat pasien sedang duduk, dirasakan seperti ditindih dan dari dada sebelah kiri sampai menjalar ke punggung. Nyeri dirasakan bertambah berat bila pasien beraktivitas berat dan dapat menghilang dengan sendirinya sekitar 20 menit kemudian. Sesak napas juga dirasakan hilang timbul, sering timbul saat pasien jalan meskipun dengan jarak dekat namun sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Sakit kepala beberapa bulan belakangan ini sering dirasakan seperti berdenyut di seluruh bagian kepala, lebih sering timbul saat stress. Riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 180/100 mmHg. Inspeksi toraks tampak ictus cordis di ICS V 1 cm lateral midclavicularis kiri, pada palpasi teraba ictus cordis di ICS V 1 cm lateral midclavicularis kiri, batas bawah jantung setinggi ics V 1 cm lateral garis midklavikularis kiri. Pada rontgen thorax PA terdapat kardiomegali dengan CTR 55% dan pada EKG didapatkan T inverted: V3, V4, V5, V6 dengan LVH.

Diagnosa Kerja Coronary Arterial Disease Hypertensive Heart Disease

Pemeriksaan penunjang anjuran Profil lipid

Penatalaksanaan O2 nasal 3L menit, IVFD RL/24 jam ISDN 3x5mg Aspilet 1x1 Captopril 2x12,5mg

Prognosis Ad Vitam Ad functionam Ad sanationam : Ad Bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

I.

A. Epidemiologi Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah

menyebabkan 4,5% dari seluruh penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju. Insidens hipertensi menurut survei yang dilakukan oleh The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III) di Amerika menunjukkan bahwa insidens hipertensi cukup tinggi yaitu sekitar 29%-31% (sekitar58-65 juta orang Amerika) dan banyak pasien hipertensi tidak menyadari kondisi mereka, serta hanya setengahnya yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan di bawah 140/90 mmHg. Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar. Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.(1, 2, 3, 4) Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut silent killer karena sifatnya asimptomatik yaitu tidak ada gejala atau tanda khas untuk peringatan dini bagi penderita hipertensi.dan setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Gejala-gejala akibat hipertensi seperti pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala seringkali terjadi saat hipertensi sudah lanjut di saat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya. (3) Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia. Diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada gagal jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang

dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler. (4, 5) Prevalensi penderita hipertensi dipengaruhi oleh bermacam macam faktor seperti ras, jenis kelamin, usia, genetik dan penyakit penyebab hipertensi itu sendiri. Menurut Studi Framingham terhadap ras Kaukasoid hampir 1/5 populasi mempunyai tekanan darah diatas 160/95 mmHg, dan hampir setengah populasi memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Prevalensi ini lebih tinggi lagi pada populasi berkulit gelap. Prevalensi penderita hipertensi lebih tinggi pada kaum pria daripada wanita. Hipertensi muncul lebih dari separuh populasi yang berusia lebih dari 65 tahun. Selain faktor diatas ada beberapa kelainan yang dapat menyebabkan hipertensi, seperti: penyakit ginjal, kelainan hormonal, kelainan saraf, dan lain-lain. (1, 2, 6)

I.

B. Tekanan Darah Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi

seperti pompa, sehingga darah terus mengalir dalam pembuluh darah. Kekuatan itu mendorong dinding pembuluh arteri atau nadi. Tekanan darah diperlukan agar darah tetap mengalir dan mampu melawan gravitasi serta hambatan dalam dinding arteri. Tanpa adanya kekuatan secara terus-menerus dalam sistem peredaran, darah segar tidak dapat terbawa ke otak dan jaringan seluruh tubuh. (4) Tekanan darah yang paling rendah terjadi saat tubuh dalam keadaan istirahat atau tidur dan akan naik sewaktu latihan atau berolahraga. Hal ini disebabkan dalam latihan atau olahraga diperlukan aliran darah dan oksigen yang lebih banyak untuk otot-otot. Jika terdapat hambatan misalnya karena penyempitan pembuluh arteri, tekanan darah akan meningkat dan tetap pada tingkat yang tinggi semakin besar hambatan tekanan darah akan semakin tinggi.
3) (2,

I.

C. Tekanan Darah Sistolik dan Tekanan Darah Diastolik Di dalam tubuh manusia, tekanan darah terbagi menjadi dua bagian, yaitu tekanan

darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan yang terjadi bila otot jantung berdenyut memompa darah keluar melalui arteri. Angka ini menunjukkan seberapa kuat jantung memompa untuk mendorong darah melalui pembuluh darah. Tekanan diastolik adalah saat otot jantung berelaksasi, darah kembali masuk ke jantung. Angka ini

menunjukkan berapa besar hambatan dari pembuluh darah terhadap aliran darah balik ke jantung.(6,7) Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan, akan meningkat saat aktivitas fisik, emosi dan stress dan menurun selama tidur. Tekanan darah merupakan hasil dari curah jantung dan resistensi vaskuler. Sehingga terjadi peningkatan tekanan darah ketika curah jantung meningkat, resistensi vaskuler perifer bertambah atau karena keduanya. (7)

I.

D. Faktor yang mempertahankan Tekanan Darah

Menurut Pearce, faktor faktor yang mempertahankan tekanan darah antara lain : 1. Cardiac output: kekuatan kontraksi ventrikel kiri sehingga darah dapat beredar ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung. 2. Banyaknya darah yang beredar (volume). Dinding pembuluh darah membutuhkan darah yang cukup untuk membuat suatu tekanan. 3. Viskositas darah, disebabkan oleh protein plasma dan jumlah sel darah yang beredar dalam aliran darah. 4. Elastisitas dinding pembuluh darah. Di dalam arteri tekanan lebih besar daripada vena, sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis daripada vena. 5. Tekanan tepi (tahanan perifer), yaitu tekanan yang dikeluarkan oleh geseran darah yang mengalir dalam pembuluh. (8)

BAB II HIPERTESI

II. 1.

A. Definisi dan Klasifikasi Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)

Gambar 1. Klasifikasi tekanan darah dari JNC VII (2003) berpengaruh terhadap terapi dan prognosis dari penderita hipertensi (1, 9)

JNC VII dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi. Klasifikasi tersebut di atas diperuntukkan pada dewasa 18 tahun ke atas. Klasifikasi berdasar pada rata-rata tekanan darah yang diukur 2 kali atau lebih, dalam keadaan duduk dan beberapa kali kunjungan. Suatu kategori baru dimunculkan yaitu prehipertensi ditambahkan pada klasifikasi. Penderita dengan pre hipertensi berisiko mengalami progresi untuk menjadi hipertensi. (10, 11) Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah. (12)

Isolated systolic high blood pressure Suatu keadaan di mana tekanan sistolik di atas 140 mm Hg dengan tekanan diastolik yang masih di bawah 90 mmHg. Gangguan ini terutama mempengaruhi orang-orang tua dan ditandai oleh peningkatan tekanan nadi. Tekanan nadi adalah selisih antara tekanan darah sistolik dan diastolik. Peningkatan tekanan sistolik tanpa suatu peningkatan tekanan diastolik,

seperti pada hipertensi sistolik terisolasi, menyebabkan meningkatnya tekanan nadi. Kekakuan dari arteri berkontribusi terhadap peningkatan tekanan nadi.

Setelah dianggap berbahaya, tekanan nadi tinggi kini dianggap sebagai indikator masalah kesehatan dan potensi kerusakan akhir organ. Hipertensi sistolik terisolasi dikaitkan dengan dua sampai empat kali peningkatan risiko masa depan dilatasi jantung, serangan jantung (myocardial infarction), suatu stroke (kerusakan otak), dan kematian akibat penyakit jantung atau stroke. Studi klinis pada pasien dengan hipertensi sistolik terisolasi telah menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah sistolik oleh paling sedikit 20 mm ke tingkat di bawah 160 mm Hg mengurangi risiko ini meningkat. (1, 12) Berdasarkan kegawatdaruratan (12, 13)

2.

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistol 180 mmHg dan/atau diastol 120 mmHg), pada penderita hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera). Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi : Hipertensi emergensi (darurat) merupakan peningkatan tekanan darah yang mendadak disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang progresif dan disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. Gangguan kerusakan organ: Serebrovaskuler: mulai dari sakit kepala, hilang/kabur penglihatan, kejang, deficit neurologis fokal, gangguan kesadaran. a. b. c. Infark serebral (24,5%) Ensefalopati (16,3%) Perdarahan intraserebral atau subaraknoid (4,5%)

Kardiovaskular: a. b. c. Gagal jantung akut dengan edema paru (36,8%) Miokard infark akut atau angina tidak stabil (12%) Diseksi aorta akut 2%

Renovaskular: azotemia, proteinuria, oliguria. a. Gagal ginjal 1%

Retinopati: funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.

Pada kehamilan: preklampsia dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, nyeri abdomen kuadran kanan atas, gagal jantung kongestif dan oliguri serta gangguan kesadaran. Eklampsia bila terjadi kejang.

Tatalaksana: a. Penanggulangan harus dilakukan di Rumah Sakit dengan fasilitas pemantauan yang memadai b. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin Obat Dosis Keterangan

Clonidin (Catapres) 900 mcg dimasukkan dalam Bila tekanan target darah tercapai, iv (150 mcg/ampul) cairan infuse D5% 500cc, observasi selama 4jam, kemudian

diberikan dengan mikrodrip 12 diganti dengan tablet tetes/menit Tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan perlahan karena bahaya rebound phenomen Diltiazem iv (10mg 10mg iv diberikan dalam 1-3 Dosis dan 50mg/ampul) menit kmudian maintenance 5-10mg/jam

diteruskan dengan observasi selama 4jam,

dengan infuse 50mg/jam selama kemudian diganti dengan tablet 20 menit Nicardipin iv (2mg 10-30 mcg/kgBB bolus dan 10mg/ampul) Bila tekanan darah tetap stabil diteruskan dengan sampai 0,5-6 target

mcg/kgBB/menit tercapai

Tabel 1. Obat-obatan yang digunakan pada hipertensi emergensi (13)

c. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah 5 menit sampai dengan 120 menit pertama tekanan darah rata-rata (Mean Arterial Blood Pressure) diturunkan 20-25%. 2-6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai 160/100 mmHg 6-24 jam beriktunya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada gejala iskemi organ Hipertensi urgensi (mendesak), merupakan peningkatan tekanan darah yang mendadak tanpa disertai kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. Penurunan tekanan darah pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24 jam 48 jam.

Biasanya tidak perlu perawatan Rumah Sakit tetapi harus segera mendapat obat anti hipertensi kombinasi, dapat diberikan oral.

3.

Berdasarkan etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal. a) Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada usia 30 50 tahun. (1, 2, 9) Pengurangan eksresi natrium oleh ginjal pada tekanan darah yang normal. Hal ini menyebabkan peningkatan volume plasma, peningkatan curah jantung, vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pada akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah.(9) Pengaruh dari vasokonstriksi (faktor yang mengakibatkan vasokonstriksi fungsional atau faktor yang memicu perubahan struktural pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan tahanan perifer). Vasokonstriksi ini dapat meningkatkan tahanan perifer yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. (9) Faktor lingkungan yang dapat mencetuskan hipertensi, seperti: stres, kegemukan, merokok, kurang olahraga, dan asupan garam berlebih. (9) Sekitar 15% dari penderita hipertensi esensial mempunyai aktivitas renin diatas normal. Peningkatan aktivitas renin tersebut dapat menyebabkan peningkatan kadar angiotensin II dalam darah yang pada akhirnya dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer dan peningkatan aktivitas aldosteron (meningkatkan volume plasma). Rangkaian peristiwa di atas dapat meningkatkan tekanan darah. (2) Hipotesis lain adalah mengenai kerusakan membran sel, terutama pada sel otot polos pembuluh darah. Kerusakan membran sel menyebabkan gangguan pada transpor natrium. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi natrium pada sel otot polos pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan respon terhadap agen vasokonstriktor. (2) Hiperinsulinemia dan atau peningkatan resistensi insulin diduga mempunyai peranan dalam hipertensi. Hiperinsulinemia dapat menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan aktivitas

simpatis. Insulin mempunyai aktivitas mitogenik yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos pembuluh darah. Insulin juga dapat meningkatkan kadar kalsium intrasel. (2)

b) Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain lain. (14) a. Hipertensi pada penyakit ginjal

Ginjal mempunyai peran penting dalam pengaturan tekanan darah, yaitu: melalui pengaturan sistem renin-angiotensin, ginjal juga dapat memproduksi substansi antihipertensii (prostaglandin dan NO), pengaturan laju filtrasi glomerulus dan pengaturan kadar natrium dan cairan. Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal merupakan hasil dari:

(1)perubahan sekresi ginjal akan bahan-bahan vasoaktif yang dapat mempengaruhi tonus pembuluh darah, (2)kerusakan pengaturan ginjal terhadap natrium dan cairan yang dapat menyebabkan pertambahan volume plasma. (2, 9) Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Secara klinis sulit untuk membedakan dua keadaan tersebut, terutama pada penyakit ginjal menahun. Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan. (15) Kelainan pada pada parenkim ginjal dapat menyebabkan hipertensi melalui beberapa fakor yaitu: Produksi vasopresor selain renin Kegagalan memproduksi vasodilator (prostaglandin, NO dan bradikinin) Kegagalan menonaktifkan vasokonstrikor yang beredar dalam sirkulasi Inefektif dalam membuang natrium (2) Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun pada kelainan vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam (15) : 1) Penyakit glumerulus akut Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus

koligen. Peningkatan ini dimungkinkan akibat adanya retensi relatif terhadap Hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na K ATPase di duktus koligentes. 2) Penyakit vaskuler Pada keadaan ini terjadi iskemi yang kemudian merangsang sistem renin angiotensin aldosteron. 3) Gagal ginjal kronik Hipertensi yang terjadi karena adanya retensi natrium, peningkatan sistem Renin Angiotensinogen Aldosteron akibat iskemi relatif karena kerusakan regional, aktifitas saraf simpatik yang meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidis sekunder, dan pemberian eritropoetin. 4) Penyakit glumerolus kronik SistemRenin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan satu sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalm naiknya tekanan darah, pengaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit. Hipertensi pada penyakit renovaskular (1, 2, 9) Hipertensi renovaskular merupakan penyebab tersering dari hipertensi sekunder. Diagnosa hipertensi renovaskular penting karena kelainan ini potensial untuk disembuhkan dengan menghilangkan penyebabnya yaitu stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis adalah suatu keadaan terdapatnya lesi obstruktif secara anatomik pada arteri renalis. Sedangkan hipertensi renovaskular adalah hipertensi yang terjadi akibat fisiologis adanya stenosis arteri renalis. Istilah nefropati iskemik menggambarkan suatu keadaan terjadinya penurunan fungsi ginjal karena pengurangan perfusi ke ginjal akibat adanya stenosis arteri renalis. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan sistem renin-angiotensin yang berakibat pada peningkatan vasokonstriksi dan cairan plasma. Hipertensi juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi akibat proses tegangan pada glomerulus, seperti meningkatkan ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), monocyte chemattractant protein-1 (MCP-1), meningkatkan infiltrasi makrofag atau proses arteriosklerosis pada pembuluh darah besar ginjal akibat kerusakan pada endotel darah. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal, kelainan ini akan menetap walaupun tekanan darahnya dapat dikendalikan dengan pengobatan yang meliputi medikamentosa antihipertensi, revaskularisasi dengan tindakan bedah ataupun angioplasti.

b.

Hipertensi akibat penyakit endokrin (1, 2, 9) Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Conn)

Hiperaldosteronisme primer adalah sindrom yang disebabkan oleh hipersekresi aldesteron yang tidak terkendali yang umumnya berasal dari kelenjar korteks adrenal.

Hiperaldosteronisme primer secara klinis dikenal dengan trias terdiri dari hipertensi, hipokalemi, dan alkalosis metabolik. Sindrom ini disebabkan oleh hiperplasi kelenjar korteks adrenal, adenoma atau karsinoma adrenal. Sindrom Cushing Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan Adenocortico tropin Hormone (ACTH ). Feokromositoma Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut dicurigai apabila terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda-tanda yang mencurigai adanya feokromositoma yaitu hipertensi, sakit kepala, palpitasi, hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan hiperglikemia. Feokromositomia disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal, dan hanya 10 % terjadi di tempat lain dalam rantai simpatis. 10 % dari tumor ini ganas dan 10 % adenoma adrenal adalah bilateral. Feokromositomia dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi, disertai takikardi, berkeringat atau edema paru karena gagal jantung. Lain-lain (2, 9, 14)

c.

Koarktasio aorta Gangguan herediter langka yang merupakan salah satu penyebab paling umum dari hipertensi pada anak-anak. Kondisi ini ditandai oleh penyempitan segmen dari aorta, arteri besar utama yang berasal dari hati. Aorta memberikan darah ke arteri yang mensuplai ke semua organ tubuh, termasuk ginjal. Segmen menyempit (coarctation) dari aorta umumnya terjadi di atas arteri ginjal, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke ginjal. Kurangnya darah ke ginjal mengaktivasi sistem hormon renin-angiotensin-aldosteron untuk meningkatkan tekanan darah. Pengobatan coarctation biasanya koreksi bedah dari segmen menyempit dari aorta. Kadang-kadang, balon angioplasty (seperti dijelaskan di atas untuk stenosis arteri ginjal) dapat digunakan untuk melebarkan (dilatasi) yang coarctation dari aorta. Koarktasio aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan pada kaki, dengan denyut nadi

arteri femoralis lemah atau tidak ada. Hipertensi ini dapat menetap bahkan setelah reseksi bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama sebelum operasi. Hipertensi pada kehamilan Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin dan neonatus. Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik. Perempuan hamil dengan hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi yang berat seperti abruptio plasenta, penyakit serebrovaskuler, gagal organ, koagulasi intravaskular. Penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan didapatkan risiko kehamilan preaklampsia 10 25 %, abruptio 0,7 1,5 %, kehamilan prematur kurang dari 37 minggu 12 34 %, dan hambatan pertumbuhan janin 8 16 %. Risiko bertambah pada hipertensi kronik yang berat pada trimester pertama dengan didapatnya preaklampsia sampai 50 %. Terhadap janin, mengakibatkan risiko retardasi perkembangan intrauterin, prematuritas dan kematian intrauterin. Selain itu risiko hipertensi seperti gagal jantung, ensepalopati, retinopati, perdarahan serebral, dan gagal ginjal akut dapat terjadi.15 Sampai sekarang yang belum jelas apakah tekanan darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan terjadinya eklampsia. Sindrom metabolik dan obesitas Faktor genetik berperan dalam sindrom metabolik. Individu dengan sindrom metabolik memiliki resistensi insulin dan kecenderungan untuk memiliki diabetes mellitus tipe 2 (diabetes non-insulin-dependent). Obesitas, khususnya yang terkait dengan peningkatan ditandai dalam ketebalan perut, menyebabkan hiperglikemia, lipid darah tinggi, disfungsi endotel (reaktivitas abnormal dari pembuluh darah), dan hipertensi semua mengarah ke vaskular aterosklerotik dini. Asosiasi Obesitas Amerika menyatakan risiko hipertensi berkembang adalah lima sampai enam kali lebih besar di Amerika obesitas, usia 20 sampai 45, dibandingkan dengan individu non-obesitas pada usia yang sama. American Journal of Clinical Nutrition pada tahun 2005 melaporkan bahwa ukuran pinggang adalah prediktor yang lebih baik tekanan darah seseorang dari body mass index (BMI). Pria harus berusaha untuk ukuran pinggang atau di bawah 35 inci dan 33 inci atau perempuan di bawah. Epidemi obesitas di Amerika Serikat memberikan kontribusi untuk hipertensi pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Hipertensi akibat dari penggunaan obat-obatan. Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi adalah pil kontrasepsi oral (OCP). 5% perempuan mengalami hipertensi sejak mulai penggunaan. Perempuan usia lebih tua (> 35 tahun)lebih mudah terkena, begitupula dengan perempuan yang pernah mengalami

hipertensi selama kehamilan. Pada 50 % tekanan darah akan kembali normal dalam 3 6 sesudah penghentian pil. Penggunaan estrogen pascamenopause bersifat kardioproteksi dan tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang terkait dengan hipertensi termasuk siklosporin, eritopoietin, dan kokain. Apabila hipertensi tidak diketahui dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena gagal jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas. B. Faktor Risiko Hipertensi (3, 15)

II.

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain : a. Keturunan Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki laki dibawah 55 tahun. b. Usia Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar hipertensi terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya usia. c. Jenis kelamin Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon seks mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon. d. Merokok Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan

penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah sehingga merusak endotel dan tidak dapat menghasilkan NO sebagai vasodilator. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf sehingga merangsang pengeluaran adrenalin serta menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer. e. Obesitas Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan. f. Stress Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi. g. Aktifitas Fisik Orang dengan tekanan darah yang tinggi namun kurang aktifitas, besar kemungkinan tidak efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 45 menit berjalan cepat konstan setiap hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung akibat pengeluaran dari NO. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun normotensi. h. Asupan Asupan Natrium Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEq/L. Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan kontraksi otot.

Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis adalah perpindahan air menembus membran semipermiabel ke arah yang mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusinya lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat zat terlarut yang tidak dapat menembus dan sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi membran. Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi terutama di usus halus. Mekanisme penngaturan keseimbangan volume pertama tama tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada orang sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah ubah sesuai dengan sirkulasi efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total. Natrium diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan Na yang jumlahnya mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk mengasorpsi Na kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi tinggi dan rendah bila konsumsi rendah. Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif terhadap natrium, misalnya seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau diabetes. Asosiasi jantung Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari. Pada populasi dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan darahnya meningkat lebih cepat dengan meningkatnya usia, serta kejadian hipertensi lebih sering ditemukan. Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan hipertensi masih belum jelas. Namun berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan darah ketika asupan garam ditambah. Asupan Kalium Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah kebalikan dari Na. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah. Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium. Sebaliknya

penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air juga penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah kalium akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal. Pada populasi dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium. C. Patogenesis (7, 12)

II.

Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik (kontrol jangka pendek) dan ginjal (kontrol jangka panjang). Mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan-perubahan pada curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Saraf simpatik mengeluarkan norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang mempengaruhi pembuluh arteri dan arteriol sehingga resistensi perifer meningkat. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali ke normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter pre-kapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer. Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap. Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain : 1) Curah jantung dan tahanan perifer Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin

dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible. 2) Sistem Renin-Angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatik. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif).

Gambar 2. Sistem RAA (1, 3, 5) Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstriktor melalui dua jalur, yaitu: a.Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

b.Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. 3) Sistem Saraf Otonom Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem reninangiotensin bersama sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon. 4) Disfungsi Endotelium Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit. 5) Substansi vasoaktif Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi. 6) Hiperkoagulasi Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi. 7) Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel. D. Gejala Klinis (14) Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target. Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. E. Komplikasi (7, 9)

II.

II.

Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor- faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.

II.

F. Penatalaksanaan hipertensi

(5, 10, 15)

Gambar 3. Algoritma penanggulangan hipertensi menurut JNC VII (16) a. Farmakologis Diuretik Yang termasuk dalam golongan diuretik adalah tiazid dan diuretik kuat. Tiazid Tiazid (misalnya hidroklorotiazid) menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan eksresi dari air dan natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume ekstraselular yang dapat menurunkan curah jantung dan aliran darah ginjal. Pada penggunaan jangka panjang terjadi penurunan resistensi perifer. Tiazid dapat dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain seperti B blocker dan ACE inhibitor (ACE-I). Tiazid baik digunakan pada pasien kulit hitam, lansia dan pasien dengan gangguan ginjal kronik. Tiazid kurang baik pada pasien dengan bersihan kreatinin kurang dari 50 ml./mnt. Tiazid dapat mengganggu keseimbangan elektrolit, yaitu menurunkan kadar K dan Mg, serta meningkatkan kadar Ca. Tiazid dapat menyebabkan hipokalemia dan hiperurisemia (70% pasien) dan hiperglikemia (10% pasien). Pemakaian Tiazid juga harus dihindari pada pasien dengan DM dan hiperlipidemia. Diuretik kuat Obat ini dapat digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk atau pasien yang mempunyai respon kurang baik dengan Tiazid. Diuretik kuat menyebabkan penurunan resistensi ginjal dan meningkatkan aliran darah ke ginjal.

B blocker Obat ini mengurangi tekanan darah dengan cara mengurangi curah jantung, menurunkan respon simpatis dari susunan saraf pusat dan menghambat pelepasan renin dari ginjal. B blocker lebih efektif untuk mengurangi hipertensi pada ras kulit putih dibanding kulit hitam, dan pada orang muda dibanding orang tua. Obat ini baik digunakan pada pasien hipertensi dengan supraventrikular takiaritmia, infark miokardium, angina pectoris, glukoma dan migren. Penggunaan B blocker sebaiknya dihindari pada pasien dengan penyakit paru obstruktif dan gagal jantung kongestif. Efek samping tersering dari obat ini adalah lemas, insomnia, halusinasi, hipotensi, mengurangi libido dan dapat menyebabkan impotensi. B blocker dapat menyebabkan gangguan metabolisme lipid dengan mengurangi HDL dan meningkatkan trigliserid.

ACE inhibitor (ACE I) ACE I mengurangi tekananan darah dengan cara mengurangi tahanan perifer tanpa meningkatkan curah, frekuensi dan kantraktilitas jantung, Obat ini menghambat angiotensin converting enzyme dalam mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang dapat menyebabkan vasokonstriksi. ACE I juga dapat menghambat inaktivasi dari bradikinin yang berpotensi sebagai vasodilator. Dengan mengurangi angiotensin II, ACE I secara tidak langsung menghambat sekresi dari aldosteron yang menyebabkan pengurangan retensi air dan natrium. ACE I efektif baik pada kulit putih maupun kulit hitam dan baik pada orang muda dan lansia. Obat ini juga baik pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan infark miokardium. Efek samping tersering dari ACE I adalah batuk, ruam, demam, hipotensi dan hiperkalemia.3,8 ACE I dapat menyebabkan hiperkalemia pada penyakit GGK (Gangguan Ginjal Kronik) dengan cara mengurangi influks kalium ke dalam sel dan mengurangi sekresi kalium pada ginjal.3 Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meihat manfaat ACE I pada pasien GGK seperti Benazepril Trial, Ramipiril Efficacy in Nefropathy (REIN), dan African America Study Kidney (AASK). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa ACE I mempunyai sifat renoproteksi dan antiproteinuria dibandingkan antihipertensi golongan lain pada pasien GGK.

Antagonis angiotensin II (AA II) Efeknya sama dengan ACE I dalam hal menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi sekresi aldosteron. Efek sampingnya serupa dengan ACE I namun lebih ringan dan jarang terjadi.

Antagonis kalsium Dibagi menjadi 3 kelas yaitu: Difenilalkilamin (verapamil), mempunyai efek pada otot polos jantung dan pembuluh darah. Digunakan pada pasien dengan angina, supraventrikular takiaritmia dan migrain. Benzotiazepin (diltiazem), juga mempunyai efek pada otot polos jantung dan pembuluh darah, namun mempunyai efek inotropik negative yang kurang poten jika dibandingkan dengan verapamil. nondihidropiridin. Dihidropiridin (nifedipin, amlodipin, felodipin, isradipin, nikardipin dan nisoldipin) mempunyai efek yang jauh lebih besar pada otot polos pembuluh darah dibandingkan dengan jantung. Obat ini mengurangi tekanan darah dengan cara mengurangi masukan kalsium ke dalam sel otot polos sehingga mengurangi tonus otot polos (menyebabkan vasodilatasi) dan kontraksi miokardium. Antagonis kalsium baik digunakan pada pasien dengan asma, DM, angina dan penyakit vaskular perifer. Golongan obat ini adalah satu-satunya antihipertensi yang dapat mempengaruhi autoregulasi ginjal. Penurunan tekanan darah dengan antagonis kalsium mempunyai efek renoprotektif. Mekanisme perlindungan antagonis kalsium pada ginjal adalah: Penurunan tekanan darah sistemik Mengurangi proteinuria Penurunan hipertrofi ginjal Modulasi alur mesangial makromolekul Penurunan aktivitas metabolisme pada sisa nefron Perbaikan nefrokalsinosis uremia Pengurangan efek mitogenik pada faktor pertumbuhan Hambatan tekanan yang menginduksi pemasukan kalsium Pengurangan pembentukan radikal bebas Proteinuria merupakan salah satu faktor utama yang dapat memperburuk progresifitas GGK (proteinuria padat menyebabkan kerusakan tubulointerstisial). Penurunan proteinuria pada Golongan difenilalkilamin dan benzotiazepin termasuk dalam

umumnya disertai dengan perbaikan fungsi ginjal. Terjebaknya makromolekul (protein) pada mesangial dapat menyebabkan kerusakan mesangial dengan cara menstimulasi inflamasi lokal dan dapat mempercepat progresifitas sklerosis. Antagonis kalsium dapat menghambat efek mitogenik sel mesangial dan produksi Platelet Activating Factor (PAF) yang dapat mempercepat proses glomerulosklerosis. Menurut beberapa penelitian, antagonis kalsium (golongan nondihidropiridin) ternyata menurunkan proteinuria pada pasien dengan GGK dan efek penurunan proteinuria ini akan lebih baik pada pemberian antagonis kalsium yang dikombinasikan dengan ACE I. Namun, menurut hasil penelitian African American Study of Kidney Disease and Hypertension (AASK) menunjukkan bahwa pemberian antagonis kalsium golongan dihidropiridin pada pasien dengan GGK ternyata dapat memperburuk fungsi ginjal. Antagonis kalsium merupakan obat antihipertensi yang sangat efektif untukmenurunkan tekanan darah pada pasien GGK yang resisten dengan obat antihipertensi lain. Keuntungan antagonis kalsium adalah meningkatkan eksresi natrium dan air (berguna bagi pasien GGK dengan edema), tidak menyebabkan hiperkalemia (lebih baik dari golongan ACE I dan AA II), bahkan ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh United States Renal Data System Dialysis Morbidity and Mortality Study Wave II (USRDS DMMS II) yang menunjukkan bahwa penggunaan antagonis kalsium menurunkan mortalitas yang bermakna dibandingkan dengan obat antihipertensi lain pada pasien GGK. Efek samping obat ini jarang ditemukan dan berupa pusing, sakit kepala dan lemas. -blocker Obat ini mengurangi tekanan darah dengan cara memblok 1 adrenoreseptor. Hal ini menyebabkan penurunan tahanan perifer dan mengurangi tekanan darah arteri dengan menyebabkan relaksasi pada otot polos arteri dan vena. Obat ini hanya sedikit mempengaruhi curah jantung, aliran darah ginjal dan LFG (sehingga peningkatan pelepasan renin tidak terjadi). Efek samping yang sering dialami adalah takikardia dan sinkop.

Adrenergik sentral Yang termasuk dalam adrenergik sentral adalah klonidin dan metildopa. Klonidin 2 agonis menghilangkan rangsang adrenergic sentral. Klonidin tidak mengurangi aliran darah ginjal atau LFG sehingga berguna pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal. Klonidin menyebabkan retensi natrium dan air, sehingga biasanya dikombinasikan

dengan diuretik. mukosa hidung. Metildopa

Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi dan pengeringan

Obat ini dapat menghilangkan rangsang adrenergik sentral yang menyebabkan berkurangnya tahanan perifer dan tekanan darah. Curah jantung dan aliran darah ke organ (termasuk ke ginjal) tidak berkurang. Obat ini dapat digunakan pada penderita hipertensi dengan insufisiensi ginjal. Efek samping yang tersering adalah sedasi dan mengantuk.

Vasodilator Obat ini menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos pembuluh darah sehingga menurunkan tahanan perifer. Selain itu juga menyebabkan peningkatan stimulasi jantung yang menyebabkan peningkatan kontraktilitas, denyut jantung dan konsumsi oksigen. Hal ini dapat menyebabkan angina pektoris, infark miokardium dan gagal jantung. Vasodilator juga dapat meningkatkan konsentrasi renin plasma sehingga meningkatkan retensi air dan natrium. Efek samping yang tidak diinginkan ini dapat dikurangi dengan pemberian diuretik dan B blocker. Yang termasuk dalam golongan vasodilator adalah hidralazin dan minoxidil.

Indikasi khusus Gagal jantung Pasca miokard Risiko PJK Diabetes mellitus Penyakit ginjal kronik Cegah berulang stroke tinggi infark

Diuretik +

Blocker ACEI + + + +

ARB +

CCB

Antialdosteron + +

Tabel 2. Pilihan Obat pada Indikasi Khusus (16)

b. Non farmakologis Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup.

Tujuan dari penatalaksanaan diet : Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral Menurunkan faktor resiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak, kolesterol dalam darah. Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM.

Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi: Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet. Konsumsi garam dapur tidak lebih dari - sendok teh/hari atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium. G. Pencegahan hipertensi (8, 10, 14)

II.

Resiko seseorang untuk mendapatkan hipertensi dapat dikurangi dengan cara : Memeriksa tekanan darah secara teratur Menjaga berat badan dalam rentang normal Mengatur pola makan, antara lain dengan mengkonsumsi makanan berserat, rendah lemak dan mengurangi garam. Hentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol Berolahraga secara teratur Mengurangi stress dan emosi

BAB III HYPERTENSIVE HEART DISEASE III. A. Definisi (17, 18) Hypertensive Heart Disease atau Penyakit Jantung Hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 510%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Sejumlah 85-90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau Idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada dua mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan strok, gagal ginjal, atau gangguan retina mata. II.3. Patofisiologi (11, 17, 18)

Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui neurohormonal terkait dan perubahan vaskular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan darah malam hari dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan berbagai jenis patologi jantung, terutama bagi masyarakat Afrika-Amerika.

Hipertrofi ventrikel kiri (Left Ventricle Hypertrophy/LVH)

Gambar 4. LVH (19)

Hipertrofi ventrikel kiri merupakan reaksi/respon terhadap kenaikan afterload (systemic vascular resistance yg tinggi). Mula-mula merupakan hal yg bersifat protektif, tetapi kemudian dapat menunjukkan disfungsi ventrikel kiri. LVH sering didapati pada hipertensi. LVH dapat diidentifikasi dari : 1. Pemeriksaan fisik dengan menentukan ictus cordis yang melebar dan bergeser ke lateral dan kaudal 2. EKG hanya 5-10%

Gambar 5. LVH dalam EKG (20) 3. Foto toraks kardiomegali dengan apeks kordis ke lateral dan kaudal.

4. Eko lebih peka dibandingkan EKG 30%

Remodelling adalah hasil proses kompensasi/adaptasi yaitu proses reparasi, hipertrofi dan dilatasi. Dimulai dari adanya kerusakan LV. Proses remodeling ventricular berlangsung mulai beberapa bulan sampai tahun tanpa keluhan meskipun proses dilatasi LV berlanjut. Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat. Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal. LVH didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri, sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap peningkatan afterload.

Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi secara primer dalam perkembangan miosit janin), dan LVH. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I mendorong pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel sehingga mempercepat proses remodelling. Jadi, perkembangan LVH dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan

ketidakseimbangan antara miosit dan struktur interstisium skeleton cordis. Apabila jantung menghadapi beban hemodinamik yang berlebihan, kompensasi utama adalah bertambahnya massa dari miokard. Respons neurohumolar yaitu system simpatis dan system R-A-A yang dimaksudkan untuk memperkuat kontraktilitas tetapi berpartisipasi terhadap respon hipertrofi, aldosteron menambah jaringan kolagen yang mendasari proses remodeling. Pattern daripada LVH tergantung daripada tipe beban hemodinamik. Volume overload menyebabkan eccentric hypertrophy dari LV, LV mengalami dilatasi, fungsi sistolik (ejection fraction = EF menurun) dan akhirnya gagal jantung (gagal jantung sistolik). Kelebihan beban tekanan berakibat hipertrofi miokard tidak disertai bertambahnya kapasitas volume LV dinamakan concentric hypertrophy, penyebab disfungsi diastolik dimana fungsi relaksasi LV menurun dan dapat terjadi gagal jantung (gagal jantung diastolic). Terdapat

peningkatan pada ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan volume diastolik ventrikel kiri Manifestasi klinis gagal jantung diastolic tidak dapat dibedakan dengan gagal jantung sistolik secara bedside, dapat dibedakan dengan ekogram

Abnormalitas Atrium Kiri Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untuk meningkatkan tekanan darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan ukuran dan penebalan atrium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi yang tidak disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi dan mungkin berhubungan dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri.

Penyakit Katup Hipertensi yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan terjadinya insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.

Gagal Jantung Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronik. Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak diketahui, sebagian karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal ini menaburkan penyebab gagal jantung tersebut. Prevalensi disfungsi diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan tanpa LVH adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang kronis dan terjadinya LVH dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal relaksasi dan fase komplaien lambat dari diastolik ventrikel. Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi. Disfungsi diastolik biasanya, namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan LVH. Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan

abnormalitas struktur seperti fibrosis dan LVH. Disfungsi sistolik yang asimtomatik biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir penyakit, LVH gagal mengkompensasi dengan meningkatkan cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis, atau program kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara stimulan dan penghambat, disadari sebagai pemegang peran pentingdalam transisi dari tahap kompensata menjadi dekompensata.

Iskemik Miokard Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi pada ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload sekunder akibat hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural, menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar arteri koroner epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan hipertensi dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan kebutuhan oksigen. Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri koroner, di eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis mengurangi tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan gangguan pada sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten. Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya pembentukan arteriosklerotis dan plak. Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang ditemukan pada pasien tanpa hipertensi.

BAB IV KESIMPULAN

Tekanan darah tinggi (hipertensi) ditetapkan sebagai hipertensi (primer) atau hipertensi sekunder penting dan didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi secara konsisten melebihi 140/90 mm Hg. Pada hipertensi esensial (95% dari penderita hipertensi), tidak ada penyebab tertentu yang ditemukan, sedangkan hipertensi sekunder (5% dari penderita hipertensi) disebabkan oleh kelainan di suatu tempat dalam tubuh, seperti di ginjal, kelenjar adrenal, atau arteri aorta. Hipertensi primer dapat berjalan di beberapa keluarga dan lebih sering terjadi pada penduduk Amerika Afrika, meskipun gen untuk hipertensi esensial belum teridentifikasi. Asupan garam yang tinggi, obesitas, kurang olahraga teratur, alkohol yang berlebihan atau asupan kopi, dan merokok bisa semua mempengaruhi prospek untuk kesehatan seorang individu dengan hipertensi. Tekanan darah tinggi disebut silent killer karena seringkali tidak menimbulkan gejala selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, sampai akhirnya kerusakan organ-organ kritis tertentu. Hipertensi yang tidak terkontrol akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah di mata, penebalan otot jantung dan serangan jantung, pengerasan arteri (arteriosklerosis), gagal ginjal, dan stroke. Semakin tingginya kesadaran publik dan penyaringan penduduk yang diperlukan untuk mendeteksi hipertensi cukup dini sehingga dapat diobati sebelum organ-organ penting yang rusak. Gaya hidup penyesuaian diet dan latihan dan kepatuhan dengan rezim obat adalah faktor penting dalam menentukan hasil bagi orang-orang dengan hipertensi. Beberapa kelas obat anti-hipertensi yang tersedia, termasuk inhibitor ACE, obat ARB, beta-blocker, diuretik, calcium channel blockers,-alpha bloker, dan vasodilator perifer. Kebanyakan obat antihipertensi dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi: beberapa hanya digunakan dalam kombinasi, beberapa lebih disukai atas orang lain dalam situasi tertentu medis tertentu, dan ada juga yang tidak akan digunakan (kontraindikasi) dalam situasi lain.

Tujuan terapi untuk hipertensi adalah untuk membawa tekanan darah ke 140/85 di populasi umum dan untuk tingkat bahkan lebih rendah pada penderita diabetes Amerika Afrika,, dan orang dengan penyakit ginjal kronis tertentu. Screening, mendiagnosa, mengobati, dan hipertensi mengendalikan awal saja secara signifikan dapat mengurangi risiko stroke berkembang, serangan jantung, atau gagal ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yogiantoro M. Hipertensi esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibratra M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam I. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2006. Hlm. 610-4. 2. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrisons principle of internal medicine. 16th ed. Philadhelpia: McGraw-Hills. 2005. P. 1463-81. 3. "High blood pressure NHS". National Health Service (NHS).

http://www.nhs.uk/Conditions/Blood-pressure-(high)/Pages/Introduction.aspx. 4. Pierdomenico SD, Di Nicola M, Esposito AL, et al. (June 2009). "Prognostic Value of Different Indices of Blood Pressure Variability in Hypertensive Patients". American Journal of Hypertension 22 (8): 8427. doi:10.1038/ajh.2009.103. PMID 19498342. 5. Secondary hypertension, Mayo Foundation for Medical Education and Research (2008)[1], Retrieved May 10, 2010. 6. Nelson, Mark. "Drug treatment of elevated blood pressure". Australian Prescriber (33): 108112. http://www.australianprescriber.com/magazine/33/4/108/12. Retrieved August 11, 2010. 7. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. (December 2003). "Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure". Hypertension 42 (6): 120652.

doi:10.1161/01.HYP.0000107251.49515.c2. PMID 14656957. 8. Jett M, Landry F, Blmchen G (April 1987). "Exercise hypertension in healthy normotensive subjects. Implications, evaluation and interpretation". Herz 12 (2): 1108. PMID 3583204. 9. Schoen FJ, Cotran RS. The blood vessels. In: Kumar V, Cotran RS, Robbins S, editors. Robbins basic pathology. 7th ed. Philadhelpia: Saunders. 2003. P. 338-41. 10. Pickering TG (April 1987). "Pathophysiology of exercise hypertension". Herz 12 (2): 11924. PMID 2953661. 11. Palupi. Kumpulan Kuliah Kardiologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti; 2007. P. 103-105.

12. Carretero OA, Oparil S (January 2000). "Essential hypertension. Part I: definition and etiology". Circulation 101 (3): 32935. PMID 10645931.

http://circ.ahajournals.org/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=10645931. 13. Mayza A, Soenarta A.A., Lukito A.A dkk. Ringakasan Eksekutif Krisis Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan Hipertensi Indonesia (InasSH); 2007. P. 1-7. 14. Rost R, Heck H (April 1987). "[Exercise hypertension--significance from the viewpoint of sports]" (in German). Herz 12 (2): 12533. PMID 3583205. 15. Klaus D (April 1987). "[Differential therapy of exercise hypertension]" (in German). Herz 12 (2): 14655. PMID 3583208. 16. Mayza A, Lydia A, Saputra A.J dkk. Ringakasan Eksekutif Penanggulangan Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan Hipertensi Indonesia (InasSH); 2007. P. 3-9. 17. Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.1654-55. 18. Yogiantoro, mohammad. Hipertensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.610-614. 19. Topic: Left Ventricle Hypertrophy. Available from :

http://3.bp.blogspot.com/_XcWpIZCxflw/TREw8TFhHI/AAAAAAAAACc/5cwoopgHjSM/s1600/hypertension-heart-disease.gif Accesed on May 14th 2011. 20. Topic: 14th 2011. Left Ventricle Hypertrophy in ECG. Available from :

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/37/ECG_LVH.png Accesed on May

Anda mungkin juga menyukai