Anda di halaman 1dari 5

RACIKAN KHUSUS

PPOK, Sering Tidak Dipahami Klinisi dan Masyarakat


oba tanyakan masyarakat tentang tuberkulosis, asma, atau radang paru-paru (pneumonia). Kira-kira orang masih kenal bukan ada nama-nama penyakit tersebut? Coba tanyakan masyarakat tentang PPOK. Tidak banyak yang kenal. Apakah PPOK itu dan bagaimana kita bisa menjelaskan kepada pasien dan masyarakat mengenai penyakit paru yang satu ini. GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) revisi tahun 2013 dapat digunakan sebagai referensi kita dalam mempelajari penyakit ini. Di Indonesia, guidelines PPOK (Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK 2011) dibuat oleh Pokja PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) yang diketuai oleh dr. Budhi Antariksa, SpP(K), PhD. Keduanya akan kita pakai dalam upaya memahami PPOK secara menyeluruh. PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan dapat diobati, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya, dapat disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat keparahan penyakit. Cukup panjang. Intinya, ada pada frasa hambatan aliran udara dan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas. Hambatan aliran udara ini disebabkan obstruksi saluran nafas kecil dan kerusakan parenkim paru (emfisema). Perlu diingat bahwa ber-

Ada satu penyakit paru dengan prevalensi yang sangat tinggi namun tidak begitu populer. Sangat disayangkan, belum banyak dokter dan masyarakat yang memahami secara utuh penyakit yang diprediksi menjadi penyebab kematian nomor tiga di dunia pada tahun 2030 ini. COPD (chronic obstruktive pulmonary disease) atau PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang tercipta akibat penggunaan tembakau tak terkendali di seluruh dunia.
dasarkan guidelines terbaru, emfisema dan bronkitis kronis tidak dimasukkan definisi PPOK sebab emfisema merupakan diagnosis patologi dan bronkitis kronis merupakan diagnosis klinis. Keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara di saluran nafas. Namun demikian, pada seorang pasien PPOK dapat muncul keduanya (dapat tumpang tindih), begitu juga dengan diagnosis klinis asma. PPOK merupakan penyakit tidak

Maret 2013

29 FARMACIA

RACIKAN KHUSUS

menular (PTM) yang sangat penting di Indonesia dan seluruh dunia. Mengapa? Karena menurut WHO, pada tahun 1990 saja, PPOK menempati peringkat 6 penyebab kematian utama di seluruh dunia. Peringkat ini naik terus dan diprediksi akan menduduki rangking 3 penyebab kematian di seluruh dunia pada tahun 2030. Sayangnya, PPOK seringkali underdiagnosed (tidak dikenal dan tidak didiagnosis secara tepat), kerap didiagnosis sebagai asma, yang memiliki gejala dan tanda yang mirip dengannya. Indonesia sendiri belum memiliki data yang akurat mengenai prevalensi PPOK. Tahun 1986, data nasional pernah mencatat asma, bronkitis kronis, dan emfisema menduduki peringkat 5 dari 10 penyakit tersering di tanah air. Sementara pada tahun 1992, asma, bronkitis kronis, dan emfisema menduduki peringkat 6 dari 10 penyebab kematian tersering di Indonesia. Prevalensi yang tinggi tak lepas dari faktor risiko yang sampai saat ini belum juga dapat dikendalikan, yaitu penggunaan rokok. Jumlah perokok yang berisiko terkena PPOK adalah sebesar 25%. Secara gamblang, hubungan risiko dan event antara merokok dan PPOK adalah dose response di mana semakin banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan semakin lama kebiasaan rokok maka peluang terkena PPOK akan meningkat. Di Indonesia, pada awal Millenium ini, sebanyak 54,5% laki-laki dan 1,2% perempuan yang merokok. Sebagian besar perokok merokok di dalam rumah saat bersama keluarga sehingga bisa dibayangkan berapa jumlah perokok pasif hari ini. Indonesia adalah negara dengan surga bagi produsen

rokok! Dan saat ini kita berhadapan dengan PPOK. Namun tidak semua klinisi dan masyarakat menyadarinya. Pengetahuan masyarakat yang sangat rendah berkaitan dengan PPOK memang belum pernah diteliti atau dipublikasikan secara resmi. Namun, dari pengalaman di poliklinik paru, hampir tak ada pasien yang mengerti penyakit apa itu PPOK. Jadi sulit bukan? Kalau asma orang langsung mengidentikkannya dengan penyakit bengek yang terjadi karena alergi sejak kecil. Lebih mudah masuk edukasinya. Selain itu, kebanyakan perokok hanya takut risiko kanker paru dan tidak mengetahui bahaya PPOK yang juga bisa fatal. Sudah waktunya klinisi, perhimpunan profesi, dan pemerintah melakukan sosialisasi terhadap PPOK. Untuk kampanye antitembakau, masih perlu dioptimalkan lagi.

Mengenali PPOK
Selain asap rokok, faktor risiko PPOK yang lain adalah polusi udara, stres oksidatif, infeksi saluran nafas berulang, sosial ekonomi, asma, dan genetik (defisiensi ?-1 antitripsin). Inhalasi asap rokok dan polusi ini akan menyebabkan inflamasi atau radang pada saluran nafas dan paru. Respons inflamasi ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim paru yang dikenal dengan istilah emfisema. Saluran nafas kecil yang radang bisa mengalami fibrosis. Secara gamblang, terjadi perubahan patologis di mana udara terperangkap di distal saluran nafas sehingga jumlah aliran udara jadi berkurang. Marilah kita lihat gambar berikut ini yang diambil utuh dari panduan GOLD.

FARMACIA

30

Maret 2013

RACIKAN KHUSUS

Penurunan FEV1 disebabkan peradangan dan penyempitan saluran nafas perifer, sementara penurunan transfer gas terjadi akibat kerusakan parenkim paru dan emfisema. Akibat peradangan, fibrosis, dan munculnya sekresi eksudat di saluran nafas, maka terjadi hambatan aliran udara dan jebakan udara (air trapping). Akibatnya, kapasitas inspirasi juga berkurang. Hal itu menyebabkan klinis sesak nafas. Selain itu, keterbatasan aliran udara ini memperburuk mekanisme pertukaran gas antara lingkungan dan paru. Beragam mediator inflamasi lokal dan sistemik meningkat memperburuk klinis lokal saluran nafas dan sistemik. Secara umum, pasien-pasien PPOK

berat atau eksaserbasi menunjukkan gejala kaheksia, kelemahan otot, dikaitkan dengan osteoporosis, depresi, dan anemia kronis. Peningkatan me-

diator inflamasi juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. PPOK eksaserbasi berhubungan dengan infeksi paru. Semakin sering seorang penderita PPOK mengalami eksaserbasi, maka fungsi parunya akan semakin turun dan semakin sulit kembali lagi, meskipun pada definisi terbaru PPOK dapat disembuhkan, namun akan semakin sulit. Indikator kunci diagnosis PPOK adalah sesak nafas yang bersifat progresif, bertambah berat dengan aktivitas, persisten, berat, sukar bernafas, dan terengah-engah, batuk kronis, batuk produktif (berdahak), dan riwayat terpajan faktor risiko (asap rokok, debu, bahan kimia okupasional, dan asap dapur). Sebagai tambahan, riwayat PPOK pada keluarga juga menjadi data penting dalam diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan dalam penegakkan diagnosis PPOK. Uji spirometri post-bronkodilator FEV1/FVC < 0.70 mengkonfirmasi adanya hambatan aliran udara yang persisten, dengan kata lain PPOK. Di bawah ini merupakan penderajatan klinis berat ringannya PPOK berdasarkan pemeriksaan spirometri.

Derajat klinis PPOK berdasarkan GOLD Maret 2013

31 FARMACIA

RACIKAN KHUSUS

Pemeriksaan fisis yang penting pada pasien PPOK adalah pursed-lips breathing (mulut setengah mengatup), barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding), penggunaan otot bantu nafas, hipertrofi otot bantu nafas, pelebaran sela iga, perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang, dan dapat ditemukan ronki atau mengi. Klinis lain yang seringkali disebutsebut dalam literatur lama adalah pink puffer untuk pasien yang sudah mengalami emfisema Berdasarkan GOLD 2013, beberapa diagnosis banding PPOK adalah asma, gagal jantung kongestif, bronkiektasis, tuberkulosis, bronkiolitis. Namun, di antara semuanya, asma memang menjadi salah satu diagnosis banding terkuat, artinya banyak diagnosis PPOK seringkali disalahartikan sebagai asma. Perbedaan keduanya yang paling mudah dikenali adalah kemunculannya pertama kali hal mana yang juga sering luput dari perhatian klinisi dan masyarakat. Kalau PPOK onsetnya di usia pertengahan, maka asma muncul pada usia yang lebih dini (usia anak dan remaja). PPOK ditandai dengan progresif lambat, sementara asma memiliki variabilitas yang luas dari waktu ke waktu. Diagnosis banding yang lain dapat dengan mudah dibedakan dari PPOK. Saat ini, terdapat pembagian PPOK berdasarkan risiko dan gejala. Pemba-

gian ini membagi empat risiko (GOLD 1-4) dan dua gejala menggunakan skoring mMRC atau CAT. Pembagian yang paling anyar berdasarkan GOLD 2011 ini memudahkan kita dalam pemberian terapi.

Penatalaksanaan PPOK
Tujuan tata laksana PPOK adalah mengurangi gejala dan mengurangi risiko. Mengurangi gejala artinya memperbaiki gejala, meningkatkan toleransi latihan, dan meningkatkan status kesehatan. Sementara mengurangi risiko artinya mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengobati eksaserbasi, dan menurunkan mortalitas. Terapi non-farmakologis yang dianjurkan pada PPOK stabil adalah berhenti merokok dan vaksinasi pneuFARMACIA

monia untuk mencegah infeksi. Sementara terapi farmakologis PPOK stabil adalah dengan bronkodilator, kortikosteroid (inhalasi maupun sistemik), serta inhibitor PDE4 (phosphodiesterase-4 inhibitors) atau roflumilast. Bronkodilator yang dipakai adalah beta agonis dan antikolinergik sediaan yang kerja panjang (long-acting) lebih dipilih daripada kerja pendek (short-acting). Berdasarkan keamanan dan efikasi, dipilih bronkodilator inhalasi dibandingkan dengan bronkodilator oral. Untuk terapi steroid, kortikosteroid inhalasi direkomendasikan untuk jangka panjang. Kombinasi bronkodilator kerja panjang inhalasi dan kortikosteroid inhalasi baik dalam memenuhi kebutuhan: pelebar saluran nafas kecil (bronkodilasi) dan anti-inflamasi. Saat ini, sediaan kombinasi formoterol budesonide dan salmeterol fluticason merupakan dua sediaan kombinasi yang bersaing ketat dalam pasar obat inhalasi PPOK. Bronkodilator inhalasi kerja panjang lainnya (indacaterol) baru saja masuk meramaikan pasar farmasi dunia dan Indonesia. Pesaing kuat ketiganya adalah tiotropium yang merupakan antikolinergik inhalasi. Marilah kita mempelajari tabel yang merangkum terapi PPOK berdasarkan masing-masing derajat klinisnya.

32

Maret 2013

RACIKAN KHUSUS

pasca-perawatan UGD tergantung kondisi pasien pasca-terapi akut.

Penting Untuk Diingat!


Berdasarkan pembagian GOLD terbaru (kombinasi gejala dan risiko), maka pemberian terapinya sebagai berikut: rulen). Eksaserbasi dibagi tiga yaitu berat (tiga gejala), sedang (dua gejala), dan ringan (satu gejala ditambah infeksi saluran nafas, atau demam, atau Satu hal lain yang wajib dilakukan dokter jaga, dokter keluarga, maupun dokter spesialis yang menangani kasus PPOK adalah edukasi adekuat kepada pasien dan keluarga. Kontrol PPOK yang baik menuntut adanya pengetahuan mengenai apa itu PPOK, perbedaannya dengan penyakit paru yang lain, pengobatannya untuk kasus stabil, dan manajemen eksaserbasi. Edukasi stop merokok sangat penting untuk mencegah progresivitas penyakit. Jangan lupakan peran rehabilitasi medik paru dalam tata laksana holistik seorang pasien PPOK. Latihan nafas yang rutin mampu meningkatkan kapasitas paru bagi seorang pasien PPOK. Bagi dokter yang menangani pasien PPOK, kita juga perlu belajar mengenai beberapa hal kunci pada manajemen PPOK: bagaimana kita menangani kedaruratan PPOK dan kontrol PPOK yang optimal. Kita dituntut paham pemeriksaan faal paru dengan spirometri dan tak kalah penting lainnya adalah hafal jenis-jenis obat inhalasi, oral, dan suntik untuk PPOK. Terkadang karena banyaknya merk obat inhalasi atau puff untuk PPOK dan asma, kita bisa tertukar-tukar. Semuanya dapat dibaca lebih jauh dalam GOLD 2011 edisi revisi tahun 2013. F sno

PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai kejadian akut yang memiliki karakteristik perburukan gejala pernafasan di luar dari biasanya sehari-hari sehingga membutuhkan obat-obat lain daripada biasanya. Gejala eksaserbasi adalah sesak bertambah, produksi sputum meningkat, dan perubahan warna sputum (menjadi lebih pu-

peningkatan batuk, mengi, nadi, dan nafas). Prinsip terapi eksaserbasi adalah terapi oksigen, bronkodilator (kerja pendek) dengan atau tanpa antikolinergik kerja pendek, kortikosteroid sistemik, dan antibiotik. Penilaian awal dan evaluasi ekserbasi adalah dengan AGD (analisis gas darah) dan foto toraks. Kebutuhan rawat inap Maret 2013

33 FARMACIA

Anda mungkin juga menyukai