Anda di halaman 1dari 13

ASKEP ORCHITIS

KASUS 4 Tn B 25 th datang ke RS dengan keluhan demam, dari penis keluar nanah, nyeri ketika berkemih (disuria). Dari hasil pengkajian fisik didapatkan, pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan, skrotum, dan testis. Testis juga teraba lunak. Klien mengatakan pernah menderita gondongan (mumps) 5 tahun yang lalu. Diagnosa Medis ORCHITIS

PEMBAHASAN KASUS DEFINISI Orkhitis merupakan suatu inflamasi testis (kongesti testikular), yang biasanya dapat disebabkan oleh factor-faktor pyogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis, kimia, atau factor yang tidak dapat diketahui. Orchitis merupakan reaksi inflamasi akut dari testis terhadap infeksi. Sebagian besar kasus berhubungan dengan infeksi virus gondong, namun virus lain dan bakteri juga dapat menyebabkan orchitis. ETIOLOGI Virus : orchitis gondong (mumps) paling umum. Infeksi coksakievirus tipe A, varicella, dan echoviral jarang terjadi. Infeksi bakteri dan pyogenik E. coli, Klebsiella, pseudomonas, Stafilokokkus, dan Sterptokokkus. Granulomatous : T. pallidum, Mycobakterium tuberculosis, Mycobakterium leprae, Actinomycetes Trauma sekitar testis Virus lain, meliputi coksakievirus tipe A, varicella, dan echoviral Beberapa kasus telah dijelaskan imunisasi gondong, campak, dan rubella (MMR) dapat menyebabkan orchitis Bakteri penyebab biasanya menyebar dari epididimitis terkait dalam seksual pria aktif atau lakilaki dengan BPH; bakteri termasuk Neisseria gonorhoeae, Clamidya trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Stafilococccus, Streptococcus

Idiopatik EPIDEMIOLOGI

Kejadian diperkirakan 1 diantara 1.000 laki-laki Dalam orchitis gondong, 4 dari 5 kasus terjadi pada laki-laki prepubertal (lebih muda dari 10 tahun).

Dalam orchitis bakteri, sebagian besar kasus berhubungan dengan epididimitis (epididymo-orchitis), dan mereka terjadi pada laki-laki yang aktif secara seksual lebih tua dari 15 tahun atau pada pria lebih tua dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH).

Di Amerika Serikat sekitar 20% dari pasien prepubertal dengan gondong berkembang orchitis. Kondisi ini jarang terjadi pada laki-laki postpubertal dengan gondong.

FAKTOR RESIKO Instrumentasi dan pemasangan kateter merupakan factor resiko yang umum untuk epididimis akut. Uretritis atau prostatitis juga bisa menjadi factor resiko Refluks urin terinfeksi dari uretra prostatic ke epididimis melalui saluran sperma dan vas deferens bisa dipicu melalui valsava atau pendesakan kuat Factor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah : Imunisasi gondongan yang tidak adekuat Usia lanjut (lebih dari 45 tahun) Infeksi saluran berkemih berulang Kelainan saluran kemih Factor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah: Berganti-ganti pasangan Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya MANIFESTASI KLINIS

Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan. Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat. Kelelahan / mialgia

Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan Demam dan menggigil Mual Sakit kepala Pembesaran testis dan skrotum Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat. Pembengkakan KGB inguinal Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis

KOMPLIKASI

Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa derajat atrofi testis. Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%. Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral. Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase bedah untuk mengurangi tekanan dari tunika.

Abscess scrotalis Infark testis Rekurensi Epididymitis kronis Impotensi tidak umum setelah epididymitis akut, walaupun kejadian sebenarnya yang didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam kualitas sperma biasanya hanya sementara.

Yang lebih penting adalah azoospermia yang jauh lebih tidak umum, yang disebabkan oleh gangguan saluran epididymal yang diamati pada laki-laki penderita epididymitis yang tidak diobati dan yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang menunjukkan gejala dan tanda-tanda epididimo orkitis, yaitu nyeri hebat dan pembengkakan di daerah belakang testis hingga testis disertai skrotum yang bengkak dan berwarna merah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada sisi yang sakit, teraba epididimis yang edema dari ekor hingga kepala epididimis. Salah satu pemeriksaan yang penting adalah Prehn Sign untuk menyingkirkan diagnosis banding torsio testis. Meskipun Prehn Sign bukan patokan pasti untuk diagnosis torsio testis, namun dalam praktek klinik dimana tidak terdapat alat Doppler, pemeriksaan ini dapat membantu untuk menetapkan dilakukan eksplorasi testis dengan segera atau tidak. Menurut 2010 United Kingdom national guideline for the management of epididymo-orchitis, ada beberapa lamgkah yang dilakukan untuk diagnosis: a. Apusan Gram dari uretra. Pemeriksaan ini dilakukan meskipun gejala uretritis tidak ada. Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis uretritis (> 5 PMNLs perlapang pandang besar x 1000) dan diagnosis untuk gonorrhea (Gram negative intracellular diplococci). Apabila pemeriksaan mikroskopik apusan uretra dari seorang pria memperlihatkan diplokokus intraseluler gram negative, pasien menderita uretritis gonokokus. Jika organisme ini tidak terlihat, maka terdapat bukti presumtif yang kuat akan adanya uretritis non gonokokus (NGU), sering disebabkan oleh klamidia. Meskipun demikian secret harus diperiksa untuk kultur gonore dan klamidia. b. Pemeriksaan mikroskopis dan kultur mid-stream urin. Urin tengah merupakan cara pengambilan spesiman untuk pemeriksaan kultur urin yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih karena adanya bakteri. c. Jika memungkinkan, colour Doppler ultrasound dapat digunakan untuk memeriksa aliran darah arteri (edema akut). Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan antara epididimo-orkitis dan torsio spermatic cord. Pemeriksaan tersebut berfungsi untuk membedakan torsio testis dengan keadaan skrotum yang lain dengan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ketestis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis. Color Doppler ultrasound scanning memiliki kegunaan besar dalam membedakan antara diagnosa di atas dengan pengesampingan torsio testis. Tidak adanya aliran darah ke testikel yang terpengaruh dicatat dalam torsio testis, sedangkan aliran darah yang meningkat dicatat dalam epididymitis/orchitis.

DIAGNOSIS DIFFERENSIAL

Epididimitis Hernia scrotalis Torsio testis: kemungkinan besar jika nyeri memiliki onset tiba-tiba dan parah. Lebih umum pada pria di bawah 20 tahun (tetapi bisa terjadi pada usia berapapun). Membedakan torsi testikular ini dalam diagnosis sangat penting dari segi bedah.

Tumor testis Hydrocele

PENATALAKSANAAN MEDIS Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus.

Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik untuk menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena sudah resisten. Contoh antibiotik: 1.Ceftriaxone Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif; efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih penicillin-binding proteins. Dewasa: IM 125-250 mg sekali, anak: 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d 2. Doxycycline Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari

3.Azitromisin Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10 mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari 4.Trimetoprim-sulfametoksazol Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis. Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari 5.Ciprofloxacin Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan

PROGNOSIS Sebagian besar kasus orchitis karena mumps menghilang secara spontan dalam 3-10 hari. Dengan pemberian antibiotik yang sesuai, sebagian besar kasus orchitis bakteri dapat sembuh tanpa komplikasi. PROSES KEPERAWATAN Pengkajian DS Tn. B (25 th) Klien mengatakan demam Klien mengatakan dari penis keluar nanah Klien mengatakan nyeri saat BAK Klien mengatakan pernah menderita gondongan 5 tahun lalu Nyeri skala 7 Belum menikah tetapi aktif melakukan hubungan seksual DO Tampak keluar nanah dari penis Teraba pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan. Skrotum,, dan testis Testis teraba lunak Wajah klien tampak meringis Suhu : 38 C RR : 20x/menit TD : 120/80 mmHg

Nyeri tekan pada area yang bengkak Volume urine 250 ml/hari (n:600-1600 ml)

Analisa data Problem Nyeri Etiologi b.d infeksi urinaria DS: Klien mengatakan Demam Klien mengatakan Dari penis keluar nanah Klien mengatakan Nyeri ketika berkemih (disuria) Nyeri skala 7 Wajah klien tampak meringis Symtop

DO: Inflamasi kel. Getah bening di selangkangan, skrotum & testis Perubahan pola eliminasi urine b.d gangguan pada sistem urinaria Nyeri tekan pada area testis S : 38c DS: Klien mengatakan Disuria DO: Inflamasi kel. Getah bening di selangkangan, skrotum & testis Resiko tinggi disfungsi seksual Volume urine 125 ml/hari

b.d perubahan status kesehatan DS: Klien mengatakan dari penis

keluar nanah DO: Tampak keluar nanah dari penis Inflamasi kel. Getah bening di selangkangan, skrotum & testis Resiko Gangguan harga diri b.d perubahan maskulinitas Ds: Klien mengatakan takut istrinya kecewa Klien bertanya apakah bisa sembuh total dan tidak mengganggu fungsi seksual

Do: Klien tampak sedih

Ansietas

b.d kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan simptom suatu penyakit

Ds: Klien mengatakan takut kalau dia terkena PMS Klien mengatakan BAK bernanah Do: Klien tampak sedih Klien tampak gelisah Klien tampak bingung

Diagnosa keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan infeksi urinaria

2. Perubahan pola eliminasi urine: volume & karakteristik berhubungan dengan gangguan pada sistem urinaria 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan status kesehatan 4. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan maskulinitas 5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap prognosis dan simptom suatu penyakit.

Intervensi Keperawatan Diag. Kep. Nyeri berhubunga n dengan infeksi urinaria Tujuan dan KH Tujuan : setelah dilakukan askep 1x24 jam Nyeri berkurang dan terkontrol Intervensi Mandiri : Catat lokasi , lamanya intensitas (skala 0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda non verbal, contoh peninggian KH: Klien tampak rileks Klien dapat beristirahat Skala nyeri 4 Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat terhadap perubahan kejadian/ karakteristik nyeri. TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar. Membantu mengevaluasi tempat dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung , lipat paha, genitelia, sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat. Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesic sesuai waktu (membantu dalam peningkatan kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan mewaspadakan perawat akan kemungkinan terjadi Rasional

komplikasi. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan koping. Berikan tindakan nyaman Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot. Bantu atau dorong penggunaan distraksi dan aktivitas terapeutik. Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen. Biasanya diberikan selama episode akut untuk menrunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot/mental. Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi: asam mefenamat 2x500mg Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi. Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine ke dalam area perineal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah akut.

Pertahankan patensi

kateter bila digunakan. Perubahan pola eliminasi urine: volume dan karakteristik KH: berhubunga n dengan gangguan pada sistem urinaria. Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya Kaji terhadap tanda dan gejala retensi urine: jumlah dan frekuensi urine, distensi supra pubis, keluhan tentang dorongan untuk berkemih dan ketidak nyamanan Lakukan kateterisasi pada pasien untuk menunjukan jumlah urine residu Awasi pemasukan, pengeluaran dan karakteristik urine. Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan perdarahan. Perdarahan dapat mengindikasikan peningkatan obstruksi / iritasi ureter. Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, Dorong meningkatkan pemasukan cairan. dan debris Menetapkan jumlah urine yang tersisa Tujuan : setelah dilakukan askep 1x24jam masalah teratasi sebagian Mandiri Kaji kebiasaan pola eliminasi urine klien Merupakan nilai dasar untuk perbandingan dan menetapkan tujuan lebih lanjut Berkemih 20-30cc dengan teratur dan haluaran kurang dari masukan adalah tanda retensi urine

Kolaborasi -

Menentukan adanya ISK, dari gejala komplikasi.

Ambil urine untuk kultur urine dan sensitivitas.

Risiko tinggi disfungsi seksual berhubunga n dengan perubahan status kesehatan -

Tujuan: Kemampuan seksual pasien teratasi -

Mandiri dengarkan pernyataan klien atau orang terdekat klien (istri) masalah seksual sering tersembunyi sebagai pernyataan humor dan atau pernyataan yang

KH

: Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual, masalah seksual. Identifikasi masalah penghambat untuk memuaskan seksual. -

sebenarnya untuk mengetahui tingkat perubahan pola seksual dari sebelumnya

Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual.

terkadang disfungsi seksual terjadi sebagai akibat stres yang sangat

Bantu pasien untuk menyadari/menerima tahap berduka -

tinggi mengakui proses normal kehilangan secara nyata/ menerima perubahan dapat meningkatkan koping dan memudahkan resolusi membantu pasien kembali pada hasrat atau kepuasan seksual.

Solusi pemecahan masalah seperti cara alternatif seksual lain menggunakan alat bantu seksual Kolaborasi: -

Mungkin dibutuhkan bantuan tambahan untuk

Rujuk kekonselor / ahli seksologi sesuai kebutuhan

meningkatkan kepuasan hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson Sivia, M. Lorraine. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC Carpenito- Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. p:154-158. Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC. Santosa, Budi.2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai