Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS SEORANG WANITA BERUSIA 34 TAHUN DENGAN CHOLELITIASIS

OLEH: Annisaa Rizqiyana, S. Ked J500090056

PEMBIMBING:
dr. Bambang Suhartanto, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2013

LAPORAN KASUS SEORANG WANITA BERUSIA 34 TAHUN DENGAN CHOLELITIASIS

OLEH: Annisaa Rizqiyana, S. Ked J500090056

Telah disetujui dan disyahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Rabu tangga 25 Desember 2013

Pembimbing:
dr. Bambang Suhartanto, Sp.B

dipresentasikan dihadapan:
dr. Bambang Suhartanto, Sp.B

Disyahkan Ka. Program Profesi : dr. Dewi Nirlawati ( )

BAB I STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS Nama Pasien No.RM Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Status Perkawinan Agama Suku Tanggal Masuk RS Tanggal Pemeriksaan : Ny. S : xxxxxx : 34 tahun : Perempuan : Ngrayun, Ponorogo : Ibu Rumah Tangga : Kawin : Islam : Jawa : 23 Desember 2013 : 23 Desember 2013

II.

ANAMNESIS A. Keluhan Utama Nyeri punggung kanan atas B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli Bedah RSUD dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan utama nyeri punggung kanan atas sejak 7 bulan yang lalu.

Nyeri punggung dirasakan menjalar sampai ke perut kanan atas, terasa njarem dan melilit. Keluhan dirasakan hilang timbul, dan muncul terutama ketika malam hari. Kemudian pasien berobat ke dokter dan diberi obat untuk mengurangi nyeri, namun nyeri kembali muncul ketika efek obatnya sudah hilang. Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan berlemak, kemudian mulai menguranginya setelah mengalami keluhan tersebut. Selain itu, pasien juga sedang menggunakan KB suntik sejak sekitar 7 tahun yang lalu. Riwayat DM (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-). BAK dalam batas normal

(berwarna kuning), BAB (+) dalam batas normal (berwarna kuning, lembek). Mual (-), muntah (-), demam (-),

C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit serupa : disangkal Riwayat Komorbid lain : HT (-), DM (-), Peny.Ginjal (-), Peny.Jantung (-), TB (-) liver (-), keganasan (-). Riwayat Alergi : disangkal Riwayat Operasi : disangkal Riwayat Opname : disangkal Riwayat trauma : disangkal

D. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga sakit serupa : disangkal Riwayat komorbid keluarga : HT (-), DM (-), Peny.Ginjal (-), Peny.Jantung (-), TB (-), peny. Liver (-), keganasan (-). Riwayat atopi di keluarga : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum KU : Tampak baik

Kesadaran: Compos mentis (GCS 15 : E4 V5 M6) Gizi : Cukup

B. Vital Sign TD N RR S : 130 / 80 mmHg : 88 x / menit : 24 x / menit : 36,8 o C

C. Status Generalis Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),pupil isokor, reflek pupil (+/+) nafas cuping hidung (-),sikatrik (-)..

Leher

: Retraksi suprasterna (-), deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-), Pembesaran kelenjar limfe (-).

Thoraks: Paru Inspeksi : simetris ka ki, ketinggalan gerak (-),

retraksi intercosta (-). Palpasi : - ketinggalan gerak depan belakang -

- Fremitus depan N N N N N N belakang N N N N N N

Perkusi

depan belakang S S S S S S S S S S S S

Auskultasi : suara dasar vesikuler depan + + + + + + belakang + + + + + +

Suara tambahan Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-) Jantung Inspeksi : iktus cordis tidak tampak Palpasi : iktus cordis kuat angkat

Perkusi

: dalam batas normal

Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, Bising jantung (-).

Abdomen - Inspeksi : simetris, tinggi dinding perut = dinding dada, Sikatrrik (-), bekas operasi (-). - Auskultasi : peristaltik (N) - Perkusi - Palpasi : tympani, nyeri ketok costovertebra (+/-). : nyeri tekan (-), VU tidak teraba penuh, hepar dan lien

dalam batas normal. Ekstremitas - Clubbing finger (-), Oedem (-), Akral hangat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan Hb Eritrosit Hematokrit Indeks Eritrosit MCV MCH MCHC Leukosit Trombosit Limph Mid Gran 81,7 26,7 32,7 8,3 390 2,8 0,4 5,1 Pf Pg % 103 uL 103 uL 103/ul 103/ul 103/ul 82,5-92,0 27-31 32-36 5,0-10,0 100-300 0,8-4 0,1-0,9 2-7 Hasil 13,8 5,16 42,1 Satuan Gr/dl 106 uL % Nilai Normal 11,0-16,0 3,50 5,50 37-50

Gula Darah Sewaktu 124 Waktu Perdarahan Waktu Pembekuan 2 8

Mg/dl Menit Menit

60-115 1-5 5-11

b. Pemeriksaan USG Abdomen

Kesan: Tampak gallstone multiple, yang terbesar berukuran 1x1cm.

V.

ASSESMENT Cholelitiasis

VI.

PLANNING a. Diagnosis b. Terapi Medikamentosa: Inj. Ketorolac 3x1 amp Inj. Ceftriaxone 2x1 g vial Inj. Ranitidin 2x1 amp Asam ursodioksikolat 2x250mg ASA tab 100 mg 0-0-1 Operasi: Kolesistektomi laparoskopik atau kolesistektomi terbuka USG Urologi Urin Lengkap Kimia Darah (LFT)

Follow Up Tanggal 24 -12-2013 S: Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (+) sampai tdk bisa tidur O: KU : baik Kesadaran: compos mentis VS: - TD: 130/80 mmHg - N: 84x/menit -S: 36,3Oc -RR: 24 x/menit. A: Cholelitiasis P: Ceftriaxon 2x1g vial Ketorolac 2x1amp Ranitidin 2x1amp Asam ursodioksikolat 2x250 mg ASA tab 100mg 0-0-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.6

B. Anatomi Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem biliaris dan hati tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang menonjol dari foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gallbladder (kandung empedu), ductus cysticus, ductus biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya menjadi hati dan ductus hepaticus biliaris.7 Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan

dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 12 cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.8 Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum

hepatoduodenale dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens. Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan bergabung dengan ductus pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah

arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.7

Gambaran anatomi kandung empedu Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah

mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi.9

C. Patofisiologi Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.10 Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. 10 D. Klasifikasi Kolelitiasis Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:7,11 1. Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama : a. Supersaturasi kolesterol b. Hipomotilitas kandung empedu

c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat. 2. Batu pigmen Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain: a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu

pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim Bglukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. b. Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. c. Batu campuran Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

E.

Epidemiologi Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang

orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : 1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. 2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda. 3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. 4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga. 6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi. 7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. 8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.12 F. Etiologi Kolelitiasis Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.13 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna

namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.9 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.12 G. Faktor Risiko Kolelitiasis Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar

kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :


(12,14,15)

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki) 2. Usia lebih dari 40 tahun . 3. Kegemukan (obesitas). 4. Faktor keturunan 5. Aktivitas fisik 6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) 7. Hiperlipidemia 8. Diet tinggi lemak dan rendah serat 9. Pengosongan lambung yang memanjang 10. Nutrisi intravena jangka lama 11. Dismotilitas kandung empedu 12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate) 13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu) 14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang Afrika).

H. Manifestasi klinis 1. Batu Kandung Empedu (Kolesistolitiasis) a. Asimtomatik Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benarbenar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada

data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.13,6 b. Simtomatik Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. 7,12

I.

Komplikasi Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling

umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.13,8,15

J.

Diagnosis 1. Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.8 2. Pemeriksaan Fisik a. Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. b. Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.8

3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat Oksalat Transaminase ) dan aspartat aminotransferase ( SGPT = Serum Glutamat Piruvat Transaminase ) merupakan enzym yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan sel hati,tapi bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi saluran empedu. Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena sel ductus meningkatkan sintesis enzym ini. Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik dan alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin. Waktu protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin K tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian vitamin K secara parenteral.7,14 b. Pemeriksaan radiologis - Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung

cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. - Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.7
-

Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.7

- CT scan CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.15

K. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat batu tersebut menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya yang dipakai ialah kolesistektomi. Akan tetapi, pengobatan batu dapat dimulai dari obat-obatan yang digunakan tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral garam empedu ( asam ursodeoksikolat), dilusi kontak dan ESWL. Terapi tersebut akan berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi kandungan kolesterol. 1. Asimptomatik Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi tidak dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah : - Pasien dengan batu empedu > 2cm - Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi keganasan - Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut

a. Disolusi batu empedu Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia, penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi. Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 23 dosis harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18 bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol.

b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk

menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.8,15 2. Simptomatik Kolesistektomi Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara umum diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu, kecuali yang terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Pada beberapa kasus empiema kandung empedu, diperlukan drainase sementara untuk mengeluarkan pus yang dinamakan kolesistostomi dan kemudian baru direncanakan kolesistektomi elektif. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lindseth Glenda N. Ikterus dan Metabolisme Bilirubin. Dalam :Hartanto Huriawati et al. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit volume 1Edisi 6. Jakarta :EGC, 2006. h.481-4855. 2. Anonim. Diagnosa Dini Ikterus Obstruktif Pada Bayi. Dalam : Rusepno Hassan, Husein Alatas. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II Edisi VII.Jakarta : Info Medika, 1997. h. 538-5416. 3. Guyton, Arthur C. dan Hall John E. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam :Setiawan Irawati (Editor Edisi Bahasa Indonesia). Buku Ajar

FisiologiKedokteran Edisi 9. Jakarta : E GC, 1997. h. 1108-1109 4. Ningrum. 2010 February [Cited 03. 2011 Ikterus November Obstruktif 14]; (Obstructive from

Jaundice).[Online]

Available

URL:http://ningrumwahyuni.wordpress.com 5. Balistreri F. William. Kolestasis Neonatus. Dalam : Wahab A. Samik (Editor Bahasa Indonesia). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta : EGC, 1996. h. 1392-1397 6. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :

http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 22 Januari 2008]. 7. Doherty GM. Biliary Tract. In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13th edition. 2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55. 8. Heuman DM. Cholelithiasis. 2011. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape. com/article/175667-overview 9. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459464 11. Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable from [diakses : pada

http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch030/ch030a.html. tanggal 28 Januari 2008].

12. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 1. 1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 767-73. 13. Hunter JG. Gallstones Diseases. In : Schwarts Principles of Surgery 8th edition. 2007. US : McGraw-Hill Companies. 14. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In : Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania : Elsevier. 15. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary Surgery. In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008. Washington : Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai