Anda di halaman 1dari 12

Gangguan Jiwa Pada Anak dan Faktor yang Mempengaruhi

Tesa Iswa Rahman 102012179 A3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Koresponden: tesarahman@gmail.com

Pendahuluan Masalah kesehatan jiwa perlu menjadi fokus utama dalam upaya peningkatan sumber daya manusia, khususnya pada anak dan remaja yang merupakan generasi yang harus dipersiapkan sebagai sumber kekuatan bangsa, 7-14% dari populasi anak dan remaja mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pravelensi gangguan kesehatan jiwa pada anak dan remaja akan cenderung meningkat seiring dengan permasalahan hidup di masyarakat yang semakin kompleks.1 Salah satu masalah gangguan kesehatan jiwa yang akan dibahas pada artikel ini adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan aktivitas dan perhatian adalah suatu gangguan psikiatrik yang cukup banyak ditemukan dengan gejala utama inatensi, hiperaktivitas, dan impulsivitas yang tidak konsisten dengan tingkat perkembangan anak, remaja, atau orang dewasa. Biasanya pada waktu anak ADHD mencapai remaja atau dewasa, gejala hiperaktivitas dan impulsivitas cenderung menurun meskipun gejala inatensinya kadang masih tetap ada. Pada usia selanjutnya apabila tidak ditangani dengan baik maka ketiga gejala tersebut dapat menyebabkan menurunnya harga diri, menurunnya prestasi akademik, dan timbulnya gangguan dalam hubungan interpersonal pada saat remaja maupun dewasa. Sedangkan dampak anak ADHD pada keluarga dapat menyebabkan keluarga merasa bersalah, depresi, mengalami stres yang berat, isolasi sosial, dan bahkan bisa mengalami masalah perkawinan maupun pekerjaan.2 Dalam Pembahasan juga nanti akan dibahas sedikit mengnai retardasi mental dan depresi yang juga biasa terjadi pada anak.

Pembahasan Faktor Lingkungan Terhadap Perkembangan Jiwa Anak3 Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Umur 4 6 tahun dianggap sebagai titik awal proses identifikasi diri menurut jenis kelamin, peranan ibu dan ayah sangat besar. Peran sebagai wanita dan Pria harus jelas. Dalam mendidik,ibu dan ayah harus bersikap konsisten, terbuka, bijaksana, bersahabat, ramah, tegas, dan dapat lancar, maka dapat timbul proses identifikasi yang salah. Masa remaja merupakan pengembangan identitas diri, dimana remaja berusaha mengenal diri sendiri, ingin mengetahui bagaimana orang lain menilainya, dan mencoba menyesuaikan diri dengan harapan orang lain. Pola asuh keluarga Proses sosialisasi sangat dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga. Sikap orang-tua yang otoriter, mau menang sendiri, selalu mengatur, semua perintah harus diikuti tanpa memperhatikan pendapat dan kemauan anak akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian remaja. Ia akan berkembang menjadi penakut, tidak memiliki rasa percaya diri, merasa tidak berharga, sehingga proses sosialisasi menjadi terganggu. Sikap orang-tua yang permisif (serba boleh, tidak pernah melarang, selalu menuruti kehendak anak, selalu memanjakan) akan menumbuhkan sikap ketergantungan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial diluar keluarga. Sikap orang-tua yang selalu membandingkan anak-anaknya, akan menumbuhkan persaingan tidak sehat dan saling curiga antar saudara. Sikap orang-tua yang berambisi dan selalu menuntut anaknya, akan berakibat anak cenderung mengalami frustrasi, takut gagal, dan merasa tidak berharga. Orang-tua yang demokratis , akan mengakui keberadaan anak sebagai individu dan makluk sosial serta mau mendengarkan dan menghargai pendapat anak. Kondisi ini akan menimbulkan keseimbangan antara perkembangan individu dan sosial, sehingga anak akan memperoleh suatu kondisi mental yang sehat. Kondisi keluarga Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya, Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan

keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Pendidikan moral dalam keluarga Pendidikan moral dalam keluarga adalah upaya menanamkan nilainilai akhlak atau budi pekerti kepada anak di rumah . Pengertian budi pekerti mengandung nilai-nilai : Keagamaan, Pendidikan agama diharapkan dapat menumbuhkan sikap anak yang mampu menjauhi hal-hal yang dilarang dan melaksanakan perintah agama. Menaamkan norma agama dianggap sangat besar peranannya terutama dalam menghadapi situasi globalisasi yang berakibat bergesernya nilai kehidupan. Remaja yang taat norma agama akan terhindar atau mampu bertahan terhadap pengaruh buruk di lingkungannya. Kesusilaan, meliputi nilai-nilai yang berkaitan dengan orang lain, misalnya sopan santun, kerjasama, tenggang rasa, saling menghayati, saling menghormati , menghargai orang lain dan sebagainya. Kepribadian, memiliki nilai dalam kaitan pengembangan diri, misalnya keberanian, rasa malu, kejujuran, kemandirian dan sebagainya. Penanaman nilai-nilai budi pekerti dalam keluarga dapat dilakukan melalui keteladanan orang-tua atau orang dewasa. Bacaan yang sehat , pemberian tugas, dan komunikasi efektif antar anggota keluarga. sebaliknya, apabila keluarga tidak peduli terhadap hal ini, misalnya membiarkan anak tanpa komunikasi dan memperoleh nilai diluar. Lingkungan Sekolah Pengaruh yang juga cukup kuat dalam perkembangan anak adalah lingkungan sekolah. Suasana sekolah sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja yaitu dalam hal : Kedisiplinan, Sekolah yang tertib dan teratur akan membangkitkan sikap dan perilaku disiplin pada siswa. Sebaliknya suasana sekolah yang kacau dan disiplin longgar akan berisiko, bahwa siswa dapat berbuat semaunya dan terbiasa dengan hidup tidak tertib, tidak memiliki sikap saling menghormati, cenderung brutal dan agresif. Kebiasaan belajar, Suasana sekolah yang tidak mendukung kegiatan belajar mengajar akan berpengaruh terhadap menurunnya minat dan kebiasaan belajar. Akibatnya, prestasi belajar menurun dan selanjutnya diikuti dengan perilaku yang sesuai dengan norma masyarakat, misalnya sebagai kompensasi kekurangannya di bidang akademik, siswa menjadi nakal dan brutal.

Pengendalian diri, Suasana bebas di sekolah dapat mendorong siswa berbuat sesukanya tanpa rasa segan terhadap guru. Hal ini akan berakibat siswa sulit untuk dikendalikan , baik selama berada di sekolah maupun di rumah. Suasana sekolah yang kacau akan menimbulkan hal-hal yang kurang sehat bagi remaja, mosalnya penyalahgunaan Napza,perkelahian, kebebasan seksual, dan tindak kriminal lainnya. Bimbingan Guru Di sekolah remaja menghadapi beratnya tuntutan guru, Orang tua dan saratmya kurikulum sehingga dapat menimbulkan beban mental. Dalam hal ini peran wali kelas dan guru pembimbing sangat berarti Apabila guru pembimbing sebagai konselor sekolah tidak berperan, maka siswa tidak memperoleh bimbingan yang sewajarnya. Untuk menyalurkan minat, bakat dan hobi siswa, perlu dikembangkan kegiatan ekstrakurikuler dengan bimbingan guru. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak sekedar mengalihkan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam kurilukum tertulis melainkan juga memberikan nilai yang

terkandung didalamnya, misalnya kerjasama, sikap empati, mau mendengarkan orang lain, menghargai dan sikap lain yang dapat membuahkan kecerdasan emosional. Apabila guru tidak peduli terhadap hal tersebut, sulit diharapkan perkembangan jiwa siswa secara optimal.

Berbagai Gangguan Jiwa pada Anak ADHD( Attention Defisit Hiperactivity Disorder) Epidemologi Anak-anak ADHD didapatkan pada semua golongan sosio ekonomi dan lebih sering didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan (dengan perbandingan 3-6 kali lebih banyak). Onset timbulnya gejala ADHD sebelum usia 7 tahun.2,4 Prevalensi anak ADHD berkisar antara 3-10% pada anak-anak usia sekolah, dan 3550% kasus ADHD dapat berlanjut ke masa remaja atau dewasa. Dari 34 juta kasus ADHD di USA, Eropa dan Jepang, diperkirakan 31% menjadi kasus ADHD dewasa (usia > 19 tahun) dan 69% kasus ADHD pada usia 3-19 tahun. Penelitian longitudinal telah membuktikan bahwa sebanyak 2/3 dari anak-anak. Anak-anak ADHD lebih banyak didapatkan pada masyarakat urban daripada masyarakat rural. Kira-kira 75% dari anak ADHD juga disertai gangguan psikiatrik lainnya misalnya gangguan sikap menentang, gangguan tingkah laku, gangguan belajar, gangguan penggunaan zat, gangguan cemas, gangguan tik, dan lain sebagainya.4 Prevalensi pada laki-laki lebih tinggi daripada wanita dengan rasio terentang antara 2 1 sampai 9 :

Gejala ADHD sering nampak pada usia 3 tahun, tetapi diagnosis seringkali baru bisa ditegakkan pada masa sekolah, seperti pada prasekolah atau Taman Kanak Kanak, yaitu ketika guru dan teman mengeluh akan kurangnya perhatian dan impulsivitasnya. Etologi Beberapa faktor yang diduga berhubungan atau sebagai penyebab ADHD antara lain : Faktor Genetik ADHD lebih sering didapatkan pada keluarga yang menderita ADHD. Keluarga keturunan pertama dari anak ADHD didapatkan lima kali lebih banyak menderita ADHD daripada keluarga anak normal. Angka kejadian orangtua kandung dari anak ADHD lebih banyak menderita ADHD daripada orangtua angkat.2 Studi-studi pada keluarga secara konsisten mendukung pernyataan bahwa ADHD diwariskan dalam keluarga. Studi-studi ini menemukan bahwa orang tua dengan anak-anak ADHD memiliki peningkatan dua hingga delapan kali lipat untuk resiko ADHD. Sehingga, mereka menegaskan adanya faktor genetik pada ADHD dan sekaligus menyediakan bukti-bukti untuk validitas diagnosisnya pada orang dewasa. Gejala ADHD berhubungan juga dengan Dopamine Transporter Gene(DATI) dan Dopamine D4 receptor Gene (DR D4 gene). Diperkirakan ada 29% anak, remaja, dan orang dewasa didapatkan DR D4 gene dengan 7 repeat allele. Adanya varian Dopamine Transporter Gene (DATI) menyebabkan timbulnya gejala ADHD. Dopamine transporter gene (DATI) menyebabkan inaktivasi dopamin di celah prasinaptik. Pemberian obat

stimulan (terutama methylphenidate) akan mengikat DATI gene sehingga meningkatkan aktivasi dopamin di celah sinaps dan dapat menurunkan gejala hiperaktivitas.5 Faktor Psikososial Pendidikan ibu yang rendah, kelas sosioekonomi yang rendah, dan orangtua tunggal adalah faktor yang penting sebagai penyebab timbulnya gejala ADHD. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ibu-ibu dari anak-anak dengan ADHD menunjukkan pola komunikasi yang lebih buruk dengan nak, lebih sering marah, dan lebih sering terjadi konflik dengan anak dibanding ibu ibu dari anak yang normal. Konflik yang khronis, keakraban keluarga yang menurun, adanya kelainan psikopatologis orangtua terutama ibunya, lebih sering terjadi pada keluarga anak ADHD dibanding keluarga anak yang normal. Anak-anak yang tinggal di yayasan sosial sering menunjukkan gejala hiperaktif dan rentang perhatian yang pendek. Gejala ini disebabkan oleh terjadinya deprivasi emosional yang berlangsung lama dan bila deprivasi emosional dihilangkan, misalnya ditempatkan pada foster home atau dijadikan anak angkat oleh sebuah keluarga maka gejala ADHD berkurang atau hilang. Faktor predisposisi

terjadinya gejala ADHD pada anak juga dapat terjadi karena faktor temperamen anak (highly active child), faktor genetic, dan tuntutan masyarakat yang mengharapkan anak berperilaku dan berprestasi dengan baik.2 Faktor Neurobiologis & Patofisiologi ADHD Anak-anak dengan ADHD tidak terbukti mengalami kerusakan berat di otak. Banyak anak dengan kelainan neurologis yang disebabkan oleh trauma kapitis berat justru tidak menunjukkan adanya gejala-gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Hasil penelitian 10-15 tahun akhirakhir ini mendukung adanya pengaruh gangguan perkembangan neurologis yang mempengaruhi timbulnya gejala ADHD. Penelitian dengan CT Scan dan MRI telah membuktikan bahwa ada beberapa tempat di otak yang berfungsi abnormal pada individu dengan ADHD yakni meliputi regio cortex prefrontalis, cortex frontalis, cerebellum, corpus callosum dan dua daerah ganglia basalis yakni globus pallidus dan nucleus caudatus. Penelitian dari National Institute of Mental Health di USA telah menunjukkan bahwa area globus pallidus dan nucleus caudatus secara bermakna lebih kecil pada anak ADHD daripada anak normal. Nucleus caudatus dan globus pallidus berfungsi melakukan koordinasi lalu lintas transmisi rangsang saraf pada berbagai area di korteks. Ternyata didapatkan juga volume area korteks prefrontal lebih kecil pada anak ADHD daripada anak normal. Beberapa anak menunjukkan kelambatan perkembangan otak (maturational delay) pada anak ADHD yang biasanya tampak gejalanya pada usia 5 tahun. Cerebellum mempunyai fungsi eksekutif yakni mengatasi masalah, perhatian, reasioning, perencanaan, dan pengaturan tugas individu. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan MRI didapatkan bahwa ada penurunan aktivitas metabolik di daerah daerah di atas pada individu dengan ADHD. Para peneliti menyatakan bahwa ada permasalahan dalam pengaturan transmisi saraf (regulatory circuits) antara korteks prefrontal,ganglia basal, dan cerebellum yang diduga merupakan penyebab terjadinya gejala ADHD. Komunikasi dalam otak dalam area di atas menggunakan neurotransmiter dopamin dan noradrenalin. Pada anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan noradrenalin.2,6 Neurotransmiter catecholamine yakni dopamine dan norepinephrine berperan besar dalam hal atensi, konsentrasi yang dihubungkan dengan fungsi kognitif misalnya motivasi, perhatian dan keberhasilan belajar seseorang. Dalam hal norepinephrine, ditekankan peran prefrontal noradenergic pathways dalam mempertahankan dan memusatkan perhatian seperti memberikan enersi pada kelelahan, motivasi dan perhatian. Sedangkan sistem dopaminergik, peran proyeksi mesokortikal dopamin mempengaruhi juga fungsi kognitif seperti kelancaran bicara, proses belajar yang berurutan (serial learning), waspada pada tugas

eksekutif, mempertahankan dan memusatkan perhatian, mengutamakan perilaku yang berhubungan dengan aspek sosial. 4 Gejala impulsivitas dan hiperaktivitas pada anak ADHD terutama disebabkan oleh hipofungsi dopamin, sedangkan gejala inattensi terutama disebabkan oleh hipofungsi noradrenalin. Anak ADHD bila diberikan pekerjaan yang lebih sukar dan perlu ketekunan serta ketelitian maka akan mudah bosan, mudah marah serta mudah teralih perhatiannya.4 Gejala klinis2 Sesuai dengan yang didefinisikan oleh DSM IV (The American Psychiatric Associations Diagnostic and Statistical Manual IV), berdasarkan tiga gejala utama dari ADHD yakni inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas, ADHD dibagi dalam tiga kelompok tipe yakni tipe Inattentiveness, tipe hyperactivityimpulsivity, dan tipe combined (campuran). Adapun gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut: Inatensi, Berupa sering gagal memberikan perhatian penuh sampai terperinci atau selalu berbuat kesalahan saat melakukan aktivitas pekerjaan di sekolah, tempat pekerjaan atau aktivitas lain sering mengalami kesukaran dalam mempertahankan perhatian dalam tugas tertentu atau aktivitas bermain (mudah bosan) sering tidak mendengarkan bila diajak bicara secara langsung kepadanya sering tidak mengikuti perintah secara sungguh-sungguh dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan rumah tangga atau kewajiban di tempat pekerjaan (hal ini bukan disebabkan karena sikap menentang atau kurang memahami isi perintah) sering mengalami kesukaran dalam mengatur tugas-tugasnya dan aktivitasnya sering menghindar, tidak menyenangi atau segan melakukan tugas-tugas yang membutuhkan perhatian mental yang cukup lama (misalnya pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah) sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas atau aktivitas tertentu, sering perhatian mudah teralih oleh rangsangan di luar sering lupa melakukan aktivitas sehari-hari (membersihkan rumah, mencuci piring). Hiperaktivitas, anak sering gelisah dengan tangan atau kaki atau sering bergerak-gerak saat duduk, sering meninggalkan tempat duduk saat di dalam kelas atau situasi lain dimana duduk diam diperlukan atau diharapkan, sering lari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak sesuai(tak bisa diam), sering mengalami kesukaran mengikuti permainan atau aktivitas yang membutuhkan ketenangan (main catur,halma dsb.), selalu dalam keadaan bergerak atau sering melakukan aktivitas seolah-olah mengendarai motor,sering berbicara berlebihan. Impulsivitas, sering cepat menjawab sebelum pertanyaan selesai diutarakan sering sukar menunggu giliran bermain sering interupsi saat diskusi atau mengganggu permainan saat

pertandingan (menyela pembicaraan, mengacau permainan anak lain) sering bicara berlebihan yang tak tak sesuai dengan respon tatanan sosial (ICD X). Penatalakaksanaan Medis Obat- obatan yang sering digunakan untuk pengobatan ADHD adalah metilfenidat, dekstroamfitamin, dan pemolin yang mana mempunyai fungsi neurotransmitter SSP multiple. Yang mana semua obat ini meningkatkan pelepasan serta penghambatan pengambilan dopamine dan epinephrine dari neuron di SSP. Obat stimulan di toleransi dengan baik dan aman. Efek samping secara tipikal bersifat sementara dan dapat terdiri atas gangguan tidur, meningkatnya nafsu makan, iritabilitas, dan nyeri abdomen. Pamolin juga menyebabkan toksisitas hati.7 Berbagai obat-obatan telah diajukan sebagai stimulan alternatif. Antidepresan trisiklik, terutama despiramin dan impiramin, dapat dipertimbangkan jika obat-obat stimulant tidak efektif atau menimbulkan efek samping yang tidak dapat diterima. Penelitian telah menunjukkan efektivitas klonidin, penghambat monoaminoksidase, fluoksetin, atau major tranquilizer.7 Penatalaksanaan Non Medis Penanganan tingkah laku Metode modifikasi tingkah laku yang telah digunakan dengan kesuksesan yang bervariasi adalah : Penguatan yang positif, dengan menggunakan pujian atau penghargaan yang nyata, misalnya hadiah. Strategi penghukuman, misalnya dikeluarkan isolasi social, teguran dengan kata-kata dan isyarat non verbal. Teknik pemusnahan, misalnya pengabaian tingkah laku yang tidak diinginkan. Komunikasi yang dekat antara guru dan orang tua penting untuk memastikan konsistensi diantara penanganan di sekolah dan di rumah. Kelas yang terstruktur dan terorganisir dengan sangat baik yang memberikan instruksi secara tegas dan konsisten serta merespon anak dengan baik.7 Pendidikan khusus Program pendidikan sebaiknya dirancang untuk menciptakan kesempatan bagi anak tersebut untuk mengalami keberhasilan.7

Retardasi Mental Gambaran penting retardasi mental adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata (IQ dibawah 70) yang disertai keterbatasan yang penting dalam area fungsi adaptif, seperti keterampilan komunikasi, perawatan diri, tinggal di rumah, keterampilan sosial dll. Ratardasi mental dibagi dalam 4 tingkatan:8,9

Retardasi Mental Ringan Anak dengan Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik (educable) dan memiliki IQ 50-70). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen (makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun tingka perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial, akan terlihat bahwa mereka mengalami angguan, misal tidak mampu menguasai masalah

perkawinan atau mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya. Retardasi Mental Sedang Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak memiliki IQ 35-50 dan mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasar dasar membaca, menulis dan berhitung. Retardasi Mental Berat Kelompok retardasi mental berat ini memiliki IQ 20-35, hampir sama dengan retardasi mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis. Retardasi Mental Sangat Berat Anak dengan retardasi mental sangat berat memiliki IQ dibawah 20, secara praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer. Penatalaksanaan Medis8 Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik. Metilfenidat (ritalin) dapat memperbaiki

keseimbangan emosi dan fungsi kognitif. Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin, fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar pada umumnya diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat, amfetamin, asam glutamat, gamma aminobutyric acid (GABA). Penatalaksanaan Non Medis8 Rumah Sakit/Panti Khusus Penempatan di panti-panti khusus perlu dipertimbangkan atas dasar: kedudukan sosial keluarga, sikap dan perasaan orangtua terhadap anak, derajat retardasi mental, pandangan orangtua mengenai prognosis anak, fasilitas perawatan dalam masyarakat, dan fasilitas untuk membimbing orangtua dan sosialisasi anak. Kerugian penempatan di panti khusus bagi anak retardasi mental adalah kurangnya stimulasi mental karena kurangnya kontak dengan orang lain dan kurangnya variasi lingkungan yang memberikan kebutuhan dasar bagi anak. Psikoterapi Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun kepada orangtua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan retardasi mental tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi sosialnya. Konseling Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah menentukan ada atau tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi mentalnya, evaluasi mengenai sistem kekeluargaan dan pengaruh retardasi mental pada keluarga, kemungkinan penempatan di panti khusus, konseling pranikah dan pranatal. Pendidikan Pendidikan yang penting disini bukan hanya asal sekolah, namun bagaimana mendapatkan pendidikan yang cocok bagi anak yang terbelakang ini. Terdapat empat macam tipe pendidikan untuk retardasi mental, yaitu: 1,3,4 Kelas khusus sebagai tambahan dari sekolah biasa, Sekolah luar biasa C, Panti khusus, Pusat latihan kerja (sheltered workshop). Depresi7 Pada anak-anak, mungkin sulit untuk mengidentifikasi karena gejalanya berfluktuasi. Depresi pada anak-anak didefinisikan sebahagai: mood rendah(tidak selalu menetap), somatisasi yaitu masalah psikologis yang diekspresikam dalam bentuk gejala fisik seperti sakit perut, dan perubahan kepribadian. Seperti depresi pada orang dewasa, mungkin terdapat

gangguan tidur dan nafsu makan serta perasaan percaya diri yang rendah. Terdapat resiko bunuh diri juga pada anak-anak yang mengalami depresi. Penatalaksanaan Medis Depresi berat pada anak dan remaja ditangani dengan obat antidepresan. Antidepresan trisiklik ( imipramin, desipramin) mungkin bermanfaat memperbaiki gejala. Hal yang penting adalah penentuan kadar obat pada anak, anak-anak yang diobati pada kadar

seubterapeutiknya agaknya jauh kurang berespon secara manjur daripada mereka yang mengkonsumsi obat dalam kisaran terapi. Baru-baru ini telah dikembangkan Penyekat

ambilan kembali serotonin (trazodon, fluoksetin) yang manjur dan mempunyai efek samping lebih kecil. Penatalaksanaan Non Medis Penatalaksanaannya meliputi psikoterapi, terindikasi dan terutama penting bagi anakanak yang meiliki gangguan ganda, yaitu kecemasan dan gangguan perilaku yang seringkali berdampingan dengan depresi. Terpi bermain dan terapi percakapan peting dalam perbaikan geja akibat diagnosis ini bersama dengan gangguan suasana hati.

Kesimpulan Pada masa kanak-kanak untuk perkembangan jiwa anak diperlukan lingkungan baik salah satunya peran orang tua dalam memperhatikan, membimbing, dan mengasuh anak dan juga peran guru dan sekolah serta pergaulan yang baik. Dengan itu semua diharapkan perkembangan kesehatan jiwa anak lebih baik atau pun anak yang memiliki gangguan jiwa dapat diketahui lebih cepat dan diberikan pengobatan lebih baik. Salah satu contoh gangguan jiwa pada anak adalah ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang penderitanya akan memiliki gejala inatensi, hiperaktif, dan impulsiv. Dengan penatalaksanaan medis yang baik maka akan membantu memperbaiki gangguan jiwa pada anak-anak.

Daftar Pustaka 1 Hamid A.Y. Asuhan keperawatan kesehatan jiwa.Jakarta: EGC;2008. 2 Sadock BJ . Attention deficit disorders, synopsis of psychiatry. Edisi 9.USA: Lippincott Williams & Wilkins;2003.h.1223-1230. 3 Departemen Kesehatan RI. Pedoman kesehatan jiwa remaja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2002.

4 Schachar R, Tannock R. Syndromes of Hyperactivity and Attention Deficit Disorder in Child and Adolescent Psychiatry. Edisi 4.USA: Blackwell Science Ltd; 2002. h. 399-411. 5 Faraone G W and Biederman J: Neurobiology of attention deficit hyperactivity disorder in Neurobiology of Mental Illness. Edisi2. New York: Oxford University Press;2004. h. 979-993. 6 Stahl SM: Essential Psychopharmacology. Edisi 2. United Kingdom: Cambridge University Press; 2000. h. 459-474. 7 Behrman, Kligmen, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi 15. Jakarta: Penerbit EGC; 2000. h.115. 8 Sularyo TS, Kadim M. Retardasi Mental. Jakarta: Sari Pediatri; 2003. 9 Sheila L. Buku ajar keperawaatan jiwa. Jakarta: Penerbit EGC; 2006.

Anda mungkin juga menyukai