Anda di halaman 1dari 21

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.

1 Sifat Fisik Urin Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang

diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekulmolekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril. Urin dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan mengeluarkan urin yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urin berwarna kuning pekat atau cokelat

1.2 Uji Indikan (Obenmeyer) Sistem ekresi merupakan sistem yang berperan dalam proses pembuangan zat-zat yang sudah tidak diperlukan (zat sisa) ataupun zat-zat yang membahayakan bagi tubuh dalam bentuk larutan. Ekresi terutama berkaitan dengan pengeluaran-pengeluaran senyawa-senyawa nitrogen. Selama proses pencernaan makanan, protein dicernakan menjadi asam amino dan diabsorpsi oleh darah, kemudian diperlukan oleh sel-sel tubuh untuk membentuk proteinprotein baru. Mamalia memiliki sepasang ginjal yang terletak dibagian
1

pinggang (lumbar) dibawah peritonium. Urin yang dihasilkan oleh ginjal akan mengalir melewati saluran ureter menuju kantung kemih yang terletak midventral dibawah rektum. Dinding kantung kemih akan berkontraksi secara volunter mendorong urine keluar melalui uretra Fungsi utama ginjal adalah mengekresikan zat-zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen misalnya ammonia. Ammonia adalah hasil pemecahan protein dan bermacam-macam garam, melalui proses deaminasi atau proses pembusukan mikroba dalam usus. Selain itu, ginjal juga berfungsi mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin yang larut dalam air; mempertahankan cairan ekstraseluler dengan jalan mengeluarkan air bila berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan asam dan basa. Sekresi dari ginjal berupa urine. Indikan pada urin berasal dari proses pembusukan asam amino triptofan dalam usus, bukan berasal dari katabolisme protein dalam tubuh . Makanan tinggi protein akan meningkatkan ekresi indikan dalam urin dan sebaliknya pada mkana tinggi karbohidrat.peningkatan indikan dalam urin juga dapat ditemukan bila ada dekompsisi protein dalam tubuh oleh bakteri, seperti gangren.

1.3 Penetapan Kadar Kreatinin urin (Follin) Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,

konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,

konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal.

Pemeriksaan kreatinin darah dengan kreatinin urin bisa digunakan untuk menilai kemampuan laju filtrasi glomerolus, yaitu dengan melakukan tes kreatinin klirens. Selain itu tinggi rendahnya kadar kreatinin darah juga memberi gambaran tentang berat ringannya gangguan fungsi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada gangguan fungsi ginjal yang berat yaitu jika kadar kreatinin lebih dari 7 mg/dl serum. Namun dianjurkan bahwa sebaiknya hemodialisis dilakukan sedini mungkin untuk memghambat progresifitas penyakit.

1.4 Uji Benedict semikuantitatif Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme, garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi ion kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan kadar gula yang terdapat di dalam urin. Uji ini tidak spesifik terhadap glukosa,gula lain yang mempunyai sifat mereduksi dapat juga memberi hasil positif.

1.5 Uji Protein Protein merupakan salah satu unsur terpenting penyusun makhluk hidup. Seperti halnya unsur lainnya seperti karbohidrat, protein juga memiliki sifat dan fungsi. Sifat-sifat dan fungsi protein ditentukan oleh jenis dan urutan asam amino. Beberapa fungsi utama protein dalam organisme kehidupan antara lain; sebagai bahan penyusun selaput sel dan dinding sel, jaringan
3

pengikat, pembentuk membran sel, mengangkut molekul-molekul lain (hemoglobin) dan sebagai zat antibodi.Di dalam kehidupan, protein memegang peranan yang penting pula. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator. Protein merupakan polipeptida berbobot molekul tinggi yang terdapat secara alami. Polipeptida yang memiliki hanya asam amino saja digolongkan sebagai protein sederhana. Protein terkonjugasi mengandung komponen bukan asam amino yang dikenal sebagai gugus prostetik di samping kerangka utama asam amino. Dalam ilmu Kimia, pencampuran atau penambahan suatu senyawa dengan senyawa yang lain dikatakan bereaksi bila menunjukkan adanya tanda terjadinya reaksi, yaitu: adanya perubahan warna, timbul gas, bau, perubahan suhu, dan adanya endapan. Pencampuran yang tidak disertai dengan tanda demikian, dikatakan tidak terjadi reaksi kimia. Ada beberapa reaksi khas dari protein yang menunjukkan efek/tanda terjadinya reaksi kimia, yang berbedabeda antara pereaksi yang satu dengan pereaksi yang lainnya. Semisal reaksi uji protein (albumin) dengan Biuret test yang menunjukkan perubahan warna, belum tentu sama dengan pereaksi uji lainnya. Untuk membuktikan kebenaran teori tersebut maka dianggap penting melakukan percobaan ini.

1.6 Uji Benda Keton Benda keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam -hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat (misalnya diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak rendah karbohidrat), atau gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan

gastrointestinal),

gangguan mobilisasi

glukosa, sehingga tubuh

mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.

Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl.Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atu serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.

2. Tujuan 1. Mengetahui sifat fisik urin 2. Membuktikan adanya indikan dalam urin 3. Menetapkan kadar kreatinin urin 4. Menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif 5. Membuktikan adanya protein dalam urin 6. Membuktikan adanya benda keton dalam urin 7. Membuktikan adanya pigmen empedu dalam urin

3. Alat dan Bahan 3.1 Sifat Fisik Urin 1. Urin 24 jam 2. Urinometer

3.2 Uji Indikan (Obenmeyer) 1. Urin 2. Pereaksi obermeyer 3. Larutan 6,7 gr feri klorida (FeCL3.6H2O) dalam asam klorida pekat (berat jenis 1,19) dan encerkan sampai volme 1000 mL dengan asam yang sama. 4. Kloroform

3.3 Penetapan Kadar Kreatinin urin (Follin) 1. Urin 24 jam 2. Larutan pikrat jenuh 3. Larutan NaOH 10 % 4. Larutan standar kreatinin mengandung 1 mg/mL 5. Larutan 1 g kreatinin dalam HCL 0,1 N dan mengencerkan sampai 1000 ml.

3.4 Uji Benedict semikuantitatif 1. Urin normal 2. Larutan glukosa 0,3% 3. Larutan glukosa 1% 4. Larutan glukosa 5% 5. Pereaksi Benedict

3.5 Uji Protein 1. Urin dan urin yang mengandung protein 2. Asam nitrat pekat

3.6 Uji Benda Keton 1. Urin dan urin yang mengandung benda keton 2. Kristal ammonia sulfat 3. Larutan Na nitroprusid 5% 4. Amonium hidroksida pekat

Cara Kerja 4.1 Sifat Fisik Urin - Volume Urin


Urin 24 jam (urin pertama hari tertentu, misalnya urin dimulai dari jam 06.00 dikumpulkan sampai jam yang sama pada hari berikutnya dikumpulkan,urin disimpan dilemari pendingin).

Urin dimasukkan ke dalam gelas ukur

Melihat hasil pengukuran dan mencatat hasil

- Berat Jenis Urin


Memasukkan urin 24 jam kedalam gelas ukur sebanyak 100 ml.

Meletakkan urinometer kadalam urine, urinometer tidak boleh menyentuh dinding tabung. menyentuh

Membaca angka pada urinometer dan mencatat suhu urin

4.2 Uji Indikan (Obenmeyer) Mempipetkan ke dalam tabung reaksi Larutan Urin Pereaksi Obemeyer Mendiamkan beberapa menit Kloroform 3 mL 4 mL 4 mL Tabung

Mencampurkan dengan membalik-balik tabung sebanyak 10 kali (tidak dikocok) Melihat hasil perubahan warna pada kloroform

4.3 Penetapan Kadar Kreatinin urin (Follin) Memipetkan ke dalam labu takar 100 mL Larutan Akuades Standar Urin Larutan asam pikrat jenuh NaOH 1,5 mL 1,5 Ml 1,5 mL 1,5 mL 1,5 mL Blanko 1 mL 20 mL Standar 1 1 mL 20 mL 1 mL 20 mL Standar 2 1 mL 20 mL Uji 1 1 mL 20 mL Uji 2

Mengocok perlahan-lahan dan mendiamkan 25 menit. Mengencerkan dengan akuades sampai 100 mL, mencampurkan dengan membalik-balik labu. Membaca serapan dengan panjang gelombang 540 nm.

4.4 Uji Benedict semikuantitatif Larutan Pereaksi Benedict Urin 4 tetes 4 tetes Tabung 1 2,5 mL Tabung 2 2,5 mL Tabung 3 2,5 mL Tabung 4 2,5 mL

Larutan glukosa 0,3% Larutan glukosa 1% Larutan glukosa 5%

4 tetes

4 tetes

Memanaskan dalam penangas air mendidih selam 5 menit atau mendidihkan diatas api kecil selama 1 menit. Membiarkan menjadi dingin perlahan-lahan. Melihat hasil perubahan warna dari endapan.

4.5 Uji Protein Larutan Asam nitrat Pekat 5 mL Tabung

Memiringkan tabung reaksi dan menambahkan perlahan-lahan Urin jernih (normal/patologis) 5 mL

Melihat apakah ada terbentuk cincin diatas lapisan NHO3 pekat

4.6 Uji Benda Keton Memipetkan kedalam tabung reaksi : Larutan Urin (normal/patologis) Kristal ammonium sulfat Na nitroprusid 5% Ammonium hidroksida pekat 5 mL Ditambah sampai jenuh 2-3 tetes 1-2 tetes Tabung

Mencampurkan dan mendiamkan 30 menit. Melihat hasil perubahan warna.

BAB 2 DASAR TEORI Pada uji indikan (Obermeyer) diketahui bahwa indikan berasal dari pertumbuhan bakteri, sering di usus kecil. Indican merupakan indole diproduksi oleh bakteri pada suatu asam amino tryptophan dalam usus . Kebanyakan indol dibuang dalam kotoran. Sisanya akan diserap dan dimetabolisme serta diekskresi sebagai indicant dalam urin. Sedangkan pada uji penetapan kadar kreatinin urin (Folin) diketahui kreatinin bereaksi dengan asam pikrat dalam larutan alkalis membentuk tautometer kreatinin pikrat yang berwarna merah. Selain itu, pada uji benedict semikuantitatif, dapat didasari pada senyawa glukosa yang mempunyai gugus aldehid bebas yang mereduksi ion kupri (benedict) dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan berwarna merah (Cu2O). Banyak endapan merah bata yang terbentuk menunjukkan kadar glukosa didalam urin. Untuk uji protein, penetapan kadar protein dalam urin biasanya dinyatakan berdasarkan timbulnya kekeruhan pada urin. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan itu menjadi satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang jernih menjadi syarat yang penting. Dan pada uji benda keton (Rothera), natrium nitroprusid akan bereaksi dengan asam aseto asetat dan aseton dalam suasana basa sehingga akan membentuk senyawa yang berwarna ungu.

10

BAB 3 HASIL dan PEMBAHASAN 3.1 Sifat Fisik Urin Volume Urin 24 jam Berat Jenis Zat pada total 560 ml (0,56 L) 1,023 g 29, 10 g/l

Perhitungan jumlah zat padat : Dua angka terakhir dari berat jenis x koefisien long ( 2,26) : 23 x 2,26 = 51, 98 g Perhitungan Zat pada total Berat Jenis x Vol. Urin : 51, 98 x 0,56 = 29, 10 g/L Pada praktikum sifat fisik urin di dapat hasil berat jenis 1,023 g, hal ini menunjukkan dalam kisaran normal. Berat jenis urin 24 jam dalam kisaran normal adalh 1,016 sampai 1,024 hal ini dikarenakan berat jenis dapat bervariasi terutama di akibatkan oleh kandungan urea, NaCl, dan fosfat. Berdasarkan hasil praktikum didapat hasil dari zat pada total adalah 29, 10 g/L dapat dikategorikan normal, pada keadaan patologis akan di dapat jumlah zat total > 50 g/L.

11

3.2 Uji Indikan (Obenmeyer)

Urin OP endapan biru indigo

Pereaksi Obermeyer

Obermeyer dan Kloroform

Pada urin yang telah dicampur pereaksi obermeyer dan kloroform kemudian dicampurkan kedua bahan tersebut, hasilnya terbentuk endapan warna biru. Hal ini menandakan orang yang memiliki urin tersebut lebih banyak memakan protein dari pada karbohidrat. Dalam usus besar, asam amino akan mengalami dekarboksilasi oleh enzim bakteri usus menghasilkan amintoksik (ptomain). Asam amino triptofan akan membentuk indol dan skatol. Indol dan skatol akan diserap dari usus, selanjutnya dalam hati akan dioksidasi menjadi indoksil. Indoksil akan berkombinasi dengan sulfat (proses konjugasi) membentuk indikan

(indoksilsulfat). Indikan akan dieksresi kedalam urin dan merupakan salah satu sulfat etereal dalam urin. Asam amino triptofan akan membentuk indol dan skatol yang akan diserap usus, selanjutnya di dalam hati akan dioksidasi menjadi indoksil yang akan berkombinasi dengan sulfat melalui proses konjugasi membentuk indikan (indoksil sulfat), yang kemudian akan dieksresikan dalam urin. Makanan tinggi protein akan meningkatkan eksresi indikan dalam urin, dan terbentuk biru indigo pada uji obermeyer. Maka pada praktikum kali ini yang terbentuk warna biru indigo karena OP yang dipakai urinnya banyak asupan protein (tinggi protein). Dan dapat disimpulkan bahwa uji obermeyer sangat bergantung dengan asupan makanan, semakin tinggi diet protein terutama daging sapi maka

12

semakin banyak indikan yang dieksresikan dalam urin dan akan membentuk warna biru indigo pada uji obermeyer.

3.3 Penetapan Kadar Kreatinin urin (Follin)


0,62 0,16 560 X1X 0,386 0,16 1 x 1000

Kadar kreatinin =

= 1,1368 g/24 jam

1,368 g/24 jam

Koefisien

=
74 kg

= 0,15 mg/kg berat badan/24 jam

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan bahwa koefisien kreatinin yang diperoleh dari probandus adalah sebesar 0,15 yang berarti nilai tersebut berada di bawah nilai normal koefisien kreatinin. Kreatinin adalah zat racun dalam darah, terdapat pada seseorang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan normal. Senyawa ini dihasilkan ketika terjadi kontraksi pada otot. Dalam darah, kreatinin dihilangkan dengan proses filtrasi melalui glomerulus ginjal dan disekresikan dalam bentuk urin. Ginjal yang sehat menghilangkan kreatinin dari darah dan memasukkannya pada urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Analisis kadar kreatinin dalam tubuh merupakan indeks medis yang penting untuk mengetahui kondisi laju filtrasi glomerulus, keadaan ginjal, dan berfungsinya kerja otot. Metode yang sering digunakan untuk penentuan kreatinin adalah metode analisis secara kolorimetri melalui reaksi Jaffe. Reaksi Jaffe merupakan reaksi yang sederhana dan mudah. Metode ini didasarkan pada pembentukan senyawa berwarna merahorange yang terjadi antara asam pikrat dengan kreatinin dalam suasana basa. Dalam aplikasinya, reaksi Jaffe umumnya dilakukan dengan menggunakan metode batch. Metode batch sering digunakan untuk menyempurnakan reaksi Jaffe yaitu dengan cara mereaksikan kreatinin dengan asam pikrat dalam suatu penangas listrik, namun dikarenakan jumlah sampel yang dibutuhkan besar maka dibutuhkan jumlah reagen yang banyak dengan konsentrasi yang tinggi sehingga mengakibatkan waktu yang
13

dibutuhkan untuk mencapai kesempurnaan reaksi memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 30 menit. Senyawa-senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah sehingga menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20 persen adalah : Aseto, Asam askorbat, Bilirubin, Asam urat, Asam aceto acetat, Piruvat, Barbiturat, Sefalosporin, Metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat memberikan reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk warna yang serupa dengan kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu. Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin urin sangat tergantung dari ketepatan pada pengambilan sampel, volume urin 24 jam, ketepatan reagen, ketepatan waktu, pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan serta perhitungan hasil. Pertanyaan 1. Apakah tujuan bahan pengawet pada pengumpulan urin 24 jam ? Jawab : Karena jika tidak diberi pengawet dapat terjadi perubahan senyawa dalam urin akibat kerja bakteri dalam urin. 2. Apakah hubungan penggunaan bahan pengawet dengan pH urin ? Jawab : Hubungannya adalah jika diberikan pengawet tingkat keasaman pH dalam urin akan terus dipertahankan, karena bakteri dalam urin dapat mempengaruhi pH urin. 3. Sebutkan 3 senyawa yang dapat ditemukan didalam urin pada keadaan patologis, dan terangkan penyebabnya ? Jawab :
a. Glukosa yaitu menandakan glukosuria (kelebihan gula dalam urin)

terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus.
b. Protein pada keadaan normal ekskresi protein urine biasanya tidak

melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Jika lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.

14

c. Keton bila karbohidrat tidak tersedia, tubuh memetabolisme lemak

untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan. Pemecahan lemak untuk energi menghasilkan zat limbah yang disebut keton. Keton biasanya tidak ditemukan dalam urin. Sejumlah besar keton dalam urin dapat menunjukkan kondisi sangat serius yang disebut ketoasidosis diabetik. Diet rendah gula dan karbohidrat, kelaparan, atau muntah parah juga dapat menyebabkan keton berada di urin (ketonuria). 4. Mengapa koefisien kreatinin dapat digunakan untuk mengetahui bahwa sampel urin yang akan dianalisis betul merupakan sampel urin 24 jam ? Jawab : Koefisien kreatinin =
1,1368 g/24 jam

74 kg

0,15 mg/kg berat badan/24 jam

Dan dari hasil perhitungan kadar kreatinin urinenya yaitu 1,1368 g/1000 mL dan koefisien kreatinin sebesar 0,15 mg/24jam.

3.4 Uji Benedict semikuantitatif Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : pada Urin patologis warnanya kehijauan, sedangkan pada urine normal warnanya hijau.

No 1 2

Jenis Urine Normal (tabung 1) Patologis (tabung 2)

Warna urine Hijau Kehijauan

15

Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi ion kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan kadar gula yang terdapat di dalam urin. Adanya glukosa dalam urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis. Uji ini tidak hanyan spesifik terhadap glukosa, gula lain yang mempunyai sifat mereduksi dapat juga memberikan hasil yang positif. Gugus aldehid atau keton bebas gula akan mereduksi kuproksida dalam pereaksi benedict menjadi kuprooksida yang berwarna. Dengan ini dapat diperkirakan secara kasar (semi kuantitatif) kadar gula dalam urin. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kadar glukosa dalam urin dengan pereaksi Bennedict secara semi kuantitatif. Pertama-tama yang dilakukan adalah menyiapkan 2 buah tabung reaksi kemudian memasukkan masing-masing 2 ml perekasi benedict ke dalam tabung reaksi yang berbeda tersebut. Selanjutnya menambahkan 4 tetes urin ke dalam tabung I, menambahkan 4 tetes larutan urin patologis dalam tabung II. Adapun hasil pengamatan yang diperoleh adalah warna kedua larutan tersebut adalah biru yang merupakan warna khas Cu yang terdapat dalam pereaksi benedict. Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan
16

tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya kuprooksida berwarna merah. Pemeriksaan Benedict ini bertujuan untuk mendeteksi adanya glukosa, asam homogentisat, dan substansi reduktor lainnya (misalnya vitamin C) dalam urin, sesuai dengan mekanisme reaksi yaitu reduksi tembaga sulfat. Selanjutnya perlakuan yang dilakukan adalah memanaskan keempat tabung tersebut selama 2 menit di dalam air mendidih. Adapun tujuan dari dilakukannya pemanasan tersebut adalah untuk mempercepat reaksi antara logam Cu dalam pereaksi benedict dengan glukosa dalam urin. Setelah pemanasan kedua tabung reaksi tersebut didiamkan sampai terbentuk endapan berwarna. Adapun hasil pengamatan yang diperoleh adalah untuk tabung I diperoleh warna hijau/kuning hijau, tabung II diperoleh warna kehijauan. Jika tidak terbentuk endapan orange atau merah menandakan bahwa konsentrasi rendah karena baru sedikit glukosa yang mereduksi kuprisulfat dan kemudian tertutup warnanya dengan pereaksi benedict yang berwarna biru. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari tiap tabung reaksi yaitu berupa warna larutan maka dapat ditentukan kadar glukosa yang terkandung dalam larutan dari masing-masing tabung dengan membaca table penafsiran. Dan berdasarkan table penafsiran maka diperoleh kadar glukosa dari masingmasing larutan yaitu, untuk tabung I mengandung kadar glukosa <0,5 %, untuk tabung II mangandung kadar glukosa sekitar 0,5 1,0 %. Pada praktikum ini didapatkan bahwa pada urin patologis berwarna kehijauan, ini menandakan bahwa terjadi perubahan kuprioksida -> kuprooksida, sedangkan pada urin normal terdapat endapan yang menandakan bahwa terjadi pengendapan antara protein dan fosfat tetapi pada uji protein yang dilakukan hasilnya negatif.

17

3.5 Uji Protein Hasil uji kandungan protein dalam urin Sampel 1 2 Uji Heller Uji Koagulasi

(cincin putih atau tidak) (hilang atau bertambah) Tidak terbentuk cincin Tidak mengendap

Uji Heller Hasil Negatif

Uji Heller Hasil Positif

Uji Koagulasi Hasil Negatif

Uji Koagulasi Hasil Positif

Pada uji heller, urin yang ditambahkan asam nitrat pekat, dapat diperoleh hasil pengamatan bahwa urin tersebut ketika dicampurkan dengan asam nitrat pekat tidak terbentuk cincin putih yang menandakan tidak terdapat protein dalam urin. Uji koagulasi yang dilakukan dengan pemanasan urin dengan menggunakan asam asetat tidak terbentuk endapan karena dalam sampel tidak terdapat protein.
18

3.6 Uji Benda Keton

Hasil Negatif (urin normal)

Hasil Positif (urin patologis)

Dari hasil uji badan keton dengan metode Rothera, tidak menunjukkan perubahan warna pada tabung 1 (urin normal), sedangkan pada tabung 2 (urin patologis), menunjukkan adanya perubahan warna menjadi ungu. Warna ungu pada tabung 2 tersebut menunjukkan bahwa didalam urine tersebut mengandung badan keton. Zat-zat keton atau benda-benda keton dalam urin ialah aceton, asam aceto-acetat dan asam beta-hidroxibutirat. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji badan keton, yaitu : Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu, adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat, dan anak penderita Diabetes cenderung mengalami ketonuria dari pada dewasa. Dimana adanya badan keton di dalam urin ini disebut Ketonuria. Terjadi karena ketogenesis lebih besar dari ketolisis, sehingga menyebabkan hiperketonemia, selanjutnya benda keton dalam darah sampai ginjal dan keluar bersama urin (ketonuria). Proses pembentukan benda keton secara normal terjadi di dalam hepar (ketogenesis). Keton itu sebenarnya adalah hasil pemecahan protein, disaat tubuh sudah kehilangan glukosa, disaat lemak sudah tidak ada (gangguan metabolisme karbohirat, misalnya Diabetes Mellitus. Kurangnya asupan karbohidrat/kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak rendah karbohidrat. Gangguan absorbsi karbohidrat. Gangguan mobilisasi glukoma, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar). Maka protein akan di bongkar oleh tubuh menjadi asam amino dan benda-benda keton, keton tinggi biasanya kita temukan pada pasien Diabetes melitus, karena pada DM (diabetes melitus) itu gula/glukosa tidak dapat masuk sel, sehingga sel akan kelaparan (tidak dapat menghasilkan energi).
19

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Sifat fisik urin dapat dilihat maupun di ukur dengan menggunakan urinometer sehingga dapat diketahui berat jenis dari sampel urin 2. Terbentuknya endapan berwarna biru indigo pada praktikum Obermeyer kali ini karena asupan protein terutama daging sapi pada OP cukup banyak dan tinggi sehingga indikan yang terbentuk dan yang dieksresikan dalam urin lebih banyak. 3. Kreatinin dapat dieksresikan ke urin dalam 24 jam, dengan kisaran normal 1 1,8 gr. Sehingga eksresi kreatinin dalam urin dapat dijadikan indeks massa otot jika fungsi ginjal tidak terganggu. 4. Pada uji protein yang dilakukan hasilnya negatif sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lab lanjutan untuk mengetahui endapan yang terjadi pada urin normal tersebut. 5. Pada uji protein tidak terdapat endapan. Hal ini menandakan tidak adanya protein sebab fosfat akan larut dalam keadaan asam 6. Pada uji benda keton, jika urin normal maka tidak di dapat benda keton didalamnya, sedangkan jika patologis akan menunjukkan hasil positif. 7. Kreatinin merupakan produk katabolisme keratin fosfat dalam otot. Dalam keadaan normal sebesar 1-1,8 gram kreatinin diekskresi ke dalam urin dalam 24 jam. Ekskresi kreatinin dalam urin berkurang pada keadaan kelaparan dan atropi otot dan meningkat bila terjadi peningkatan katabolisme jaringan seperti demam. 8. Koefisien kreatinin laki-laki wanita : 20-29 mg/kg berat badan/24 jam : 14-22 mg/kg berat badan/24 jam

9. Dari hasil pemeriksaan dan perhitungan kadar kreatinin didapatkan hasil sebesar 0,15mg/kg berat badan/24 jam yang menandakan OP mengalami gangguan fungsi ginjal

20

DAFTAR PUSTAKA 1. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Cetakan Pertama. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2008. 2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Ed.6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2012. 3. Sulistyarti H, Sabarudin A, Istanti YI, Wulandari ERN. Penentuan kreatinin dalam urin secara kolorimetri dengan sequential injection-valve mixing (SI-VM). Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya; Malang. 4. Departemen Biokimia FKUI. Penuntun Praktikum Biokimia Modul Ginjal dan Cairan Tubuh. Jakarta : FKUI. 2013 5. Fessenden, Ralph J. Organic Chemistry (Edisi ke-2), USA: Willard Grant Press Publisher. 1986 6. Hart, Harold, Organik Chemistry a short course, Jakarta : Erlangga. 2003 7. Keenan and Kleinfelter, Wood. Kimia Universitas. Jakarta : Erlangga. 1980. 8. Petrucci, Ralph H, General Chemistry. Jakarta : Erlangga. 1992 9. Purba, Michael. Kimia II. Jakarta : Erlangga. 1994 10. Ridwan S. Kimia Organik. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 1989 11. Sumardjo, Damin. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar, Undip Press, Semarang. 2005 12. Wade, L. G. Jr. Organic Chemistry, PrenticeHall Inc, USA. 1987 13. Brady, James. Kimia Universitas-Asas dan Struktur. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga. 1994

21

Anda mungkin juga menyukai