Anda di halaman 1dari 12

Nama : Fitria Afriani NIM : 04101004055

Flare Up Endodontik

Definisi Flare Up Flare up adalah keadaan terjadinya rasa nyeri, pembengkakan, atau kombinasi keduanya selama rangkaian perawatan saluran akar, yang menyebabkan kunjungan tak terjadwal dari pasien yang bersangkutan. Rasa sakit mungkin terjadi segera setelah perawatan endodontik awal pada gigi yang asimtomatik atau tidak berapa lama setelah perawatan kegawatdaruratan endodontik awal atau selama rangkaian perawatan (Shetty, 2005).

Insidensi Flare Up Flare up sendiri memiliki insidensi yang termasuk rendah, yakni sekitar 4,2%. Namun demikian, adanya flare up dapat dirasakan pasien sebagai akibat dari kegagalan perawatan endodontik (Mor dkk., 1992; Milly, 2007). Flare up sendiri dapat disertai dengan pembengkakan serta rasa nyeri yang teramat sangat namun okurensinya sangat kecil (1,4% hingga 1,6%) (Siqueira dkk., 2002).

Etiologi Flare Up Flare up terjadi karena adanya inflamasi periapikal yang akut yang disebabkan oleh karena bahan iritatif (sealer, pengisi saluran akar, dll.) yang tertinggal pada saluran akar. Hal ini biasanya disebabkan oleh karena proses irigasi yang kurang baik atau proses preparasi yang tidak sempurna sehingga bahan-bahan tersebut masuk ke dalam sistem saluran akar dan akhirnya masuk ke dalam jaringan periapikal. Beberapa hal yang menjadi penyebab lainnya adalah: Sindroma perubahan adaptasi lokal Adaptasi lokal yang dimaksud adalah adaptasi jaringan periapikal terhadap iritan yang timbul pada saat atau setelah perawatan endodontik berlangsung. Iritan tersebut membuat suatu jaringan mengalami perubahan yang berlebih pada jaringan periapikal sehingga jaringan meresponnya dengan inflamasi yang berlebihan bahkan hingga kepada nekrosis jaringan hal ini mengakibatkan rasa nyeri. Overinstrumentasi atau Overmedikasi

Keadaan overinstrumentasi ketika perawatan endodontik berlangsung menyebabkan banyak debris terdorong samapai ke jaringan periapikal, sehingga menyebabkan inflamasi. Faktor mikroba Debris yang terdorong tadi seringkali juga ditumpangi oleh mikroba sehingga menyebabkan inflamasi karena endotoksin yang dihasilkan oleh mikroba tersebut.Ketika ada suatu inflamasi maka mediator kimia seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostaglandin dan leukotrien akan teraktifasi. Sebagai akibat dari kejadian ini, maka rasa nyeri akan timbul.

Pencegahan Flare Up Flare up merupakan keadaan yang sama sekali tidak diinginkan, baik oleh pasien maupun dokter gigi. Hal yang paling penting dalam menangani kondisi flare up adalah melakukan pencegahan. Pencegahan yang dapat dilakukan menurut Torabinejad dan Walton (2009) serta Shetty (2005) antara lain: 1) Diagnosis yang tepat Mengenali dengan benar gigi mana yang menyebabkan rasa sakit Memastikan gigi tersebut vital atau non vital Mengetahui adanya keterkaitan gigi dengan lesi periapikal 2) Prosedur perawatan yang baik dan tepat Menentukan panjang kerja dengan tepat: dengan radiograf atau apex locaters Menggunakan larutan anestesi yang bekerja dalam jangka waktu yang cukup lama Ekstirpasi pulpa vital secara sempurna Irigasi lebih baik dilakukan menggunakan kombinasi bahan irigan sodium hipoklorit dengan klorheksidin Memberi medikamen intrakanal 3) Pemberian instruksi verbal Pasien sebaiknya diberitahu bahwa timbulnya rasa tidak nyaman sangat mungkin/wajar terjadi dan ketidaknyamanan tersebut biasanya akan reda dalam satu atau dua hari. Pasien terkadang perlu menghubungi atau melakukan kunjungan ke klinik terkait dengan peningkatan rasa sakit, pembengkakan, atau tanda-tanda yang lain.

4) Pemberian obat-obatan profilaksis Pemberian obat analgesik ringan, NSAID, dan antibiotik dapat mengurangi gejala pasca perawatan endodontik.

Kondisi klinis yang berhubungan dengan Flare Up, diantaranya yaitu: 1) Periodontitis apikal sekunder karena perawatan Periodontitis apikal sekunder karena perawatan ini bisa terjadi pada gigi asimptomatik pada saat fase awal perawatan endodontik tapi gigi tersebut kemudian menjadi sensitif terhadap perkusi selama perawatan dilakukan. Penyebab utama yang paling sering terjadi dari kondisi ini yaitu karena over instrumentation atau over medication, bisa juga dikarenakan ada debris yang tertekan masuk ke dalam jaringan periapikal. 2) Pengambilan jaringan pulpa yang tidak sempurna pada kunjungan awal Pada beberapa perawatan endodontik yang instan ataupun yang terburuburu kemungkinan terjadi pulpektomi yang tidak sempurna sangat besar. Kondisi ini pada umumnya terjadi ketika jaringan pulpa sudah terinflamasi sebelumnya. 3) Timbulnya periodontitis apikal kronis baru (phoenix abscess) Phoenix abscess adalah suatu kondisi yang terjadi pada gigi dengan pulpa yang sudah nekrosis serta terdapat lesi apikal yang asimptomatik. Penyebab dari kejadian ini diperkirakan karena adanya alterasi saluran akar selama intrumentasi dimana banyak bakteri yang aktif. Tanda dan gejala yang sering terjadi dari abses ini yaitu adanya mobilitas, tenderness, dan pembengkakan. 4) Abses periapikal rekuren (kambuhan) Ini merupakan kondisi dimana sebuah gigi kembali mengalami abses periapikal akut setelah dilakukan perawatan gawat darurat. Pada beberapa kasus abses ini dapat kambuh lebih dari 1 kali, tergantung dari tingkat virulensi mikroorganisme dan juga tingkat resistensi tubuh pasien.

Sistem Penegakan Diagnosis Pasien yang dalam keadaan sakit akan memberikan informasi dan respons serba berlebihan dan tidak tepat. Mereka cenderung bingung dan cemas. Oleh karena itu,seorang dokter gigi harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar dan pendekatan yang sistematik agar diagnosis akurat. Agar sampai pada diagnosis yang

tepat dan dapat menentukan sumber nyerinya, maka klinisi harus mendapatkan informasi yang tepat mengenai riwayat medis dan riwayat giginya; mengajukan pertanyaan mengenai riwayat, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimuli yang menyebabkan timbulnya nyeri; melakukan pemeriksaan visual pada wajah, jaringan keras dan lunak rongga mulut; melakukan pemeriksaan intraoral; melakukan pengetesan pulpa; melakukan tes palpasi, tes perkusi dan melakukan pemeriksaan radiograf (Weine, 1996; Walton ang Torabinejad, 2002). 1) Riwayat Medis dan Gigi Sebelum memulai prosedur yang berkaitan dengan masalah yang harus ditanggulangi segera, riwayat medis dan giginya harus ditinjau terlebih dahulu. Jika pasien sudah pernah datang sebelumnya, riwayat medisnya sudah ada dan hanya perlu diperbaharui saja. Jika pasien baru, buatlah riwayat standarnya dengan lengkap. Riwayat gigi dapat dibuat lengkap atau seperlunya dulu yang meliputi pengumpulan data prosedur gigi yang telah dilakukan, kronologis gejala, dan menanyakan kepada pasien bagaimana komentar dokter gigi terakhir yang dikunjunginya (Ingle, 1985; Walton and Torabinejad, 2002). 2) Pemeriksaan Subyektif Pemeriksaan subyektif dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimulus yang menimbulkan nyeri. Nyeri yang timbul karena stimulus suhu dan menyebar, besar kemungkinan berasal dari pulpa. Nyeri yang terjadi pada waktu mastikasi atau ketika gigi berkontak dan jelas batasnya mungkin berasal dari periaspeks. Tiga faktor penting yang membentuk kualitas dan kuantitas nyeri adalah spontanitas, intensitas dan durasinya. Jika pasien mengeluhkan salah satu gejala ini, besar kemungkinan terdapat kelainan yang cukup signifikan. Pertanyaan yang hati-hati dan tajam akan mengorek informasi seputar sumber nyeri yang bisa berasal dari pulpa atau periradikuler. Seorang klinisi yang pandai akan mampu menetapkan diagnosissementara melalui pemeriksaan subyektif yang teliti sedangkan pemeriksaan obyektif dan radiograf digunakan untuk konfirmasi (Cohen and Burn, 1994; Weine, 1996; Walton and Torabinejad, 2002). 3) Pemeriksaan Obyektif

Tes obyektif meliputi pemeriksaan wajah, jaringan keras dan lunak rongga mulut. Pemeriksaan visual meliputi observasi pembengkakan, pemeriksaan dengan kaca mulut dan sonde untuk melihat karies, ada tidaknya kerusakan restorasi, mahkota yang berubah warna, karies sekunder atau adanya fraktur. Tes periradikuler membantu

mengidentifikasi inflamasi periradikuler sebagai asal nyeri, meliputi palpasi diatas apeks; tekanan dengan jari atau menggoyangkan gigi dan perkusi ringan dengan ujung gagang kaca mulut. Tes vitalitas pulpa tidak begitu bermanfaat pada pasien yang sedang menderita sakit akut karena dapat menimbulkan kembali rasa sakit yang dikeluhkan. Tes dingin, panas, elektrik dilakukan untuk memeriksa apakah gigi masih vital atau nekrosis (Cohen ang Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002). 4) Pemeriksaan Periodontium Pemeriksaan jaringan periodontium perlu dilakukan dengan sonde periodontium (periodontal probe) untuk membedakan kasus endodontik atau periodontik. Abses periodontium dapat menstimuli gejala suatu abses apikalis akut. Pada abses periodontium lokal, pulpa biasanya masih vital dan terdapat poket yang terdeteksi. Sebaliknya, abses apikalis akut disebabkan oleh pulpa nekrosis. Abses-abses ini kadang-kadang

berhubungan dengan sulkus sehingga sulkus menjadi dalam. Jika diagnosis bandingnya sukar ditentukan, tes kavitas mungkin dapat membantu mengidentifikasi status pulpa (Cohen and Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002). 5) Pemeriksaan Radiograf Pemeriksaan radiograf berguna dalam menentukan perawatan darurat yang tepat, memberikan banyak informasi mengenai ukuran, bentuk dan konfigurasi sistem saluran akar. Pemeriksaan radiograf mempunyai keterbatasan, penting diperhatikan bahwa lesi periradikuler mungkin ada, tetapi tidak terlihat pada gambar radiograf karena kepadatan tulang kortikal, struktur jaringan sekitarnya atau angulasi film. Demikian pula lesi yang terlihat pada film, ukuran radiolusensinya hanya sebagian dari ukuran kerusakan tulang sebenarnya (Bence, 1990, Cohen and Burn, 1994).

Perawatan Flare up Ketika terjadi flare up, cara mengatasinya adalah ,melalui 3 fase, yaitu: 1) secara psikologis, 2) perawatan terlokalisir, dan 3) farmakoterapi. 1) Manajemen secara psikologis Pasien sangat dimungkinkan dan dapat dimengerti akan kecewa dan terkejut dengan serangan nyeri atau pembengkakan yang dating tibatiba. Reassurance adalah sebuah aspek yang sangat kritis bahkan mungkin yang terpenting dari perawatan ini. Pasien akan khawatir dan bahkan berasumsi bahwa perawatan telah gagal dan diperlukan ekstraksi. Dokter gigi harus menjelaskan bahwa flare up memang dapat terjadi dan dapat dirawat dengan baik. Kemudian, pasien harus dibuat nyaman dengan memutus rantai nyeri. Anestesi lokal yang baik juga merupakan salah satu hal yang penting dalam manajemen psikologis pasien. 2) Perawatan terlokalisir Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Vital dan Debridemen Sempurna Kasus ini biasanya disebabkan oleh instrumentasi melebihi apeks akar (overinstrumentasi) yang mengakibatkan adanya trauma pada jaringan periapikal atau adanya debris yang terdorong ke dalam jaringan periapikal dan iritasi kimiawi dari larutan irigasi atau medikamen intrakanal. Pada kasus ini biasanya pasien merasa peka waktu mengunyah (Grossman; 1988; Walton and Torabinejad, 2002). Kasus ini mungkin bukan suatu flare up murni, yang dibutuhkan biasanya hanyalah menenangkan pasien dan memberikan resep analgetik ringan sampai sedang. Selain itu, saluran akar harus dibersihkan kembali secara hati-hati dengan irigasi berulang kali. Sebuah cotton pellet kering diletakkan yang kemudian diikuti dengan restorasi sementara. Rasa nyeri biasanya akan segera berkurang dengan cepat. Pada umumnya pembukaan gigi tidak akan menghasilkan apa-apa, nyeri akan menurun secara spontan. Flare up tidak akan tercegah dengan kortikosteroid, baik diberikan secara intrakanal atau secara sistemis (Walton and Torabinejad, 2002).

Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Vital dan Debridemen Tidak Sempurna Debridemen yang tidak sempurna akan meninggalkan jaringan yang kemudian terinflamasi dan menjadi iritan utama. Panjang kerja harus diperiksa ulang dan ditentukan kembali, kemudian saluran akar dibersihkan hati-hati dan lakukan irigasi dengan larutan natrium hipokhlorit yang banyak. Keringkan saluran akar dengan paper point kemudian diisi pasta kalsium hidroksida lalu tambal sementara. Bila perlu boleh diberi resep analgetik ringan atau sedang (Ingle, 1985; Walton and Torabinejad, 2002). Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Nekrosis tanpa Pembengkakan Gigi-geligi ini dapat mengalami abses apikal akut (flare up) setelah kunjungan. Abses terbatas pada tulang dan biasanya sangat nyeri. Pasien dapat asimptomatik (jarang) atau simptomatik (sering) pada kunjungan sekarang. Pada kunjugan kegawatdaruratan flare up, prosedur perawatan yang sama dilakukan. Gigi dibuka dan saluran akar dibersihkan kembali dan diirigasi dengan larutan natrium hipokhlorit. Saluran akar dikeringkan dengan paper point, kemudian diisi bahan medikasi dengan pasta kalsium hidroksida dan ditutup tambalan sementara. Setelah kunjungan yang banyak, cenderung menjadi abses apikalis akut, pada kasus ini harus dilakukan

drainase melalui gigi. Drainase tersebut harus terus dilakukan sampai selesai. Kemudian saluran akar diirigasi dengan larutan natrium hipokhlorit. Biarkan rubber dam di tempatnya dan gigi tetap dalam keadaan terbuka, pasien dibiarkan istirahat tanpa nyeri selama 30 menit atau sampai drainasenya berhenti. Setelah itu keringkan saluran akar, letakkan pasta kalsium hidroksida dan tutup dengan tambalan sementara (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002). Jika tidak dilakukan drainase, saluran akar harus dibersihkan kembali, diirigasi, dimedikasi, dan ditutup. Penatalaksanaan Pembengkakan Gigi harus dibuka dan saluran akar harus dibersihkan kembali dan kemudian ditutup. Pada kasus dengan pembengkakan, paling baik ditangani

Kasus-kasus

yang

Awalnya

Nekrosis

dengan

dengan drainase, saluran akar harus dibersihkan dengan baik. Jika drainase melalui saluran akar tidak mencukupi, maka dilakukan insisi pada jaringan yang lunak dan berfluktuasi. Saluran akar harus dibiarkan terbuka dan lakukan debridemen, kemudian beri pasta kalsium hidroksida dan tutup tambalan sementara. Sebaiknya diberi resep antibiotik dan analgetik (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002). Pembengkakan yang tidak terlokalisir yang cepat menyebar ke dalam ruangan-ruangan dan pasien dengan infeksi sistemik memerlukan parameter tambahan. Perawatan mereka mungkin paling baik dilakukan oleh dokter gigi bedah mulut dan maksilofasial yang akan melakukan drainase ekstraoral dan bahkan mungkin menetapkan pasien untuk mondok.

3) Farmakoterapi Medikamen intrakanal Tidak ada keuntungan yang diketahui dari meletakkan medikamen atau substansi lain dalam saluran akar untuk membantu menyembuhkan flare up.Obatobatan yang biasa digunakan umumnya berupa obat sistemik atau lokal. Medikasi intrakanal golongan fenol yang biasa digunakan adalah formokresol, CMCP, kresatin dan eugenol. Obat yang lain adalah kombinasi steroid dan kalsium hidroksida, tetapi tidak satupun obat-obat diatas dapat mencegah terjadinya flare up atau meredakan gejala flare up (Armilia, 2007). Anestesi lokal Memblok saraf sensoris untuk menghentikan rantai nyeri sangatlah penting. Anestesi lokal yang biasa digunakan adalah anestesi lokal yang kerjanya lama seperti etidokain atau bupivakain yang merupakan agen yang menghasilkan efek analgesik yang lebih lama. Pengobatan sistemik Obat-obatan sistemik yang digunakan adalah analgesik, steroid, dan antibiotik. Golongan nonsteroid diindikasikan jika diinginkan adanya efek anti inflamasi atau analgetik. Golongan narkotik bermafaat dalam menimbulkan analgesia dan sedasi. Kombinasi suatu opioid dan bahan non steroid paling efektif bagi nyeri yang parah. Pembengkakan yang terlokalisasi tidak mengindikasikan kebutuhan antibiotik, yang diperlukan adalah drainase dengan insisi atau melalui

saluran akar dan debridement yang sempurna dari saluran akar (Torabinejad dan Walton, 2002). NSAID menyediakan analgesik tapi mungkin lebih sedikit daripada efek antiinflamasinya pada kondisi akut ini. Untuk nyeri yang berat, pendekatan kombinasi adalah yang paling efektif. Sebuah opioid seperti tramadol, codeine atau oxycodone, dan sebuah agen non-steroidal bekerja beriringan. Sebuah kombinasi, flurbiprofen (100 mg mengandung 50 mg tiap 6 jam) dan tramadol (100mg tiap 6jam) terbukti efektif dalam mengatasi nyeri pada pasien kegawatdaruratan. Steroid, yang diminum dengan dosis tunggal (46 mg dexamethasone) juga dapat berguna. Obat ini dapat mengontrol reaksi hipersensitivitas terkait imun. Pemberian antibiotik dapat membantu jika terdapat selulitis yang difus dan cepat menyebar ke dalam ruangan-ruangan wajah.

Tindak Lanjut Perawatan Pasien Flare Up Pasien flare up harus dikontak setiap hari sampai gejalanya hilang. Kontak dapat dilakukan melalui telepon. Pada pasien dengan masalah yang lebih serius atau pasien yang tidak sembuh, harus kembali ke dokter gigi lagi. Jika gejala timbul kembali dan tidak dapat dikendalikan, maka perlu dipertimbangan untuk merujuknya. Perawatan akhir dilakukan oleh spesialis mungkin meliputi obturasi yang diikuti dengan bedah apikal (Torabinejad dan Walton, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Tarigan R.. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (endodoti), Cetakan I, Jakarta : Widya Medika. Siqueira, J.F., Isabela N.R., Amauri F.,Andreia G. M., Sergio M. G., Julio C.M.O., 2002, Incidence of post operative pain after intracanal procedures based on an antimicrobial strategy, J Endod, 28, 457-460. Walton, R. and Torabinejad, M., 2002, Principle and Practice of Endodontics, 2nd ed., Philadelphia : W.B. Saunders Carrotte P. 2004. Endodontic Part 3. Treatment of Endodontic Emergenies. BDJ 197:299305. Milly A. 2007. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Endodontik, Makalah, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung.

FLARE UP ENDODONTIK

Disusun oleh: Nama : Fitria Afriani NIM : 04101004055

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014

Anda mungkin juga menyukai