Anda di halaman 1dari 29

ANTIGEN A.

Pengertian Antigen Istilah antigen mengandung dua arti, pertama untuk mengambarkan molekul yang memacu respon imun (juga disebut imunogen) dan kedua untuk menunjukkan molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi atau sel T yang sudah disensitasi (Baratawidjaja, 2006). Antigen yaitu setiap substansi asing yang dapat menginduksi timbulnya respon imun (Bloom, 2002). B. Letak Antigen Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun. C. Bagian Antigen Secara fungsional antigen terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa). Bagian dari molekul antigen besar yang dikenali oleh sebuah antibodi (oleh reseptor sel-T) atau bagian antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi, bisa juga disebut determinan antigen atau epitop. 2. Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil. Bahan kimia ukuran kecil seperti dinitrofenol dapat diikat antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat mengaktifkan sel B (tidak imunogenik). Untuk mengacu respon antibodi, bahan kecil tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Hapten merupakan sejumlah molekul kecil yang dapat bereaksi dengan antibodi namun tidak dapat menginduksi produksi antibodi. D.Klasifikasi Antigen 1.Pembagian antigen menurut epitop a.Unideterminan, univalen Hanya satu jenis determinan/ epitop pada satu molekul. b. Unideterminan, multivalen Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul. c. Multideterminan, univalen Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyaan protein). d. Multideterminan, multivalen Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul 2. Pembagian antigen menurut spesifisitas a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki oleh banyak spesies tertentu c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies

d. Atigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertentu e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri 3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T a. T dependen, yang memerlukan pengenalan sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respon antibodi. b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk mebentuk antibodi. 4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi a. Hidrat arang (polisakarida) Hidrat arang pada umumnya imunogenik. b. Lipid Lipid biasanya tidak imunogenik kecuali bila diikat protein pembawa. c. Asam nukleat Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat protein molekul pembawa. d. Protein Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya multideterminan dan univalent. E. Sifat-Sifat Antigen Antigen memiliki beberapa sifat-sifat yang khas pada antigen tersebut, sifat-sifat tersebut antaralain: 1. Keasingan Kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhi syarat sebagai imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing terhadap hospes. 2. Sifat-sifat Fisik Agar suatu zat dapat menjadi imunogen, ia harus mempunyai ukuran minimum tertentu, imunogen yang mempunyai berat molekul yang kecil, respon terhadap hospes minimal, dan fungsi zat tersebut sebagai hapten sesudah bergabung dengan proten-proten jaringan. 3. Kompleksitas Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas imunogen meliputi baik sifat fisik maupun kimia molekul. 4. Bentuk-bentuk (Conformation) Tidak adanya bentuk dari molekul tertentu yang imunogen. Polipeptid linear atau bercabang, karbohidrat linear atau bercabang, serta protein globular, semuanya mampu merangsang terjadinya respon imun. 5. Muatan (charge) Imunogenitas tidak terbatas pada molekuler tertentu; tidak terbatas pada molekuler tertentu, zatzat yang bermuatan positif, negatif, dan netral dapat imunogen. Namun demikian imunogen tanpa muatan akan memunculkan antibodi yang tanpa kekuatan. 6. Kemampuan masuk Kemampuan masuk suatu kelompok determinan pada sistem pengenalan akan menentukan hasil respon imun. F. Reaksi Antigen dan Antibodi Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan istilah hapten.

Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi. Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai reseptor antigen. Jumlahnya mencapai 50.000 sampai 100.000 per sel dan semuanya spesifik bagi satu determinan antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk antigen yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi respon imun disebut imunogenitas. Kespesifikan reaksi antara antigen dan antibodi telah ditunjukkan melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Landsteiner. Ia menggabungkan radikal-radikal organik kepada protein dan menghasilkan antibodi terhadap antigen-antigen tersebut. Keputusan yang diperolehi menunjukkan antibodi dapat membedakan antara kelompok berbeda pada protein ataupun kumpulan kimia yang sama tetapi berbeda kedudukan. Ikatan yang terjadi terdiri dari ikatan non kovalen (seperti ikatan hidrogen, van der Waals, elektrostatik, hidrofobik), sehingga reaksi ini dapat kembali ke semula (reversible). Kekuatan ikatan ini bergantung kepada jarak antara paratop dan bagian-bagian tertentu pada epitop. Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain: 1. Primer Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada situs identik yang kecil, bernama epitop. 2. Sekunder Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya: a. Netralisasi Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan. b. Aglutinasi Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan c. Presipitasi Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap. d. Fagositosis Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen tersebut. e. Sitotoksis Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran

plasmanya. 3. Tersier Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.

ANTIBODI ( IMMUNOGLOBULIN )
A. PENGANTAR Manusia dan vertebrata lainnya memiliki system pertahanan tubuh yang berperan untuk melindungi dirinya dari serangan agen agen penyebab penyakit. System pertahanan tersebut dapat dibedakan menjadi dua macam : 1. Pertahanan nonspesifik yang memiliki sifat alami ( innate ) artinya sudah ada sejak organisme itu lahir. Kekebalan bawaan bersifat non spesifik, artinya sistem kekebalan tubuh ini selalu siap untuk menghadapi ineksi apapun yang masuk kedalam tubuh. Melanisme kekebalan ini efektif terhadap miko organisme tanpa terjadinya pengalaman kontak sebelumnya dengan organisme tersebut. a. Kekebalan eksternal Kekebalan eksternal terdiri atas jaringan epitelium yang melindungi tubuh kita ( kulit dan kelenjar muskus ) beserta sekresi yang dihasilkannya. Selain sebagai penghalang masuknya penyakit, epitelium tersebut juga menghasilkan zat zat pelindung. Misalnya hasil sekresi kulit bersifat asam sehingga beracun bagi bakteri. Air ludah ( saliva) dan air mata juga dapat membunuh bakteri. Mukus (lendir) menjebak mikroorganisme sehingga tidak dapat masuk ke dalam saluran pencernaan dan pernapasan.

b. Kekebalan internal Kekebalan internal akan melawan bakteri, virus, atau zat zat asing yang mampu melewati kekebalan eksternal. Kekebalan internal berupa rangsangan kimiawi dan melibatkan sel sel fagositik, sel natural killer, protein anti mikroba yang melawan zat asing yang telah masuk dalam tubuh, serta peradangan ( inflamasi ) dan demam. Sel sel fagositik yang berperan dalam kekebalan internal antara lain neutrofil, makrofag, dan esinofil. Neutrofil akan bersifat fagositik ( memakan ) jika bertemu dengan materi penginfeksi di dalam jaringan. Makrofag akan berlekatan dengan polisakarida di permukaan tubuhmikroba dan kemudian menelan mikroba tersebut. Eosinofil bertugas untuk menyerang parasit yang berukuran besar, misalnya cacing. Sel natural killer menyerang sel parasit dengan cara mengeluarkan senyawa penghancur yang disebut perforin. Sel natural killer dapat melisiskan dan membunuh sel sel kanker serta virus sebelum sistem kekebalan adaptif diaktifasi. Protein antimikroba meningkatkan pertahanan tubuh dengan

menyerang mikroorganisme secara langsung maupun dengan cara menghambat reproduksi mikroorganisme. Salah satu protein antimikroba yang penting untuk melindungi sel dari serangan virus adalah interferon. Kekebalan internal lain adalah respon peradangan ( inflamasi ) dan demam. Peradangan dipicu oleh trauma fisik, panas yang berlebih, infeksi bakteri,dll. Peradangan bersifat lokal at au hanya muncul pada daerah terinfeksi sedangkan demam menyebar keseluruh tubuh. 2. Pertahanan spesifik / pertahanan perolehan ( acquired ) Pertahanan ini diperoleh setelah adanya rangsangan oleh benda asing ( agen infeksi ). Pertahanan spesifik merupakan tanggung jawab dari kolone kolone sel limfosit B yang masing masing spesifik terhadap antigen. Adanya interaksi antara

antigen dengan kolone limfosit B akan merangsang sel tersebut untuk berdiferensiasi dan berpoliferasi sehingga didapatkan sel yang mempunyai ekspresi klonal untuk menghasilkan antibodi. Berdasarkan sel yang terlibat dalam mekanismenya, kekebalan adaptif dibagi menjadi dua, yaitu : a. Kekebalan humoral Unsur yang paling berperan dalam kekebalan humoral adalah antibodi yang dihasilkan oleh sel sel limfosit B. Antibodi ditemukan dalam cairan tubuh, misalnya cairan darah dan cairan limfa yang berfungsi mengangkat bakteri dan racun bakteri, serta menandai virus untuk dihancurkan lebih lanjut oleh sel darah putih. b. Kekebalan yang diperantarai sel Faktor terpenting dalam kekebalan kali ini adalah sel sel hidup, yaitu sel sel T limfosit. Sel ini secara aktif melawan bakteri dan virus yang ada dalam sel tubuh yang terinfeksi. Sel sel ini juga dapat melawan protozoa, jamur, dan cacing parasit. Ilmu yang mempelajari sistem kekebalan tubuh ( immunitas ) disebut immunologi. B. ANTIGEN Antigen adalah semua benda asing yang menginvasi ( menginfeksi ) ke dalam tubuh suatu organisme seperti protein asing, virus, bakteri, protozoa, jamur, cacing, dsb. Perlu dibedakan antara antigen dengan immunogen karena tidak semua antigen dapat bersifat immunogen. Immunogen adalah semua benda asing apabila berada di dalam tubuh organisme akan merangsang timbulnya respon immune ( reaksi kekebalan ). Hapten adalah antigen yang memiliki berat molekul kecil sehingga tidak dapat merangsang terjadinya respon immun, akan tetapi apabila hapten tersebut digabungkan dengan

molekul protein yang lebih besar ( karier ), maka akan bersifat immunogen. Setiap immunogen memiliki karakteristik sebagai penentu antigen atau yang disebut dengan antigen determinant ( epitope ). Antigen determinant merupakan molekul glikoprotein yang menempel pada membran sel dan berperan sebagai penentu terbentuknya molekul immunoglobulin ( antibodi ). Berdasarkan jumlah epitope yang terdapat pada permukaan sel antigen, maka dapat dibedakan menjadi : 1. Antigen polivalen jika memiliki banyak epitope 2. Antigen oligovalen jika memiliki sedikit epitope 3. Anitgen monovalen jika hanya memiliki satu epitope 4. C. TEORI PEMBENTUKAN IMMUNOGLOBULIN Molekul immunoglobuln ( antibodi ) dihasilkan oleh sel limfosit B yang telah berdiferensiasi menjadi sel plasma. Molekul Ig disekresikan langsung ke cairan tubuh dan sirkulasi darah normal, oleh karena itu di sebut sebagai kekebalan humoral. Selain itu, limfosit B juga akan berdiferensiasi menjadi sel memori yang mampu menyimpan ingatan terhadap antigen sejenis. Menurut Roitt ( 1988 ) terdapat 2 teori mengenai mekanisme pembentukan antibodi yaitu: 1. Teori instruktif ( Erlich ) Menurut teori ini, pada setiap organisme memiliki prekursor limfosit B yang hanya sejenis. Antigen akan memerintahkan prekursor limfosit B tersebut untuk menyesuaikan dengan antigen yang masuk kmudian berkembang menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi, Teori instruktif saat ini telah ditinggalkan oleh para ahli.

2. Teori selektif ( oleh Jerne & Burnet ) Pembentukan antibodi berdasarkan clonal selection theory sebagai berikut : Pada setiap organisme terdapat berjuta juta precursor limfosit B. Oleh Jerne & Burnet ( 1978 ) dikatakan ada sekitar 10 8 10 12 jenis sel limfosit B. Dengan adanya antigen yang masuk ke dalam tubuh suatu organisme, maka akan merangsang interaksi antara antigen determinan ( epitope ) dengan sel limfosit B yang sesuai kemudian akan memicu diferensiasi dan poliferasi dari sel tersebut menjadi plasma yang memiliki kemampuan menghasilkan antibodi (

immunoglobulin ). D. MOLEKUL IMMUNOGLOBULIN ( Ig ) 1. Struktur molekul immunoglobulin ( Ig ) Molekul Ig merupakan molekul glikoprotein yang tersusun atas asam amino dan karbohidrat. Antara asam amino yang satu dan yang lainnya dihubungkan oleh ikatan peptida dengan gugus karboksil ( COOH - )sebagai ujung karboksil dan gugus amina ( NH3 + ) sebagai ujung amina. Secara sederhana molekul immunoglobin dapat digambarkan menyerupai huruf Y dengan engsel ( hinge ). Molekul imunoglobulin mempunyai struktur asas yang terdiri dari 2 rantai ringan atau rantai L (light chain) yang seiras dan 2 rantai berat atau rantai H (heavy chain) yang seiras. Rantai-rantai ini digabungkan oleh ikatan-ikatan dwisulfida (disulfide bonds). Pada hujung amino terdapat 2 tapak pergabungan antigen (antigen binding site) pada setiap molekul imunoglobulin, kedua-duanya mempunyai kespesifikan seiras dan akan bergabung dengan epitop yang serupa. Terdapat 2 jenis rantai L iaitu, kappa ( ) dan lambda ( ). Molekul Ig dapat dipecah oleh enzim papain atau pepsin ( protease ) menjadi 2 bagian yakni : Fab ( Fragmen antigen binding ) yaitu bagian yang menentukan spesifitas antibodi karena berfungsi untuk mengikat antigen.

Fc ( fragmen crystalizable ) yang menentukan aktivitas biologisnya dan yang akan berkaitan dengan komplemen. Sebagai contoh immunoglobulin G mempunyai kemampuan menembus membran plasenta.

2. Kelas kelas immunoglobulin ( Ig ) Molekul Ig berdasarkan ukuran molekulnya dapat dibedakan menjadi 5 kelas yakni Ig G, Ig A, Ig M, Ig D, dan Ig E. Masing masing kelas masih dapat dibedakan menjadi subkelas subkelas. Tiap kelas Ig memiliki karakteristik tersendiri misalnya berat molekul, komposisi asam amino, dan strukturnya. Ig G Ig G adalah satu satunya anti body yang mampu melalui plasenta. Ig G merupakan kekebalan pasif yang diberikan dari ibu kepada anaknya. Ig G merupakan pertahanan utama terhadap infeksi untuk bayi pada minggu - minggu pertama kehidupannya yang diperkuat oleh Ig G dari kolostrum. Ciri ciri : 70 % dalam tubuh Dapat diwariskan

Diberikan lewat kolostrum Ada 4 subkelas yaitu : Ig G1, Ig G2, Ig G3 dan Ig G4 Ig A

Ig A merupakan salah satu immunoglobulin yang ditemukan dalam sekresi eksternal, misalnya pada mukosa saluran napas, interstinal, urin, genital, saliva, air mata, dan air susu ibu. Immunoglobulin A dapat menetralisasi virus dan menghalangi penempelan bakteri pada sel epitelium. Ciri ciri : 6 % dalam tubuh Merupakan makromolekul karena strukturnya pentamer Ig M

Immunoglobulin yang disintesis pertamakali dalam stimulus antigen. Sintesis Ig M dilakukan oleh fetus waktu intrauterin. Oleh karena tidak dapat melewati plasenta, maka Ig M pada bayi yang baru lahir menunjukkan tanda tanda infeksi intrauterin. Ciri ciri : 10 % dalam tubuh Kebnyakan terdapat pada air mata, air liur, air mani, dan kolostrum Ig D

Immunoglobulin D pertama kali ditemukan sebagai protein miolema. Ig D selalu melekat pada permukaan luar sel limfosit B. Ig D berfungsi sebagai reseptor antigen sel imfosit B dan penting bagi Aktifasi sel B tersebut. Ciri ciri : 1% dalam tubuh Terdapat pada kanker ( myeloma ) Ig E

Immunoglobulin E disekresikan oleh sel plasma dikulit, mukosa, serta tonsil. Jika dibagian ujung Ig E terpicu oleh antigen, akan menyebabkan sel melepaskan histamin yang menyebabkan peradangan dan reaksi alergi. Ciri ciri : Didalam tubuh jumlahnya sedikit Terdapat pada alergi ( hipersensitifitas ) Ringkasan ciri-ciri immunoglobulin Kelas Berat molekul (Dalton) Kepekatan (mg/ml) Peratus dari keseluruhan Separa hayat Pengaktifan pelengkap Komponen tambahan

(hari) IgG IgA 150,000 160,000 (monomer); 400,000 (rembesan) 900,000 (pentamer) 180,000 200,000 12 1.8 80 13 23 5.5 ++ Rantai J dan komponen S Rantai J -

IgM IgD IgE

1 0-0.04 0.0002

6 0.2 0.002

5 2.8 2

+++ -

3. Fungsi molekul immunoglobulin ( Ig ) Sifat biokimiawi molekul antibodi adalah memiliki spesifitas yang tinggi sehingga menjadi keunggulan yang kemudian dimanfaatkan menjadi suatu teknik untuk mendeteksi, mengukur, dan mengkarakterisasi molekul antigen spesifiknya (

Shupnik,1999,4 ) E. TEKNIK PRODUKSI ANTIBODI 1. Secara konvensional Sejak lama telah dikenal tekhni pembuatan antibody secara konvensional yaitu dengan memasukkan antigen ketubuh organisme ( misalnya tikus ), maka akan merangsang pembentukan antibodiyang sering dikenal dengan istilah vaksinasi atau immunisasi. Antibodi yang dihasilkan secara konvensional mempunyai poliklonal yakni mempunyai beberapa sifat yang disebabkan antigen ( vaksin ) yang digunakan belum dimurnikan, sehingga kurang spesifik untuk tujuan tertentu seperti riset dan terapi. 2. Secara modern Dengan berkembangnya tekhnologi dan pengetahuan tentang molekul Ig, maka kini dikenal tekhnik hibridoma untuk tujuan menghasilkan antibodi monoklonal dalam jumlah banyak dan tidak terbatas oleh waktu dengan cara kloning. Teknik hibridoma adalah suatu tekhnik dengan cara menggabungkan dua macam sel eukariot dengan tujuan

mendapatkan sel hibrid yang memiliki kemampuan kedua sel induknya. Pada hakekatnya produksi antibodi monoklonal tetap mengikuti prinsip teori seleksi klonal ( Artama:1990:165) Prosedur : a. Antigen yang telah dimurnikan disuntukan ke hewan percobaan mencit (mice) untuk mendapatkan sel limfosit B yang spesifik. b. Sel penghasil Ab tersebut kemudian diisolasi dan selanjutnya dikawinkan dengan sel myolema ( sel kanker ) dalam media PEG (polyethilene glycol) atau dapat juga dengan virus Sendai. c. Sl hibrid yang diperoleh kemudian diseleksi dalam medium HAT ( hypoxanthine aminoprotein thimidin ), oleh karena tidak semua sel hibrid yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan yakni sel limfosit B dengan myolema, akan tetapi dapat terjadi hibrid antara sel limfosit B dengan sel limfosit B atau sel myolema dengan myolema. d. Sel hidrid yang terseleksi kemudian diuji untuk mengetahui kemampuan menghasilkan Ab yang diharapkan, jika hasilnya pasti maka sel tersebut dikultur ( cloning ) kemudian dipropagasi pada kultur jaringan (bioreaktor) atau disuntikan ke tikus ( in vivo ) untuk produksi MAb atau pula dapat dibekukan untuk koleksi. Antibodi monoklonal secara immunokimia identik dan memiliki sifat di antaranya homogenitasnya tinggi, tidak ada Ab yang tidak spesifik, mudah dikarakterisasi. Penemuan MAb dengan metode klonasi ( clone ), memiliki kelebihan antara lain peka ( sensitivitas ), khas ( spesifitas ), dan akurat. Selain itu, MAb dapat pula digunakan untuk memberikan jasa pelayanan delam berbagai hal seperti diagnosis suatu penyakit dengan akurat, pencegahan dan pengobatan penyakit. Kontribusi MAb telah dapat dirasakan manfaatnya khususnya dalam dunia riset ( reserch ), seperti enzymeimmunoassay ( EIA ), radioimmunoassay ( RIA ), dan immunositokimia ( immunocytochemistry ). Kegunaan antibodi monoklonal bagi kepentingan manusia antara lain :

1. Terapi Oleh karena antibodi monoklonal memiliki spesifitas tinggi maka pada gilirannya nanti dapat dititipi obat obatan tertentu dengan tujuan langsung pada Antigen yang spesifik. Keuntungan cara ini obat langsung tertuju pada sel target sehingga tidak meracuni sel lainnya. 2. Diagnosis : Saat ini telah banyak diterapkan cara diagnosis penyakit dengan menggunakan antiboi monoclonal karena ketelitinnya sangat tinggi. a. Uji kehamilan dengan hambatan aglutinasi menggunakan anti-B hCG: partikel latek + anti-B hCG + urine: ? jika tidak menggul berarti positif. b. Uji golongan darah ABO: dengan serum anti-A dan serum anti-B, jika darah diberi anti-A menggumpal berarti memiliki aglutinogen A, jika anti-B menggumpal berarti memiliki aglutinogen B. c. Uji serum: misalnya untuk mendiagnosa apakah seseorang pernah mengidap virus HIV (human immunodeficiency virus) penyebab penyakit AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) dengan cara mengambil serum kemudian diperiksa dengan menggunakan teknik ELISA. 3. Penelitian Antibody monoclonal telah banyak dipergunakan untuk kepentingan penelitian misalnya dengan teknik: ELISA (enzyme linkage immunosorbent assay), untuk mengetahui suatu antibody dalam serum dengan teknik elisa dilakukan dengan menggunakan antigen yang telah diketahui kemudian ditambahkan antibody spesifik antispesies yang telah dilabel dengan enzim dan ditambahkan substrat hasilnya berupa perubahan warna yang intensitasnya proposional dengan kadar antibody. a. RIA (radioimmuno assay) dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik protein integral pada membrane sel.

b. FAT (fluorescent antibody technique) atau disebut uji imunoflouresen yaitu untuk menggunakan adanya suatu antigen dengan menggunakan antibody yang telah dilabel dengan zat flouresen apabila ada interaksi antigen antibody, maka jika disinari dengan ultraviolet akan berpendar.

Gambar: Skema produksi antibody-monoklonal (Sumber: Boenisch, 1989) 1) ELISA (enzyme linkage immunosorbent assay), atau disebut EIA (enzymeimmunoassay) merupakan salah satu penerapan pemanfaatan MAb. Pemanfaatan EIA dalam riset antara lai untuk pengukuran kadar hormone progesterone (P) dan 17B-estradiol (E2) dalam medium yang diproduksi oleh kultur sel dalam kadar yang sangat sedikit. Prinsip kerja EIA berdasarkan pada kompetisi antara P atau E2 bebas dengan P atau E2 terikat pada molekul asetilkolinesterase (traser P atau E2). Konsentrasi traser P atau E2 konstan sedangkan konsentrasi P atau E2 bebas bervariasi, sehingga jumlah traser P atau E2 yang

dapat berikatan dengan antiserum berbanding terbalik dengan konsentrasi P atau E2 bebas. Progesterone atau E2 bebas maupun yang terikat pada traser berikatan dengan antibody monoclonal anti-P atau anti-E2 yang telah ditempelkan pada dinding sumuran. Reagen yang tak terikat pada sumuran dicuci, kenudian ditambahkan reagen Elman (mengandung substrat asetilkolinesterase) sehingga timbul warna kuning yang dapat dibaca menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 412 nm. Interpretasi hasil berbanding terbalik artinya semakin tinggi ikatan Ab berlabel enzim dengan hormone berarti semakin kecil jumlah hormone dalam sampel. 2) Metode radioimmunoassay (RIA) semenjak diperkenalkan oleh Yalow dan Berson pada tahun 1964 (Yalow, 1998: 1456), telah berkembang menjadi metode bak terpilih yang banyak dipakai untuk mengukur kadar suatu zat dalam cairan tubuh seperti: hormone, dan untuk mengetahui karakteristik protein integral pada membrane sel. Saat ini, RIA telah dikembangkan untuk semua jenis hormone: polipeptida, steroid, dan tironin dan terbukti memiliki fifat: peka (sensitivity), akurat (precision), dank has (specifity). Oleh karena pertimbangan keunggulan tersebut, maka radioummunoassay maupun nonradioummunoassay menjadi metode yang banyak dipakai untuk mengukur kadar hormone. Prinsip kerja RIA berdasarkan kompetisi antara P bebas dengan P terikat pada rasioisotop. Antibody anti-P yang telah dilapiskan pada tabung berikatan secara kompetitif dengan P sampel dan P berlabel radioisotop I125 (Biomedical Inc., Carson, USA). Konsentrasi P berlabel radioisotope konstan sedangkan konsentrasi P bebas bervariasi, sehingga jumlah P berlabel yang berikatan dengan antibody anti-P pada dinding tabung berbanding terbalik dengan konsentrasi P bebas apabila dibaca dengan menggunakan gamma counter. Interpretasi hasil berbanding terbalik artinya semakin tinggi ikatan Ab berlabel dengan hormone yang sama tetapi memiliki neutron yang berbeda sehingga nomer atomnya sama tetapi berat atomnya berbeda, sperti: I125, dan I133. pemancar sinar agamma yang sering dipakai dalam RIA adalah Co57, Co60, I125, dan I133. pemancar sinar betta yang sering dipakai dalam RIA adala H3, dan Co60. 3) Immunositokimia (immunohistochemistry) atau Immunositokimia (immunocyto-chemistry) telah digunakan secara luas dalam riset terutama untuk mendeteksi lokasi protein-protein fungsional dalam jaringan seperti: enzim-anzim sterodiogenesis pada sel ovarium

(Takayama et al., 1996: 1393). Reagen terpenting dan menentukan keakuratan dan kualitas hasil immunositokimia menggunakan antibody monoclonal anti-PCVA (MAbPCNA) dan enzim avidin-biotin immunoperoxidase (ABIP) terbukti sangat bermanfaat untuk mengevaluasi proporsi sel granulose yang mengalami proliferasi. Prinsip kerja pengecatan PCNA dengan metode immunositokimia menggunakan antibody-monoklonal proliferating cell nuclear antigen (MAb-PCNA) dan enzim avidin-biotin

immunoperoxidase (ABIP) berdasarkan ikatan antara antigen spesifik (PCNA) dengan antibody primer (MAb-PCNA) yang diikatkan dengan antibody sekunder yang bersifat polivalen dan dikonjugasikan dengan biotin. Biotin pada antibody sekunder berikatan dengan enzim streptavidin berlabel (telah dikonjugasikan dengan enzim horseradish peroxidase). Penambahan substrat enzim dan kromogen (AEC) memberi warna merah kecoklatan pada letak ikatan antibody dan antigen jaringan. Identifikasi limfosit 1. limfosit T Limfosit T berperan pada berbagi fungsi imunologi yanng berbeda yaaitu sebgai efektor padaa respon imun selluler dan sebagai regulator yang akan mengatur kedua respon imun. Suatu kemajuan dalam pemahaman perkembangan limfosit T menjaadi sel imunokompeten dn bagaaimn mekanisme aktivitasnya yang dicapai berkat diketahuinya berbagai molekul yang berada pada membrannya selnya. Perkembangan limfosit T Sel-sel dari jaringan hematopoetik yang bertindk sebagai sel induk ( HSJ = haematopoietic stem cell) atau sel MPP ( multi poten progenitor ) yang akan berdiferensiasi menjadi limfosit T, mula mula bermigrasi ke jaringan timus mealui peredaran darah. Di dalam jaringan timus di mulai dari konteks peritier, sel sel yang sekarang di sebut timosit, mengalami perkembangan bertahap khususnya melibatkan ekspresi marka CD4 dan CD8 yang disertai pengaturan kembali gena untuk reseptor (TCR).

Timosit yang paling muda, pada mulanya terdapat dibagian tepi korteks timus. Sel sel ini belum mau mengekspreikan CD4 ataupun CD8 sehingga sering dinamakan sebagai sel negatif ganda. Sel sel jenis ini belum menunjukkan tanda tanda adanya pengaturan kembali gena regio tetap ataupun regio variabel dan dari TCR ( T-cell reseptor ) 2. Limfosit B sel sel dalam sistem imun yang mengkhususkan diri dalam pembentukan antibodi dinamakan limfosit B. Walaupun keberadaan molekul antibodi sudah dikenal seabad yang lalu namun sel yang merupakan penghasil molekul trsebut baru jellas setelah diketahui hubungan antara sel plasma dalam jaringan limfoid dengan produksi antibodi dalam tahun 1948. sifat yang paling menonjol dari limfosit B yaitu kemampuannya membuat antibodi yang telah diprogramkan sebelumnya dengan spesifitas sekitar lebih dari 108.

Satu sel B menggandakan antibodi spesifiknya dan mencantolkannya ke permukaan luar membran selnya. Antibodi memanjang keluar seperti jarum, aerial yang sudah menyesuaikan diri menunggu berkontak dengan sekeping protein tertentu yang bisa mereka kenali. Antibodi tersebut terdiri dari dua rantai ringan dan dua rantai berat asam amino yang bersambungan dalam bentuk Y. Bagian tetap dari rantai itu sama di pelbagai jenis antibodi. Tetapi bagian bergerak ujung lengan masing-masing

mempunyai rongga berbentuk unik yang tepat sesuai dengan bentuk bagian protein yang "dipilih" antibodi. Setelah digandakan sampai jutaan, sebagian besar sel B berhenti membelah dan menjadi sel plasma, jenis sel yang bagian dalamnya berisi alat untuk membuat satu produk antibodi. Sebagian sel B lain membelah terus tak berhingga, dan menjadi sel memori. Antibodi bebas yang dibuat oleh sel plasma berkeliling di darah dan cairan limpa. Ketika antibodi mengikatkan diri pada antigen sasarannya, bentuknya berubah. Perubahan bentuk inilah yang membuat antibodi "menempel" di bagian luar makrofag.

Penyakit Immunodefisiensi/Kelainan Sistem Imun


Posted on 5 Juni, 2009 by fansmaniac Penyakit Immunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan. Gangguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa. Penyakit imunodefisiensi kongenital 1. Penyakit dimana terdapat kadar antibodi yang rendah

- Common variable immunodeficiency - Kekurangan antibodi selektif (misalnya kekurangan IgA) - Hipogammaglobulinemia sementara pada bayi - Agammaglobulinemia X-linked

2. Penyakit dimana terjadi gangguan fungsi sel darah putih * Kelainan pada limfosit T

- Kandidiasis mukokutaneus kronis

- Anomali DiGeorge

* Kelainan pada limfosit T dan limfosit B


- Ataksia-teleangiektasia - Penyakit imunodefisiensi gabungan yang berat - Sindroma Wiskott-Aldrich - Sindroma limfoproliferatif X-linked

3. Penyakit dimana terjadi kelainan pada fungsi pembunuh dari sel darah putih

- Sindroma Chediak-Higashi - Penyakit granulomatosa kronis - Kekurangan leukosit glukosa-6-fosfatas dehidrogenasi - Kekurangan mieloperoksidase

4. Penyakit dimana terdapat kelainan pergerakan sel darah putih


- Hiperimmunoglobulinemia E - Kelainan perlekatan leukosit

5. Penyakit dimana terdapat kelainan pada sistem komplemen


- Kekurangan komplemen komponen 3 (C3) - Kekurangan komplemen komponen 6 (C6) - Kekurangan komplemen komponen 7 (C7) - Kekurangan kompleman komponen 8 (C8)

AGAMMAGLOBULINEMIA X-LINKED Agammaglobulinemia X-linked (agammaglobulinemia Bruton) hanya menyerang anak laki-laki dan merupakan akibat dari penurunan jumlah atau tidak adanya limfosit B serta sangat rendahnya kadar antibodi karena terdapat kelainan pada kromosom X. Bayi akan menderita infeksi paru-paru, sinus dan tulang, biasanya karena bakteri (misalnya Hemophilus dan Streptococcus) dan bisa terjadi infeksi virus yang tidak biasa di otak. Tetapi infeksi biasanya baru terjadi setelah usia 6 bulan karena sebelumnya bayi memiliki antibodi perlindungan di dalam darahnya yang berasal dari ibunya. Jika tidak mendapatkan vaksinasi polio, anak-anak bisa menderita polio. Mereka juga bisa menderita artritis. Suntikan atau infus immunoglobulin diberikan selama hidup penderita agar penderita memiliki antibodi sehingga bisa membantu mencegah infeksi. Jika terjadi infeksi bakteri diberikan antibiotik.

Anak laki-laki penderita agammaglobulinemia X-linked banyak yang menderita infeksi sinus dan paru-paru menahun dan cenderung menderita kanker. COMMON VARIABLE IMMUNODEFICIENCY Immunodefisiensi yang berubah-ubah terjadi pada pria dan wanita pada usia berapapun, tetapi biasanya baru muncul pada usia 10-20 tahun. Penyakit ini terjadi akibat sangat rendahnya kadar antibodi meskipun jumlah limfosit Bnya normal. Pada beberapa penderita limfosit T berfungsi secara normal, sedangkan pada penderita lainnya tidak. Sering terjadi penyakit autoimun, seperti penyakit Addison, tiroiditis dan artritis rematoid. Biasanya terjadi diare dan makanan pada saluran pencernaan tidak diserap dengan baik. Suntikan atau infus immunoglobulin diberikan selama hidup penderita. Jika terjadi infeksi diberikan antibiotik. KEKURANGAN ANTIBODI SELEKTIF Pada penyakit ini, kadar antibodi total adalah normal, tetapi terdapat kekurangan antibodi jenis tertentu. Yang paling sering terjadi adalah kekurangan IgA. Kadang kekurangan IgA sifatnya diturunkan, tetapi penyakit ini lebih sering terjadi tanpa penyebab yang jelas. Penyakit ini juga bisa timbul akibat pemakaian fenitoin (obat anti kejang). Sebagian besar penderita kekurangan IgA tidak mengalami gangguan atau hanya mengalami gangguan ringan, tetapi penderita lainnya bisa mengalami infeksi pernafasan menahun dan alergi. Jika diberikan transfusi darah, plasma atau immunoglobulin yang mengandung IgA, beberapa penderita menghasilkan antibodi anti-IgA, yang bisa menyebabkan reaksi alergi yang hebat ketika mereka menerima plasma atau immunoglobulin berikutnya. Biasanya tidak ada pengobatan untuk kekurangan IgA. Antibiotik diberikan pada mereka yang mengalami infeksi berulang. PENYAKIT IMMUNODEFISIENSI GABUNGAN YANG BERAT Penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat merupakan penyakit immunodefisiensi yang paling serius. Terjadi kekurangan limfosit B dan antibodi, disertai kekurangan atau tidak berfungsinya limfosit T, sehingga penderita tidak mampu melawan infeksi secara adekuat.Sebagian besar bayi akan mengalami pneumonia dan thrush (infeksi jamur di mulut); diare biasanya baru muncul pada usia 3 bulan. Bisa juga terjadi infeksi yang lebih serius, seperti pneumonia pneumokistik. Jika tidak diobati, biasanya anak akan meninggal pada usia 2 tahun. Antibiotik dan immunoglobulin bisa membantu, tetapi tidak menyembuhkan. Pengobatan terbaik adalah pencangkokan sumsum tulang atau darah dari tali pusar. SINDROMA WISKOTT-ALDRICH

Sindroma Wiskott-Aldrich hanya menyerang anak laki-laki dan menyebabkan eksim, penurunan jumlah trombosit serta kekurangan limfosit T dan limfosit B yang menyebabkan terjadinya infeksi berulang. Akibat rendahnya jumlah trombosit, maka gejala pertamanya bisa berupa kelainan perdarahan (misalnya diare berdarah). Kekurangan limfosit T dan limfosit B menyebabkan anak rentan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur. Sering terjadi infeksi saluran pernafasan. Anak yang bertahan sampai usia 10 tahun, kemungkinan akan menderita kanker (misalnya limfoma dan leukemia). Pengangkatan limpa seringkali bisa mengatasi masalah perdarahan, karena penderita memiliki jumlah trombosit yang sedikit dan trombosit dihancurkan di dalam limpa. Antibiotik dan infus immunoglobulin bisa membantu penderita, tetapi pengobatan terbaik adalah dengan pencangkokan sumsum tulang. ATAKSIA-TELANGIEKTASIA Ataksia-telangiektasia adalah suatu penyakit keturunan yang menyerang sistem kekebalan dan sistem saraf. Kelainan pada serebelum (bagian otak yang mengendalikan koordinasi) menyebabkan pergerakan yang tidak terkoordinasi (ataksia). Kelainan pergerakan biasanya timbul ketika anak sudah mulai berjalan, tetapi bisa juga baru muncul pada usia 4 tahun. Anak tidak dapat berbicara dengan jelas, otot-ototnya lemah dan kadang terjadi keterbelakangan mental. Telangiektasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pelebaran kapiler (pembuluh darah yang sangat kecil) di kulit dan mata. Telangiektasi terjadi pada usia 1-6 tahun, biasanya paling jelas terlihat di mata, telinga, bagian pinggir hidung dan lengan. Sering terjadi pneumonia, infeksi bronkus dan infeksi sinus yang bisa menyebakan kelainan paru-paru menahun. Kelainan pada sistem endokrin bisa menyebabkan ukuran buah zakar yang kecil, kemandulan dan diabetes. Banyak anak-anak yang menderita kanker, terutama leukemia, kanker otak dan kanker lambung. Antibiotik dan suntikan atau infus immunoglobulin bisa membantu mencegah infeksi tetapi tidak dapat mengatasi kelaianan saraf. Ataksia-telangiektasia biasanya berkembang menjadi kelemahan otot yang semakin memburuk, kelumpuhan, demensia dan kematian. SINDROMA HIPER-IgE Sindroma hiper-IgE (sindroma Job-Buckley) adalah suatu penyakit immunodefisiensi yang ditandai dengan sangat tingginya kadar antibodi IgE dan infeksi bakteri stafilokokus berulang. Infeksi bisa menyerang kulit, paru-paru, sendi atau organ lainnya. Banyak penderita yang memiliki tulang yang lemah sehingga sering mengalami patah tulang. Beberapa penderita menunjukkan gejala-gejala alergi, seperti eksim, hidung tersumbat dan asma. Antibiotik diberikan secara terus menerus atau ketika terjadi infeksi stafilokokus. Sebagai tindakan pencegahan diberikan antibiotik trimetoprim-sulfametoksazol. PENYAKIT GRANULOMATOSA KRONIS

Penyakit granulomatosa kronis kebanyakan menyerang anak laki-laki dan terjadi akibat kelainan pada sel-sel darah putih yang menyebabkan terganggunya kemampuan mereka untuk membunuh bakteri dan jamur tertentu.

Sel darah putih tidak menghasilkan hidrogen peroksida, superoksida dan zat kimia lainnya yang membantu melawan infeksi. Gejala biasanya muncul pada masa kanak-kanak awal, tetapi bisa juga baru timbul pada usia belasan tahun. Infeksi kronis terjadi pada kulit, paru-paru, kelenjar getah bening, mulut, hidung dan usus. Di sekitar anus, di dalam tulan dan otak bisa terjadi abses. Kelenjar getah bening cenderung membesar dan mengering. Hati dan limpa membesar. Pertumbuhan anak menjadi lambat. Antibiotik bisa membantu mencegah terjadinya infeksi. Suntikan gamma interferon setiap minggu bisa menurunkan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, pencangkokan sumsum tulang berhasi menyembuhkan penyakit ini.

HIPOGAMMAGLOBULIN SEMENTARA PADA BAYI Pada penyakit ini, bayi memiliki kadar antibodi yang rendah, yang mulai terjadi pada usia 3-6 bulan. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang lahir prematur karena selama dalam kandungan, mereka menerima antibodi ibunya dalam jumlah yang lebih sedikit.

Penyakit ini tidak diturunkan, dan menyerang anak laki-laki dan anak perempuan. Biasanya hanya berlangsung selama 6-18 bulan. Sebagian bayi mampu membuat antibodi dan tidak memiliki masalah dengan infeksi, sehingga tidak diperlukan pengobatan. Beberapa bayi (terutama bayi prematur) sering mengalami infeksi. Pemberian immunoglobulin sangat efektif untuk mencegah dan membantu mengobati infeksi. Biasanya diberikan selama 3-6 bulan. Jika perlu, bisa diberikan antibiotik.

ANOMALI DiGEORGE

Anomali DiGeorge terjadi akibat adanya kelainan pada perkembangan janin. Keadaan ini tidak diturunkan dan bisa menyerang anak laki-laki maupun anak perempuan. Anak-anak tidak memiliki kelenjar thymus, yang merupakan kelenjar yang penting untuk perkembangan limfosit T yang normal. Tanpa limfosit T, penderita tidak dapat melawan infeksi dengan baik. Segera setelah lahir, akan terjadi infeksi berulang. Beratnya gangguan kekebalan sangat bervariasi. Kadang kelainannya bersifat parsial dan fungsi limfosit T akan membaik dengan sendirinya. Anak-anak memiliki kelainan jantung dan gambaran wajah yang tidak biasa (telinganya lebih renadh, tulang rahangnya kecil dan menonjol serta jarak antara kedua matanya lebih lebar).

Penderita juga tidak memiliki kelenjar paratiroid, sehingga kadar kalium darahnya rendah dan segera setelah lahir seringkali mengalami kejang. Jika keadaannya sangat berat, dilakukan pencangkokan sumsum tulang. Bisa juga dilakukan pencangkokan kelenjar thymus dari janin atau bayi baru lahir (janin yang mengalami keguguran). Kadang kelainan jantungnya lebih berat daripada kelainan kekebalan sehingga perlu dilakukan pembedahan jantung untuk mencegah gagal jantung yang berat dan kematian. Juga dilakukan tindakan untuk mengatasi rendahnya kadar kalsium dalam darah.

KANDIDIASIS MUKOKUTANEUS KRONIS

Kandidiasi mukokutaneus kronis terjadi akibat buruknya fungsi sel darah putih, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur Candida yang menetap pada bayi atau dewasa muda. Jamur bisa menyebabkan infeksi mulut (thrush), infeksi pada kulit kepala, kulit dan kuku. Penyakit ini agak lebih sering ditemukan pada anak perempuan dan beratnya bervariasi. Beberapa penderita mengalami hepatitis dan penyakit paru-paru menahun. Penderita lainnya memiliki kelainan endokrin (seperti hipoparatiroidisme). Infeksi internal oleh Candida jarang terjadi. Biasanya infeksi bisa diobati dengan obat anti-jamur nistatin atau klotrimazol. Infeksi yang lebih berat memerlukan obat anti-jamur yang lebih kuat (misalnya ketokonazol per-oral atau amfoterisin B intravena). Kadang dilakukan pencangkokan sumsum tulang.

PENYEBAB

Immunodefisiensi bisa timbul sejak seseorang dilahirkan (immunodefisiensi kongenital) atau bisa muncul di kemudian hari. Immunodefisiensi kongenital biasanya diturunkan. Terdapat lebih dari 70 macam penyakit immunodefisiensi yang sifatnya diturunkan (herediter). Pada beberapa penyakit, jumlah sel darah putihnya menurun; pada penyakit lainnya, jumlah sel darah putih adalah normal tetapi fungsinya mengalami gangguan. Pada sebagian penyakit lainnya, tidak terjadi kelainan pada sel darah putih, tetapi komponen sistem kekebalan lainnya mengalami kelainan atau hilang. Immunodefisiensi yang didapat biasanya terjadi akibat suatu penyakit. Immunodefisiensi yang didapat lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan immunodefisiensi kongenital. Beberapa penyakit hanya menyebabkan gangguan sistem kekebalan yang ringan, sedangkan penyakit lainnya menghancurkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Pada infeksi HIV yang menyebabkan AIDS, virus menyerang dan menghancurkan sel darah putih yang dalam keadaan normal melawan infeksi virus dan jamur. Berbagai keadaan bisa mempengaruhi sistem kekebalan. Pada kenyataannya, hampir setiap penyakit serius menahun menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan. Orang yang memiliki kelainan limpa seringkali mengalami immunodefisiensi. Limpa tidak saja membantu menjerat dan menghancurkan bakteri dan organisme infeksius

lainnya yang masuk ke dalam peredaran darah, tetapi juga merupakan salah satu tempat pembentukan antibodi. Jika limpa diangkat atau mengalami kerusakan akibat penyakit (misalnya penyakit sel sabit), maka bisa terjadi gangguan sistem kekebalan. Jika tidak memiliki limpa, seseorang (terutama bayi) akan sangat peka terhadai infeksi bakteri tertentu (misalnya Haemophilus influenzae, Escherichia coli dan Streptococcus). Selain vaksin yang biasa diberikan kepada anak-anak, seorang anak yang tidak memiliki limpa harus mendapatkan vaksin pneumokokus dan meningokokus. Anak kecil yang tidak memiliki limpa harus terus menerus mengkonsumsi antibiotik selama 5 tahun pertama. Semua orang yang tidak memiliki limpa, harus segera mengkonsumsi antibiotik begitu ada demam sebagai pertanda awal infeksi. Malnutrisi (kurang gizi) juga bisa secara serius menyebabkan gangguan sistem kekebalan. Jika malnutrisi menyebabkan berat badan kurang dari 80% berat badan ideal, maka biasanya akan terjadi gangguan sistem kekebalan yang ringan. Jika berat badan turun sampai kurang dari 70% berat badan ideal, maka biasanya terjadi gangguan sistem kekebalan yang berat. Infeksi (yang sering terjadi pada penderita kelainan sistem kekebalan) akan mengurangi nafsu makand an meningkatkan kebutuhan metabolisme tubuh, sehingga semakin memperburuk keadaan malnutrisi. Beratnya gangguan sistem kekebalan tergantung kepada beratnya dan lamanya malnutrisi dan ada atau tidak adanya penyakit. Jika malnutrisi berhasil diatasi, maka sistem kekebalan segera akan kembali normal.

Beberapa penyebab dari immunodefisiensi yang didapat: 1. Penyakit keturunan dan kelainan metabolisme

- Diabetes - Sindroma Down - Gagal ginjal - Malnutrisi - Penyakit sel sabit

2. Bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan


- Kemoterapi kanker - Kortikosteroid - Obat immunosupresan - Terapi penyinaran

3. Infeksi

- Cacar air - Infeksi sitomegalovirus - Campak Jerman (rubella kongenital)

- Infeksi HIV (AIDS) - Mononukleosis infeksiosa - Campak - Infeksi bakteri yang berat - Infeksi jamur yang berat - Tuberkulosis yang berat

4. Penyakit darah dan kanker


- Agranulositosis - Semua jenis kanker - Anemia aplastik - Histiositosis - Leukemia - Limfoma - Mielofibrosis - Mieloma

5. Pembedahan dan trauma


- Luka bakar - Pengangkatan limpa

6. Lain-lain

- Sirosis karena alkohol - Hepatitis kronis - Penuaan yang normal - Sarkoidosis - Lupus eritematosus sistemik.

GEJALA

Sebagian besar bayi yang sehat mengalami infeksi saluran pernafasan sebanyak 6 kali atau lebih dalam 1 tahun, terutama jika tertular oleh anak lain. Sebaliknya, bayi dengan gangguan sistem kekebalan, biasanya menderita infeksi bakteri berat yang menetap, berulang atau menyebabkan komplikasi. Misalnya infeksi sinus, infeksi telinga menahun dan bronkitis kronis yang biasanya terjadi setelah demam dan sakit tenggorokan. Bronkitis bisa berkembang menjadi pneumonia Kulit dan selaput lendir yang melapisi mulut, mata dan alat kelamin sangat peka terhadap infeksi. Thrush (suatu infeksi jamur di mulut) disertai luka di mulut dan peradangan gusi, bisa merupakan pertanda awal dari adanya gangguan sistem kekebalan. Peradangan mata (konjungtivitis), rambut rontok, eksim yang berat dan pelebaran kapiler dibawah kulit juga merupakan pertanda dari penyakit immunodefisiensi.

Infeksi pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare, pembentukan gas yang berlebihan dan penurunan berat badan.

DIAGNOSA Infeksi yang menetap atau berulang, atau infeksi berat oleh mikroorganisme yang biasanya tidak menyebabkan infeksi berat, bisa merupakan petunjuk adanya penyakit immunodefisiensi. Petunjuk lainnya adalah:

Respon yang buruk terhadap pengobatan Pemulihan yang tertunda atau pemulihan tidak sempurna Adanya jenis kanker tertentu Infeksi oportunistik (misalnya infeksi Pneumocystis carinii yang tersebar luas atau infeksi jamur berulang).

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui:


- jumlah sel darah putih - kadar antibodi/immunoglobulin - jumlah limfosit T - kadar komplemen.

PENGOBATAN

Jika ditemukan pertanda awal infeksi, segera diberikan antibiotik. Kepada penderita sindroma Wiskott-Aldrich dan penderita yang tidak memiliki limpa diberikan antibiotik sebagai tindakan pencegahan sebelum terjadinya infeksi. Untuk mencegah pneumonia seringkali digunakan trimetoprim-sulfametoksazol. Obat-obat untuk meningkatkan sistem kekebalan (contohnya levamisol, inosipleks dan hormon thymus) belum berhasil mengobati penderita yang sel darah putihnya sedikit atau fungsinya tidak optimal. Peningkatan kadar antibodi dapat dilakukan dengan suntikan atau infus immun globulin, yang biasanya dilakukan setiap bulan. Untuk mengobati penyakit granulomatosa kronis diberikan suntikan gamma interferon. Prosedur yang masih bersifat eksperimental, yaitu pencangkokan sel-sel thymus dan selsel lemak hati janin, kadang membantu penderita anomali DiGeorge. Pada penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat yang disertai kekurangan adenosin deaminase, kadang dilakukan terapi sulih enzim. Jika ditemukan kelainan genetik, maka terapi genetik memberikan hasil yang menjanjikan. Pencangkokan sumsum tulan gkadang bisa mengatasi kelainan sistem kekebalan kongenital yang berat. Prosedur ini biasanya hanya dilakukan pada penyakit yang paling berat, seperti penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat.

Kepada penderita yang memiliki kelainan sel darah putih tidak dilakukan transfusi darah kecuali jika darah donor sebelumnya telah disinar, karena sel darah putih di dalam darah donor bisa menyerang darah penderita sehingga terjadi penyakit serius yang bisa berakibat fatal (penyakit graft-versus-host).

PENCEGAHAN Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh penderita penyakit immunodefisiensi:


Mempertahankan gizi yang baik Memelihara kebersihan badan Menghindari makanan yang kurang matang Menghindari kontak dengan orang yang menderita penyakit menular Menghindari merokok dan obat-obat terlarang Menjaga kebersihan gigi untuk mencegah infeksi di mulut Vaksinasi diberikan kepada penderita yang mampu membentuk antibodi.

Kepada penderita yang mengalami kekurangan limfosit B atau limfosit T hanya diberikan vaksin virus dan bakteri yang telah dimatikan (misalnya vaksin polio, MMR dan BCG). Jika diketahui ada anggota keluarga yang membawa gen penyakit immunodefisiensi, sebaiknya melakukan konseling agar anaknya tidak menderita penyakit ini. Beberapa penyakit immunodefisiensi yang bisa didiagnosis pda janin dengan melakukan pemeriksaaan pada contoh darah janin atau cairan ketuban:

- Agammaglobulinemia - Sindroma Wiskott-Aldrich - Penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat - Penyakit granulomatosa kronis.

Anda mungkin juga menyukai