Anda di halaman 1dari 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA THALASEMIA DEFINISI Thalasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara tahun 1925 sampai 1927.1 Thalasemia berasal dari bahasa Yunani, yaitu thalasa yang artinya laut. Yang dimaksud dengan laut adalah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah.1 Penyakit ini meliputi gejala klinis yang paling ringan (heterozigot) disebut Thalasemia Minor atau Trait dan yang paling berat (homozigot) disebut Thalasemia Mayor. Bentuk heterozigot diturunkan salah satu orang tua yang menderita Thalasemia sedangkan bentuk homozigot diturunkan kedua orang tua Thalasemia Mayor, Thalasemia Minor dan Thalasemia Intermedia.1 yang menderita Thalasemia.4,9 Secara klinis Thalasemia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

KLASIFIKASI THALASSEMIA Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia alpha (hilang rantai alpha) dan thalassemia beta (hilang rantai beta).2

1.Thalassemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang ada. Thalassemia alpha dibagi menjadi : Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha). Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom). Alpha Thalassemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha). Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer). Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha). Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali). Alpha Thalassemia Major (gangguan pada 4 rantai globin alpha). Thalassemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alpha.

Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha thalassemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.

2.Thalassemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada. Thalassemia beta dibagi menjadi 2: Beta Thalassemia Trait. Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). Thalassemia Intermedia. Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi. Thalassemia Major (Cooleys Anemia). Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat. Berbeda dengan thalassemia minor (thalassemia trait/bawaan), penderita thalassemia mayor tidak dapat membentuk haemoglobin yang cukup di dalam darah mereka, sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama-lama akan menyebabkan asfiksia jaringan (kekurangan O2), edema, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Oleh karena itu, penderita thalassemia mayor memerlukan transfusi darah yang sering dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya.

ETIOLOGI Thalasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis hemoglobin dimana terjadi pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Pada

Thalasemia Alfa terjadi pengurangan sintesis rantai alfa dan Thalasemia Beta terjadi pengurangan sintesis rantai beta.1,3

PATOFISIOLOGI Ada beberapa jenis hemoglobin yang disesuaikan dengan kebutuhan oksigen selama masa pertumbuhan, mulai embrio, fetus sampai dewasa. Hemoglobin memiliki bentuk tetrametrik yang sama, terdiri dari dua pasang rantai globin yang terikat dengan heme. Hem terdiri dari zat besi (Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Sintesa globin dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai 8 minggu usia kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang.1,4 Hemoglobin fetus dan dewasa memiliki rantai alfa () dan beta () yang terdiri atas HbA dan 22; rantai yang terdiri atas HbA2 dan 22; dan rantai yang terdiri dari HbF dan 22. Pada embrio rantai mirip disebut z bersama rantai menjadi Hb Portland (22) atau dengan rantai e menjadi Hb Gower (22), sedangkan rantai a dan membentuk Hb Gower 2 (22).1 Pada Talasemia Beta, kelebihan rantai alfa mengendap pada membran sel eritrosit dan merupakan prekursor yang menyebabkan penghancuran eritrosit yang hebat. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan penghancuran di limpa dan oksidasi membran sel akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Anemia pada Talasemia Beta terjadi akibat hancurnya eritrosit dan umur eritrosit yang pendek. Penimbunan eritrosit yang hancur di limpa mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa yang diikuti dengan terperangkapnya hipersplenisme.4 Beberapa gejala ini bisa hilang dengan transfusi yang dapat menekan eritropoesis tetapi akan meningkatkan penimbunan besi. Dalam tubuh besi terikat oleh transferin dan dalam perjalanan ke jaringan besi segera diikat molekul dengan berat rendah. Bila berjumlah banyak dapat menyebabkan kerusakan sel. Pada penderita dengan kelebihan zat besi, penimbunan besi dapat ditemukan pada semua jaringan dan sebagian besar di sel retikuloendotelial yang relatif tidak merusak, miosit dan hepatosit yang bisa merusak. Kerusakan tersebut disebabkan karena terbentuknya hidroksil radikal bebas.5 leukosit dan trombosit sehingga menimbulkan gambaran

Normalnya ikatan besi pada transferin mencegah terbentuknya radikal bebas. Pada penderita dengan kelebihan besi, transferin menjadi tersaturasi penuh dan fraksi besi yang tidak terikat transferin bisa terdeteksi di dalam plasma. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas dan meningkatnya jumlah besi di jantung, hati, dan kelenjar endokrin yang menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi di organ-organ tersebut.5 Pada Talasemia Alfa, tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel dan menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena HbH dan Barts adalah homotetramer yang tidak mengalami perubahan allosterik yang diperlukan untuk transport oksigen.1,2 Pada bentuk homozigot (--/--), tidak ada rantai alfa yang diproduksi. Penderitanya memiliki Hb Barts yang tinggi dengan Hb embrionik. Sebagian besar penderita lahir meninggal dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin. Pada bentuk heterozigot terjadi ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi penderita mampu bertahan. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik dengan adaptasi terhadap anemia yang tidak baik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.1,2

GEJALA KLINIS Bayi dan anak yang menderita Talasemia menunjukkan gejala klinis pucat, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, penurunan nafsu makan, jaundice, dan pembesaran organ (hati, limpa, jantung). Pada anak yang lebih besar, dapat juga ditemukan adanya pubertas yang terlambat.1 Gejala klinis berbeda pada kelompok anak yang mendapat transfusi dengan yang tidak mendapat transfusi. Pada kelompok anak yang mendapat transfusi, pertumbuhan dan perkembangan anak biasanya normal, pembesaran limpa tidak ditemukan. Bila anak mendapat terapi pengikat besi secara efektif, anak bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal. Sebaliknya bila terapi pengikat besi tidak adekuat, secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi pada akhir dekade pertama.1 Pada kelompok anak yang tidak mendapat transfusi adekuat, pertumbuhan dan perkembangan sangat terlambat. Pembesaran limpa progresif sering memperburuk anemia dan kadang diikuti trombositopenia. Biasanya penderita datang dengan kadar hemoglobin berkisar 2 sampai 8 g/dL. Sering terjadi gangguan perdarahan akibat

trombositopenia dan kegagalan hati sebagai akibat penimbunan zat besi. Bila penderita bisa mencapai pubertas akan terjadi komplikasi akibat penimbunan zat besi.1,3,4 Prognosis kelompok anak yang tidak mendapat transfusi yang adekuat sangat buruk. Tanpa transfusi anak akan meninggal pada usia dua tahun.4 Bila berhasil mencapai pubertas, anak akan mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi sama halnya dengan anak yang cukup mendapat transfusi tetapi kurang mendapatkan terapi pengikat besi.3 Secara radiologis ditemukan gambaran penipisan dan peningkatan trabekulasi tulang-tulang panjang termasuk jari-jari, gambaran hair on end pada tulang tengkorak. Perluasan sumsum tulang mengakibatkan deformitas tulang kepala disertai dengan zigoma yang menonjol sehingga memberikan gambaran khas mongoloid.1,2 Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat ditemukan eritrosit yang hipokromik dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang hipokromik, mikrosit, fragmentosit, basophilic stippling dan eritrosit berinti, setelah splenektomi sel-sel ini akan muncul dalam jumlah yang lebih banyak. Pada hitung retikulosit hanya sedikit meningkat, jumlah leukosit dan trombosit masih normal kecuali bila didapatkan hipersplenisme. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sistem eritroid dengan banyak inklusi di prekursor eritrosit, dengan pewarnaan metil-violet akan lebih memperlihatkan endapan globin.1 Kadar HbF selalu meningkat dan terbagi di antara eritrosit. Pada Talasemia Beta tidak didapatkan HbA, hanya HbF dan HbA2. Pada Talasemia Alfa biasanya asimtomatis, didapatkan anemia hipokromik ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hasil Hb elektroforesis normal dan anak hanya bisa didiagnosis dengan analisis DNA.1,4,5

DIAGNOSIS Diagnosis thalassemia dibuat berdasarkan anamnesis mengenai gejala klinis, riwayat keluarga/pola herediter, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah untuk analisa hemoglobin yaitu hematologi rutin, hapusan darah tepi dengan ditemukannya anemia mikrositik hipokrom berat dengan presentase retikulosit yang tinggi disertai normoblas (eritrosit berinti), sel target, dan titik basofilik (bashopilic stipling). Banyak ditemui Heinz bodies pada -thalassemia5.

TATALAKSANA4 Perawatan ini terdiri dari (1) tranfusi darah, terkadang (2) pengangkatan limpa (splenektomi), dan (3) perawatan Kelasi besi4

(1) Tranfusi Darah: Untuk lebih tepatnya, perawatan ini bukanlah tranfusi darah, tetapi tranfusi sel-sel darah merah. Penderita thalasemia hanya kekurangan sel darah merah, mereka dapat membuat komponen darah yang lain dengan cukup normal. Tranfusi darah harus dirancang untuk memelihara tingkat-Hb pasien dalam cakupan yang normal. Pasien menjadi sakit karena tingkat-Hbnya yang rendah. Jadi jelas agar pasien menjadi baik tingkat-Hbnya haruslah normal. Tingkat-Hb normal untuk wanita dan anak anak adalah 77-100% (11-14 g/dl) (lihat gambar3 di bab sebelumnya). Jadi penderita thalasemiase harusnya di tranfusi ketika tingkat Haemoglobinnya sekitar 70% (10 g/dl), dan seharusnya dinaikkan ke sekitar100% (14 g/dl). Untuk melakukan ini pada awalnya diperlukan pemberian tranfusi sekitar 4 minggu sekali. Hingga saat ini, beberapa dokter menyarankan tranfusi pada tingkat-Hb 42% (6 g/dl) dan hanya menaikkan Hbnya ke sekitar 70% (10 g/dl). Keadaan ini disebut skema tranfusirendah karena tingkat- Hb pasien tidak pernah masuk dalam cakupan normal.. Bagaimanapun juga, skema ini tidak memelihara pasien menjadi kuat. Mereka tidak tumbuh sebaik anak yang lain,umumnya mereka memiliki limpa dan hati yang besar, dan mereka dapat memperoleh masalah lain seperti kelainan bentuk tulang, atau tulang rapuh yang mudah patah. Sedikit anak pada skema tranfusi-rendah hidup cukup lama untuk tumbuh. Skema tranfusi-tinggi yang disarankan disini menghindari kebanyakan dari masalah masalah tersebut dan telah digunakan selama bertahun-tahun dinegara negara barat. Terdapat tiga alasan untuk memilih tranfusi-tinggi: - Mengoreksi keadaan anemia, dan memastikan bahwa jaringan tubuh memperoleh jumlah oksigen yang cukup. - Mengistirahatkan sumsum tulang sehingga tulang tulang berkembang secara normal dan menjadi kuat,dan wajah berpenampakan normal. - Memperlambat, atau mencegah, pembesaran ukuran limpa sehingga mencegah hipersplenisme.

(2) Splenektomi (Splenectomy): Ketika limpa menjadi terlalu aktif dan mulai menghancurkan sel-sel darah merah, transfusi menjadi semakin dan terus semakin kurang efektif. Kemudian menjadi perlu suatu pembedahan untuk mengangkat limpa tersebut. Operasi ini disebut splenektomi.

(3) Perawatan Kelasi Besi: Perawatan Desferal Setiap 400 ml darah yang ditranfusikan mengandung sekitar 200 mg zat besi. Di Amerika serikat, Sel-sel darah merah yang telah dipisahkan dari darah mengandung 200 mg untuk setiap 200-250ml PRC. Zat-zat besi ini tak bisa dikeluarkan dari darah karena merupakan bagian dari haemoglobin, yang diperlukan tubuh. Dengan kemampuannya sendiri, tubuh hanya dapat mengeluarkan sedikit jumlah zat besi, sehingga jika kita mendapat tranfusi secara teratur, zat besi berangsur angsur menumpuk dalam tubuh kita. Zat besi ini tersimpan dalam organ tertentu, khususnya pada hati, jantung, dan kelenjar endokrin. Tubuh kita dapat menyimpan banyak zat besi dengan aman, namun pada akhirnya zat besi itu dapat merusak organ organ tempat penyimpannannya. Karenanya dipakai obat untuk mengambil zat besi tersebut, dan membawanya keluar dari tubuh dalam tinja dan air seni yang disebut pengobatan kelasi besi. Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum mencapai 1000 g/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi ( 1 tahun). Terdapat beberapa obat kelasi besi yang bisa digunakan secara teratur, yaitu5: a) Deferoksamin (DFO). Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus subkutan dalam 812 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6 malam/minggu. Lokasi infus yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 g/L. Efek samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.

b) Deferipron (L1). Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien thalassemia yang menggunakan deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin. Meskipun begitu, masih terdapat kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas deferipron sebab deferipron

dilaporkan dapat menyebabkan agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati. Saat ini deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat c) Deferasirox (ICL-670). Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja mendapatkan izin pemasaran di Amerika Serikat pada bulan November 2005. Terapi standar yang dianjurkan adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler, dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit.

DAFTAR PUSTAKA

1. George R. Behrman BE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Vol 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000. 2. Pediatric Thalassemia. Avalaible at: www.emedicine.medscape.com/article/958850overview. Accessed Feb 10, 2014. 3. Pengaruh Penimbunan Besi terhadap Hati pada Thalassemia. Avalaible at: www.saripediatri.idai.co.id/pdfile/5/1/7/pdf. Accessed Feb 10, 2014 4. Rachmilewitz E, Rund D. Thalassemia. New England Journal medicine. Available at: http://content.nejm.org/cgi/reprint/353/11/1135.pdf.
5.

Ismail Y, Reniarti L, Hilmanto D. Perbedaan Kadar Feritin Serum Anak Penyandang Thalassemia Mayor Setelah Pemberian Kelator Besi Deferiprone dan Deferoxamine. Maj Kedokt Indon. 2000 Nov; 60(11).

Anda mungkin juga menyukai