Anda di halaman 1dari 5

Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Dibuat oleh: Dita Windarofah,Modifikasi terakhir pada Tue 24 of Apr, 2012 [11:06] Abstrak Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sementara emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Faktor resiko antara lain kebiasaan merokok, riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, hipereaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran napas bawah berulang, serta defisiensi antitripsin alfa 1. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Tujuan penatalaksanaan pada penyakit paru obstruktif kronik antara lain untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Penatalaksanaan secara umum penyakit paru obstruktif kronik meliputi edukasi, obat obatan, terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi, dan rehabilitasi Kata kunci: penyakit paru obstruktif kronik, diagnosis, penatalaksanaan Isi Pasien laki-laki berumur 58 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat datang dengan keluhan batuk berdahak. Pasien juga mengeluhkan sering kali sesak nafas jika sedang batuk dan mudah lelah. Pasien mengaku dahaknya berwarna putih dengan konsistensi kental. Batuk yang dialami pasien sudah lebih dari 3 tahun, batuk tersebut meningkat di pagi hari. Pasien adalah seorang perokok berat yang telah merokok sejak usia belasan tahun, dalam sehari pasien sanggup menghabiskan 10-15 batang rokok. Pada pemeriksaan didapatkan penderita tampak lemah, kesadaran composmentis, vital sign nadi 96 x/menit, RR 24 x/menit, suhu 36,3C, tekanan darah 110/70 mmHg. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan suara wheezing pada kedua paru. Diagnosis: Penyakit Paru Obstruktif Kronik Diskusi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3

bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema yaitu emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama, emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah, serta emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas. Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan gambaran klinis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada penderita PPOK seringkali didapatkan riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan, riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja, riwayat penyakit emfisema pada keluarga, terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara, batuk berulang dengan atau tanpa dahak, sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. Pada pemeriksaan fisik, PPOK dini umumnya tidak ada kelainan. Inspeksi pursed lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding), penggunaan otot bantu napas, hipertropi otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai. Penampilan pink puffer atau blue bloater. Pada palpasi, emfisema fremitus melemah, sela iga melebar, sementara pada perkusi pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. Auskultasi suara napas vesikuler normal, atau melemah, terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang, bunyi jantung terdengar jauh. Pink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing. Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. Pursed - lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita PPOK antara lain pemeriksaan rutin faal paru menggunakan spirometri, atau uji bronkodilator, pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan radiologi foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru

lain. Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, serta jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada bronkitis kronik seringkali didapatkan gambaran radiologi yang normal atau corakan bronkovaskuler bertambah. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan antara lain faal paru, uji latih kardiopulmoner, uji provokasi bronkus untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan, uji coba kortikosteroid untuk menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison ataumetilprednisolon) sebanyak 30 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid, analisis gas darah terutama untuk menilai gagal napas kronik stabil, agal napas akut pada gagal napas kronik, serta pemeriksaan radiologi dengan CT Scan resolusi tinggi, mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos. Elektrokardiografi dilakukan untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan, Ekokardiografi untuk menilai funfsi jantung kanan. Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. Serta pemeriksaan Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), meskipun defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. Tujuan penatalaksanaan PPOK antara lain mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, meningkatkan kualitas hidup penderita. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi edukasi, obat obatan, terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi, dan rehabilitasi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK adalah mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan, melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai aktivitas optimal, serta meningkatkan kualiti hidup. Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti. Bahan edukasi yang diberikan adalah anjuran untuk berhenti merokok, pengunaan obat obatan, penggunaan oksigen, penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya, mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi, serta penyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas. Obat obatan yang dapat diberikan pada penderita PPOK antara lain bronkodilator, diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan

pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ). Macam - macam bronkodilator, yaitu golongan antikolinergik digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ), golongan agonis beta 2 bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2. Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Golongan xantin dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah. Antiinflamasi digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg. Antibiotika hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan Lini I : amoksisilin Makrolid, Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru. Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan Nasetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. Mukolitik hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. Kesimpulan Pada kasus penyakit paru obstruksi kronik, penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Tujuan penatalaksanaan pada penyakit paru obstruktif kronik antara lain untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Penatalaksanaan secara umum penyakit paru obstruktif kronik meliputi edukasi, obat obatan, terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi, dan rehabilitasi. Penanganan yang cepat dan tepat dapat menghindarkan penderita dari komplikasi yang tidak diinginkan. Referensi 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Indonesia. Jakarta

2. Riyanto BS, Hisyam B. 2007. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 3. Alsagaff H, Mukty A. 2002. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai