Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

berkat dan rahmat Nya, sehingga penulis dapat menyeleaikan makalah yang berjudul Gangguan Siklotimik. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi persyaratan kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Selama penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan arahan dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Vita Camelia, M.Ked (KJ), Sp.KJ atas bimbingan dan ilmu yang sangat berguna bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut membantu dengan memberikan dukungan ide. Biarlah Tuhan Yang Maha Esa yang membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari makalah ini sangat jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mohon maaf dan juga mengharapkan masukan berupa kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, 25 Maret 2013

Penulis

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Dewasa ini, seiring dengan perkembangan suatu negara menjadi negara yang maju, tingkat stress pada masyarakatnya pun meningkat. Berbagai gangguan kejiwaan dapat muncul mulai dari gejala yang ringan hingga berujung pada gangguan kejiwaan yang berat, dimana dapat berdampak pada masalah sosial dan ekonomi. Gangguan yang ringan hendaknya dapat dikenali secara dini, baik bagi para praktisi kesehatan maupun masyarakat awam tentang masalah kejiwaan yang timbul. Dengan mengetahui gangguan yang timbul sedini mungkin, kita dapat lebih mudah memberikan penatalaksanaan yang tentunya memberikan prognosis dan hasil yang lebih baik. Gangguan siklotimik merupakan salah satu gangguan perilaku/afektif yang merupakan gejala ringan dari gangguan bipolar, bersifat kronis dan berfluktuasi. Berbagai faktor turut berperan dalam proses terjadinya gangguan ini, misalnya faktor biologis maupun faktor psikososial.1 1.2. Tujuan Penulisan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara . 2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta pembaca, terutama mengenai Gangguan Siklotimik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Gangguan siklotimik adalah bentuk gejala ringan gangguan bipolar II, ditandai dengan episode hipomania dan depresi ringan. Di dalam DSM-IV-TR, gangguan distimik didefinisikan sebagai gangguan yang kronis dan berfluktuasi dengan banyak periode hipomania dan depresi. Gangguan ini dibedakan dengan gangguan bipolar II, yaitu ditandai dengan adanya episode depresif berat, bukan ringan, serta hipomanik. Seperti gangguan distimik, dimasukkannya gangguan siklotimik dalam gangguan mood menunjukkan suatu hubungan, mungkin biologis, terhadap gangguan bipolar I. Meskipun demikian, sejumlah psikiater, mempertimbangkan gangguan siklotimik tidak memiliki komponen biologis, berbeda dengan gangguan bipolar I, dan merupakan akibat kekacauan hubungan objek di awal masa kehidupan1. Pemahaman saat ini mengenai gangguan siklotimik didasarkan pada pengamatan Emil Krapelin dan Kurt Schneider bahwa sepertiga sampai dua pertiga pasien dengan gangguan mood menunjukkan gangguan kepribadian. Kraepelin menjelaskan empat jenis gangguan kepribadian: depresif (muram), manik (ceria dan tidak terinhibisi), iritabel (labil dan eksplosif), serta siklotimik. Ia menjelaskan kepribadian iritabel sebagai depresif dan manik serta kepribadian siklotimik sebagai pergantian kepribadian depresif dan manik1.

2.2. Epidemiologi Pasien dengan gangguan siklotimik dapat mencapai 3 sampai 5 persen pasien psiiatri rawat jalan, terutama mungkin mereka yang memiliki keluhan bermakna mengenai kesulitan perkawinan dan interpersonal. Di dalam populasi umum, prevalensi seumur hidup gangguan distimik diperkirakan sekitar 1 persen. Gambaran ini mungkin lebih rendah daripada prevalensi yang sebenarnya karena seperti pada pasien gangguan bipolar I, pasien ini mungkin tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah psikiatri. Gangguan siklotimik, seperti juga

gangguan distimik, sering timbul bersamaan dengan gangguan kepribadian ambang. Sekitar 10 persen pasien rawat jalan dan 20 persen pasien rawat inap dengan gangguan kepribadian ambang juga memiliki diagnosis gangguan siklotimik. Rasio perempuan-laki laki pada gangguan distimik sekitar 3:2, dan 50 sampai 75 persen pasien memiliki awitan antara usia 15 dan 25 tahun. Keluarga orang-orang dengan gangguan siklotimik sering memiliki anggota keluarga dengan gangguan terkait zat1.

2.3. Etiologi Seperti gangguan distimik, terdapat kontroversi apakah gangguan siklotimik terkait dengan gangguan mood, baik secara biologis atau psikologis. Sejumlah peneliti telah menghipotesiskan bahwa gangguan siklotimik memiliki hubungan yang lebih dekat dengan gangguan kepribadian ambang daripada gangguan mood. Walaupun terdapat kontroversi ini, data biologis dan genetik menyokong gagasan gangguan siklotimik sebagai benar-benar gangguan mood. Dua faktor yang berperan penting dalam proses terjadinya gangguan siklotimik, antara lain faktor biologis dan faktor psikososial1. Faktor biologis, bukti terkuat untuk hipotesis bahwa gangguan siklotimik merupakan gangguan mood adalah data genetik. Sekitar 30 persen pasien dengan gangguan siklotimik memiliki riwayat keluarga positif untuk gangguan bipolar I; angka ini serupa dengan angka pasien dengan gangguan bipolar I. Lebih jauh lagi, silsilah keluarga dengan gangguan bipolar I sering berisi generasi pasien gangguan bipolar I yang dihubungkan dengan generasi yang memiliki gangguan siklotimik. Sebaliknya, prevalensi gangguan siklotimik pada kerabat pasien dengan gangguan bipolar I jauh lebih besar daripada prevalensi gangguan siklotimik, baik pada kerabat pasien dengan gangguan jiwa lain atau pada orang yang jiwanya sehat. Pengamatan bahwa sekitar sepertiga pasien dengan gangguan siklotimik kemudian memiliki gangguan mood berat, bahwa mereka terutama sensitif terhadap hipomania yang diinduksi antidepresan, dan bahwa sekitar 60 persen berespons terhadap litium, menambahkan dukungan lebih lanjut terhadap

gagasan bahwa gangguan siklotimik sama ringan atau merupakan bentuk gangguan bipolar II yang lebih ringan1. Faktor psikososial, sebagian besar teori psikodinamik menghipotesiskan bahwa timbulnya gangguan siklotimik terletak pada trauma dan fiksasi selama fase oral perkembangan bayi. Freud menghipotesiskan bahwa keadaan siklotimik adalah upaya ego menghadapi superego yang kasar dan bersifat menghukum. Hipomania dijelaskan secara psikodinamik sebagai kurangnya kritisisme diri dan tidak adanya inhibisi yang terjadi ketika seseorang dengan depresi membuang beban dari superego yang terlalu kasar. Mekanisme pertahanan utama pada hipomania adalah penyangkalan (denial), di sini pasien menghindari masalah eksternal dan perasaan depresi internal. Pasien dengan gangguan siklotimik ditandai dengan periode depresi yang bergantian dengan periode hipomania. Eksplorasi psikoanalitik mengungkap bahwa pasien tersebut mempertahankan diri mereka melawan tema depresif yang mendasari dengan periode euforik atau hipomanik. Hipomania sering dicetuskan oleh kehilangan interpersonal yang mendalam. Euphoria palsu yang ditimbulkan pada keadaan tersebut adalah cara pasien untuk menyangkal ketergantungan pada objek cinta dan secara bersamaan memungkiri setiap agresi atau kerusakan yang mungkin menyebabkan hilangnya orang yang dicintai. Hipomania juga dapat disertai dengan khayalan dialam bawah sadar bahwa objek yang hilang telah dikembalikan. Penyangkalan ini umumnya hanya bertahan sebentar dan pasien segera melanjutkan preokupasi dengan cirri penderitaan dan kesengsaraan gangguan distimik1.

2.4. Diagnosis dan Gambaran Klinis Walaupun banyak pasien mencari pertolongan psikiatri untuk depresi, masalah mereka sering berkaitan dengan kekacauan yang ditimbulkan oleh

episode maniknya. Klinisi harus mempertimbangkan diagnosis gangguan siklotimik ketika pasien datang dengan masalah perilaku yang tampaknya sosiopatik. Kesulitan perkawinan dan ketidakstabilan dalam hubungan adalah keluhan yang lazim timbul karena pasien dengan gangguan siklotimik sering berganti pasangan dan iritabel saat berada dalam keadaan manik dan campuran.

Walaupun terdapat laporan yang kurang dapat diyakini akan adanya peningkatan produktivitas dan kreativitas ketika pasien dalam keaddan hipomanik, sebagian besar klinisi melaporkan bahwa pasien mereka menjadi kacau dan tidak efektif di dalam pekerjaan dan sekolah selama periode ini1. Kritreria diagnosis DSM-IV-TR gangguan siklotimik mensyaratkan bahwa seseorang pasien tidak pernah memenuhi kriteria episode depresif berat dan tidak memenuhi kriteria episode manik selama 2 tahun pertama gangguan. Kriteria ini juga mengharuskan adanya gejala yang kurang lebih konstan selama 2 tahun (atau 1 tahun untuk anak dan remaja). Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Siklotimik2
A. Adanya sejumlah periode dengan gejala hipomanik dan sejumlah periode dengan gejala depresif sedikitnya 2 tahun yang tidak memenuhi kriteria gejala episode depresif berat. Catatan: pada anak dan remaja, lamanya harus paling sedikit 1 tahun. B. Selama periode 2 tahun tersebut (1 tahun pada anak dan dewasa), pasien tidak pernah tanpa gejala di dalam kriteria A selama 2 bulan. C. Tidak ada episode depresif, episode manik, atau episode campuran selama 2 tahun gangguan. Catatan: setelah 2 tahun pertama (1 tahun pada anak dan remaja) gangguan siklotimik, mungkin terdapat episode manik atau campuran yang juga tumpang tindih (pada kasus tersebut, gangguan bipolar I dan gangguan siklotimik dapat didiagnosis) atau episode depresif berat (pada kasus tersebut, gangguan bipolar II dan gangguan siklotimik dapat didiagnosis). D. Gejala kriteria A sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan skizoafektif dan tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak tergolongkan. E. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung zat (contoh:

penyalahgunaan obat, pengobatan), atau keadaan medis umum (contoh: hipertiroidisme).

F. Gejala menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya


fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi lain.

Berdasarkan hasil penelitian prospective follow-up, secara umum gambaran klinis pada gangguan siklotimik yang sering muncul adalah sebagai berikut:3,4 Onset sebelum usia 25 tahun Onset dan offset yang tiba-tiba Depresi psikotik pada remaja, onset tiba-tiba Onset postpartum Hipersomnia retardasi mental Mobilisasi secara farmakologi pada hipomanik Riwayat keluarga bipolar Riwayat keluarga gangguan mood (terutama tiga generasi berturut-turut).

2.5. Tanda dan Gejala Gejala gangguan siklotimik identik dengan gejala gangguan bipolar II, kecuali bahwa gejala gangguan siklotimik umumnya lebih ringan. Meskipun demikian, kadang-kadang keparahan gejala dapat setara tetapi dengan durasi yang lebih singkat daripada yang ditemukan pada gangguan bipolar II. Sekitar setengah dari semua pasien dengan gangguan siklotimik memiliki gejala depresi sebagai gejala utama, dan pasien seperti ini paling cenderung mencari bantuan psikiatri ketika sedang depresi. Beberapa pasien dengan gangguan siklotimik terutama memiliki gejala hipomanik dan cenderung lebih jarang berkonsultasi dengan psikiater daripada pasien depresi. Hampir semua pasien dengan gejala gangguan siklotimik memiliki periode gejala campuran dengan irritabilitas yang nyata1. Sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik yang ditemui oleh psikiater tidak berhasil di dalam kehidupan professional maupun sosial karena gangguan mereka tetapi sejumlah kecil pasien berhasil, terutama mereka yang bekerja untuk waktu yang lama dan tidur hanya sedikit. Kemampuan sejumlah orang mengendalikan gejala gangguan bergantung pada berbagai atribut individual, sosial, dan budaya1.

Kehidupan sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik sulit. Siklus gangguan cenderung jauh lebih singkat daripada siklus di dalam gangguan bipolar I. Di dalam gangguan siklotimik, perubahan mood terjadi tidak tentu dan mendadak serta kadang-kadang terjadi dalam beberapa jam. Periode mood normal dan sifat perubahan mood yang tidak dapat diduga menimbulkan stress yang hebat. Pasien sering merasa mood mereka tidak dapat dikendalikan. Pada periode iritabel dan campuran, mereka dapat terjadi di dalam perseteruan tanpa pencetus dengan teman, keluarga, atau pekerja1.

2.6. Penyalahgunaan Zat Penyalahgunaan alkohol dan zat lain lazim ditemukan pada pasien gangguan siklotimikm yang menggunakan zat baik untuk mengobati diri sendiri (dengan alkohol, benzodiazepin, dan marijuana). Atau bahkan untuk memperoleh rangsangan lebih lanjut (dengan kokain, amfetamin, dan halusinogen) ketika mereka dalam keadaan manik. Sekitar 5 sampai 10 persen pasien dengan gangguan siklotimik mengalami ketergantungan zat. Orang-orang dengan gangguan ini sering memiliki riwayat perpindahan geografis, keterlibatan dalam pemujaan religus, dan pecinta seni1.

2.7. Diagnosis Banding Ketika diagnosis gangguan siklotimik sedang dipikirkan, semua penyebab medis dan penyebab terkait zat yang memungkinkan pada depresi dan mania seperti kejang dan zat tertentu (kokain, amfetamin, dan steroid) harus dipertimbangkan. Gangguan kepribadian ambang, antisocial, histrionik, dan narsisistik juga harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding. Gangguan deficit perhatian/hiperaktifitas (ADHD) dapat sulit dibedakan dengan gangguan siklotimik pada anak dan remaja. Percobaan dengan stimulant membantu sebagian besar pasien dengan gangguan deficit perhatian/gangguan hiperaktifitas dan memperburuk gejala pada sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik. Kategori diagnostik gangguan bipolar II ditandai dengan kombinasi episode depresif berat dan episode hipomanik1.

2.8. Perjalanan Gangguan dan Prognosis Beberapa pasien dengan gangguan siklotimik ditandai sebagai orang yang sensitive, hiperaktif, atau tergantung mood seperti anak-anak. Awitan gejala nyata gangguan siklotimik muncul perlahan pada usia belasan atau 20 awal. Munculnya gejala saat itu menghambat kinerja seseorang di sekolah serta kemampuan menjalin pertemanan dengan kawan sebaya. Reaksi pasien terhadap gangguan tersebut bervariasi; pasien dengan pertahanan ego atau strategi koping yang adaptif memiliki hasil yang lebih baik daripada pasien dengan strategi koping yang buruk. Sekitar sepertiga dari semua pasien dengan gangguan siklotimik mengalami gangguan mood berat, paling sering gangguan bipolar II1.

2.9. Terapi Secara umum, terdapat 2 jenis terapi yang dapat diberikan pada penderita gangguan siklotimik, yaitu terapi biologis dan terapi psikososial. Terapi biologis, obat penstabil mood dan antimanik adalah terapi lini pertama bagi pasien dengan gangguan siklotimik. Walaupun data percobaan terbatas pada studi dengan litium, agen antimanik lain contohnya, karbamazepin dan valproat (Depakene) dilaporkan efektif. Dosis dan konsentrasi plasma agen ini harus sama dengan dosis dan konsentrasi plasma pada gangguan bipolar I. Terapi antidepresan pada pasien depresi dengan gangguan siklotimik harus diberikan secara hati-hati karena pasien ini memiliki peningkatan kerentanan terhadap episode manik atau hipomanik yang diinduksi antidepresan. Sekitar 40 sampai 50 persen pasien dengan gangguan siklotimik yang diterapi dengan antidepresan mengalami episode tersebut. Antikonvulsan seperti gabapentin berguna bagi beberapa pasien. Klonazepam berguna untuk mengendalikan pasien siklotimik yang mengalami agitasi secara periodik1. Terapi psikososial, psikoterapi untuk pasien dengan gangguan siklotimik paling baik ditujukan untuk meningkatkan kesadaran pasien akan kondisi mereka dan membantunya membentuk mekanisme koping untuk mood swing mereka. Terapis biasanya perlu membantu pasien memperbaiki kerusakan, baik yang terkait dengan pekerjaan maupun keluarga, yang dilakukan selama episode

hipomania. Karena sifat jangka panjang gangguan siklotimik, pasien sering membutuhkan terapi seumur hidup. Terapi keluarga dan kelompok dapat bersifat mendukung, mendidik, dan terapeutik bagi pasien dan mereka yang terlibat di dalam kehidupan pasien. Psikiater yang melakukan psikoterapi mampu mengevaluasi derajat siklotimia dan juga menyediakan sistem peringatan dini untuk mencegah serangan manik full-blown1. Empat hal yang perlu diperhatikan dalam menilai efikasi gangguan manikdepresi, yaitu: 1. Pengobatan pada gejala manik akut; 2. Pengobatan pada gejala depresif akut; 3. Profilaksis gejala manik; dan 4. Profilaksis gejala depresi. Tabel 2.2. Ringkasan Data Efikasi (Randomized Control Trial)5

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan Gangguan siklotimik yang merupakan bentuk gejala ringan dari gangguan bipolar II perlu dikenali dan dibedakan dengan gangguan lainnya. Faktor biologis dan faktor psikososial memegang peranan penting sebagai penyebab terjadinya gangguan siklotimik. Kriteria diagnosis menurut DSM-IV-TR dapat membantu menegakkan diagnosis siklotimik. Secara umum, gangguan siklotimik dapat ditatalaksana dengan cara biologis, yaitu farmakologi dan secara psikososial, berupa psikoterapi. Tanpa mengenali gambaran klinis, diagnosis dan penanganan yang tepat, gangguan siklotimik dapat berakhir pada prognosis yang buruk berupa gangguan mood berat, gangguan bipolar II.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock B.J., Sadock V.A. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2. American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association. 3. Akiskal H.S., Walker P.W., Puzantian V.R., King D., Rosenthal T.L., Dranon M. Bipolar outcome in the course of depressive illness: Phenomenologic, familial and pharmacologic predictors. J Affect Disord 1983;5:115-128. 4. Strober M., Carlson G. Clinical, genetic and psychopharmacologic predictors of bipolar illness in adolescents with major depression. Arch Gen Psychiatry 1982;39:549555. 5. Bauer MS and McBride L (2002) Structured Group Psychotherapy for Manicdepressive Disorder: The Life Goals Program, 2nd edn. SpringerVerlag, New York.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................... Daftar Isi.................................................................................................. Daftar Tabel............................................................................................. Bab I Pendahuluan................................................................................... 1.1. Latar Belakang...................................................................... 1.2. Tujuan Penulisan................................................................. Bab II Tinjauan Pustaka.......................................................................... 2.1. Definisi................................................................................. 2.2. Epidemiologi........................................................................ 2.3. Etiologi................................................................................. 2.4. Diagnosis dan Gambaran Klinis........................................... 2.5. Tanda dan Gejala.................................................................. 2.6. Penyalahgunaan Zat............................................................. 2.7. Diagnosis Banding............................................................... 2.8. Perjalanan Gangguan dan Prognosis.................................... 2.9. Terapi.................................................................................... Bab III Penutup........................................................................................ 3.1. Kesimpulan........................................................................... Daftar Pustaka.........................................................................................

i ii iii 1 1 1 2 2 2 3 4 6 7 7 8 8 10 11 12

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Siklotimik........ Tabel 2.2. Ringkasan Data Efikasi (Randomized Control Trial).............

5 9

Anda mungkin juga menyukai