Anda di halaman 1dari 6

TUGAS BLOK 2 LEARNING OBJECTIVE SKENARIO 4 MANAJEMEN MUTU

Disusun Oleh : ISNAENI RETNO WULANDARI 13811148/Kelompok E

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2013

1. Mengetahui konsep tool dari TQM berupa cause effect diagram beserta contohnya Fishbone diagram (diagram tulang ikan) sering juga disebut Cause-and-Effect. Fishbone diagram digunakan ketika kita ingin mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah. Fishbone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming(1). Konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya(2).
Material Metode

SIM masih manual Belum terdapat SPO Labeling packaging Metode distribusi

Medication error

Belum ada formularium

Tidak tahu prosedur kerja Belum ada struktur organisasi Tidak mengikuti prosedur

Manajemen

Man

2. Mengetahui definisi, tujuan dan skema tahapan dari akreditasi RS Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen yang ditetapkan oleh menteri, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku. Sedangkan Akreditasi adalah penilaian yang dilakukan oleh lembaga independen pelaksana akreditasi rumah sakit untuk mengukur pencapaian dan cara penerapan standar pelayanan(3). Tujuan: meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit (umum), memberikan jaminan, kepuasan dan perlindungan masyarakat, memberikan pengakuan kepada rumah sakit yang telah menerapkan standar pelayanan rumah sakit(4). Selain itu menentukan apakah rumah sakit tersebut memenuhi standar yang dirancang untuk memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan(5). Tahapan yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan akreditasi adalah: pembinaan akreditasi oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan bimbingan akreditasi oleh surveyor pembimbing survei akreditasi oleh surveyor akreditasi pendampingan pasca akreditasi oleh tim pendampingan yang terdiri dari Kemenkes, KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), PERSI daerah dan Dinas Kesehatan(4). 3. Mengetahui bagian yang dinilai (divisitasi) dari proses akreditasi Survei akreditasi mengacu pada SK menkes 1993 tentang standard pelayanan rumah sakit. Pada tahun 1999 dilakukan revisi sehingga terdiri dari 20 kegiatan pelayanan, meliputi Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan keperawatan, Pelayanan Gawat Darurat, Rekam Medik, Farmasi, Radiologi, Kamar Operasi, Pengendalian Infeksi, Pelayanan Resiko tinggi, Laboratorium dan Keselamatan Kerja, Kebakaran dan

Kewaspadaan Bencana ditambah Pelayanan Intensif, Pelayanan Transfusi Darah, Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Pelayanan Gizi, Sterilisasi sentral, Pemeliharaan sarana, Pelayanan Anesteti dan Perpustakaan(6). 4. Mengetahui syarat RS utk mendapatkan akreditasi Penilaian akreditasi rumah sakit dilakukan melalui evaluasi penerapan Standar Akreditasi Rumah Sakit KARS yang terdiri dari 4 kelompok standar: Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien: akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan, hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pelayanan pasien, pelayanan anestesi dan bedah, manajemen dan penggunaan obat, pendidikan pasien dan keluarga Kelompok Standar Manajemen RS: peningkatan mutu dan keselamatan pasien, pencegahan dan pengendalian infeksi, tata kelola; kepemimpinan dan pengarahan, manajemen fasilitas dan keselamatan, kualifikasi dan pendidikan staf, manajemen komunikasi dan informasi Sasaran Keselamatan Pasien: peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi; tepat prosedur; tepat pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, pengurangan risiko pasien jatuh Sasaran Menuju Millenium Development: penurunan angka kematian bayi dan peningkatan kesehatan ibu, penurunan angka kesehatan HIV/AIDS, penurunan angka kesakitan TB, ketepatan identifikasi pasien(7,8). Bagi rumah sakit baru yaitu setelah memperoleh izin operasional dan beroperasi minimal 2 tahun sedangkan bagi rumah sakit lama yaitu setelah adanya peerpanjangan SK minimal 6 bulan setelah perpanjangan maka wajib mengikuti atau mengajukan akreditasi(5,9). Syarat kelulusan RS untuk mendapatkan akreditasi: Tingkat Dasar - Empat bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80 (delapan puluh) % - Sebelas bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap bab harus 20 (duapuluh) % Tingkat Madya - Delapan bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80 % - Tujuh bab digolongkan Minor, nilai minimumsetiap bab harus 20 % Tingkat Utama - Duabelas bab digolongkan Major, nilai minimumsetiap babharus 80 % - Tiga bab digolongkan Minor, nilai minimum setiap babharus 20 % Tingkat Paripurna Lima belas (semua) bab digolongkan Major, nilai minimum setiap bab harus 80 %(5). 5. Mengetahui tugas dan wewenang KARS Fungsi: perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, pembibingan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi dalam bidang akreditasi rumah sakit di Indonesia sesuai peraturan. Tugas: merumuskan kebijakan dan tatalaksana akreditasi rumah sakit, menyusun rencana strategis akreditasi, menyusun peraturan internal KARS, menyusun standar akreditasi, menetapkan status akreditasi rumah sakit, menyelenggarakan pendidikan; pelatihan san pembimbingan serta pengembangan dibidang akreditasi dan mutu layanan rumah sakit, mengangkat dan memberhentikan tenaga suveior, membina kerja sama dengan instuti di dalam negeri maupun luar negeri yang berkaitan dengan akreditasi dan pelayanan mutu rumah sakit, melakukan sosialisasi san promosi kegiatan akreditasi, melakukan monitoring dan evaluasi dalam bidang akreditasi rumah sakit, melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan akreditasi rumah sakit(3). Wewenang: Menerima tembusan surat permohonan survey akreditasi dari pemilik RS, Menganalisa hasil Self Asses ment (SA) dari RS dan menyusun rencana kerja surveior, Menunjuk surveior & menginformasikan ke RS tentang rencana kerja surveior, Pelaksanaan survey, surveior akan melihat dokumen/SOP yang berkaitan dengan pelayanan yang di survey, observasi serta wawancara direktur&staf RS, Diakhir survey; surveior akan melaksanakanexit conference(dihadiri pihak RS & pemerintah daerah) untuk memberikan saran perbaikan

kepada RS dan Memberikan laporan penyelenggaraan survey akreditasi setiap 3 bulan kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan(10).

6. Mengetahui klasifikasi RS Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan: Pelayanan; Sumber Daya Manusia; Peralatan; Sarana dan Prasarana; dan Administrasi dan Manajemen(11): Berdasarkan Jumlah Jumlah bed Pelayanan Medik Spesialis Pelayanan Medik Penunjang Spesialis Pelayanan Medik Spesialis Lain Pelayanan Medik Sub Spesialis Rumah Sakit Umum Tipe A 400 4 5 12 13 B 200 4 4 8 2 C 100 4 4 D 50 2 -

7. Mengetahui definisi, klasifikasi dan contoh dari ME Medication Error dapat didefinisikan sebagai semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai(12). NCCMERP mendefinisikan Suatu kejadian yang dapat dicegah dan menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien dimana pengobatan tersebut dpt dikontrol(13). Definisi terbaru adalah kegagalan dalam proses pengobatan yang berpotensi membahayaan pasien, kesalahan pengobatan dapat terjadi pada setiap langkah pengobatan yang menggunakan proses, dan mungkin atau tidak dapat menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event(14). Contoh: Seorang pasien 70 tahun laki-laki, diketahui hipertensi, diabetes mellitus tipe2, dan penyakit arteri koroner, dirawat di rumah sakit mengeluh tidak mampu berjalan selama 3 minggu. Pasien mengonsumsi obat antidiabetik oral sebelum masuk rumah sakit dan diresepkan obat antidiabetes lain setelah masuk. Pada review resep oleh apoteker di unit farmakologi klinis, apoteker menemukan bahwa kedua obat sebelum dan sesudah masuk rumah sakit mengandung gliklazid, dan bahwa dosis gabungan dari dua obat yang bisa menempatkan pasien pada peningkatan risiko hipoglikemia. Klasifikasi medication error (berdasarkan tingkat keparahan hasil dari pasien): NO ERROR A: Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan terjadinya error ERROR-NO HARM B: Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien; C: Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak menimbulkan risiko; Obat mencapai pasien dan sudah terlanjur digunakan; Obat mencapai pasien tetapi belum sempat digunakan; D: Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan monitoring, tetapi tidak menimbulkan resiko pada pasien ERROR-HARM E : Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau intervensi serta menimbulkan resiko pada pasien yang bersifat sementara; F: Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat sementara; G: Error terjadi dan menyebabkan resiko permanen;H: Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian ERROR-DEATH I: Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien(13). Sedangkan klasifikasi Medication Error Menurut NCC Merp adalah(2): Prescribing error adalah kesalahan yang dapat timbul karena pemilihan obat yang salah untuk pasien. Kesalahan meliputi dosis, jumlah obat, indikasi, atau peresepan obat yang seharusnya menjadi kontraindikasi. Kekurangan pengetahuan tentang obat yang diresepkan, dosis yang direkomendasikan dan kondisi pasien berkontribusi dalam prescribing errors.

Dispensing error terjadi pada saat pelayanan resep atau peracikan, yaitu saat resep diserahkan ke apotek sampai penyerahan obat kepada pasien. Dispensing error terjadi sekitar 1-24% meliputi kesalahan dalam pemilihan kekuatan atau pemilihan obat. Administration error terjadi ketika ada perbedaan antara obat yang diterima pasien dengan obat yang dimaksudkan oleh dokter.

8. Mengetahui strategi meningkatkan manajemen kualitas pelayanan kefarmasian di RS Perlu dilakukan Pengembangan staf dan program pendidikan, selain itu perlu dilakukan evaluasi secara periodik terhadap konsep, kebutuhan, proses, dan hasil yang diharapkan. Apoteker hendaknya pun selalu melakukan kegiatan pengendalian mutu, agar kualitas pelayanan kefarmasian selalu terpelihara mencakup hal-hal: Pemantauan, Penilaian, Tindakan, Evaluasi dan Umpan balik. Pelayanan yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu; perubahan pelayanan dari paradigma lama drug oriented ke paradigma baru patient oriented dengan filosofi Pharmaceutical Care (pelayanan kefarmasian)(15). Selain itu, perlu menerapkan(16): - Plan Yaitu melakukan perencanaan berdasarkan dari masalah yang ditemukan dan melakukan evaluasi. Staff kefarmasian hendalnya mampu memahami bagaimana melakukan suatu pekerjaan, berfokus pada masalah, menemukan akar permasalahan, menciptakan solusi yang kreatif serta merencanakan implementasi yang terstruktur - Do Yaitumelaksanakan perencanaan dan mendokumentasikan. Dapat dilakukan dengan pelaksanaan diklat costumer care, pelaksanaan diklat asisten apoteker, ataupun pemberian edukasi tentang layanan terhadap konsumen, dll - Check Yaitu mempelajari data yang ditemukan dalam tahap sebelumnya dan mengevaluasinya apakah rencana sudah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Contoh implementasinya adalah evaluasi penggunaan obat untuk mengetahui gambaran konsumsi obat maupun terapi yang kemudian mencocokkannya dengan formularium rumah sakit. - Action Yaitu melakukan tindakan dari hasil yang telah didapatkan dari tahap-tahap sebelumnya. Mampu memberikan feed back terhadap evaluasi yang telah dilakukan, membuat planing penggunaan obat periode berikutnya berdasarkan evaluasi sebelumnya, dll

DAFTAR PUSTAKA 1. Tague, N. R, (2005), The quality toolbox 2th ed., Milwaukee, Wisconsin: ASQ Quality Press. Available from http://asq.org/quality-press/display-item/index.html?item=H1224, diakses 17 Oktober 2013 2. National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention, Available at http://www.nccmerp.org/ [30 Nov 2012], diakses 21 Oktober 2013 3. Anonim, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 417/Menkes/Per/II/2011, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 4. Anonim, 2012, Akreditasi Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bina Upaya kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta 5. Anonim, 2011, Standar Kreditasi Rumah Sakit, Kerjasama Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dengan KARS, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta 6. Rahma, drg. Puti Aulia, MPH, 2012, Akreditasi Rumah Sakit:Pengakuan Atas Kualitas Layanan, Available http://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/19-headline/151, diakses 17 Oktober 2013 7. Anonim,2013, Akreditasi Rumah Sakit, available at: http://www.kars.or.id/index.php?option=com_content& view=article&id=45&Itemid=76 8. KARS, 2011, Instrumen Penilaian Standar Akreditasi RS Edisi 1 Versi 2012, Jakarta 9. Anonim, 2012, Peraturan Menteri Republik Indonesia nomor 012 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, Departemen kesehatan RI, Jakarta 10. Anonim, 2013, Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta 11. Anonim, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III/2010 , Departemen Kesehatan RI, Jakarta 12. Fowler, S.B., Sohler,Patricia., & Zarillo,D.F., et al. 2009. Bar Code Technology for Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction, MEDSURG: Vol. 18 (2), Proquest Database 13. National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (2011), Medication Error, http://www.nccmerp.org/aboutMedErrors.html 14. Williams, (2007), Medication Error. R Coll Physicians Edinb, Vol 37: 343346. 15. Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/Menkes/Sk/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta 16. Wiley, 2007, Total Quality Management chapter 5, Inc, USA

Anda mungkin juga menyukai