Anda di halaman 1dari 15

BAB 1 PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Penyakit jantung bukan hanya monopoli orang dewasa, melainka juga di alami anak-anak. Sejak masa dalam rahim, manusia rentan terhadap kelainan jantung bawaan yang terjadi pada masa organ tubuh vital tersebut. Pusat Jantung Nasional Harapan Kita menyebutkan dari 1.000 bayi yang lahir hidup di berbagai daerah di Tanah Air, enam hingga sembila di antaranya mengindap kelainan jantung bawaan. Dengan demikian, tiap tahun sedikitnya 40.000 bayi hidup dengan jantung bocor. Mayoritas bayi yang lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) itu meninggal sebelum berusia satu tahun. Sementara bayi yang bisa diselamatkan melalui pembedahan hanya 800 hingga 900 kasus pertahun, sebagian besar dilakukan di Pusat jantung Harapan Kita. Berbeda dengan angka kasus penyakit jantung reumatik yang cenderung menurun namun dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kasus kelainan jantung bawaan justru tidak

menurun.Terjadinya kelainan jantung bawaan masih belum jelas namun dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk genetik. Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan gangguan jantung yang dapat menimbulkan gangguan jantung yang terjadi pada masa kehamilan tiga bulan pertama, antara lain paparan sinar rontgen, trauma fisik dan psikis, serta minum jamu atau pil kontrasepsi. Kelainan jantung bawaan juga dapat terjadi jika ibu dan janin berusia di atas 40 tahun, menderita penyakit kencing manis, campak dan hipertensi (darah tinggi) serta jika ayah dan ibu merokok saat janin berusia 3 bulan dalam rahim. BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.(IPD FKUI,1996 ;1134). Penyakit Jantung Bawaan ( PJB ) merupakan kelainan susunan jantung yang sudah dalam kandungan. Tetapi kelainan jantung ini tidak memberikan gejala yang segera setelah

bayi lahir, tidak jarang kelainan ini.muncul setelah pasien berumur beberapa bulan atau tahun. ( Asuhan Keperawtan Bayi dan Anak, hal 118 ). Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227). Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235). Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375). 2.2 Etiologi Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan : 1. Faktor prenatal Ibu menderita penyakit infeksi : rubella. Ibu alkoholisme, peminum obat penenang atau jamu. Umur ibu lebih dari 40 tahun. Ibu menderita diabetes mellitus yang memerlukan insulin. 2. Faktor genetik Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. ( Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109) 2.3 Patofisiologi

Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut: 1. Peningkatan kerja jantung, dengan gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia 2. Curah jantung yang rendah, dengan gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap aktivitas. 3. Hipertensi pulmonal, dengan gejala: dispnea, takhipnea 4. Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis. ( Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, 1993). 2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis PDA (Patent Duktus Arteriosus) pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF). Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung : 1. Terdengar bunyi mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas). 2. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg). 3. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik 4. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.

5. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah. 6. Apnea, Tachypnea 7. Nasal flaring 8. Retraksi dada 9. Hipoksemia 10. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru). (Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376).

E. Tanda dan gejala 1. Pada saat bayi: Saat lahir dapat dijumpai gangguan pernapasan. Pada yang berat bahkan dapat berakibat kematian. Pada penyakit jantung bawaan biru, anak tampak biru meskipun tidak sesak napas dan aktif. Namun demikian, pada yang kompleks gejala sesak napas dan biru dapat nampak bersamaan Pada beberapa kasus yang berat dan kompleks, bayi baru lahir segera memburuk dan meninggal dalam waktu dua hari bersamaan dengan menutupnya pembuluh arteriosus Botalli. Penyakit jantung bawaan yang terakhir ini disebut sebagai penyakit jantung bawaan yang bergantung pada duktus. Anak menetek tidak kuat, sering melepaskan puting ibu istirahat sebentar kemudian melanjutkan minum lagi. Saat menetek/minum, bayi nampak berkeringat banyak di dahi, napas terengah-engah. Minum tidak bisa banyak dan tidak lama. Berat badan tidak naik-naik atau naik kurang dari grafik/pita pertumbuhan yang sesuai pada KMS. Anak sering sakit batuk dan sesak napas yang sering disebut sebagai pneumonia atau bronkopneumonia. Daya tahan tubuh terhadap penyakit kurang, sebagai akibatnya bayi sering sakit-sakitan. Anak yang menderita penyakit jantung bawaan biru, saat lahir nampak kebiru-biruan di mulut dan lidah serta ujung-ujung jari, meskipun anak tampak aktif ceria dan menangis kuat. Pada beberapa anak, warna kebiruan pada mulut, lidah dan ujung-ujung jari tersebut baru nampak setelah berusia beberapa bulan.

Serangan biru dapat terjadi pada anak dengan penyakit jantung bawaan biru yang ditandai dengan bayi menangis terus menerus tidak berhenti-berhenti. Anak tampak semakin biru, napas tersengal-sengal. Bila berat, dapat mengakibatkan kejang bahkan kematian. Kelainan jantung sering juga ditemukan secara tidak sengaja oleh dokter pada saat bayi berobat utk penyakit lainnya atau saat datang untuk imunisasi. Dokter mendengar adanya bising jantung saat memeriksa jantung bayi dengan menggunakan stetoskop 2. Gejala pada anak Berat badan anak naik tidak memuaskan dengan kata lain pertumbuhannya terhambat Perkembangan terlambat Cepat lelah saat bermain, napas terengah-engah, berkeringat banyak lebih dari anak yang lain. Anak yang menderita PJB biru: tampak kebiruan pada mulut, lidah dan ujung-ujung jari, sering jongkok saat bermain, ujung jari membulat sehingga jari2 tampak seperti pemukul genderang. Serangan biru ditandai dengan napas terengah-engah, anak tampak lebih biru daripada biasanya, bila berat mengakibatkan anak pingsan bahkan kematian.Pertumbuhan dan perkembangannyapun terlambat 3. Pada remaja Tanda-tanda masa remajanya terlambat, misalnya pada anak perempuan terlambat haid, payudara masih rata. Pada anak laki-laki pertumbuhan cepatnya tertunda. Anak tampak kurus Aktivitas tidak mampu berlari jauh atau bermain lama seperti anak lainnya Sering batuk-batuk dan napas terengah-engah Berkeringat banyak pada wajah saat beraktivitas

Pada yang sudah diketahui menderita kebocoran jantung, bila sampai remaja tidak ada tindakan koreksi, dapat mengakibatkan sindroma Eisenmenger, yaitu anak yang semula tidak sianosis (biru), mulai nampak kebiruan seperti penderita PJB sianotik. Kondisi ini sangat berbahaya.

2.5 Klasifikasi Pembagian atas dasar kelainan fungsi sirkulasi yang terjadi, yaitu: 1. Penyakit jantung bawaan non-sianotik: a. Dengan vaskularisasi paru normal: stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio aorta, kardiomiopati. b. Dengan vaskularisasi paru bertambah: defek septum atrium, defek atrioventrikularis, defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, anomaly drainase vena pulmonalis parsial. 2. Penyakit jantung bawaan sianotik: a. Dengan vaskularisasi paru bertambah: transposisi arteri besar tanpa stenosis pulmonal, double outlet right ventricle tanpa stenosis pulmonal, trunkus arteriosus persisten, ventrikel tunggal tanpa stenosis pulmonal, anomaly total drainase vena pulmonalis. b. Dengan vaskularisasi paru berkurang: stenosis pulmonal berat pada neonates, tetralogi Fallot, atresia pulmonal, atresia tricuspid, anomaly Ebstein. (Sastroasmoro & Maldiyono, 1996) 2.6 Komplikasi 1. Endokarditis 2. Obstruksi pembuluh darah pulmonal 3. CHF 4. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur) 5. Enterokolitis nekrosis 6. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner) 7. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit 8. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin. 9. Aritmia 10. Gagal tumbuh. (Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

C. KLASIFIKASI
Terdapat berbagai cara penggolongan penyakit jantung congenital. Penggolongan yang sangat sederhana adalah penggolongan yang didasarkan pada adanya sianosis serta vaskuiarisasi paru. 1. Penyakit Jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya defek septum (DSV), defek septum, atrium (DSA), dan duktus arteriousus persisten (DAP) 2. PJB non sianotik dengan vaskularisasi paru normal. Pada penggolongan ini termasuk stenosis aorta(SA),stenosis pulmonal (SP) dan koarktasio aorta 1. Pjb sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang. Pada penggolongan ini yang paling banyak adalah tetralogi fallot (TF) 2. Pjb sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah, misalnya transposisi arteri besar (TAB) PJB Non sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah Terdapak detek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap terbuka menyebabkan adanya pirau (kebocoran) darah dari kiri ke kanan karena tekanan jantung dibagian kiri lebih tinggi daripada dibagian kanan. 1. 1. Defek septum ventrikel (DSV)

DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat systole. Manifestasi klinik Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering terlihat pembonjolan dada kiri. Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, seia intrakostal dan region epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik.

Penatalaksanaan Pasien dengan DSV besar perlu ditolong dengan obat-obatan utuk mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretic, misalnya lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, yang dilihat dengan membaiknya pernafasan dan bertambahnya berat badan, rnaka operasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup berkurang. 1. 2. Defek septum atrium

Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen ovale atau septum atrium, tekanan pada sisi kanan jantung meningkat. Manifesfasi klinik Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran pernafasan atas. Mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto rongent ditemukan adanya pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan kateterisasi jantung. Penatalaksanaan Kelainan tersebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik. 1. 3. Duktus Arteriosus Persisten

DAP adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary artery) ke aorta desendens tepat di sebelah distal arteri subklavikula kiri. DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab DAP bermacam-macam, bisa karena infeksi rubella pada ibu dan prematuritas. Manifestasi klinik Neonatus menunjukan tanda-tanda respiratory distress seperti mendengkur, tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak, maka anak akan mengalami dispnea, jantung membesar, hipertropi ventrikuler kiri akibat penyesuaian jantung terhadap penigkatan volume darah, adanya tanda machinery type .murmur jantung akibat aliran darah turbulen dari aorta melewati duktus menetap. Tekanan darah sistolik mungkin tinggi karena pembesaran ventrikel kiri. Penatalaksanaan Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan biasanya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi otot lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat untuk dilakukan operasi. Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan vaskularisasi paru normal 1. 1. Stenosis aorta

Pada kelainan ini striktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta. Katupnya sendiri mungkin terkena atau retriksi atau tersumbat secara total aliran darah. Manifestosi klinik Anak menjadi kelelahan dan pusing sewaktu cardiac output menurun, tanda-tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi, hal ini menjadi serius dapat rnenyebabkan kematian, ini juga ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri sternum, diagnosa ditegakan berdasarkan gambaran ECG yang

menunjukan adanya hipertropi ventrikel kiri, dan dari kateterisasi jantung yang menunjukan striktura. Penatalaksanaan Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan pada saat anak mampu dilakukan pembedahan. 1. 2. Stenosis pulmonal

Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktura pada katup, normal tetapi puncaknya menyatu. Manifestasi klinik Tergantung pada kondisis stenosis. Anak dapat mengalami dyspne dan kelelahan, karena aliran darah ke paru-paru tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan O2 dari cardiac output yang meingkat. Dalam keadaan stenosis yang berat, darah kembali ke atrium kanan yang dapat rnenyebabkan kegagalan jantung kongesti. Stenosis ini didiagnosis berdasarkan murmur jantung sistolik, ECG dan kateterisai jantung. Penatalaksanaan Stenosis dikoreksi dengan pembedahan pada katup yang dilakukan pada saat anak berusia 2-3 tahun. 1. 3. Koarktasio Aorta

Kelaianan pada koartasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara. Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteiosus. Kelaianan ini biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi berat. Untuk itu penting meiakukan skrening anak saat memeriksa kesehatannya, khususnya bila anak mengikuti kegiatan-kegiatan olah raga. Manifestasi klinik Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah proksimal pada kelainan dan penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi pada lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan femoral. Kadang-kadang dijumpai adanya murmur jantung lemah dengan frekuensi tinggi. Diagnosa ditegakkan dengan cartography. Penatalaksanaan Kelainan dapat dikoreksi dengan Balloon Angioplasty, pengangkatan bagian aorta yang berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan suatu graf.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik 1. Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali.

2. Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan konduksi pada ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 90. 3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya. 4. Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat menentukan dalam diagnosis anatomik. 5. Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler paru. (Betz & Sowden, 2002 ;377) 2.8 Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial. Pembedahan : Operasi penutupan defek, Pemotongan atau pengikatan duktus.dianjurkan saat berusia 5-10 tahun. Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien dengan resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi. Pemotongan atau pengikatan duktus. Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung. (Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian a. Data subyektif : Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.

Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan. Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya. b. Data Obyektif : Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks+). Pemeriksaan penunjang : Tanda vital diukur dalam posisi terbaring, diukur 2 kali dengan interval 6 jam. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak USG ; untuk mengetahui keadaan janin NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin 3.2 Analisa Data No. 1. Data Etiologi Hipoksia Suplai darah ke otak Masalah Keperawatan Ketidakefektifan perfusi jaringan

Ds : Do : 1. Perubahan perilaku 2. Perubahan reaksi pupil 3. Ketidaknormalan dalam berbicara 2. Ds : Do: 1. PCH 2. Perubahan gerakan dada. 3. Fase ekspirasi yang lama. 4. Penggunaan otot bantu nafas. Ds : 3. Do : 1. Edema 2. Perubahan elektrolit.

Polisitemia Trombosis Embolisme paru Dipsnea

Pola nafas tidak efektif

Hipertrofi ventrikel kanan Curah jantung kanan < darah yang masuk

Kelebihan volume cairan

Penurunan alirah darah balik ginjal Akumulasi cairan tubuh Edema perifer Aliran darah paru O2 dlm darah Hipoksemia Kelemahan Mudah lelah jika beraktifitas Syok hipovolemik MRS orangtua Syok hipovolemik MRS orangtua Kelemahan Anoreksia Intake Ketedakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

4.

Ds : Do : 1. Menurunnya respon. 2. Keterlambatan atau kesulitan dalam menguasai suatu keterampilan. 3. Efek datar.

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

5.

Ds : Do :

Kurang pengetahuan

Ds : Do : 1. Khawatir 2. Gerakan berlebihan 3. Kontai mata buruk 4. Gelisah. Ds : 7. Do : 1. Tidak tertarik untuk makan. 2. Bising usus hiperaktif. 3. Tonus otot buruk. 3.3 Diagnosa Keperawatan 6.

Ansietas

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah. 2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunann ekspansi paru. 3. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac out put. 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan umum.

5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d ketidakkuatan oksigen dan nutrient pada jaringan. 6. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi. 7. Ansietas berhubungan dengan mekanisme koping inefektif. 3.3`Rencana Keperawatan No. 1. Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d penurunan kardiak out put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah. 1. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

2.

3.

Tujuan : setelah dilakukan 1. Pantau TTV. tindakan selama .... x 24jam, 2. Pantau tingkat kesadaran dan perfusi jaringan otak orientasi. adekuat dan tercapai secara 3. Pantau reflek korneal batuk dan optimal. muntah. Kriteria Hasil : 4. Pantau tonus otot, pergerakan Menunjukkan fungsi sensori motorik, gaya berjalan, dan motor yang utuh. kesesuaian. 2. Mempunyai pupil yang 5. Monitor perubahan atau gangguan sebanding dan reaktif. mental kontinu ( cemas bingung, 3. Menunjukkan fungsi letargi, pingsan ) autonomik yang utuh. Kolaboratif : Berikan obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler, sesuai kebutuhan. Pola nafas tidak efektif Tujuan : setelah dilakukan 1. Pantau adanya pucat dan sianosis. b/d penurunann tindakan selama ... x 24jam, 2. Pantau kecepatan, irama, kedalaman ekspansi paru. pola nafas pasien kembali dan usaha respirasi. efektif. 3. Perhatikan pergerakan dada, amati Kriteria Hasil : kesimetrisan, penggunaan otot 1. Menunjukkan pernafasan bantu, serta rektraksi otot juga optimal. klavikula dan juga intercosta. 2. Mempunyai kecepatan dan 4. Pantau pola pernafasan. irama respirasi dalam batas 5. Pantau peningkatan kegelisahan, normal. ansietas dan tersengal- sengal. 3. Mempunyai fungsi paru Kolaborasi : dalam batas normal. 1. Berikan tindakan (misalnya, bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol sesuai kebutuhan. Kelebihan volume Tujuan : setelah dilakukan 1. Tentukan lokasi dan derajat edema cairan b/d kerusakan tindakan selama ...x 24jam, perifer, skaral, dan periorbital fungsi glumerolus kebutuhan cairan pasien pada skala 1+ samapai 4+. sekunder terhadap dapat berkurang. 2. Pantau secara teratur lingkar penurunan cardiac out Kriteria Hasil : abdomen dan tungkai bawah. put. 1. Mempertahan tanda vital 3. Timbang berat badan setiap hari dan dalam batas normal. pantau kemajuannya. 2. Tidak mengalami pernafasan 4. Pertahankan keakuratan catatan dangkal. asupan dan haluaran.

4.

5.

batas 5. Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan. 6. Tinggikan ektremitas untuk mingkatkan aliran darah balik vena. Kolaborasi : Lakukan dialisis jika diindikasikan, berikan diuretik sesuai kebutuhan. Ketidakseimbangan Tujuan : setelah dilakukan 1. Motivasi pasien untuk mengubah nutrisi kurang dari tindakan selama ... x 24jam, kebiasaan makan. kebutuhan tubuh nutrisi pasien adekuat. 2. Ketahui makanan kesukaan pasien. berhubungan dengan Kriteria Hasil : 3. Timbang berat badan pasien pada kelemahan umum. 1. Mempertahankan berat badan. interval yang tepat. 2. Menyatakan keinginan untuk 4. Buat perencanaan makan dengan mengikuti diet. pasien untuk dimasukkan ke 3. Mempertahankan masa tubuh dalam jadwal makan. dan berat badan dalam batas 5. Ciptakan lingkungan yang normal. menyenangkan untuk makan. 4. Melaporkan keadekuatan 6. Hindari prosedur infasif sebelum tingkat energi. makan. Kolaborasi : Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien dengan ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein. Gangguan Tujuan : setelah dilakukan 1. Kaji pengetahuan penerima pertumbuhan dan tindakan selama .. x 24jam, keperawatan perkembangan b/d pasien menunjukkan 2. Lakukan pengkajian kesehatan ketidakkuatan oksigen perkembangan kemajuan secara sekasama. dan nutrient pada fisik, kognitif, dan 3. Identifikasi masalah fisik yang jaringan. psikososial. potensial dan berhubungan. Kriteria Hasil : 4. Pantau interaksi komunikasi anak. 1. Anak akan mencapai norma 5. Dukung anak untuk mengepresikan pertumbuhan yang diri melalaui pujian atau umpan diharapkan. balik positif atas usaha usahanya. 2. Anak akan mencapai 6. Ciptakan lingkungan sehingga dapat tahapan penting perubahan mekukan aktifitas kehidupan fisik, kognitif dan kemajuan sehari-hari dengan kemandirian psikososial. penuh. BAB 4 PENUTUP

3.

Hematokrit normal.

dalm

4.1 Kesimpulan Penyakit jantung bukan hanya monopoli orang dewasa, melainka juga di alami anakanak.Mayoritas bayi yang lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) itu meninggal sebelum berusia satu tahun. Sementara bayi yang bisa diselamatkan melalui pembedahan

hanya 800 hingga 900 kasus pertahun, sebagian besar dilakukan di Pusat jantung Harapan Kita. Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF). 4.2 Saran Dengan disusunnya makalah ini diharapkan pembaca sebagai calon perawat perawat profesional dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pasien anak dengan penyakit jantung bawaan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatrica. Tosca Enterprise : Jogjakarta. Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. EGC : Jakarta. Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika : Jakarta. Rudolph, Abraham M. dkk. 2007. Buku Ajar Pediatrik Rudolp Volume 3. EGC : Jakarta. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan., edisi 7. Jakarta : EGC Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, edisi 4. Jakarta ; EGC.

Anda mungkin juga menyukai