IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN
MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI DALAM
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA KELAS V SDN KLURAK CANDI SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh: MUFARRIKHAH 02110280
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG JULI 2007
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA KELAS V SDN KLURAK CANDI SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan kepada: Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: MUFARRIKHAH 02110280
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG JULI 2007
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA KELAS V SDN KLURAK CANDI SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh: MUFARRIKHAH 02110280
Telah Disetujui Oleh, Dosen Pembimbing:
Imron Rossidy, M.Th, M.Ed NIP. 150 303 046
Mengetahui, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Drs. M. Padil M.Pd.I NIP. 150 267 235
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR, KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA KELAS V SDN KLURAK CANDI SIDOARJO
SKRIPSI
Dipersiapkan dan disusun oleh Mufarrikhah (02110280) Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 20 J uli 2007 dengan nilai A dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Pada tanggal 20 J uli 2007
Panitia Ujian
Ketua Sidang Sekretaris Sidang,
Drs. H. M. Djumransjah, M,Ed. Imron Rossidy, M.Th, M,Ed NIP. 150 024 016 NIP. 150 303 046
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, karya sederhana ini kupersembahkan kepada orang-orang yang selalu dekat di hati: Bapak dan Ibuku tercinta, yang senantiasa mencurahkan jerih payahnya, mendidik, menyayangi aku dan tak henti-hentinya mendo'akan aku dengan setulus hati dalam setiap langkahku. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kasih sayang Nya kepadamu. Hormat dan baktiku tiadalah arti, jika dibandingkan dengan kasih sayang yang telah kau berikan. Cacakku seng caem dhe whe (Arif) makasih to semangat, kerja keras serta pengirbananmu selama ini, sehingga adek bisa menyelesaikan skripsi ini. Tetep semangat key. n Adekku Fendi (alm) semoga kau bahagia di sana Ustadz Marzuki Mustamar dan Umi Saidah M Yang telah membimbingku selama di PP. Sabilur Rosyad Seluruh Santri PP. Sabilur Rasyad special to: Yu riend, ijah, na2 dll yang telah memberi motivasi dan membantu dalam penelitian ini, takkan terlupakan kebersamaan q-ta Konco-konco jalanku (may, indah, anik, johan, cupez, nofa, tatik, arek2 Tamir Merjosari, arek2 Tumpang) yang telah menemani dan selalu memberi motivasi untuk tetap tegar mengerjakan skripsi. Ojekku tersayang (Pak Broto) thanks to all... may ure the best 4 me
MOTTO
:
Diriwayatkan Anas bin Malik r.a: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, ringankanlah orang-orang (dalam masalah-masalah agama), dan janganlah membuatnya menjadi sukar bagi mereka dan berilah mereka kabar gembira dan janganlah membuat mereka melarikan diri (dari Islam) (1:69-Mukhtar Al-Bukhori).
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyetakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh oang lain, kecuali yang secara tertulis diakui dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang,
Mufarrikhah
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq dan hidayat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya hambatan yang berarti. Sholawat serta salam penulis haturkan kehadirat sang pendidik sejati Rasululah SAW, serta para sahabat, tabiin dan para umat yang senantiasa berjalan dengan risalah-Nya. Dengan terselesainya skripsi ini penulis tak lupa mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan baik moril maupun spiritual. Selanjutnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak dan Ibu serta Kakak-kakakku serta adikku (alm) yang tercinta, yang telah ikhlas memberikan doa restu, kasih sayang serta bimbingan yang senantiasa menyertai ananda dalam meraih sukses. 2. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Malang. 3. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang. 4. Bapak Drs. Moh. Padil M.Pd selaku Ketua J urusan Pendidikan Agama Islam. 5. Bapak Imron Rosiddy MTh, MEd. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan sabar dan selalu memotivasi sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak Tohiyat selaku kepala SDN Klurak Candi Sidoarjo yang telah memberikan izin penelitian di SDN Klurak Candi Sidoarjo. 7. Bapak Utsman, selaku pengajar PAI di SDN Klurak Candi Sidoarjo yang telah memberikan bimbingan dan arahan pada saat penelitian di lapangan. 8. Teman-teman J urusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2002, beserta semua pihak yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis. 9. Ustadz Marzuki Mustamar dan Umi Saidah, terima kasih atas dorongan moril yang telah diberikan kepada penulis. 10. Seluruh sahabat PP. Sabilur Rosyad yang selalu menemani dan memberi support penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 11. Sahabat-sahabat di Mushollah Wardatul Islah Merjosari, terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca. Penulis juga mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Allah selalu memberikan petunjuk dan rahmat-Nya, amin ya robbal alamin. Malang, 15 J uli 2007 Penulis DAFTAR TABEL
Tabel 1: Pelaksanaan Pakem Tabel 2: Keadaan Siswa
Tabel 3: Lembar Observasi Motivasi Belajar, Keaktifan dan Kreativitas Table 4: Data Personalia SDN Klurak Candi Sidoarjo Tabel 5: J umlah Murid Menurut Tingkat J enis Kelamin dan Usia Tabel 6: Daftar Nama Siswa Kelas V A SDN Klurak Candi Sidoarjo
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Spiral Penelitian Tindakan Kelas Gambar 2: Model Penelitian Tindakan Kelas
Gambar 3: Siklus Penelitian Gambar 4: Diagram Peningkatan Motivasi Belajar, Keaktifan dan Kreativitas Gambar 5: Diagram Peningkatan Motivasi Belajar Gambar 6: Diagram Peningkatan Keaktifan Gambar 7: Diagram Peningkatan Kreativitas Gambar 8: Diagram Peningkatan Motivasi Belajar, Keaktifan dan Kreativitas Pre Test Siklus III Gambar 9: Kondisi Pembelajaran Konvensional Gambar 10: Kondisi PAKEM Gambar 11: Siklus Penelitian Gambar 12: Denah SDN Klurak Candi Sidoarjo Gambar 13: Struktur Organisasi SDN Klurak Candi Sidoarjo Gambar 14: Beberapa Sarana Belajar SDN Klurak
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Modul Lampiran 2: Kunci J awaban Modul
Lampiran 3: Rencana Pembelajaran Lampiran 4: Instrumen Observasi Lampiran 5: Instrumen Dokumentasi Lampiran 6: Lembar Observasi Lampiran 7: Diagram Peningkatan Motivasi Belajar, Keaktifan dan Kreativitas Lampiran 8: Diagram Peningkatan Motivasi Belajar Lampiran 9: Diagram Peningkatan Keaktifan Lampiran 10: Diagram Peningkatan Kreativitas Lampiran 11: Diagram Peningkatan Motivasi Belajar, Keaktifan dan Kreativitas Pre Test Siklus III Lampiran 12: Kondisi Pembelajaran Konvensional Lampiran 13: Kondisi PAKEM Lampiran 14: Siklus Penelitian Lampiran 15: Denah SDN Klurak Candi Sidoarjo Lampiran 16: Struktur Organisasi SDN Klurak Candi Sidoarjo Lampiran 17: Data Personalia SDN Klurak Candi Sidoarjo Lampiran 18: J umlah Murid Menurut J enis Kelamin dan Usia Lampiran 19: Daftar Nama Siswa Kelas V A SDN Klurak Candi Sidoarjo Lampiran 20: Beberapa Sarana Belajar SDN Klurak
HALAMAN PESETUJUAN ......................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iii HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING .......................................... iv HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ vi HALAMAN MOTTO...............................................................................vii KATA PENGANTAR............................................................................. viii DAFTAR ISI................................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN............................................................................xiv DAFTAR GAMBAR................................................................................. xv DAFTAR TABEL ...................................................................................xvi ABSTRAK...............................................................................................xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.....................................................................................1 B. Rumusan Masalah..............................................................................13 C. Tujuan Penelitian................................................................................13 D. Manfaat Penelitian..............................................................................14 E. Ruang Lingkup Pembahasan..............................................................14 F. Definisi Operasional...........................................................................15 G. Sistematika Pembahasan....................................................................16 BAB II KAJIAN TEORI A. PAKEM...........................................................................................19 1. Pengertian PAKEM ..................................................................19
2. Latar Belakang PAKEM...........................................................28 3. Tujuan PAKEM........................................................................39 4. PAKEM dalam Perpsektif PAI .................................................40 5. Implementasi PAKEM Pada PAI ..............................................42 6. Keterkaitan PAKEM dengan Motivasi ....................................47 7. Keterkaitan PAKEM dengan Keaktifan....................................50 8. Keterkaitan PAKEM dengan Kreativitas..................................52 B. Motivasi Belajar..............................................................................54 1. Pengertian Motivasi Belajar......................................................54 2. Fungsi Motivasi Belajar............................................................58 3. Tujuan Motivasi ........................................................................59 4. Ciri-ciri Motivasi.......................................................................60 5. Prinsip-prinsip Motivasi............................................................62 6. Macam-macam/jenis Motivasi ..................................................64 7. Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah..........................................66 8. Cara Menimbulkan dan Memupuk Motivasi ............................69 C. Keaktifan ........................................................................................72 1. Pengertian Keaktifan.................................................................72 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan..........................78 3. Prinsip-prinsip Aktivitas...........................................................82 4. J enis-jenis Aktivitas dalam Belajar...........................................84 D. Kreativitas.......................................................................................86 1. Pengertian Kreativitas...............................................................86
2. Ciri-ciri Kepribadian Kreatif.....................................................90 3. Pendekatan 4 P dalam Mengembangkan Kreativitas................92 4. Kreativitas dalam Perspektif Pendidikan Islam........................96 E. Pendidikan Agama Islam................................................................98 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam........................................98 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam............................................100 3. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam...............104 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain dan J enis Penelitian...........................................................109 B. Instrumen Penelitian.....................................................................112 C. Lokasi Penelitian...........................................................................112 D. Sumber Data dan J enis Data.........................................................112 E. Teknik Pengumpulan Data............................................................114 F. Analisis Data.................................................................................116 G. Pengecekan Keabsahan Data.........................................................117 H. Tahap-tahap Penelitian..................................................................118 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Obyek Penelitian..................................................125 1. Sejarah SDN Klurak Candi Sidoarjo.......................................125 2. Visi, Misi dan Tujuan SDN Klurak Candi Sidoarjo................126 3. Keadaan Guru..........................................................................127 4. Keadaan Siswa.........................................................................127 5. Sarana dan Prasarana...............................................................128
B. Siklus Penelitian............................................................................128 1. Identifikasi Masalah................................................................128 2. Siklus I ....................................................................................135 3. Siklus II ...................................................................................149 4. Siklus III..................................................................................163 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN.................................. 174 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................191 B. Saran-Saran...................................................................................192
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAK
Mufarrikhah. 2007. Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) Pada Mata Pelajaran PAI dalam Meningkatkan Motivasi Belajar, Keaktifan dan Kreativitas Siswa Kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam, J urusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Imron Rossidy M.Th., M.Ed.
Kata Kunci: PAKEM, PAI, Motivasi Belajar, Keaktifan, Kreativitas Siswa
Pembelajaran konvensional yang banyak digunakan guru agama Islam selama ini cenderung monoton, tekstual dan statis sehingga siswa kehilangan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitasnya. Hal ini disebabkan guru berperan lebih aktif sedangkan siswa hanya sebagai objek yang pasif. Pembelajaran konvensional dirasa kurang efektif dalam menumbuhkan motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa. Atas dasar itu, perlu dicarikan alternatif-alternatif baru dalam pembelajaran PAI. Salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa adalah Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) yang dirasa lebih tepat untuk mengatasi problema yang ada selama ini. Berangkat dari uraian di atas, penulis mencoba untuk meneliti PAKEM sebagai salah satu alternatif pembelajaran dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah PAKEM dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo dan bagaimana peningkatannya? 2. Bagaimana implementasi PAKEM pada mata pelajaran PAI yang dapat meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo? Berdasarkan paparan di atas, peneliti menggunakan desain penelitian tindakan kelas (Classroom action research) jenis kolaboratif partisipatoris, dengan model yang dikembangkan oleh Elliot. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi, interview dan dokumentasi. Data yang bersifat kualitatif dianalisa dengan deskriptif kualitatif sedangkan data yang bersifat kuantitatif dianalisa dengan analisa deskriptif kuantitatif dengan rumus:
P = BaseRate BaseRate PostRate X 100 %
Keterangan: P =Presentasi peningkatan Post Rate =Nilai rata-rata sesudah tindakan Base Rate =Nilai rata-rata sebelum tindakan (Gugus, 1999/2000:1).
Hasil observasi dan data empiris di lapangan menunjukkan bahwa implementasi PAKEM terbukti dapat meningkatkan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa pada pelajaran PAI di SDN Klurak Candi Sidoarjo. Indikator peningkatannya ditandai dengan meningkatnya motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa dari siklus ke siklus. Hasil observasi dari lapangan menunjukkan bahwa motivasi belajar mengalami peningkatan dari pre test ke siklus I sebesar 66%, dari pre test ke siklus II sebesar 93%, dari pre test ke siklus III sebesar 140%, dari siklus I ke siklus II sebesar 16%, dari siklus I ke siklus III sebesar 44% dan dari siklus II ke siklus III sebesar 24%. Peningkatan keaktifan dari pre test ke
siklus I sebesar 83%, dari pre test ke siklus II sebesar 125%, dari pre test ke siklus III sebesar 150%, dari siklus I ke siklus II sebesar 22%, dari siklus I ke siklus III sebesar 36% dan dari siklus II ke siklus III sebesar 11%. Sedangkan peningkatan kreativitas siswa pada pre test ke siklus I sebesar 41%, dari pre test ke siklus II sebesar 116%, dari pre test ke siklus III sebesar142%, dari siklus I ke siklus II sebesar 59%, dari siklus I ke siklus III sebesar 71%, dari siklus II ke siklus III sebesar 7%. Bentuk implementasi PAKEM yang optimal dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa pada pelajaran PAI adalah dengan menggunakan metode yang bervariasi: team quiz (kuis kelompok), card sort (sortir kartu), kooperatif struktural, problem solving (pemecahan masalah), watching CD (melihat CD), learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan), reinforcement serta modul. Saran yang dapat disampaikan peneliti adalah (1) Lembaga pendidikan yang berwenang diharapkan dapat merealisasikan PAKEM karena dari hasil penelitian PAKEM terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa (2) Tenaga pengajar hendaknya dapat mengimplementasikan PAKEM pada kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode yang bervariasi seperti team quiz (kuis kelompok), card sort (sortir kartu), learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan), kooperatif struktural, problem solving (pemecahan masalah), watching CD (melihat CD), reinforcement dan penggunaan modul sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa dalam pembelajaran (3) Perlu adanya penelitian PAKEM lebih lanjut dengan menggunakan variabel dan metode penelitian yang berbeda agar diperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan data yang lebih absah.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada suatu keadaan yang sangat sulit. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia masih rendah sehingga belum siap dalam menghadapi persaingan global. Menurut catatan Human Development Report Tahun 2003 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas Sumber Daya manusia berada pada urutan 112. Indonesia berada jauh di bawah Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunei Darussalam (31), Korea Selatan (30), dan Singapura (28). Organisasi Internasional yang lain juga menguatkan hal itu. International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Sementara itu, Third Matemathics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa SMP kita berada di urutan ke-34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada di urutan ke-32 dari 38 negara (Nurhadi, 2003:1). Dikarenakan kondisi bangsa Indonesia SDM-nya masih sangat rendah, sehingga mereka hanya lebih disibukkan oleh kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa memperhatikan dan memikirkan bagaimana memajukan bangsa Indonesia supaya bisa bersaing dengan negara-negara lain. Dari permasalahan-permasalahan di atas Muhaimin (2005:17-18) memaparkan bahwa hasil survey negeri kita masih bertengger dalam jajaran Negara yang paling korup di dunia, KKN melanda di berbagai institusi, disiplin makin longgar, semakin meningkatnya tindak kriminal, tindak kekerasan,
anarchisme, premanisme, konsumsi minuman keras dan narkoba sudah melanda di kalangan pelajar dan mahasiswa. Masyarakat kita juga cenderung mengarah pada masyarakat kepentingan/patembayan (gesellschaft), nilai-nilai masyarakat paguyuban (gemeinschaft) sudah ditinggalkan, yang tampak di permukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya. Dilihat dari permasalahan-permasalahan di atas, bangsa Indonesia memang sedang menghadapi krisis multidimensional. Mulai dari krisis kualitas SDM rendah sehingga menyebabkan krisis moral. Muhaimin (2005:18) lebih lanjut mengungkapkan bahwa krisis ini, secara langsung atau tidak, berhubungan dengan persoalan pendidikan. Ironisnya, krisis tersebut menurut sementara pihak- katanya-disebabkan karena kegagalan pendidikan agama, termasuk di dalamnya pendidikan agama Islam. Meskipun penjelasan di atas belum tentu sepenuhnya benar, bahwa karena kegagalan pendidikan agama yang menyebabkan timbulnya krisis moral, tetapi bisa jadi dikarenakan oleh faktor-faktor yang lainnya, misalkan apabila peserta didik kurang peduli pada lingkungan hidup di sekitarnya, juga merupakan kegagalan dari guru IPA, apabila siswa yang kurang sopan dalam berbicara dengan orang yang lebih tua, itu juga merupakan kegagalan dari guru bahasa dan lain-lain. J adi bukan berarti bahwa semuanya merupakan kesalahan daripada pembelajaran pendidikan agama di sekolah. Tetapi dalam kenyataan di lapangan memang selama ini pembelajaran pendidikan agama Islam yang berlangsung masih mengalami banyak kelemahan,
penyampaian materi pelajaran kurang begitu dipahami oleh peserta didik sehingga menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak mengerti akan agama Islam itu sendiri apalagi mengamalkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Muchtar Bukhori dalam Muhaimin (2005:23) menilai pendidikan agama masih gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai- nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Disebutkan juga oleh Harun Nasution dalam Muhaimin (2005:23) Dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari pendidikan agama adalah pendidikan moral. Dalam konteks sistem pembelajaran, pendidikan agama titik lemahnya agaknya lebih terletak pada komponen metodologinya. Kelemahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik; (2) kurang dapat berjalan bersama dan bekerja sama dengan program-program pendidikan non-agama; (3) kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya, dan/atau bersifat statis kontekstual dan lepas dari sejarah, sehingga peserta didik
kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian (Muhaimin, 2005:27). Menurut Sutrisno (2005:37) bahwa: Proses pembelajaran yang digunakan para guru agama Islam selama ini lebih banyak menggunakan metode ceramah. Guru memberi penjelasan dengan berceramah mengenai materi pelajaran dan siswa sebagai pendengar. Metode pembelajaran semacam ini kurang memberikan arahan pada proses pencarian, pemahaman, penemuan dan penerapan. Akibatnya, pendidikan agama Islam kurang dapat memberikan pengaruh yang berarti pada kehidupan sehari-hari siswa-siswanya. Akibatnya, terjadi krisis moral pada kalangan siswa-siswa SD, SLTP dan SMU, yang pada akhirnya krisis moral pun meluas pada anak-anak bangsa ini.
Begitu juga dengan pendapat Menteri Agama RI, Muhammad Maftuh Basyuni (Tempo, 24 November 2004), bahwa pendidikan agama yang berlangsung saat ini cenderung lebih mengedepankan aspek kognisi (pemikiran) daripada afeksi (rasa) dan psikomotorik (tingkah laku). Menurut istilah Komaruddin Hidayat dalam Fuaduddin Hasan Bisri pendidikan agama lebih berorientasi pada belajar tentang agama, sehingga hasilnya banyak orang yang mengetahui nilai-nilai ajaran agama, tetapi prilakunya tidak relevan dengan nilai- nilai ajaran agama yang diketahuinya (Muhaimin, 2005:23). Sedangkan menurut Towaf dalam Muhaimin (2005:25) telah mengamati adanya kelemahan-kelemahan pendidikan agama Islam di sekolah, antara lain: (1) pendekatan masih cenderung normatif, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang sering kali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian; (2) kurikulum pendidikan agama Islam yang dirancang di sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi atau minimum informasi,
tetapi pihak guru PAI sering kali terpaku padanya, sehingga semangat untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi kurang tumbuh; (3) sebagai dampak yang menyertai situasi tersebut di atas, maka guru PAI kurang supaya menggali berbagai metode yang mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama, sehingga pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton; (4) keterbatasan sarana/prasarana, sehingga pengelolaan cenderung seadanya. Dari berbagai pendapat yang telah disuguhkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kebanyakan dari pendapat-pendapat tersebut mengemukakan bahwa pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah masih tradisional. Dalam pembelajaran tradisional yang berlangsung secara monoton, yang hanya disuguhi dengan metode ceramah, maka siswa merasa tersiksa di dalam kelas, bahkan kelas seakan seperti penjara. Sehingga pembelajaran tersebut tidak bisa menyerap apa yang telah diterangkan oleh guru pada siswa karena sudah tidak konsentrasi lagi pada pelajaran. Kondisi seperti ini, menyebabkan motivasi belajar siswa hilang, dengan tidak adanya motivasi dalam diri siswa maka mereka akan malas mendengarkan apalagi mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan pada mereka, dengan demikian maka kreativitas siswa tidak akan berkembang. Kegiatan belajar mengajar di kelas hanya didominasi oleh guru, seakan- akan guru adalah sumber utama dalam belajar, sedangkan para siswa hanya sebagai pendengar setia, para siswa hanya mendengarkan hal-hal yang dipompakan oleh guru dan mereka menelan saja hal-hal yang direncanakan dan disampaikan oleh guru, siswa dianggap sebagai objek. Seperti yang dikemukakan Usman dalam Hj. Zahera Sy, (2000:26), yaitu guru harus pandai menyuapi sekian
banyak siswa pada waktu yang sama dengan makanan pengetahuan yang telah diolah dan dimasak oleh guru sendiri, siswa tinggal menelannya tanpa proses bahwa makanannya itu pahit, manis atau basi sekalipun. Dalam kegiatan belajar mengajar yang seperti ini kegiatan mandiri dianggap tidak ada maknanya, karena guru adalah orang yang serba tahu dan menentukan segala hal yang dianggap penting bagi siswa. Sistem penuangan lebih mudah pelaksanaannya bagi guru dan tidak ada masalah atau kesulitan; guru cukup mempelajari materi dari buku, lalu disampaikan kepada siswa. Disisi lain, siswa hanya bertugas menerima dan menelan, mereka diam dan bersikap pasif atau tidak aktif (Hamalik, 2001:170), jadi kegiatan belajar mengajar tidak dititikberatkan pada kegiatan siswa yang menyebabkan siswa tidak aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana non- otoriter, ketika belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, karena guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dengan subur (Munandar, 1999:12). Ungkapan Guilford pada tahun 1950 dalam Munandar (1999:7) dalam pidato pelantikannya sebagai presiden American Psychologikal Association, bahwa:
Keluhan yang paling banyak saya dengar mengenai lulusan perguruan tinggi kita ialah bahwa mereka cukup mampu melakukan tugas-tugas yang diberikan dengan menguasai teknik-teknik yang diajarkan, namun mereka tidak berdaya jika dituntut memecahkan masalah yang memerlukan cara baru. Dapat ditarik kesimpulan dari pidato Guilford di atas bahwa ia memberi penekanan dalam penelitian bidang pengembangan kreativitas pada pendidikan formal sangat kurang dan diterlantarkan. Seperti halnya hasil penelitian yang telah diungkapkan oleh Mahaguru UGM Prof. Dr. M.S.A. Sastroamidjojo dalam keprihatinannya akan menurunnya kreativitas manusia, (Sinar Harapan, 4 Mei 1984, hal. 1). Harianto GP juga menegaskan bahwa sistem menghafal masih mendominasi di sekolah hingga perguruan tinggi, dengan perkataan lain kreativitas siswa/mahasiswa kurang/tidak ada, (Pelita, 20 Maret 1985, hal. 3). Dari hasil pengamatan dan penelitian, para ahli menyimpulkan bahwa anak kecil pada dasarnya sangat kreatif. Hal ini nyata dari perilaku anak kecil: ia senang mengajukan pertanyaan, senang menjajaki lingkungannya, tertarik untuk mencoba-coba segala sesuatu, dan mempunyai daya khayal yang kuat. Namun merupakan kenyataan pula bahwa dengan meningkatnya usia anak, kreativitasnya bukannya meningkat tetapi justru menurun, makin lama duduk di bangku sekolah makin tidak kreatif. Hal ini menimbulkan pertanyaan pada para pendidik: sejauh mana pendidikan formal menunjang atau menghambat perkembangan kreativitas seorang anak? (Semiawan et al, 1987:12).
Dalam pendidikan formal, kemampuan-kemampuan mental yang dilatih umumnya berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan, ingatan, dan penalaran logis. Di sekolah siswa biasanya dituntut untuk menerima apa yang dianggap penting oleh guru, dan menghafalnya. Keberhasilan dalam pendidikan sering hanya dinilai dari sejauh mana siswa mampu memproduksi bahan pengetahuan yang diberikan. Ia dihadapkan pada soal-soal yang harus ia pecahkan dengan menemukan satu-satunya jawaban yang benar, sering kali ia dituntut pula untuk memecahkan soal-soal tersebut hanya dengan satu cara. Cara-cara lain, walaupun menuju pada jawaban yang sama, sering tidak diperbolehkan oleh guru. Dapatlah dipahami bahwa pendekatan seperti ini justru menimbulkan kekakuan dalam berpikir dan kesempitan dalam meninjau suatu masalah. Dengan demikian daya pikir kreatif sebagai kemampuan untuk dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjau, justru terhambat. J ika anak di sekolah tidak pernah atau jarang dituntut untuk menjajaki berbagai alernatif jawaban terhadap suatu persoalan, bagaimana dapat diharapkan bahwa kreativitasnya akan berkembang? (Semiawan, 1987:12). Dengan nada yang agak berbeda, F. Dennis menyatakan bahwa siswa- siswa SD sampai PT, sekolah hanya mengejar status, mereka lebih mementingkan nilai, bukannya prestasi. Siswa-siswa mengejar nilai dengan cara nyontek, nyogok, atau belajar model foto copy; dengan kata lain kreatif mereka memang rendah (Pelita, 26 Maret 1984, hal.V dalam Slameto, 1991:138-139). Menurut Semiawan dalam Suharto, (Pengembangan Kreativitas Menghadapi Globalisasi, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor II, Tahun 27, J uli 2000. Hal:160) bahwa "Dengan keterpaduan antara aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik, maka akan menimbulkan kreativitas". Tanpa kreativitas suatu masyarakat kemungkinan akan menjadi terhambat pembangunannya (Muhadjir dalam Soeparman, Hubungan kemandirian dengan Kreativitas Siswa SMU, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor I, Tahun 27, J anuari 2000. Hal:93). Disamping pendidik memasukkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pada siswa, pendidik juga harus bisa membangkitkan semangat (motivasi) belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hj. Zahera Sy, yang mana salah satunya adalah penggunaan metode yang bervariasi dalam proses pembelajaran merupakan salah satu cara untuk memotivasi siswa. Ternyata hasilnya termasuk kriteria baik (66,67%) (Hj. Zahera Sy, Cara Guru Memotivasi dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor I, J ilid 7. 2000. Hal:29). Dengan timbulnya motivasi, maka siswa akan terdorong aktif dalam proses pembelajaran dan membuat siswa tersebut kreatif. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satunya yang sangat berperan yaitu terletak pada pembelajaran. Oleh karena itu guru harus berusaha semaksimal mungkin bagaimana menciptakan pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi siswa agar siswa semangat dalam belajar, bagaimana agar siswa benar-benar terlibat aktif secara fisik, mental, intelektual dan emosional dalam pembelajaran dan bagaimana menciptakan siswa-siswa yang kreatif. Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, karena siswalah yang seharusnya banyak aktif.
Berbicara tentang pembelajaran, maka tidak akan lepas dengan pengalaman belajar apa yang mesti diberikan kepada peserta didik agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup maupun untuk meningkatkan kualitas dirinya sehingga mampu menerapkan prinsip belajar sepanjang hayat (life long education). Dalam hal ini empat pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together merupakan hal yang harus menjiwai program-program kegiatan belajar mengajar di sekolah (Supriono S, 2001:21). Diungkapkan lagi oleh Supriono S (2001:21) bahwa: Atas dasar prinsip-prinsip tersebut, maka pembelajaran di sekolah hendaknya mengaktifkan peserta didik tidak hanya secara mental sehingga mampu menjadi warga negara yang kritis, kreatif, dan partisipatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) adalah salah satu strategi untuk menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan siswa, sehingga siswa termotivasi untuk aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) adalah satu konsep yang membantu guru-guru menghubungkan isinya mata pelajaran dengan situasi keadaan di dunia (real world) dan memotivasikan siswa/i untuk lebih paham hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan karyawan-karyawan. PAKEM (http://pakem.org/, diakses 13 Mei 2006).
Dalam PAKEM ini, terdiri dari pembelajaran aktif, aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana yang mampu merangsang siswa sehingga siswa aktif bertanya, mengemukakan gagasan/ide. Dari keaktifan siswa ini maka dapat mengembangkan kreativitas, menyenangkan adalah suasana belajar gembira yang mana dengan suasana belajar yang menyenangkan maka perhatian siswa akan tertumpu pada belajar. Aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran itu tidak ubahnya seperti bermain. Pembelajaran yang efektif antara lain ditandai dengan: (1) Siswa sebagai subjek didik; (2) Metode mengajar yang beragam; (3) Menghindari verbalistik; dan (4) Variasi pembelajaran (Nursito, 2002:48). PAKEM lebih menekankan pada pengembangan kemampuan anak melalui "learning by doing" (belajar melalui berbuat) atau melakukan aktivitas sendiri. Dengan keaktifan siswa dalam belajar, maka siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Dalam suasana pembelajaran yang aktif saja sebenarnya pembelajaran yang menyenangkan sudah mulai tercipta. Apalagi jika guru secara kreatif dapat menjalankan komunikasi dua arah yang menyenangkan. Senyum guru, misalnya, mempunyai makna yang sangat dalam bagi keberhasilan pembelajaran. Sebab, senyum itu dapat mencairkan suasana yang beku, monoton, dan tidak menarik. Achmad Sapari, Pembelajaran yang Menyenangkan Didaktika
(http://www.kompas.com/kompas-cetak/dikbud/pemb09.htm, diakses 17 Mei 2006). Pembelajaran aktif, kreatif efektif dan menyenangkan (PAKEM), bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan dengan menyiapkan siswa memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan sikap, guna mempersiapkan kehidupan masa depannya. Di dalam PAKEM juga guru- guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang berbeda-beda, termasuk pembelajaran yang interaktif. Pembelajaran PAKEM (http://www.mbeproject.net/mbe94.html, diakses 20 Mei 2006). Di SDN Klurak Candi Sidoarjo pada saat proses belajar mengajar berlangsung guru masih sering menggunakan metode tradisonal tepatnya metode ceramah. Kegiatan belajar mengajar dalam kelas tersebut kurang begitu komunikatif dikarenakan guru masih mendominasi kelas, sehingga motivasi dan keaktifan peserta didik kurang, yang mengakibatkan peserta didik banyak yang bermain-main dan tidur-tiduran disela-sela pembelajaran dan kurangnya keberanian peserta didik dalam menanyakan hal-hal yang masih belum mereka pahami dalam pembelajaran yang sedang berlangsung, dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa kreativitas siswa masih belum terlihat. Berpijak pada pernyataan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah judul IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM) PADA MATA PELAJARAN PAI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR,
KEAKTIFAN DAN KREATIVITAS SISWA KELAS V SDN KLURAK CANDI SIDOARJO.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan di sini adalah: 1. Apakah pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo dan bagaimana peningkatannya?
2. Bagaimana implementasi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI yang dapat meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan proposal ini adalah: 1. Untuk mengetahui Apakah pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo dan bagaimana peningkatannya. 2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI yang dapat
meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreatifitas siswa kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini yaitu: 1. Hasil penelitian ini tentunya sangat berguna bagi penulis sebagai media pengembangan dan memperluas ilmu pengetahuan baik secara teori maupun praktek pendidikan agama Islam sesuai dengan disiplin ilmu yang telah penulis tekuni. 2. Sebagai masukan bagi para guru PAI sehingga bisa menciptakan pembelajaran PAI yang baik. 3. Sebagai acuan bagi penelitian yang lain yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa.
E. Ruang Lingkup Pembahasan Untuk memperoleh gambaran yang jelas, mudah dipahami dan terhindar dari persepsi yang salah dengan penulisan skripsi ini, maka perlu adanya Hal ini ditempuh untuk menghindari kekaburan obyek agar sesuai dengan arah dan tujuan penelitian. Adapun ruang lingkup pembelajaran ini berfokus pada pembahasan tentang implementasi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan
(PAKEM) pada mata pelajaran PAI dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo. Penelitian ini tidak mengkaji tentang peningkatan motivasi, keaktifan dan kreativitas terhadap materi-materi yang lain selain PAI.
F. Definisi Operasional Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) adalah satu konsep yang membantu guru-guru menghubungkan isinya mata pelajaran dengan situasi keadaan di dunia (real world) dan memotivasikan siswa/i untuk lebih paham hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan karyawan-karyawan. PAKEM (http://pakem.org/, diakses 13 Mei 2006). Pemahaman tentang pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah/perguruan tinggi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai aktivitas, berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Sedangkan PAI sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih dan/atau penciptaan suasana yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, yang diwujudkan
dalam sikap hidup serta keterampilan hidup pada salah satu atau beberaa pihak (Muhaimin dalam Muhaimin, 2005:15). Motivasi belajar adalah rangsangan, dorongan belajar yang sangat besar karena keinginan anak untuk berhasil dapat dilihat dari besarnya tanggung jawab, besarnya kebutuhan anak akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri (Titiek Syamsiah, Hubungan Motivasi Belajar dan Prestasi Murid tentang Lingkungan Belajar dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris di Sekolah Dasar, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor Khusus, Tahun 26, Desember 1999. Hal:125). Keaktifan menurut Sardirman dalam Hj. Zahera Sy, Cara Guru Memotivasi dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor I, J ilid 7, Februari 2000.hal:27) adalah keterlibatan belajar yang mengutamakan keterlibatan fisik maupun mental secara optimal. Kreativitas adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan sesuatu hal yang baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan bagi masyarakat (Nana Syaodih Sukmadinata, 2003:104).
G. Sistematika Pembahasan Agar pembahasan dalam skripsi nanti terdapat kesinambungan dan sitematis, maka dalam penulisannya ini mencakup enam bab berdasarkan pembahasan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, sistematika pembahasan. BAB II KAJIAN TEORI Berisi tentang: pengertian PAKEM, latar belakang PAKEM, tujuan PAKEM, PAKEM dalam perspektif PAI, implementasi PAKEM pada PAI, keterkaitan PAKEM dengan motivasi, keterkaitan PAKEM dengan keaktifan, keterkaitan PAKEM dengan kreativitas, pengertian motivasi belajar, fungsi motivasi belajar, tujuan motivasi, ciri-ciri motivasi, prinsip-prinsip motivasi, macam-macam/jenis motivasi, bentuk-bentuk motivasi di sekolah, cara menimbulkan dan memupuk motivasi, pengertian keaktifan, faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan, prinsip-prinsip aktivitas, jenis-jenis aktivitas dalam belajar, pengertian kreativitas, ciri-ciri kepribadian kreatif, pendekatan 4 P dalam mengembangkan kreativitas, kreativitas dalam perspektif pendidikan Islam, pengertian PAI, tujuan PAI, dasar-dasar pelaksanaan PAI. BAB III METODE PENELITIAN Bab III ini berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, instrumen penelitian, lokasi penelitian, sumber data dan jenis data, teknik pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN Berisi tentang deskripsi data yang memuat gambaran obyek penelitian mulai dari sejarah berdirinya madrasah, sarana dan prasarana, visi dan misi sesuai dengan rumusan masalah dan hasil dari analisis data BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Berisi tentang jawaban dari masalah penelitian yaitu bagaimana implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran PAI yang dapat meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa dan apakah mata pelajaran PAI dengan mengimplementasikan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa BAB VI PENUTUP Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
KAJIAN TEORI
A. PAKEM 1. Pengertian PAKEM Pakem yaitu singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan ini adalah salah satu pembelajaran yang baru diterapkan pada sekolah-sekolah. Pembelajaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. PAKEM adalah singkatan dari pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Fokus PAKEM adalah pada kegiatan siswa di dalam bentuk group, individu, dan kelas, partisipasi di dalam proyek, penelitian, penyelidikan, penemuan, dan beberapa macam strategi yang hanya dibatas dari imaginasi guru. Phillip Rekdale. PAKEM (http://pakem.org. Diakses 13 Mei 2006). Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dapat diartikan sebagai berikut: a. Active learning (Belajar Aktif) Bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan proses aktif dan si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan (Depdiknas, 2004:3, 3-8).
b. Creative Learning (Belajar dengan kreatif) Dalam membaca pemahaman siswa dikondisikan belajar dengan kreatif. Hal demikian dapat dilakukan guru dengan cara memberi tugas-tugas membaca pemahaman yang menuntut siswa kreatif untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul. Misalnya siswa diberi tugas membaca di perpustakaan. Buku-buku yang akan dipelajari siswa sudah disiapkan. Siswa disuruh merangkum. Satu bab dari buku yang dibaca dengan bahasanya sendiri. Dengan demikian siswa dapat kreatif, karena bahasanya tidak harus sama dengan yang ada di buku (Zulaicha, "Perbedaan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas IV SDN Pogar II Kecamaatan Bangil dengan Menggunakan Model Pakem dan Non Pakem" Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan UM Malang, 2005, hlm. 26). Sedangkan menurut Depdiknas, kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa (Depdiknas, 2004:3, 3-8). Pembelajaran yang kreatif juga sangat berhubungan dengan pembelajaran yang aktif, peran siswa aktif dalam pembelajaran bisa membentuk generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
c. Efective Learning (belajar dengan Efektif)
Dengan membaca pemahaman guru diharapkan mampu menciptakan efektif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) salah satu caranya adalah guru sebelum mengajar sudah merancang berbagai hal yang akan dilakukan dalam KBM. Diantaranya siswa diharapkan merangkum isi bacaan dengan dibatasi waktu. Siswa dapat menjawab pertanyaan bacaan dengan tepat. Dengan melatih kecepatan dalam menjawab dan merangkum sangat melatih siswa dalam hal bekerja dan berfikir cepat serta tepat. Hal demikian bila dilatihkan secara kontinyu akan memupuk kebiasaan pada siswa yaitu sikap praktis dan efektif dalam kegiatan sehari-hari (Zulaicha, "Perbedaan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas IV SDN Pogar II Kecamatan Bangil dengan Menggunakan Model Pakem dan Non Pakem" Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan UM Malang, 2005, hlm. 26-27). d. Menyenangkan Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya ("time on task") tinggi (Depdiknas, 2004:3, 3-8). Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan
pembelajaran yang dicapai. J ika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa (Depdiknas, 2004:3, 3-8). Dan dalam buku paket pelatihan awal disebutkan bahwa secara garis besar, PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut: a. Siswa terlibat berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. b. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa. c. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan 'pojok baca'. d. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok. e. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya (Depdiknas, 2004:3, 3-8).
PAKEM juga dapat diartikan sebagai berikut:
a. Pembelajaran yaitu; Usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya b. Aktif yaitu; Mengemukakan pendapat, menemukan, mengembangkan penalaran, mengkomunikasikan ide / gagasan untuk memecahkan masalah c. Kreatif yaitu; 1) Memahami masalah 2) Merencanakan pemecahan masalah 3) Merencanakan kegiatan 4) Mengkaji ulang pelaksanaan pemecahan masalah 5) dll d. Efektif yaitu; Dalam waktu singkat dapat mencapai tujuan yang diharapkan e. Menyenangkan yaitu; Siswa terpesona dengan keindahan, kenyamanan, kemanfaatannya sehingga terlibat aktif dan asyik Definisi PAKEM juga diungkapkan oleh Anik Zuroidah sebagai berikut, adapun pengertian huruf PA dalam sistem ini adalah pembelajaran aktif. Artinya siswa harus ikut aktif dalam mencermati materi yang diberikan oleh guru. J adi bukan hanya guru yang aktif memberikan materi, tapi juga harus melibatkan siswa. Pengertian K (kreatif) yaitu guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa agar mereka mengembangkan daya pikir, sehingga bisa menghasilkan sesuatu sesuai
dengan materi yang diajarkan guru. E (Efektif) berarti sedikit bicara banyak kerja artinya para siswa langsung mempraktekkan materi. J adi mereka akan merasakan dan sekaligus memahami materi tanpa harus diberi ceramah. Poin ini tentu saja akan menghemat waktu dan tenaga dalam pembelajaran. M (Menyenangkan) berarti sesuai pembelajaran yang tidak membosankan. J ika siswa terlibat langsung sebagai subjek belajar, mereka selalu senang dalam belajar (Zuroidah, 2005:36). Sedang menurut E. Mulyasa (2006:191-194) pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) adalah: a. Pembelajaran Aktif Merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan mensintesis, serta melakukan penilaian terhadap berbagai peristiwa belajar, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembelajaran Kreatif
Merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru dalam memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. c. Pembelajaran Efektif Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru, dan membentuk kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi peserta didik. Pembelajaran efektif menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif, karena mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan informasi yang disajikan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam pelaksanaannya, hal ini memerlukan proses pertukaran pikiran, diskusi dan perdebatan dalam rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar.
d. Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan (joyfull learning) merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat sebuah kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari peserta didiknya. Hal ini dimungkinkan karena pesatnya perkembangan teknologi informasi tidak memungkinkan lagi guru untuk mendapatkan informasi lebih cepat dari peserta didiknya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pakem adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada anak didik. Dalam proses belajar mengajar anak didik disuruh belajar sendiri, sedangkan guru hanya menjadi fasilitator saja. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya (Zulaicha, "Perbedaan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas IV SDN Pogar II Kecamaatan Bangil dengan Menggunakan Model Pakem dan Non Pakem" Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan UM Malang, 2005, hlm. 28).
Dan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan (Depdiknas, 2004:3, 3-1). Dalam pembelajaran PAKEM model pembelajarannya pertama dilakukan dengan kegiatan memahami konsep pengetahuan dan ketrampilan tertentu selalu dilakukan dengan menekankan prinsip belajar sambil bekerja dan belajar sambil bermain. Kedua, kegiatan memahami konsep pengetahuan dan ketrampilan tertentu selalu menggunakan alat bantu belajar dan memanfaatkan lingkungan sekitar, agar dapat tercipta pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan lebih efektif. Ketiga, kegiatan pembelajaran selalu menekankan prinsip kerjasama dan kemandirian. Keempat, tempat belajar ditata dan dikelola secara fleksibel, misalnya penataan ruang kelas sesuai dengan kebutuhan kelas, dalam kelas perlu ada hiasan edukatif yang menarik, tempat pemajangan hasil karya siswa, serta adanya perpustakaan kelas atau sudut baca. (Zulaicha, "Perbedaan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas IV SDN Pogar II Kecamaatan Bangil dengan Menggunakan Model Pakem dan Non Pakem" Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan UM Malang, 2005, hlm. 28). PAKEM ini akan mudah dilaksanakan jika 1). Guru memiliki persiapan matang, misalnya ada sumber belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas 2). Guru bersikap wibawa. Artinya para siswa akan merasa senang mengerjakan sesuatu atas tuntutan guru bukan merasa
terbebani 3). Guru kreatif artinya guru bisa mengetahui kondisi kelas dan bisa menemukaan solusi pembelajaran kelas yang berbeda. 4). Guru memiliki profesionalisme kerja artinya guru tak hanya sekedar memberi materi kepada siswa. Namun lebih mengutamakan perubahan sikap dan prilaku para siswa ke arah yang lebih baik. 5). Guru bersikap ing ngarso sung tuladha ing madya mbangun karsa. Tut wuri handayani artinya dalam memberi bimbingan, guru harus memberi contoh, turut berperan dan memberi dukungan (Zuroidah, 2005:36).
2. Latar Belakang PAKEM Pakem adalah wujud dari salah satu hasil kerjasama antara UNESCO dan UNICEF dengan dukungan pemerintah Indonesia, khsususnya Departemen Pendidikan Nasional. Yang melaksanakan satu kegiatan rintisan yang disebut "Menuju Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Dengan Meningkatkan Mutu Pendidikan Dasar Melalui Manajemen Berbasis Sekolah dan Peran Serta Masyarakat". Kegiatan ini berlandaskan pada asumsi bahwa sekolah akan meningkatkan mutunya jika kepala sekolah, guru, dan masyarakat, (BP3, wali murid, tokoh masyarakat) diberikan kewenangan yang cukup besar untuk mengelola pendidikan di tingkat sekolah. Pengelolaan itu menyangkut proses belajar mengajar, manajemen sekolah, dan peran serta masyarakat dalam pendidikan (Supriono dan Sapari, 2001:2).
Tujuan program ini adalah: a. Kegiatan rintisan ini dilakukan untuk mengembangkan model pemantapan Sekolah Dasar yang telah diuji-cobakan dan dapat terlaksana melalui pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, serta peningkatan peran serta masyarakat. b. Mengembangkan kemampuan kepala sekolah, guru, anggota komite sekolah, dan tokoh masyarakat dalam aspek manajemen berbasis sekolah untuk peningkatan mutu sekolah; c. Mengembangkan kemampuan para kepala sekolah, anggota Komite Sekolah, dan tokoh masyarakat dalam melaksanakan pembelajaran yang bersifat aktif dan menyenangkan, terutama di lingkungan sekolah serta di masyarakat; d. Mengembangkan peran serta masyarakat dengan lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dari para anggota Komite Sekolah, orang Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan / pembelajaran kontekstual Manajemen Berbasis Sekolah PENINGKATAN MUTU PEMBELAJ ARAN Peran Serta Masyarakat
tua murid, serta tokoh masyarakat dalam membantu (Depdiknas, 2004:ii). Sedangkan hasil yang diharapkan dalam kegiatan ini ada dua yaitu: a. Dalam jangka pendek, hasil-hasil yang diharapkan meliputi: 1) Tersedianya seri-seri modul yang telah diuji coba dalam bidang (a) Manajemen Berbasis Sekolah, (b) Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, serta (c) Peningkatan Peran Serta Masyarakat; 2) Tersedianya beberapa model yang telah diuji coba di lapangan dalam upaya peningkatan mutu sekolah dasar melalui manajemen berbasis sekolah, pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, serta masyarakat; 3) Adanya peningkatan pemahaman semua pejabat dan individu yang terlibat dalam pendidikan tentang aspek manajemen berbasis sekolah, pembelajaran aktif dan menyenangkan, serta peran serta masyarakat; 4) Adanya peningkatan kinerja sekolah dalam arti adanya manajemen berbasis sekolah yang baik dan terbuka, pembelajaran aktif dan menyenangkan yang efektif, serta peningkatan peran serta masyarakat dalam masalah umum persekolahan. b. Dalam jangka panjang meliputi: 1) Adanya peningkatan secara umum mutu pendidikan dasar pada sekolah-sekolah binaan yang mengakibatkan adanya peningkatan
kinerja para siswa dengan naiknya nilai prestasi belajar, lingkungan belajar yang lebih menyenangkan untuk belajar, serta tenaga pendidik yang lebih profesional; 2) Model-model peningkatan sekolah dasar yang telah diujicobakan ini ditiru dan disebarluaskan ke sekolah dan daerah-daerah lain, baik oleh Pemerintah maupun oleh LSM (Depdiknas, 2004:ii). Adapun strategi kegiatan rintisan ini agar model yang dikembangkan dapat disebarluaskan meliputi hal-hal berikut: 1) Menggunakan mekanisme dan sistem yang dipakai oleh Pemerintah serta bekerja sama dengan LSM terkait-kegiatan ini memakai sistem Gugus Sekolah dan jajaran kependidikan yang berlaku; 2) Membentuk Satuan Tugas (satgas) pada tingkat propinsi, kabupaten dan kecamatan untuk membantu koordinasi dan pelaksanaan kegiatan dan juga agar masuk ke dalam jalur dan siklus kegiatan Pemerintah dalam bidang pemerintah dalam bidang pendidikan; 3) Memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar seperti pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, anggota Komite Sekolah dan Tokoh Masyarakat dalam aspek manajemen berbasis sekolah, pembelajaran aktif, menyenangkan dan efektif, serta peran serta masyarakat; 4) Mengadakan pelatihan rutin bagi para kepala sekolah, guru dan anggota Komite Sekolah serta pendampingan pada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di tingkat gugus dan sekolah;
5) Adanya supervisi dan monitoring rutin pada pelaksanaan kegiatan di sekolah untuk mengetahui kendala dan masalah yang dihadapi serta menemukan pemecahan yang diperlukan; 6) Adanya pemberian bantuan keuangan melalui dana "block grant" bagi setiap sekolah untuk peningkatan mutu KBM serta untuk melatih para kepala sekolah dan guru dalam perencanaan kegiatan dan pengelolaan keuangan sekolah (Depdiknas, 2004:ii-iii). Perjalanan sejarah perubahan penggunaan model pembelajaran di Indonesia, mulai dari D4, melalui CBSA, dan kini telah gencar disosialisasikan model pembelajaran PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Perubahan itu sejatinya menggambarkan perubahan sosok kehidupan sosial-ekonomi-budaya-politik dalam masyarakat. Mantan Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, mantan Kepala Bidang Pelayanan Teknis PPPG Matematika Yogyakarta. Dari D4, Melalui CBSA, Sampai dengan Pakem (http://www.suparlan.com/artikel.php?aid=33, diakses 22 J uni 2006). Sebagaimana yang telah diuraikan oleh Mantan Kepala Sekolah Kuala Lumpur ini tentang awal mula PAKEM yaitu sebagai berikut: D4, Antara Wajah Masyarakat dan Wajah Sekolah Istilah D4 pada awalnya memang muncul disekitar kehadiran banyak anggota legistatif dalam melaksanakan fungsinya (legislasi, budget dan pengawasan). Pada saat itu konon banyak anggota legislatif hanya datang, duduk, diam, dan dengar saja dalam sidang-sidang yang diikutinya. Hanya
kur tepuk tangan yang riuh yang sering mewarnai saat-saat pengambilan keputusan, baik dalam sidang komisi maupun sidang plenonya. Mereka datang ke ruang sidang, kemudian mereka mendengarkan pidato-pidato dalam sidang itu, dan mereka duduk dengan tenang, bahkan nyaris mengantuk, dan pada akhirnya pengambilan keputusan, mereka bersorak 'setuju', dan akhirnya diikuti oleh kur tepuk tangan, sebagai tanda sidang telah usai dengan suara bulat, bukan lonjong. Kondisi sidang legislatif dan rapat dalam masyarakat tersebut nyaris sama dengan kondisi ruang kelas kita. Anak-anak datang ke sekolah, duduk dengan manis di kelasnya masing-masing, tangan dilipat, mulut ditutup (diam) untuk mendengarkan celoteh sang guru. Dalam hal ini, wajah sekolah memang benar-benar menjadi miniatur wajah masyarakat kita. Apa saja yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, tampak nyata akan tergambar dalam kehidupan sekolah. Bahkan, apa yang tergambar di ruang sidang legislatif dengan anggotanya yang saling dorong dan nyaris baku hantam antara sesama anggota dewan, atau wajah masyarakat yang saling melakukan tawuran antara dua kelompok masyarakat yang hanya dipisahkan dengan jalan kampung, ternyata juga tergambar dengan adanya tawuran antarsiswa atau mahasiswa antarsekolah atau antarfakultas di suatu perguruan tinggi. Bukankah hal itu merupakan gambaran yang nyaris sama antara keduanya. Sekali lagi, D4 merupakan satu gambaran masyarakat dan sekolah kita pada satu kurun waktu tertentu.
CBSA, Satu Terobosan Yang Belum Selesai Dalam konteks pembelajaran di dalam kelas, siswa tidak lagi dipandang sebagai gelas kosong yang harus diisi oleh guru. Peserta didik adalah subyek didik, dan bukan obyek. Dalam memperoleh pengalaman belajar dalam ruang kelas, mereka bukan bebek-bebek yang hanya akan digiring oleh gurunya. Bukan pula burung-burung beo yang cukup hanya disuruh menirukan bunyi sang pelatihnya. Sebaliknya, peserta didik adalah anak manusia yang telah lahir dengan seperangkat potensi yang harus dikembangkan secara optimal melalui proses pembelajaran. Peserta didik harus banyak diberikan kesempatan untuk beraktivitas untuk memperoleh pengalaman belajar secara aktif, bukan hanya datang, duduk, diam, dan dengar. Dari sinilah lahir apa yang dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang telah diadopsi dari konsep Student Active Learning (SAL) dari negeri asalnya, yakni Amerika Serikat. Dengan CBSA, metode mengajar guru bukan hanya ceramah, tetapi multimetoder, sekali ceramah, kemudian diskusi, atau tanya jawab, kerja kelompok, dan sebagainya. Media dan sumber belajar bukan hanya dari buku, tetapi dari berbagai sumber seperti koran, majalah dan sumber langsung dari alam sekitar. Aktivitas siswa bukan hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis gurunya di papan tulis, melainkan mengeluarkan pendapat di depan kawan-kawan dalam satu kelompok, ataupun dalam satu kelas. Anak-anak mencari sendiri sumber belajar, mendiskusikan dengan kawan-kawannya, membuat rangkuman dan
menulisnya dalam lembar kertas yang akan dilaporkan di hadapan teman- temannya. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, maka ruang kelas tidak lagi disusun dengan pola lama, berderet-deret, tetapi berkelompok- kelompok. Bahkan, pola tempat duduk berkelompok-kelompok ini nyaris menjadi ciri yang menonjol dalam pendekatan CBSA. Bahkan terdengar khabar nyaring bahwa bangku-bangku lama akan diganti dengan bentuk bangku-bangku yang mudah untuk diatur untuk membentuk kelompok. Kemudian, khabar tentang perubahan bentuk bangku ini pun nyaris menjadi ciri pendekatan CBSA. Walhasil, pelaksanaan CBSA yang telah sampai kepada tahap pengembangan replikasi di berbagai sekolah, akhirnya mengalami masa surut. Bahkan akhirnya mengalami degradasi sampai pada tingkat nadir. CBSA dilecehkan dengan akronim yang tidak menyesakkan hati, seperti Catat Buku Sampai Abis, atau Cicilan Baju Seragam Abu-abu, dan banyak lagi yang lain. proses uji coba dan replikasi CBSA menjadi terhenti tanpa melalui evaluasi, dan sebagai satu terobosan untuk proses pembaharuan dalam dunia pendidikan. CBSA belum sepenuhnya berubah. Konsep CBSA masih setengah hati, dan kini belum bangkit kembali. Empat Pilar Pendidikan Menurut UNESCO Dalam kondisi yang seperti ini, mutu pendidikan tidak bertambah baik, malah sebaliknya. Beberapa lembaga internasional telah mengadakan penelitian. Hasilnya mengejutkan. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) Indonesia turun dan berada satu tingkat di bawah negara Vietnam. Sistem
pendidikan pun berada pada urutan ke-12 dari 12 negara yang diteliti. Sementara itu, terdengar nyanyian sayup-sayup sampai ke telinga para pegiat pendidikan di Indonesia, misalnya tentang empat pilar pendidikan dari UNESCO, yakni (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning how to live toghether. Dengan adanya seperti ini bahwa dalam proses belajar mengajar bukan hanya diperlukan agar peserta didik semata-mata mendapat pengetahuan sebanyak- banyaknya. Peserta didik harus banyak diberikan kesempatan agar pada akhirnya dapat melakukan atau mengerjakan sendiri, dapat menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensi bakat dan minat yang mereka miliki, dan bahkan pada akhirnya peserta didik harus mampu untuk dapat hidup bersama dalam masyarakat yang semakin majemuk. PAKEM, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan Dengan menggunakan dana bantuan dari USAID, dalam berbagai kegiatan diklatnya, program MBE (Managing Basic Education) selalu mengaitkan antara PAKEM dengan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dan PSM (Peran serta Masyarakat). Ketiganya dipandang sebagai tiga unsur dalam satu kesatuan (three in one) sebagai program MBE. Untuk mendukung upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, ketiga unsur ini akan saling mempengaruhi dan saling mendukung. Ibaratnya, tidak akan ada PAKEM dalam pembelajaran tanpa diawali dengan manajemen yang berbasis sekolah (MBS), dan tidak akan ada MBS tanpa didukung oleh peran serta secara aktif orangtua dan masyarakat (PSM).
Secara fisikal, ada beberapa ciri menonjol yang tampak secara kasat mata dalam proses pembelajaran dengan menggunakan PAKEM. Pertama, adanya sumber belajar yang beraneka ragam, dan tidak lagi mengandalkan buku sebagai satu-saatunya sumber belajar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih memperkaya pengalaman belajar peserta didik. Bukan semata-mata untuk menafikan sama sekali buku pelajaran sebagai salah satu sumber belajar peserta didik. Kedua, sumber belajar yang beraneka ragam tersebut kemudian didesain skenario pembelajarnnya dengan berbagai kegiatan. Ketiga, hasil dari kegiatan belajar mengajar kemudian dipajang di tembok kelas, papan tulis, dan bahkan ditambah dengan tali rapiah di sana-sini. Pajangan tersebut merupakan hasil diskusi atau hasil karya siswa. Pajangan hasil karya siswa menjadi satu ciri fisikal yang dapat kita amati dalam proses pembelajaran. Keempat, kegiatan belajar mengajar bervariasi secara aktif, yang biasanya didominasi oleh kegiatan individual dalam beberapa menit, kegiatan berpasangan, dan kegiatan kelompok kecil antara empat sampai lima, orang untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah disepakati bersama, dan salah seorang di antaranya menyampaikan (presentasi) hasil kegiatan mereka di depan kelas. Hasil kegiatan siswa itulah yang kemudian dipajang. Kelima, dalam mengerjakan pelbagai tugas tersebut, para siswa, baik secara individual maupun secara kelompok, mencoba mengembangkan semaksimal mungkin kreativitasnya. Keenam, dalam melaksanakan kegiatannya yang beraneka ragam itu, tampaklah
antusiasme dan rasa senang siswa. Ketujuh, pada akhir proses pembelajaran, semua siswa melakukan kegiatan dengan apa yang disebut sebagai refleksi, yakni menyampaikan (kebanyakan secara tertulis) kesan dan harapan mereka terhadap proses pembelajaran yang baru saja diikuti. Mantan Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, mantan Kepala Bidang Pelayanan Teknis PPPG Matematika Yogyakarta. Dari D4, Melalui CBSA, Sampai dengan PAKEM (http://www.suparlan.com/artikel.php?aid=33, diakses 22 J uni 2006). Memang PAKEM adalah model pembelajaran yang masih baru terdengar ditelinga kita, karena penerapan PAKEM ini baru dimulai sejak tahun 2003 di sekolah-sekolah binaan MBE. Sekolah dan guru berusaha merancang pembelajaran, mengelola kelas, dan membimbing siswa dengan mengedepankan eksplorasi terhadap kemampuan siswa. Pembelajaran ini lebih mengutamakan proses dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan. Muhtarudin, Contoh Pembelajaran PAKEM. (http://mbeproject.net/mbe815.htm, diakses 13 Mei 2006). Kedepan, dari kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan secara umum di SD-SD Rintisan, yang akan menyebabkan perbaikan dalam berbagai aspek pendidikan, seperti: sikap siswa, nilai tes (NEM), angka putus sekolah, kualitas murid yang mengulang kelas, absensi murid, angka kelulusan, angka melanjutkan ke SLTP, dsb, melalui upaya: peningkatan mutu pembelajaran SD, Child friendly (suasana belajar yang sayang anak) serta peningkatan kinerja guru. Syamsu Budiyanti,
Mempersiapkan Generasi Mendatang Melalui PAKEM, (htpp://www.p2kp.org/wartadetil.asp?mid=503&catid=1&, diakses 20 Mei 2006).
3. Tujuan PAKEM Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan dengan menyiapkan siswa memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap, guna mempersiapkan kehidupan masa depannya. Di dalam PAKEM guru-guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang berbeda-beda, termasuk pembelajaran yang interaktif. Suara MBE 9, Pembelajaran PAKEM (http://www.mbeproject.net/mbe94.html, diakses 20 Mei 2006). J adi PAKEM adalah salah satu model pembelajaran yang mengemas proses belajar mengajar yang berlangsung dengan suasana yang menggembirakan dan disamping itu belajar makin efektif. Guru dalam PAKEM berfungsi sebagai fasilitator yang berperan merancang, mengelola, membimbing dan mengarahkan siswa sesuai dengan kompetensi yang akan dituju. Guru juga harus memperhatikan semua siswa tanpa membedakan latar belakang, maupun tingkat kemampuan masing-masing siswa. Suara MBE 9, Pembelajaran PAKEM (http://www.mbeproject.net/mbe94.html, diakses 20 Mei 2006).
4. PAKEM Dalam Perspektif PAI Model PAKEM adalah model pembelajaran yang bertumpu pada empat prinsip, yaitu aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (Sulhan, 2006:49). Model PAKEM berorientasi pada proses dan tujuan. Orientasi proses dalam model PAKEM berusaha untuk meningkatkan motivasi belajar. Kemandirian dan tanggung jawab dibina sejak awal. Kebersamaan dan bekerja sama untuk mengasa emosional. Persaingan yang sehat ditumbuhkan dengan saling menghargai satu sama lain serta menumbuhkan sikap kepemimpinan. Orientasi tujuannya adalah agar anak belajar lebih mendalam, anak lebih kritis dan kreatif, suasana belajar menjadi bervariasi serta meningkatkan kematangan emosional. Tidak kalah pentingnya anak siap menghadapi perubahan dan berpartisipasi dalam proses perubahan (Sulhan, 2006:49). Sejalan penuturan PAKEM di atas, pendidikan agama Islam dalam proses pembelajarannya juga selalu memperhatikan perbedaan individu (furq al-fardiyyah) peserta didik serta menghormati harkat, martabat dan kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat dan menetapkan pendiriannya, sehingga bagi peserta didik belajar merupakan hal yang menyenangkan dan sekaligus mendorong kepribadian berkembang secara optimal (Ramayulis, 2005:95).
Sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan dari Anas r.a: :
Artinya: Diriwayatkan Anas bin Malik r.a: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, ringankanlah orang-orang (dalam masalah-masalah agama), dan janganlah membuatnya menjadi sukar bagi mereka dan berilah mereka kabar gembira dan janganlah membuat mereka melarikan diri (dari Islam) (1:69-Mukhtar Al-Bukhori).
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dari ayat Al-Quran dan hadits di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendidikan agama Islam pada dasarnya menekankan pembelajaran yang menyenangkan dan menitiberatkan pada siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa dalam pembelajaran.
5. Implementasi PAKEM Pada PAI Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam dewasa ini masih tetap cenderung bersifat memaksakan target bahan ajar, bukan pada pencapaian dan penguasaan kompetensi. Selain itu pembelajaran pendidikan agama Islam juga masih bersifat monoton yang mana guru menjadi sumber utama dalam belajar, anak didik hanya disuguhi dengan ceramah sang guru tanpa memikirkan apakah anak didik tersebut paham atau tidak dikarenakan mengejar target bahan ajar selesai. Sehingga pendidikan agama Islam tidak membekas pada anak dan tidak diterapkan pada kehidupan sehari-hari mereka. Nurcholis Madjid mengatakan bahwa pendidikan agama masih dianggap gagal dikarenakan oleh pembelajaran pendidikan agama Islam lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat formal dan hafalan, bukan pada pemaknaannya (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2004:165). Begitu juga dengan Malik Fajar menyatakan bahwa "Proses belajar mengajar sampai sekarang ini lebih banyak hanya sekedar mengejar target pencapaian kurikulum yang telah ditentukan" (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2004:165). Dan masih banyak kelemahan-kelemahan pembelajaran pendidikan agama Islam yang lainnya. Dari melihat kelemahan-kelemahan tersebut, maka dengan adanya pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Sehingga dapat menghasilkan anak didik yang mengerti akan agama Islam, selain itu anak didik juga bisa menerapkan pelajaran yang sudah diberikan tersebut dalam kehidupan mereka masing-masing. KBM yang berhasil adalah KBM yang dapat meningkatkan beberapa kemampuan siswa. Kalau guru banyak berceramah, kemampuan yang dikembangkan pada diri siswa adalah kemampuan mendengarkan, mengingat, dan menjawab pertanyaan ingatan. Semua dengan daya retensi yang sangat rendah. Sebaliknya dengan PAKEM siswa akan terlatih mencari informasi, menyaring informasi, menggunakan informasi, berdiskusi, mengajukan pertanyaan, melakukan pengamatan, penelitian, percobaan, membuat laporan dan sebagainya. Kemampuan seperti itu kalau sudah terlatih, akan tertanam sepanjang hidup dan berguna bagi hidup. Suara MBE 4 (http://mbeproject.net/mbe4-7.html, diakses 13 Mei 2006). Pada PAKEM, pengelolaan siswa tidak seperti dulu yang mana sebagian besar ruang kelas teratur secara klasikal. Anak duduk berbaris dan lebih banyak mendengarkan guru. Dalam PAKEM pengelolaan kegiatan murid lebih bervariasi, termasuk kerja kelompok, kerja berpasangan, kerja perorangan, dan klasikal (Depdiknas, 2004:7, 7-5). Disamping itu dalam PAKEM sumber belajar tidak hanya terbatas pada
guru dan buku paket, tetapi sumber belajar bisa di dalam kelas maupun di luar kelas, misalnya: benda nyata, poster, serta lingkungan alam dan sosial. Salah satu kelebihan PAKEM adalah melatih kemandirian siswa dalam belajar termasuk keterampilan mencari informasi dan memanfaatkan informasi. Suara MBE 4 (http://mbeproject.net/mbe4- 7.html, diakses 13 Mei 2006). Dalam buku pelatihan awal dijabarkan tentang bagaimana implementasi pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama kegiatan belajar mengajar (KBM) yaitu sebagai berikut: TABEL 1 PELAKSANAAN PAKEM Kemampuan Guru Kegiatan Belajar Mengajar 1. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan dalam pembelajaran Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya: 1. Percobaan 2. Diskusi kelompok 3. Memecahkan masalah 4. Mencari informasi 5. Menulis laporaan/cerita/puisi 6. Berkunjung keluar kelas 2. Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
yang beragam 1. Alat yang tersedia atau dibuat sendiri 2. Gambar 3. Studi kasus 4. Nara sumber 5. Lingkungan 3. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan. Siswa: 1. Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara 2. Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri 3. Menarik kesimpulan 4. Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri 4. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan. Melalui: 1. Diskusi 2. Lebih banyak pertanyaan terbuka 3. Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri 5. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar 1. Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk
dengan kemampuan siswa. kegiatan tertentu) 2. Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut. 3. Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan 6. Guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari. 1. Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri. 2. Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari- hari 7. Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus. 1. Guru memantau kerja siswa 2. Guru memberikan umpan balik
Yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM adalah sebagai berikut: a. Memahami sifat yang dimiliki anak b. Mengenal anak secara perorangan c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar h. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental (Depdiknas, 2004:3, 3- 5).
6. Keterkaitan PAKEM dengan Motivasi Berbagai alternatif pembelajaran diujucobakan di sekolah. Berbagai pelatihan diadakan demi kesuksesan pembelajaran. Ketika satu metode gagal, metode lain dimunculkan sebagai bentuk alternatif penyelesaian. Demikian pula dengan masalah kurikulum. Dengan bergantinya kurikulum dari tahun ke tahun, menuntut pula renovasi metode yang harus dipraktekkan dalam lingkungan akademis (Zuroidah, 2005:36). Berbicara masalah pembelajaran, memang tidak dapat lepas dari guru sebagai pendidik dan siswa sebagai si terdidik. Keberhasilan pembelajaran dalam lingkup kecil terlihat sekali ditentukan oleh guru dan para siswa. Namun tak jarang banyak diantara para guru mengalami kegagalan itu sebenarnya berasal dari guru itu sendiri. Mengapa demikian? (Zuroidah, 2005:36). Zuroidah (2005:36) mengungkapkan bahwa Seorang guru harusnya mengetahui sedikit aspek psikologi anak maupun remaja. Bila awal
pertemuan sudah bisa menanamkan rasa senang pada guru selanjutnya siswa akan menyenangi pula yang diajarkan oleh guru tersebut. Ini bukanlah sekedar teori. Seorang anak atau siswa akan menyenangi pelajaran apa saja, jika gurunya menyenangkan. Nah, bagaimana upaya guru untuk menyenangkan para siswanya? Salah satu alternatif pembelajaran yang bisa membuat siswa senang dan termotivasi adalah PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Sebagaimana kepanjangan dari PAKEM sendiri, M adalah menyenangkan, artinya pembelajaran yang tidak membosankan. J ika siswa terlibat langsung sebagai subjek belajar, mereka selalu senang dalam belajar (Zuroidah, 2005:36). Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan dengan menyiapkan siswa memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap, guna mempersiapkan kehidupan masa depannya. Pembelajaran PAKEM (http://www.mbeproject.net/mbe94.html, diakses 20 Mei 2006). Sedangkan definisi menyenangkan dalam pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) yang termuat dalam buku paket pelatihan awal (Depdiknas, 2004:3, 3-8) yaitu suatu belajar- mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi.
Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penciptaan pembelajaran yang menyenangkan akan membuat siswa semangat (termotivasi) untuk mengikuti proses belajar mengajar sehingga siswa aktif dalam KBM. Sebagaimana definisi motivasi menurut MC. Donald yaitu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Yang mana dari pengertian yang dikemukakan oleh MC. Donald ini mengandung tiga elemen penting yaitu: a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/feeling, afeksi seseorang. c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan (Sardiman, 2006:73- 74). Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa, misalnya tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu diselidiki sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam, mungkin ia tidak senang, mungkin ia sakit, lapar, ada problem pribadi dan lain-lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energi, tidak terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena tidak memiliki tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu dilakukan daya upaya yang data menemukan sebab musababnya kemudian mendorong siswa itu mau melakukan pekerjaan yang seharusnya
dilakukan, yakni belajar. Dengan kata lain, siswa perlu diberi rangsangan agar tumbuh motivasi pada dirinya. Atau singkatnya perlu diberi motivasi (Sardiman, 2006:74). Oleh karena itu sangat penting menciptakan KBM dengan menyenangkan dan menarik siswa, sehingga dapat menimbulkan semangat belajar.
7. Keterkaitan PAKEM Dengan Keaktifan Salah satu unsur pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) adalah adanya keaktifan siswa. Siswa dituntut aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran aktif dalam PAKEM merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktifitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan mensintesis, serta melakukan penilaian terhadap berbagai peristiwa belajar, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Mulyasa, 2006:191). Dalam model pembelajaran aktif, guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar (to facilitate of learning) kepada peserta didik. Peserta didik terlibat secara aktif dan banyak berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru
lebih banyak memberikan arahan, dan bimbingan, serta mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran (Mulyasa, 2006:192). Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) fokus pada kegiatan siswa di dalam bentuk group, individu, dan kelas, partisipasi di dalam proyek, penelitian, penyelidikan, penemuan, dan beberapa macam strategi yang hanya dibatasi dari imaginasi guru. PAKEM (http://pakem.org, diakses 13 Mei 2006). Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dalam penerapannya di kelas yaitu siswa harus ikut aktif dalam mencermati materi yang diberikan oleh guru. J adi bukan hanya guru yang aktif memberikan materi, tapi juga harus melibatkan siswa. Misalnya dalam kegiatan mendefinisikan istilah, menyusun pantun, atau menerjemahkan bahasa asing. Kegiatan ini bisa dilakukan secara kelompok, sehingga semua siswa bisa aktif berkreasi (Zuroidah, 2005:36). Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan atau yang disingkat dengan PAKEM adalah menekankan pengembangan kemampuan anak melalui learning by doing (belajar melalui berbuat) sehingga siswa dituntut aktif dalam pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai fasilitator, oleh karena itu keaktifan siswa dalam PBM sangat penting. Dalam buku paket pelatihan awal juga disebutkan bahwa salah satu garis besar PAKEM yaitu siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang
mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat (Depdiknas, 2004:3-8). 8. Keterkaitan PAKEM Dengan Kreativitas Berpikir kreatif harus dikembangkan dalam proses pembelajaran, agar peserta didik terbiasa untuk mengembangkan kreativitasnya (Mulyasa, 2006:192). Pada umumnya berpikir kreatif memiliki empat tahapan sebagai berikut: Tahap Pertama; Persiapan, yaitu proses pengumpulan berbagai informasi untuk diuji. Tahap Kedua; Inkubasi, yaitu suatu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional. Tahap Ketiga; Iluminasi, yaitu suatu kondisi untuk menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat dan rasional. Tahap Keempat; Verifikasi, yaitu pengujian kembali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep, atau teori (Mulyasa, 2006:192-193). Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah karya baru (Mulyasa, 2006:193). Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk mampu merangsang kreativitas peserta didik, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir
maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis, yakni menemukan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu (Mulyasa, 2006:192). Untuk menciptakan pembelajaran yang merangsang anak untuk kreatif, yaitu pembelajaran yang dekat dengan keseharian siswa secara nyata, artinya seorang guru harus mampu menyinergikan pelajaran, dengan kenyataan yang biasa ditemukan dalam kesehariannya, maka alternatif pembelajaran yang bisa dipakai yaitu pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), yang mana pembelajaran ini juga menjadikan anak kreatif dalam belajar. Pembelajaran kreatif pada PAKEM yaitu guru memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa agar mereka mengembangkan daya pikir, sehingga bisa menghasilkan sesuatu sesuai dengan materi yang diajarkan guru (Zuroidah, 2005:36). Sedangkan menurut Depdiknas, kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa (Depdiknas, 2004:3, 3-8). Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenalkan ke seluruh pelosok tanah air adalah pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan (Depdiknas, 2004:3, 3-1).
Dengan demikian PAKEM disamping menjadikan anak aktif dalam proses belajar mengajar, memotivasi siswa dengan menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan, PAKEM juga menjadikan anak menjadi kreatif. Pembelajaran yang kreatif juga sangat berhubungan dengan pembelajaran yang aktif, peran siswa aktif dalam pembelajaran bisa membentuk generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
B. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi belajar merupakan dua kata yang mempunyai makna yang berbeda, namun kedua kata tersebut saling berhubungan dan dapat membentuk satu arti kata. Maka untuk lebih jelasnya disini akan dijelaskan mengenai pengertian dua kata tersebut. Kata motivasi berasal dari bahasa Inggris yaitu motivation yang artinya alasan, daya batin atau dorongan. Sedangkan secara etimologi moivasi berasal dari kata motif. Kata "motif" diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktivitas- aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata
motivasi, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan. Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. J adi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang (Sardiman, 2006:75). Dalam psikologi, motivasi diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadi pendorong tinbulnya suatu tingkah laku (Sabri, 1996:85). Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan, adapun motif itu masih bersifat potensial dan aktualisasinya dinamakan motivasi. Untuk lebih jelasnya maka disini akan dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian motivasi, yaitu: Handoko (1992:9) mengartikan motivasi sebagai suatu tenaga, atau faktor yang terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Menurut Clifford T. Morgan dalam Wasty Soemanto (1998:206) memberikan pengertian bahwa motivasi itu adalah sesuatu yang berhubungan dengan tiga hal yang mana ketiga hal tersebut itu merupakan aspek dari motivasi itu sendiri, dan ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang
didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavor) serta tujuan dari tingkah laku (goals orend of such behavior). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan, menggerakkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan demi mencapai suatu tujuan. Dari ketiga elemen di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi itu merupakan sesuatu yang komplek, sebab motivasi dapat menyebabkan terjadinya suatu perubahan, energi yang ada pada manusia sehingga akan terkait dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan emosi untuk atau melakukan suatu perbuatan atau pekerjaan yang semuanya itu didorong karena adanya tujuan, kebutuhan dan keinginan. Di pandang dari sudut pandang Witting dan Mc. Donald, maka pengertian motivasi belajar itu adalah suatu perubahan energi di dalam individu pelajar untuk memperbanyak kapasitas materi penguasan (empowering cognitiv capasity) yang mana timbulnya ditandai dengan munculnya afektif dan reaksi dari pusat perubahan (central behavioral repertoire change) yang menyangkut seluruh aspek psiko fisik organisme, untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Clifford T. Morgan dalam Soemanto (1998:205) mengatakan bahwa pada dasarnya motivasi belajar itu terdiri dari suatu siklus antara motif belajar, tingkah laku instrumental belajar dan tujuan belajar itu sendiri.
Motivasi belajar juga dapat diartikan sebagai dorongan belajar yang sangat besar karena keinginan anak untuk berhasil dapat dilihat dari besarnya tanggung jawab, besarnya kebutuhan anak akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri (Titiek Syamsiah, Hubungan Motivasi Belajar dan Persepsi Murid tentang Lingkungan Belajar dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris di Sekolah Dasar, Jurnal Ilmu Pendidikan, Tahun 26, Nomor Khusus, Desember 1999. Hal:125). Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan keseluruhan, Karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar (Sardiman, 2006:75). Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non- intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar (Sardiman, 2006:75). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar itu adalah suatu kekuatan mental yang mendorong terjadinya poses belajar, yang mana kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian kemauan dan cita-cita, baik yang tergolong rendah maupun yang tinggi, yang menggerakkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar dengan mengaktifkan, menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku individu dalam belajar untuk mencapai cita-cita dan harapannya.
Dengan motivasi belajar itu terkandung keinginan yang mengaktifkan, mengerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap atau perilaku individu dalam belajar. Motivasi belajar itu merupakan kekuatan mental yang mampu mendorong terjadinya suatu proses belajar. Yang mana hal itu biasanya dimulai dengan adanya perubahan energi personal pelajar yang ditandai oleh reaksi-reaksi yang berupa semangat dan perilaku secara progresif untuk mencapai tujuan belajar.
2. Fungsi Motivasi Belajar Belajar adalah suatu proses menghafal, memahami, memikirkan dan kemudian mencerna sesuatu yang menjadi orbit belajar atau yang dibelajari. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan proses tersebut, dalam belajar sangat diperlukan faktor pendorong yang mampu memberikan daya semangat. Salah satu faktor pendorong yang dapat diberikan dalam proses belajar adalah motivasi, motivasi merupakan faktor yang sangat esensi untuk menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan belajar yang dilakukan (motivation is an essential condition of learning). Karenanya pemberian motivasi diyakini mampu memacu semangat dalam proses pembelajaran dan mempelajari sesuatu. Makin tepat motivasi yang diberikan akan semakin maksimal pula hasil yang diperoleh dalam belajar.
Menurut Ngalim Purwanto (2006:70-71) ada tiga fungsi motivasi dalam belajar, yaitu: a. Mendorong manusia untuk berbuat/bertindak. Motif itu berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas. b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan mengesampingkan perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu.
3. Tujuan Motivasi Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu (Purwanto, 2006:73). Bagi seorang guru, tujuan motivasi ini sangat penting sekali karena dengan motivasi siswa akan semangat untuk belajar serta bisa mempengaruhi hasil belajar siswa yang tadinya hasilnya rendah dan dengan motivasi maka hasil belajar siswa akan meningkat, sebagai mana tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi
belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah. Sebagai contoh, seorang guru memberi pujian pada siswa yang bisa mempraktekkan cara-cara orang berwudlu dengan benar. Dengan pujian tersebut maka di dalam diri akan timbul keberanian dan rasa percaya bahwa dirinya bisa, sehingga bisa memacu siswa untuk lebih giat lagi. Contoh di atas memperjelas bahwa setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan. Tujuan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi (Purwanto, 2006:73-74).
4. Ciri-ciri Motivasi Motivasi pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).
c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya). d. Lebih senang bekerja mandiri. e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu). g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal (Sardiman, 2006:83-84). Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang itu selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan sangat penting dalam kegiatan belajar-mengajar. Dalam kegiatan belajar- mengajar akan berhasil lebih baik, kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri. Siswa yang belajar dengan baik tidak akan terjebak pada sesuatu yang rutinitis dan mekanis. Siswa harus mampu mempertahankan pendapatnya, kalau ia sudah yakin dan dipangdangnya cukup rasional. Bahkan lebih lanjut siswa harus juga peka dan responsif terhadap berbagai masalah umum, dan bagaimana memikirkan pemecahannya. Hal-hal itu semua harus dipahami benar oleh guru, agar dalam berinteraksi dengan siswanya dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal (Sardiman, 2006:84).
5. Prinsip-prinsip Motivasi Prinsip-prinsip ini disusun atas dasar penelitian yang seksama dalam rangka mendorong motivasi belajar murid-murid di sekolah yang mengandung pandangan demokratis dan dalam rangka menciptakan self motivation dan self discipline di kalangan murid-murid. Kenneth H. Hover, mengemukakan prnsip-prinsip motivasi sebagai berikut: a. Pujian lebih efektif daripada hukuman b. Semua murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) tertentu yang harus mendapat kepuasan. c. Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif daripada motivasi yang dipaksakan dari luar. d. Terhadap jawaban (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan usaha pemantauan (reinforcement). e. Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain. f. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang motivasi. g. Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakannya daripada apabila tugas- tugas itu dipaksakan oleh guru. h. Pujian-pujian yang datangnya dari luar (external reward) kadang- kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya.
i. Teknik dan proses mengajar yang bermacam-macam adalah efektif untuk memelihara minat murid. j. Manfaat minat yang telah dimiliki oleh murid adalah bersifat ekonomis. k. Kegiatan-kegiatan yang akan dapat merangsang minat murid-murid yang kurang mungkin tidak ada artinya (kurang berharga) bagi para siswa yang tergolong pandai. l. Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar. m. Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat membantu belajar, dapat juga lebih baik. n. Apabila tugas tidak terlalu sukar dan apabila tidak ada maka frustasi secara cepat menuju ke demoralisasi. o. Setiap murid mempunyai tingkat-tingkat frustasi toleransi yang berlainan. p. Tekanan kelompok murid (per grup) kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan/paksaan dari orang dewasa. q. Motivasi yang besar erat hubungannya dengan kreativitas murid (Hamalik, 2001:163-166). Beberapa prinsip di atas dapat digunakan untuk membangkitkan dan memelihara motivasi siswa dalam KBM.
6. Macam-macam/jenis Motivasi Macam-macam motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu: a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya, yaitu: 1) Motif-motif bawaan Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi ini ada tanpa dipelajari. Yang termasuk motif bawaan ini adalah dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, dorongan untuk istirahat dan lain-lain. 2) Motif-motif yang dipelajari Maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Motif ini timbul dikarenakan adanya keinginan terlebih dahulu untuk melakukan dan mencapai sesuatu, misalnya: dorongan untuk belajar, dorongan untuk mengajar, dorongan untuk berdiskusi, dorongan untuk melakukan penelitian dan sebagainya. b. Frandsen menambahkan jenis-jenis motif berikut ini: 1) Cognitive Motives Motif ini menunjukkan pada gejala intrinsic, yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. J enis motivasi sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual.
2) Self-expression Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk ini diperlukan kreativitas, penuh imajinasi. J adi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi diri. 3) Self-enhancement Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Dengan ini maka dalam proses belajar, antar siswa akan tercipta suasana kompetensi yang sehat untuk mencapai suatu prestasi belajar. c. Motivasi menurut pembagian Woodworth dan Marquis, yaitu: 1) Motivasi kebutuhan organis, meliputi kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat. 2) Motif-motif darurat. Misalnya dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. 3) Motif-motif objektif. Motivasi lebih khusus lagi yaitu menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksploitasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh bakat.
d. Motivasi J asmaniah dan Rohaniah Yang termasuk jenis motivasi jasmaniah adalah refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk dengan motivasi rohaniah adalah kemauan. e. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik 1) Motivasi intrinsik Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. 2) Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar (Sardiman, 2006:86-91).
7. Bentuk-bentuk Motivasi di Sekolah Ada beberapa cara dan bentuk motivasi yang dapat diberikan dalam proses belajar mengajar di sekolah, cara-cara dan bentuk-bentuk tersebut antara lain yaitu: a. Memberi angka atau nilai Angka atau nilai merupakan simbol dari nilai kegiatan belajar suatu mata pelajaran. Pemberian angka atau nilai akan mampu memacu semangat siswa guna memperoleh nilai yang lebih baik dari sebelumnya.
b. Hadiah Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak akan menarik bagi seseorang siswa yang tidak memiliki bakat menggambar. c. Saingan/kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. d. Ego-Involvement Yakni menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, hal ini sebagai salah satu bentuk motivasi yang sangat penting, karena diyakini bahwa apapun akan dipertaruhkan untuk mempertahankan kebaikan demi harga diri. e. Memberi ulangan Ulangan juga merupakan sarana motivasi, tetapi juga jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena bisa membosankan dan bersifat ritinitas.
f. Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat. g. Pujian Pujian merupakan bentuk reinforcement yang positif yang diberikan oleh seorang guru kepada siswa berdasarkan apa yang sudah dilakukan siswa baik dalam mengerjakan tugas maupun melakukan inovasi- inovasi yang lain yang bermanfaat. h. Hukuman Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman. i. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
j. Minat Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai berikut: 1) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan. 2) Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau; 3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik; 4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar. k. Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui oleh siswa akan menjadikan siswa mengerti dengan tujuan atau arah pembelajaran itu dilakukan, sehingga dengan demikian siswa akan menjadi tertarik dan bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran suatu pelajaran (Sudirman, 2006:92- 95).
8. Cara Menimbulkan dan Memupuk Motivasi Menimbulkan motif pada diri seseorang berarti mengusahakan adanya motif tertentu yang menguasai seseorang, sehingga motif tersebut diharapkan dapat menggerakkan tingkah lakunya. Kalau para pendidik menginginkan agar anak didiknya bertingkah laku menurut norma-norma yang dinilai tinggi oleh mesyarakat, maka para pendidik harus
menanamkan terlebih dahulu motif yang sekiranya dapat menggerakkan tingkah laku tersebut (Handoko, 1992:63-64). Di dalam dunia pendidikan setiap kali para pendidik harus dapat menimbulkan motif tertentu pada diri anak didik. Cara menumbuhkan motif dapat bermacam-macam namun cara-cara yang paling efektif adalah sebagai berikut: a. Menjelaskan tujuan yang akan dicapai dengan sejelas-jelasnya. Makin jelas tujuan yang akan dicapai, tentu makin kuat pula usaha untuk mencapainya. Sebaliknya, makin tidak jelas tujuan yang akan dicapai, makin lemah juga usaha untuk mencapainya. b. Menjelaskan pentingnya mencapai tujuan. Di sini perlu ditunjukkan alasan-alasan, mengapa tujuan itu perlu dicapai. Bila ternyata tujuan yang akan dicapai tersebut benar-benar dirasa kepentingannya, mungkin karena sangat diperlukan sebagai prasyarat untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, atau mungkin karena mengandung nilai hidup yang tinggi; maka akan menjadi lebih besarlah dorongan untuk mencapainya. c. Menjelaskan insentif-insentif yang akan diperoleh akibat tindakan itu. Perjalanan soal insentif ini harus benar-benar real berdasarkan bukti- bukti yang nyata. Insentif tidak harus berupa materi, melainkan dapat juga berupa kepuasan batin, nilai hidup, tanda penghargaan, dan lain- lain (Handoko, 1992:64-65).
Adapun cara-cara yang dapat ditempuh oleh para pendidik untuk memperkembangkan dan memperkuat motivasi antara lain sebagai berikut: a. Memperjelas tujuan yang dicapai. b. Memadukan motif-motif yang sudah dimiliki. c. Merumuskan tujuan-tujuan sementara yang lebih dekat sifatnya. Bila orang bekerja terlalu lama dan tidak segera melihat hasilnya, seringkali hal ini melemahkan usahanya. Untuk mengatasi kemunduran usaha karena tidak segera melihat hasil tersebut perlulah dirumuskan tujuan- tujuan sementara yang lebih dekat, yang lebih cepat dapat dilihat hasilnya. d. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai. Pekerjaan yang segera diketahui hasilnya akan membawa pengaruh yang amat besar bagi orang yang mengerjakannya. Hal ini sejalan dengan prinsip yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu untuk memperkuat motivasi seseorang perlulah kita segera memberitahukan hasil kerja yang telah mereka capai. Pekerjaan yang tidak segera diketahui hasilnya dirasa sebagai sesuatu pekerjaan yang sia-sia dan akibatnya akan melemahkan usaha selanjutnya. e. Mengadakan persaingan. Situasi persaingan akan memperkuat usaha. Namun persaingan itu harus persaingan yang sehat dan terbuka. f. Merangsang pencapaian tujuan. Makin merasa dekat dengan tujuan yang akan dicapai, makin besarlah usaha seseorang.
g. Pemberian contoh yang positif. Tanpa contoh yang positif murid akan kurang usaha untuk melaksanakannya. Contoh yang positif kerapkali lebih berkesan dari pada nasihat-nasihat yang serba bagus (Handoko, 1992:66-69). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi manusia tidak selalu timbul dengan sendirinya. Motivasi dapat ditimbulkan, diperkembangkan dan diperkuat. Makin kuat motivasi seseorang, makin kuat pula usahanya untuk mencapai tujuan. Demikian pula makin orang mengetahui tujuan yang akan dia capai dengan jelas, apalagi kalau tujuan itu ia anggap penting, makin kuat pula usaha untuk mencapainya, makin kuat juga motivasi untuk mencapainya. Pengertian ini berarti pula bahwa motivasi dapat berubah.
C. Keaktifan 1. Pengertian Keaktifan Keaktifan seperti yang disebutkan oleh Sardiman adalah "keterlibatan belajar yang mengutamakan keterlibatan fisik maupun mental secara optimal". Pengertian lain dikemukakan oleh Wijaya yaitu "keterlibatan intelektual dan emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar, asimilasi (menyerap) dan akomodasi (menyesuaikan) kognitif dalam pencapaian pengetahuan, perbuatan serta pengalaman langsung dalam pembentukan ketrampilan dan penghayatan serta internalisasi, nilai- nilai dalam pembentukan sikap dan nilai". J adi, keaktifan siswa di sini
adalah keterlibatan intelektual, emosional, fisik dan mental, baik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat maupun pembentukan sikap secara terpadu sehingga nantinya tercapai keseimbangan dalam pembentukan sikap yang terpuji maupun tampil dalam perbuatan (Zahera Sy, Cara Guru Memotivasi dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmu Pendidikan. Nomor I, J ilid 7, Februari 2000. Hal:27). J adi, pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, oleh sebab itu aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Dan hal ini juga mendapat pengakuan dari berbagai ahli pendidikan. Seperti yang diungkapkan oleh Rousseau, dia menjelaskan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Ilustrasi ini diambil dalam kasus dalam lingkup pelajaran Ilmu Bumi. Ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri. Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin terjadi (Sardiman, 2006:96-97). Untuk melihat terwujudnya cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa indikator cara belajar siswa aktif. Melalui indikator cara belajar siswa aktif dapat dilihat tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses belajar-mengajar berdasarkan apa yang dirancang oleh guru.
Indikator tersebut dilihat dari lima segi, yakni: a. Dari sudut siswa, dapat dilihat dari: 1) Keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan, dan permasalahannya. 2) Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar. 3) Penampilan berbagai usaha atau kekreatifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar-mengajar sampai mencapai keberhasilannya. 4) Kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru atau pihak lainnya (kemandirian belajar). b. Dilihat dari sudut guru, tampak: 1) Adanya usaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif. 2) Bahwa peranan guru tidak mendominasi kegiatan proses balajar siswa. 3) Bahwa guru memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing. 4) Bahwa guru menggunakan berbagai jenis metode mengajar serta pendekatan multimedia. c. Dilihat dari segi program, hendaknya: 1) Tujuan instruksional serta konsep maupun isi pelajaran itu sesuai dengan kebutuhan, minat serta kemampuan subjek didik.
2) Program cukup jelas dapat dimengerti siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. 3) Bahan pelajaran mengandung fakta atau informasi, konsep, prinsip, dan keterampilan. d. Dilihat dari situasi belajar, tampak adanya: 1) Iklim hubungan intim dan erat antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan guru, serta dengan unsur pimpinan di sekolah. 2) Gairah serta kegembiraan belajar siswa sehingga siswa memiliki motivasi yang kuat serta keleluasaan mengembangkan cara belajar masing-masing. e. Dilihat dari sarana belajar, tampak adanya: 1) Sumber-sumber belajar bagi siswa. 2) Fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar. 3) Dukungan dari berbagai jenis media pengajaran. 4) Kegiatan belajar siswa yang tidak terbatas di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas (Nana Sudjana, 1989:21-22). Begitu juga prinsip-prinsip cara belajar siswa aktif kepada 4 dimensi yang dikemukakan oleh Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman yaitu: a. Yang Terlihat Atau Tampak Pada Peserta Didik 1) Keberanian untuk mewujudkan minat, keinginan serta dorongan yang terdapat pada anak dalam suatu proses belajar mengajar.
Artinya anak tanpa ragu-ragu ataupun merasa takut dapat merefleksikan minat, keinginan maupun pendapatnya dalam forum proses belajar mengajar. 2) Keinginan dan keberanian untuk mencari kesempatan guna berpartisipasi dalam persiapan proses dan tindak lanjut suatu kegiatan belajar mengajar. 3) Berbagai usaha serta kreativitas pada diri peserta didik dalam menyelesaikan kegiatan belajarnya hingga mencapai tingkat keberhasilan dalam suatu proses belajar mengajar. Dorongan ingin tahu (curiousity) yang besar dari peserta didik untuk mengetahui serta mengerjakan sesuatu yang baru dalam proses belajar mengajar. 4) Rasa bebas dan lapang melakukan sesuatu tanpa tekanan dari siapa pun, termasuk guru di dalam proses belajar mengajar. b. Yang Terlihat Pada Dimensi Guru 1) Usaha membina serta mendorong peserta didik dalam meningkatkan kegairahan peserta didik/siswa berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar. 2) Kemampuan menjalankan fungsi dan peranan guru sebagai innovator dan motivator yang senantiasa atau menemukan hal-hal yang baru dalam PBM. 3) Sikap yang tidak mendominasi kegiatan belajar-mengajar peserta didik dalam keseluruhan proses belajar-mengajar.
4) Pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk belajar menurut cara, irama serta tingkat kemampuan masing-masing dalam proses belajar-mengajar 5) Kemampuan untuk menggunakan bermacam strategi belajar- mengajar serta pendekatan multi-media dalam proses belajar- mengajar. c. Yang Terlihat Pada Dimensi Program 1) Tujuan pengajaran, konsep maupun isi pengajaran yang data memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan peserta didik dalam proses belajar-mengajar. 2) Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas peserta didik dalam proses belajar-mengajar. 3) Program yang tidak kaku dalam penentuan media dan metode. Dimana semua peserta didik memahaminya dalam proses belajar- mengajar. d. Yang Terlihat Pada Situasi Belajar Mengajar 1) Situasi belajar mengajar yang di dalamnya terjelma komunikasi guru-murid dan murid-murid yang intim, hangat dan produktif. 2) Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar di kalangan peserta didik selama PBM.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Menurut Tadjah (1994:52) faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa dalam belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: faktor intern dan faktor ekstern 1) Faktor Intern Yaitu faktor yang ada pada diri siswa, faktor ini terdiri dari dua, yaitu faktor fisiologis dan psikologis. a) Faktor fisiologis Yaitu keadaan jasmani anak yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar, baik keadaan kebugaran jasmani maupun keadaan atau berfungsinya dengan baik organ dan alat-alat indera. J adi keadaan jasmani pada diri siswa harus benar-benar dijaga dengan baik. Karena jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang sehat terhadap aktivitas belajar. Panca indera merupakan pintu gerbang masuknya berbagai informasi dan pengalaman. Dalam Al-Qur'an dijelaskan pada surat Yunus ayat 101: ~ W-NOO^- -O4` O) V4OEOO- ^O-4 _ 4`4 /j_^> e4CE- +O7O4-4 }4N lO~ 4pONLg`uNC ^
Artinya: Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan
rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (Q.S. Yunus:101).
Dan surat Al-Isra' ayat 36 yang berbunyi: 4 -^> 4` "^1 El gO) vUg _ Ep) E7;OO- 4O=^4l^-4 E1-^-4 O7 Elj^q 4p~ +Ou44N LO7*O4` ^@g
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. Al-Isra:36).
Berdasarkan ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa kesempurnaan dan kesehatan panca indera merupakan syarat utama agar belajar itu dapat berlangsung secara optimal/maksimal. Dalam aktifitas belajar yang paling memegang peranan adalah mata dan telinga, karena mata dan telinga merupakan hak yang memegang peranan utama dalam kegiatan/aktifitas belajar, kemudian diolah kemampuan berfikir dan ingatannya sehingga terbentuknya pengetahuan. b) Faktor psikologis Yaitu faktor yang mencakup jiwa atau rohani yang pada umumnya dapat dikatakan sebagai hal yang mendorong aktifitas belajar atau hal yang merupakan alasan dilakukannya belajar.
Menurut Ardan N. Frandsen, bahwa hal yang mendorong aktivitas belajar adalah sebagai berikut: (1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dengan luas. (2) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada diri manusia dan keinginan untuk selalu maju. (3) Adanya keinginan mendapat rasa simpati dari orang tua, guru dan teman. (4) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru. (5) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman, bila menguasai pelajaran. (6) Adanya gambaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar (Suryabrata, 1998:253). Keinginan tersebut tidak dapat lepas satu sama lain, merupakan satu kesatuan dari keseluruhan perihal yang mendorong anak aktif untuk belajar. Namun perlu diingat kompleknya keinginan atau kebutuhan belajar ini sifatnya individual, artinya berbeda antara anak didik satu dengan yang lain. Dalam hal ini, orang tua harus mampu merangsang anak didik agar mempunyai rasa ingin dan butuh untuk belajar. Yang selanjutnya motivasi mereka, karena motivasi ini sangat besar pengaruhnya terhadap tercapainya cita-cita kelak. 2) Faktor Ekstern
Yaitu faktor yang datang dari luar anak didik, yang dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor non sosial dan sosial (Suryabrata, 1998:249). a) Faktor non sosial Merupakan faktor yang tidak ada kaitannya antara individu dengan yang lain, akan tetapi individu dengan keadaan lingkungan sekitar. Misalnya keadaan udara, cuaca, waktu yang tidak tepat, alat-alat yang dipakai untuk belajar dan sebagainya. Semua faktor di atas harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat membantu aktivitas anak didik dalam belajar secara maksimal. Letak sekolah misalnya atau tempat belajar, harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau jalan raya, lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ilmu kesehatan sekolah. Demikian pula alat-alat pelajaran harus seberapa mungkin diusahakan untuk memenuhi syarat-syarat menurut pertimbangan didaktis, psikologis dan paedagogis. b) Faktor sosial Yang dimaksud dengan faktor sosial disini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Faktor sosialisasi ini meliputi metode pembelajaran, situasi dan motivasi belajar.
3. Prinsip-prinsip Aktivitas Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar dalam hal ini akan dilihat dari sudut pandang perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Dengan melihat unsur kejiwaan seseorang subjek belajar/subjek didik, dapatlah diketahui begaimana prinsip aktivitas yang terjadi dalam belajar itu. Karena itu dilihat dari unsur pandang ilmu jiwa, maka sudah barang tentu yang menjadi fokus perhatian adalah komponen manusiawi yang melakukan aktivitas dalam belajar-mengajar, yakni siswa dan guru (Sardiman, 2006:97). Dalam hal ini, prinsip-prinsip aktivitas akan dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa lama dan sudut pandang ilmu jiwa modern, yaitu: a. Menurut pandangan Ilmu J iwa Lama J ohn Locke dengan konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa (psyche) seseorang bagaikan kertas putih yang tidak bertulis. Kertas putih itu kemudian mendapat coretan atau tulisan dari luar. Terserah kepada unsur dari luar yang akan menulis, mau ditulis merah atau hijau, kertas itu akan bersifat reseptif. Konsep semacam ini kemudian ditransfer ke dalam dunia pendidikan. Selanjutnya Herbert memberikan rumusan bahwa jiwa adalah keseluruhan tanggapan yang secara mekanis dikuasai oleh hukum-
hukum asosiasi. Atau dengan kata lain dipengaruhi oleh unsur-unsur dari luar. Relevansinya dengan konsep J ohn Locke, bahwa guru pulalah yang aktif, yakni menyampaikan tanggapan-tanggapan itu. Siswa dalam hal ini pasif, secara mekanis hanya menurut alur dari hukum-hukum asosiasi tadi. J adi siswa kurang memiliki aktivitas dan kreativitas. b. Menurut pandangan Ilmu J iwa Modern Menurut pandangan ilmu jiwa modern bahwa manusia sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu, secara alami anak didik itu juga bisa menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh sebab itu, tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini, anaklah yang beraktivitas, berbuat dan harus aktif sendiri. Perlu ditambahkan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar ke dua aktivitas itu harus selalu berkait. Sebagai contoh seseorang itu sedang belajar dengan membaca. Secara fisik kelihatan bahwa orang tadi membaca menghadapi suatu buku, tetapi mungkin pikiran dan sikap mentalnya tidak tertuju buku yang dibaca. Ini menunjukkan tidak ada keserasian antara aktivitas fisik dengan
aktivitas mental. Kalau sudah demikian, maka belajar itu tidak akan optimal. Begitu juga sebaliknya kalau yang aktif itu hanya mentalnya juga kurang bermanfaat. Misalnya ada seseorang berfikir tentang sesuatu, tentang ini, tentang itu atau renungan ide-ide yang perlu diketahui oleh masyarakat, tetapi kalau tidak disertai dengan perbuatan/aktivitas fisik misalnya dituangkan pada tulisan atau disampaikan kepada orang lain, juga ide atau pemikiran tadi tidak ada gunanya. Dan sebagaimana yang diungkapkan oleh Piaget bahwa seseorang anak itu berfikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berfikir. Oleh karena itu, agar anak berfikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Berfikir pada taraf verbal baru akan timbul setelah anak itu berfikir pada taraf perbuatan.
4. Jenis-jenis Aktivitas dalam Belajar Sekolah merupakan pusat siswa untuk melakukan aktivitas belajar dan merupakan tempat untuk mengembangkan aktivitas. Karena aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya maka para ahli mengadakan klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah: Paul B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6) Motor activitiesa, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8) Emotional ectivities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup (Nasution. 1982:93). J adi jika kita melihat klasifikasi aktivitas di atas, maka menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Aktivitas-
aktivitas di atas dapat disimpulkan bahwa siswa harus bekerja sendiri yaitu berfikir dan berbuat sendiri, karena anak-anak itu memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri dan membentuk sendiri dan tugas pendidik adalah sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak itu sendiri, sedang pendidikan membimbing dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.
D. Kreativitas 1. Pengertian Kreativitas Kata kreativitas berasal dari kata Inggris Creativity, yang berarti daya cipta (Echols, 1987:154). Sedangkan definisi kreativitas sendiri terdapat berbagai macam, tergantung pada bagaimana dan dari segi mana orang melihatnya "creativity is a matter of definition". Tidak ada satu definisi pun yang dianggap mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas. Hal ini disebabkan: pertama, sebagai suatu "konstruk hipotetis", kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multidimensional, yang mengandung berbagai tafsiran yang beragam. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda- beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi (Sutrisno, 2005:124). Dalam bukunya Malik Fajar disebutkan bahwa karena beragamnya pengertian kreativitas, sehingga pengertian kreativitas tergantung pada bagaimana orang mendefinisikannya-creatifvity is a matter of definition.
Disini dapat dikemukakan beberapa definisi. Menurut Roger B. Yepsen. J r (1996), kreativitas merupakan kapasitas untuk membuat hal baru (creativity is the capacity for making something new). Atau menurut Mihaly Csikszentmihalyi (1996), orang yang kreatif adalah orang yang berfikir dan bertindak mengubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru (a create person is someone whose thoughts or actions change a domain, or estalish a new domain). Dari pengertian di atas dapat dimengerti bahwa kreativitas adalah kemampuan memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagaimana pengembangan dan ide yang telah lahir sebelumnya serta memecahkan masalah yang dihadapi (Fajar, 2005:313). Ada beberapa kriteria yang dapat dikemukakan mengenai kreativitas meskipun terkesan sepihak. Pertama, dalam respon-respon kreatif tercermin watak novelty (kebauran atau newness) dan original. Kedua, dalam respon-respon kreatif terbukti secara efektif menggambarkan koherensi, kecocokan (adaptiveness) dengan situasi- situasi riil yang dihadapi, yang terkadang dengan cepat mengalami perubahan. Ketiga, dalam respon-respon kreatif tergambar suatu bentuk "realisasi" yang bermanfaat dalam memecahkan segenap persoalan (problem solving) dasar kehidupan manusia. Keempat, watak menonjol dari respon-respon kreatif ialah bahwa respon-respon itu dilandasi kesanggupan berpikir maupun mencandra secara divergent (dari berbagai sudut pandang), bukan berpikir convergent (dari suatu sudut pandang).
Respon-respon kreatif semacam ini perlu mendapat pemupukan dan penumbuhan yang lebih subur dalam sistem dan praktik pendidikan yang harus diciptakan (Fajar, 2005:313-314). Menurut Guilford dalam Sutrisno (2005:124) mengemukakan bahwa terdapat lima sifat yang menjadi ciri kemampuan berfikir kreatif, yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration), dan perumusan kembali (redefinition). Kelancaran adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Originalitas adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise. Elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan dan meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh orang banyak. Menurut Munandar pengertian kreativitas dapat ditinjau dari empat aspek, yaitu (a) pribadi: kreativitas mencerminkan keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya, (b) pendorong: kondisi internal dan eksternal yang mendorong seseorang ke perilaku kreatif, (c) proses: bersibuk diri secara kreatif yang menunjukkan kelancaran, kelenturan (fleksibilitas), dan orisinal dan bermakna bagi individu dan lingkungannya (Kreativitas Anak dan Cara Pengembangannya. Anima Indonesian Psychologikal Journal, vol. 15, No. 4, 2000. Hal: 391). Sedangkan Semiawan mengungkapkan bahwa kreativitas sebagai salah satu kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia timbul dengan
didasari oleh kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik secara terpadu. Campbell juga mengungkapkan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil, yang bersifat baru, inotatif, segar, manarik dan berguna bagi kelancaran serta kemudahan pemecahan masalah dengan hasil yang lebih baik (Suharto. Pengembangan Kreativitas Menghadapi Globalisasi. Jurnal Ilmu Pendidikan. Tahun 27, Nomor 2, J uli 2000. Hal:160). Menurut Soeparman, di dalam J urnal Filsafat, (Teori dan Praktik Kependidikan, 2000. Hal:93) kreativitas dapat membantu usaha pembangunan menjadi lebih progresif. Muhajir (1982) menyatakan bahwa tanpa kreativitas suatu masyarakat kemungkinan akan menjadi terhambat pembangunannya. Kreativitas mencerminkan pemikiran yang divergen yaitu kemampuan yang dapat memberikan bermacam-macam alternatif jawaban. Sedangkan menurut Dewing (1970) kreativitas dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan belajar. Munandar lebih jauh mengemukakan bahwa kreativitas memiliki daya prediksi yang lebih baik, terpadu dengan bidang lain termasuk kemandirian. Selanjutnya Guildford (1976), Munandar (1977), dan Young (1994) menyatakan bahwa kreativitas meliputi unsur kelancaran, keluwesan, keaslian, perluasan dan penilaian. Setiap individu harus memiliki kreativitas dan mampu serta berani menentukan sikap yang tepat sesuai dengan dirinya dan situasinya. Tetapi sebenarnya setiap orang adalah kreatif. Sedangkan untuk mendapatkan orang yang demikian perlu adanya latihan dan bimbingan
dari orang tua ataupun dari guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dan Bull (1978) bahwa kreativitas dapat dilatih melalui kelompok dan individual. Geske (1992) menyatakan bahwa melalui latihan verbal, berfikir abstrak, rasional, dan analitis kreativitas dapat ditingkatkan.
2. Ciri-ciri Kepribadian Kreatif Menurut Csikszentmihalyi dalam Munandar (2002:51-53) mengemukakan sepuluh pasang ciri-ciri kepribadian kreatif yang seakan- akan paradoksal tetapi saling terpadu secara dialektis, yaitu: a. Pribadi kreatif mempunyai kekuatan energi fisik yang memungkinkan mereka bekerja berjam-jam dengan konsentrasi penuh, tetapi mereka juga bisa tenang dan rileks, bergantung pada situasinya. b. Pribadi yang kreatif cerdas dan cerdik, tetapi pada saat yang sama mereka juga naif. c. Ciri-ciri paradoksal ketiga berkaitan dengan kombinasi antara sikap bermain dan disiplin. d. Pribadi kreatif dapat berselang-seling antara imajinasi dan fantasi, namun tetap bertumpu pada realitas. e. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi maupun ekstroversi. f. Orang kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga akan karyanya pada saat yang sama.
g. Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikologis, yaitu mereka dapat melepaskan diri dari stereotip gender (masukan-feminin). h. Orang kreatif cendrung mandiri bahkan suka menentang, tetapi dilain pihak mereka bisa tetap tradisional dan konservatif. i. Kebanyakan orang kreatif sangat bersemangat (passionate) bila menyangkut karya mereka, tetapi juga sangat objektif dalam penilaian karyanya. j. Sikap keterbukaan dan sensitivitas orang kreatif sering membuatnya menderita jika mendapat banyak kritik dan serangan terhadap hasil jerih payahnya, namun disaat yang sama ia juga merasakan kegembiraan yang luar biasa. Treffinger dalam Munandar (2002:54) menyatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisir dalam tindakan, dan rencana inovatif serta produk orisinalnya telah dipikirkan matang-matang terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya. Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar biasa sering tampak pada orang kreatif. J uga, keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan mengasyikkan-misalnya untuk dihipnotis, terjun payung atau menjajaki kota atau tempat baru (Munandar, 2002:54). Pribadi kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep atau kemungkinan-kemungkinan yang
dikhayalkan, yang kemudian terwujud menjadi karya seni, sastra atau penemuan-penemuan baru (Munandar, 2002:54). Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif yang menonjol terhadap mesyarakat digambarkan sebagai berikut: berani dalam pendirian/keyakinan, melit (ingin tahu), mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan, bersibuk diri terus-menerus dengan kerjanya, intuitif, ulet, tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja. Kenyataan menunjukkan, bahwa guru dan orang tua lebih menginginkan perilaku sopan, rajin dan patuh dari anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan kreativitas (Munandar, 1999:36).
3. Pendekatan 4 P dalam Mengembangkan Kreativitas Pengembangan kreativitas pada anak didik yang dimulai dari kecil memang sangat diperlukan sekali pada zaman sekarang ini, dikarenakan kondisi zaman yang sarat dengan persaingan, jika kita tidak bisa unggul daripada negara-negara lain maka kita akan ketinggalan dan akan tertindas oleh negara yang lebih kuat dari negara kita. Oleh karena itu diperlukan pengembangan kreativitas salah satunya yaitu di pendidikan formal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hans J ellen dari Universits Utah, AS dan Klaus Urban dari Universitas Hannover, J erman, bulan Agustus 1987 terhadap anak-anak Indonesia adalah yang terendah di antara anak-anak seusianya dari 8 negara lainnya. Berturut-turut dari skor tertinggi sampai terendah adalah Filipina, AS,
Inggris, J erman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia (Fajar, 2005:315). Dari hasil penelitian di atas, disebutkan bahwa kreativitas anak- anak di Indonesia masih di bawah rata-rata. Oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi dengan cara-cara yang sudah ada. Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan dalam kadar yang berbeda-beda. Sehubungan dengan pengembangan kreativitas siswa, maka perlu ditinjau aspek dari kreativitas, yaitu pribadi, pendorong, press, proses atau, dan produk (4 P dari kreativitas). a. Pribadi Kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan kreatif ialah yang mencerminkan orisinalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif. b. Pendorong (press) Bakat kreatif siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan dari lingkungannya, ataupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu. Bakat kreatif dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung. Di dalam keluarga, sekolah, dalam lingkungan pekerjaan maupun di
dalam masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan perilaku kreatif individu atau kelompok individu. c. Proses Untuk mengembangkan kreativitas, anak perlu diberi kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif, dalam hal ini penting untuk memberikan pada anak kebebasan untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif. d. Produk Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna ialah kondisi pribadi dan kondisi lingkungan, yaitu sejauh mana keduanya mendorong ("press") seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (kesibukan, kegiatan) kreatif (Munandar, 1999:45-46). Dari uraian di atas, akan dijelaskan lagi dalam buku Munandar (2002) tentang teori pembentukan pribadi kreatif yaitu: Adapun penjelasan tentang aspek pribadi kreatif terdiri dari dua teori psikoanalisis dan teori humanistik yaitu: 1) Teori Psikoanalisis Teori psikoanalisis melihat kreativitas sebagai hasil mengatasi suatu masalah, yang biasanya mulai dimasa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari bercampur menjadi
pemecahan inovatif dari trauma. Tindakan kreatif mentransformasi keadaan psikis yang tidak sehat menjadi sehat (Munandar, 2002:44-45). Adapun teori-teori yang diungkapkan oleh beberapa pakar tentang teori psikoanalisis yaitu: a) Teori Freud Sigmund Freud (1956-1939), ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme pertahanan yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengabai ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. b) Teori Kris Ernst Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi yaitu kecenderungan untuk beralih ke perilaku pada tingkat perkembangan sebelumnya yang memberi kepuasan jika perilaku sekarang tidak berhasil atau tidak memberi kepuasan-juga sering muncul dalam tindakan kreatif. c) Teori J ung Carl J ung (1875-1961) juga percaya bahwa ketidaksadaran memainkan peranan yang amat penting dalam pemunculan kreativitas tingkat tinggi (Munandar, 2002:45-47). 2) Teori Humanistik
Teori humanistik melihat kreativitas sebagai hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Tokoh-tokoh aliran humanistik percaya bahwa kreativitas dapat berkembang selama hidup. a) Teori Maslow Menurut Abraham Maslow (1908-1970) bahwa manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. b) Teori Rogers Menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi internal dari pribadi yang kreatif adalah: (1) Keterbukaan terhadap pengalaman. (2) Kemampuan untuk menilai situasi dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation). (3) Kemampuan untuk bereksperimen, untuk bermain dengan konsep-konsep (Munandar, 2002:47).
4. Kreativitas dalam Perspektif Pendidikan Islam Kreativitas berarti kesanggupan mencipta atau daya cipta. Di dalam Al-Quran disebutkan empat sifat Allah sebagai Maha Pencipta yaitu Al-Khaliq, Al-Khalaq, Al-Badi dan Al-Musawwir. Seperti berturut- turut yang digambarkan dalam ayat-ayat berikut: N:gO +.- 74O W 4O) ) 4O- W -)UE= ] 7_* ++:;N _
4O-4 _O>4N ]7 7/* O4 ^g
Artinya: (yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah Dia; dan dia adalah pemelihara segala sesuatu. (Q.S. Al-Anam 102).
Artinya: Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu? benar, dia berkuasa. dan dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Yasin:81).
7Cg4 g4OEOO- ^O-4 W _O^+ NpO74C +O /.4 4 }7> N-. O4:= W 4-UE=4 E7 7/* W 4O-4 ]7) 7/* 7)U4 ^
Artinya: Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri. dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al- Anam:101).
4pOOu4C -.- .4` -4O4` 4pOUE^4C4 4` 4p+OuNC ^g Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim:3).
Artinya: Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Ali Imron:3).
E. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pemahaman tentang pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah/perguruan tinggi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu PAI sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai aktivitas, berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap hidup dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Sedangkan PAI sebagai fenomena adalah peristiwa
perjumpaan antara dua orang atau lebih dan/atau penciptaan suasana yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta keterampilan hidup pada salah satu atau beberaa pihak (Muhaimin dalam Muhaimin, 2005:15). Tafsir dalam Muhaimin (2005:6) membedakan antara pendidikan agama Islam (PAI) dan pendidikan Islam. PAI dibakukan sebagai nama kegiatan mendidikkan agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan Agama Islam, karena yang diajarkan adalah agama Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam disebut sebagai pendidikan agama Islam. Kata pendidikan ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Dalam hal ini PAI sejajar atau sekategori dengan pendidikan Matematika (nama mata pelajarannya adalah Matematika), pendidikan Olahraga (nama mata pelajarannya adalah Olahraga), pendidikan Biologi (nama mata pelajarannya adalah Biologi) dan seterusnya. Sedangkan pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu sistem pendidikan yang Islami, yang mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan. Pendidikan Islam ialah pendidikan yang teori-teorinya disusun berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Adapun ruang lingkup materi PAI (kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu AL-Quran-Hadits, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Pada kurikulum 1999 dipadatkan menjadi lima
unsur pokok, yaitu: Al-Quran, keimanan, akhlak, fiqh dan bimbingan ibadah serta tarikh/sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (Muhaimin, 2002:79). Dalam Muhaimin (2002:79) menyatakan bahwa dilihat dari sistematika ajaran Islam, maka unsur-unsur pokok itu memiliki kaitan yang erat, sebagaimana dapat dilihat pada skema berikut ini:
SISTEMATIKA AJARAN ISLAM ISLAM
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Dalam GBPPPAI 1994 disebutkan tentang tujuan pendidikan agama Islam secara umum yaitu untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt (AL-QURAN 7 SUNNAH/HADITS) Sistem Kehidupan 1. Politik Syariah Ibadah 2. Ekonomi Akidah Muamalah 3. Sosial 4. Pendidikan Akhlak 5. Kekeluargaan 6. Kebudayaan/Seni 7. Iptek 8. Orkes 9. Lingkungan Hidup (flora, fauna,dll) 10. Hankam, dll. Tarikh/Sejarah
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Muhaimin, 2002:78). Di dalam GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam kurikulum 1999, tujuan PAI tersebut lebih dipersingkat lagi, yaitu: "agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt dan berakhlak mulia." Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia (Muhaimin, 2002:78-79). Adapun tujuan pendidikan agama Islam menurut beberapa ahli/tokoh pendidik Islam sebagai berikut:
a. Imam Al Ghozali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang hendak dicapai adalah; pertama, kesempurnaan manusia, yang puncaknya adalah dekat dengan Allah. Kedua, kesempatan manusia, yang puncaknya kebahagiaan di dunia dan akhirat karena itu pendidikan tersebut berusaha mangajar manusia agar mampu mencapai tujuan-tujuan yang dirumuskan tadi. b. Muhammad Athiyah Al Abrasi berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam secara umum sebagai berikut: (a) membantu pembentukan akhlak yang mulia, (b) persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat, (c) persiapan mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan, (d) menumbuhkan semangat ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan dalam arti untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu, dan (e) menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, supaya dapat menguasai profesi, dan keterampilan tertentu agar ia dapat mencapai rezeki dalam hidup disamping memelihara segi kerohanian. c. Menurut Marimba dalam bukunya Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, dinyatakan tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim (Zuhairini dan Ghofir, 2004:8). Dari beberapa pendapat tersebut di atas maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu mencapai keseimbangan pertumbuhan diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh melalui
latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan dan pancaindera sehingga memiliki kepribadian yang utama (Zuhairini dan Ghofir, 2004:8). Tujuan khusus pendidikan agama adalah tujuan pendidikan agama pada setiap tahap/tingkat yang dilalui, seperti misalnya tujuan SD berbeda dengan tujuan agama sekolah menengah, dan berbeda pula dengan perguruan tinggi. Adapun tujuan pendidikan agama untuk masing-masing tingkat sekolah tersebut sebagai berikut: a. Tingkat Sekolah Dasar (SD) (1) Murid bergairah beribadat. (2) Murid mampu membaca Al-Qur'an. (3) Penanaman rasa agama kepada murid. (4) Menanamkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. (5) Memperkenalkan ajaran Islam yang bersifat global, seperti rukun Islam, rukun iman, dan lain-lain. (6) Membiasakan anak-anak berakhlak mulia, dan melatih anak-anak untuk mempraktikkan ibadat yang bersifat praktis-praktis, seperti salat, puasa, dan lain-lain. (7) Membiasakan contoh teladan yang baik. b. Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (1) Memberikan ilmu pengetahuan agama Islam. (2) Memberikan pengertian tentang agama Islam yang sesuai dengan tingkat kecerdasannya. (3) Memupuk jiwa agama. (4) Membimbing anak agar mereka beramal saleh dan berakhlak mulia. c. Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) (1) Siswa memahami dan menghayati ajaran Islam sehingga beriman dengan mengetahui dalil naqlinya tekun salat dengan menghayati
hikmahnya, tekun membaca Al-Qur'an dengan memahami ayat-ayat tertentu, terbiasa berdoa mensyukuri nikmat, dan beramal saleh serta membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. (2) Siswa bertakwa dan bersyukur kepada Allah. (3) Siswa hidup rukun dalam bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. d. Tingkat Universitas (1) Terbentuknya sarjana muslim yang takwa kepada Allah. (2) Tertanamnya akidah Islamiyah pada setiap mahasiswa. (3) Terwujudnya mahasiswa yang taat beribadah daan berakhlak (Zuhairini dan Ghofir, 2004:25-26).
3. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini et al dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu: a. Dasar Yuridis/Hukum Dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari perundang- undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu: 1) Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Dasar strukural/konstitusional, yaitu UUD '45 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. 3) Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No IV/ MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No. IV/MPR 1978 jo. Ketetepan MPR Np. II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No. II/MPR 1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. b. Segi Religius Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur'an banyak ayat yang menunjukkan perintah tersebut, antara lain:
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
3) Dalam surat At-Tahrim ayat 6 yang berbunyi: Og^4C 4g~-.- W-ONL4`-47 W-EO~ 7=O^ 7O)Uu-4
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
4) Al-Hadis: ) (
Artinya: "Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walaupun hanya sedikit".
) (
Artinya: "Setiap anak yang dilahirkan itu telah membawa fitrah beragama (perasaan percaya kepada Allah) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi".
c. Aspek Psikologis Psikologis yaitu dasar berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat
dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Zuhairini et al bahwa semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun masyarakat yang sudah modern. Mereka merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat Yang Maha Kuasa (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2004: 132:133).
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas Classroom action research. Penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu bisa dimaknai dengan suatu proses dimana melalui proses ini dosen dan mahasiswa menginginkan terjadinya perbaikan, peningkatan, dan perubahan pembelajaran yang lebih baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal (Soedarsono, 2001:2). Mc. Niff dalam Sukidin (2002:14) memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagainya. Rapoport dalam Wiriaatmadja (2006:11) mengartikan penelitian tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerjasama dalam kerangka etika yang disepakati bersama.
Ebbutt memaknai penelitin tindakan kelas sebagai kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut (Wiriaatmadja, 2006:12). Pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas, dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam penelitian tindakan kelas diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti (Arikunto et al, 2007:104). Dengan demikian, penelitian tindakan kelas (Classroom action research) terkait dengan persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. J enis penelitian tindakan kelas (PTK) ini yaitu penelitian tindakan partisipan, yang mana orang yang akan melaksanakan tindakan haruslah terlibat dalam proses penelitian dari awal (Zuriah, 2003:86). Dalam penelitian tindakan ini, peneliti melakukan sesuatu tindakan, eksperimen, yang secara khusus diamati terus-menerus, dilihat plus-minusnya, kemudian diadakan pengubahan terkontrol pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang paling tepat (Arikunto, 2002:2). Dalam PTK, guru dapat meneliti sendiri praktik pembelajaran yang ia lakukan di kelas. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam PTK, guru dan peneliti secara kolaboratif juga dapat
melakukan penelitian terhadap proses dan/atau produk pembelajaran secara reflektif di kelas. Pendek kata, dengan melakukan PTK, guru dapat memperbaiki praktik-praktik pembelajaran menjadi lebih efektif (Sukidin, et al, 2002:14). J adi tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kegiatan pembelajaran dalam mengatasi kesulitan siswa dalam pembelajaran. Daur ulang dalam penelitian tindakan diawali dengan perencanaan tindakan (planning), penerapan tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan (observation and evaluation), dan melakukan refleksi (reflecting), dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai (kriteria keberhasilan) (Arikunto et al, 2007:104) sebagaimana gambar berikut: Perencanaan
Refleksi
Tindakan/ Perbaikan Observasi Rencana
Refleksi
Tindakan/ Perbaikan Observasi Rencana
Refleksi
Tindakan/ Dan seterusnya Observasi
Gambar 1. Spiral penelitian tindakan kelas (Hopkins dalam Arikunto, 2007:105).
B. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti di lapangan menjadi syarat utama peneliti mengumpulkan data dalam latar alamiah, di mana peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Selain itu peneliti juga berperan sebagai perencana dan pelaksana tindakan yang terlibat langsung dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas, pengumpulan dan penganalisis data pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitian. Pencari tahu alamiah dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data (Margono, 2000:38). Instrumen pendukung dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, dokumentasi. Pedoman observasi dibuat dari berbagai referensi yang disimpulkan dari teori-teori yang terkait dengan variabel penelitian dan dikembangkan menjadi indikator sehingga dijadikan pedoman observasi ketika penelitian di kelas yang sedang berlangsung.
C. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di SDN Klurak Candi Sidoarjo. Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo.
D. Sumber Data dan Jenis Data Ada dua sumber data dalam PTK, yaitu sumber data primer dan skunder. Sumber data primer dalam PTK adalah siswa, guru, guru BP, orang tua, dan kepala sekolah. Sumber data skunder adalah sumber data yang berasal dari pihak yang masih ada kaitannya dengan siswa, akan tetapi tidak secara langsung mengetahui keberadaan siswa atau berhubungan langsung dengan siswa. Sumber data skunder dalam PTK, antara lain pengawas sekolah, pejabat dinas pendidikan, dan pengurus BP3 (Sukidin, 2002:105). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yang meliputi siswa kelas V A SDN Klurak Candi Sidoarjo. Data skunder, yang meliputi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan PAKEM, foto-foto, laporan pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan siswa dalam PBM. Sedangkan jenis data dalam penelitian ini ada dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berbentuk kalimat yang memberi gambaran tentang ekspresi siswa tentang motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa kelas V A SDN Klurak Candi Sidoarjo ketika mengikuti pelajaran, foto-foto ketika pembelajaran konvensional dan pembelajaran PAKEM serta foto-foto lain, sumber tertulis yang berasal dari jurnal, arsip sekolah, dan lain-lain. Data kuantitatif diperoleh dari lembar observasi dan data-data yang lain yang berbentuk angka.
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam hal ini peneliti menggunakan: a. Observasi Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Zuriah, 2003:122). Menurut Arikunto, observasi atau mengamati adalah menatap kejadian, gerak atau proses (Arikunto, 2002:205). Penulis menggunakan metode ini guna untuk memperoleh data tentang keadaan SDN Klurak Candi Sidoarjo, juga untuk mengetahui perilaku siswa hubungannnya dengan motivasi, keaktifan dnan kreativitas siswa terhadap materi PAI. Catatan lapangan juga digunakan untuk memperoleh data secara obyektif, yang tidak terekam dalam lembar observasi mengenai hal-hal yang terjadi selama pemberian tindakan. Catatan ini meliputi seluruh aktifitas siswa ketika tindakan berlangsung, misalnya perilaku spesifik yang dapat menjadi petunjuk baik bagi dugaan adanya suatu permasalahan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pelaksanaan langkah berikutnya. b. Interview
Metode interview adalah pengumpulan data di mana peneliti mengadakan pengamatan dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi langsung dengan subyek penelitian. Menurut Nurul Zuriah (2003:129) interview atau wawancara merupakan metode pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara peneliti dengan subjek atau responden. Dalam interview biasanya terjadi tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berpijak pada tujuan penelitian. Penulis menggunakan metode ini guna untuk memperoleh data tentang rencana pembelajaran yang akan dilakukan kaitannya dengan kehidupan siswa sehari-hari. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah pengumpulan data melalui dokumentasi atau catatan-catatan penting, surat kabar, internet dan sebagainya. Penggunaan metode ini sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan meramalkan, baik dokumen itu merupakan dokumen pribadi maupun resmi. Suharsimi Arikunto (2002:206) berpendapat bahwa metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip buku, surat kabar, majalah, prasasti, rapat, agenda dan sebagainya.
Adapun dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mencari data tentang sejarah berdirinya SDN Klurak Candi Sidoarjo, struktur organisasi, data guru dan siswa, dan lain-lain. Untuk mengetahui terjadinya peningkatan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa, maka peneliti menggunakan skala Likert yang digunakan untuk mengukur tingkat pertanyaan terhadap himpunan pernyataan berkaitan dengan suatu konsep tertantu (Agung, 1992:75).
F. Analisis Data Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap: a. Menelaah semua data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan. b. Mereduksi data yang diperlukan dengan menyeleksi data tindakan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam penerapan PAKEM. c. Menyajikan data atau memaparkan data dengan perhitungan frekuensi dan presentasi data. d. Menyimpulkan data e. Menurut Miles dan Huberman dalam FX. Soedarsono (2001:26) analisis data itu terdapat tiga alur kegiatan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. f. Reduksi data merupakan pemilihan data yang relevan, penting bermakna dan data yang tidak berguna untuk menjelaskan tentang apa yang menjadi sasaran analisis. Langkah yang dilakukan adalah menyederhanakan
dengan membuat jalan fokus, klasifikasi dan abstraksi data kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis. Data yang telah direduksi selanjutnya disajikan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk paparan data dengan memungkinkan untuk ditarik kesimpulan. Akhir dari kegiatan analisis adalah penarikan kesimpulan, kesimpulan merupakan intisari dari analisis adalah memberikan pernyataan tentang dampak dari penelitian tindakan kelas (Soedarsono, 2001:15). Untuk mengetahui perubahan hasil tindakan, jenis data yang bersifat kuantitatif yang didapatkan dari hasil observasi, dianalisis menggunakan rumus data kuantitatif dalam penelitian tindakan kelas (Gugus, 1999/2000:1) yaitu: P = BaseRate BaseRate PostRate X 100 % Keterangan: P =Presentasi peningkatan Post Rate =Nilai rata-rata sesudah tindakan Base Rate =Nilai rata-rata sebelum tindakan
G. Pengecekan Keabsahan Data Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk kepentingan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2002:178).
Triangulasi merupakan proses memastikan sesuatu (getting a fix) dari berbagai sudut pandang. Istilah ini berkembang dengan fungsi utama untuk meningkatkan ketajaman hasil pengamatan melalui berbagai cara dalam pengumpulan data (Arikunto et al, 2007:128). Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber (Source triangulation) berarti mengambil data dari berbagai nara sumber (Arikunto, 2007:129). Adapun data diambil dari kepala sekolah, guru PAI, siswa maupun nara sumber lain yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan triangulasi metode (Methode triangulation) yaitu menggunakan berbagai metode pengumpulan data (Arikunto, 2007:129) data diambil dari observasi, dokumentasi dan interview.
H. Tahap-tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan revisi model Lewin menurut Elliott (Wiriaatmadja, 2006:64).
Gambar 2. Model PTK Dalam penelitian ini direncanakan tiga siklus, yaitu: Identifikasi Masalah Memeriksa Di Lapangan (Reconnaissance) Perencanaan Langkah/Tindakan 1 Langkah/Tindakan 2 Langkah/Tindakan 3 Pelaksanaan Langkah/ Tindakan 1 Observasi/Pengaruh Reconnaissance Diskusi Kegagalan dan Pengaruhna/Refleksi Revisi Perencanaan Observasi/Pengaruh Reconnaissance Diskusi Kegagalan dan Pengaruhna/Refleksi Rencana Baru Langkah/Tindakan 1 Langkah/Tindakan 2 Langkah/Tindakan 3 Pelaksanaan Langkah/Tindakan Selanjutnya Revisi Perencanaan Rencana Baru Langkah/Tindakan 1 Langkah/Tindakan 2 Langkah/Tindakan 3 Pelaksanaan Langkah/Tindakan Selanjutnya Observasi/Pengaruh Reconnaissance Diskusi Kegagalan dan Pengaruhna/Refleksi S i k l u s
I
S i k l u s
I I
S i k l u s
I I I
Siklus I dilaksanakan tiga kali pertemuan Siklus II dilaksanakan tiga kali pertemuan Siklus III dilaksanakan dua kali pertemuan
Adapun dalam pelaksanaan penelitian dijelaskan sebagai berikut: 1. Siklus I a. Identifikasi masalah Peneliti berdiskusi dengan guru PAI mengenai permasalahan yang muncul ketika kegiatan belajar mengajar di kelas V A SDN Klurak Candi Sidoarjo, strategi apa yang selama ini dipergunakan oleh guru PAI dan bagaimana motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa ketika pembelajaran berlangsung. a. Memeriksa di lapangan Observasi yang dilakukan oleh peneliti di lapangan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang telah diidentifikasi sebelumnya dan mencatat kejadian-kejadian yang ada di lapangan. Selanjutnya, peneliti melakukan pre test menggunakan pembelajaran konvensional dengan metode ceramah dan tanya jawab. Pre test dilakukan dengan tujuan mengetahui situasi pembelajaran. b. Perencanaan tindakan Peneliti merencanakan tindakan dan berdiskusi dengan guru PAI setelah mengetahui betul pokok permasalahannya. Dengan harapan problema
yang ada dapat terselesaikan. Oleh karena itu peneliti mempersiapkan perencanaan sebagai berikut: 1) Membuat rencana pembelajaran dengan PAKEM yang terdiri dari: pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. 2) Membuat modul pembelajaran 3) Menyiapkan instrumen penelitian yaitu lembar observasi yang digunakan untuk meneliti motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa. c. Pelaksanaan tindakan Penelitian dilakukan di kelas V SDN Klurak Candi Sidoarjo sesuai dengan rencana pembelajaran. Peneliti bertindak sebagai guru sekaligus observer dengan mencatat setiap perkembangan yang terjadi di dalam kelas pada lembar observasi. d. Observasi Peneliti melakukan observasi saat pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi serta mencatat hal-hal penting yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. Observasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa. e. Refleksi Refleksi dilakukan untuk mengetahui hasil sementara dari Implementasi PAKEM dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa pada mata pelajaran PAI.
f. Revisi perencanaan Revisi perencanaan dilakukan peneliti bersama guru PAI untuk melihat kembali rencana pembelajaran sebelumnya, serta membuat rencana pembelajaran kembali untuk memperbaiki pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya. 2. Siklus II a. Rencana baru Peneliti membuat rencana baru dan mendiskusikannya dengan guru PAI untuk memperbaiki permasalahan pembelajaran yang terjadi pada siklus I. b. Pelaksanaan tindakan Peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan di atas serta mencatat hal-hal penting yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. c. Observasi Peneliti melakukan observasi kembali dari pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan dengan menggunakan lembar observasi terhadap peningkatan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. d. Refleksi Peneliti mengulas hasil observasi mengenai perubahan yang terjadi dari implementasi PAKEM dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa. e. Revisi perencanaan
Revisi perencanaan dilakukan peneliti bersama guru PAI dengan melihat rencana pembelajaran sebelumnya dan membuat rencana pembelajaran kembali untuk memperbaiki pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya.
3. Siklus III a. Rencana baru Peneliti membuat rencana baru dan mendiskusikannya dengan guru PAI untuk memperbaiki permasalahan pembelajaran yang terjadi pada siklus II agar memperoleh hasil maksimal sesuai dengan yang diharapkan. b. Pelaksanaan tindakan Peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan di atas serta mencatat hal-hal penting yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung. c. Observasi Peneliti melakukan observasi kembali dari pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan dengan menggunakan lembar observasi terhadap peningkatan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. d. Refleksi Peneliti mengulas hasil observasi mengenai perubahan yang terjadi dari implementasi PAKEM dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa dari siklus I sampai siklus III sehingga dapat
diketahui bahwa terdapat peningkatan motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa.
Identifikasi masalah Observasi lapangan dengan mengidentifikasi masalah yang terkait dengan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa Memeriksa lapangan Mengadakan pre test dengan menggunakan strategi konvensional. Tidak menggunakan modul dan media pembelajaran. Hasil pre test dapat diketahui bahwa motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa masih rendah Perencanaan tindakan Membuat dan mempersiapkan instrumen motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas. Menyusun rencana pembelajaran Menyiapkan modul dan media pembelajaran. Pelaksanaan tindakan Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran. Menerapkan PAKEM dengan menggunakan metode team quiz (kuis kelompok), card sort (sortir kartu), learning starts with a question (belajar dimulai dengan pertanyaan). Observasi Mengobservasi kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas. Observasi dilakukan pada motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa pada saat pembelajaran. Refleksi Mengulas hasil observasi dengan mengidentifikasikan kendala-kendala yang dilakukan serta memberikan solusi-solusi
J ika berhasil maka penelitian dihentikan, jika kurang berhasil maka penelitian lanjutkan Revisi perencanaan R i i dil k k d b ik
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Obyek Penelitian 1. Sejarah SDN Klurak Candi Sidoarjo SDN Klurak Candi Sidoarjo pertama kali diusulkan dan didirikan oleh Pak Sudiro pada tahun 1962. Ketika itu sekolah tersebut masih belum menjadi SD yang resmi dan ditempatkan di rumah kepala desa Klurak (bapak Kabul) yang terdiri dari beberapa anak. SDN Klurak Candi Sidoarjo didirikan dikarenakan di kecamatan Candi hanya terdapat dua SD, yaitu SD Kalipecabean dan SD Candi. Dari usulan tersebut, akhirnya desa memberi dana untuk pembangunan SD Klurak dan diletakkan di tanah bekas lapangan olah raga yang terdiri dari dua kelas dari bambu dan berlantai tanah, bangkunya dimintakan kepada kepala desa Balongdowo. Sekolah SD Klurak pada waktu itu masih berada di bawah filial SD Kalipecabean dengan kepala sekolah Bapak Suryo. Sekitar tahun 1966-1967 SD Klurak diresmikan menjadi SDN Klurak yang berdiri sendiri dan masih terdiri dari dua kelas. Setelah sekolah mendapat impres, akhirnya SDN Klurak membangun enam kelas.
Sekolah SDN Klurak Candi Sidoarjo ini direhab tahun 2006 dan sekolah ini dikenal dengan sekolah favorit sekecamatan Candi. Pada awal tahun 2007 dengan kepala sekolah yang baru yaitu bapak Rochim mempunyai rencana untuk membentuk SDN Klurak menjadi SD Plus, yang akan dilengkapi dengan fasilitas AC pada kelas, UHP, TV plus CD, pengeras suara dan lain-lain. Untuk merealisasikan rencana tersebut akan diambilkan dari partisipasi Wali Murid dan dana BOS juga akan dibelikan 5 komputer lagi. Tahap I pelaksanaannya akan dimulai dari kelas I, tahap II kelas VI.
2. Visi, Misi dan Tujuan SDN Klurak Candi Sidoarjo Visi: Berprestasi di segala bidang yang berwawasan IPTEK dan berwawasan iman dan taqwa (IMTAQ). Misi: a. Meningkatkan prestasi sekolah dan mutu pendidikan seoptimal mungkin sesuai dengan perkembangan Iptek dan berdasarkan Imtaq. b. Meningkatkan prestasi di bidang akademis dan non akademis sesuai dengan prestasi yang dimiliki oleh siswa dan sekolah. c. Meningkatkan peran serta masyarakat dan institusi terkait dengan menjalin pola secara berkesinambungan dan sekaligus sebagai pengawas kendali pelaksanaan program sekolah. Tujuan
Berdasarkan visi dan misi sekolah dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut: a. Memberikan bekal kemampuan dasar kepada masyarakat, warga Negara dan umat manusia serta mempersiapkan siswa dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi. b. Memberikan kemampuan dasar Baca Tulis- Berhitung pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat dan perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP. c. Meningkatkan hasil belajar siswa dengan mengupayakan pemenuhan sarana dan prasarana belajar yang mendukung kegiatan proses belajar mengajar.
3. Keadaan Guru SDN Klurak Candi Sidoarjo memiliki tenaga pengajar sebanyak 14 orang dan 1 pegawai, yang terdiri dari 12 orang pegawai negeri, dan 3 orang sukuwan. Tenaga pengajar terdiri dari 11 guru kelas, 1 guru orkes dan 2 guru agama.
5. Sarana dan Prasarana SDN Klurak Candi Sidoarjo memiliki 17 ruang yang terdiri dari ruang kepala sekolah, kantor guru dan UKS, lab. komputer, perum guru, perpustakaan, kamar mandi, musollah, kelas I A dan II A, kelas I B dan II B, kelas III A, kelas III B, kelas IV A, kelas IV B, kelas V A, kelas V B, kelas VI A, kelas VI B.
B. Siklus Penelitian Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti menggunakan model penelitian tindakan menurut Elliot. Atas dasar itu, penelitian ini disusun mengacu pada model tersebut. Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI L P J ml. L P J ml. L P J ml. L P J ml. L P J ml. L P J ml. W.N.I Asli W.N.I Ket.Tiongkok W.N.I Ket. Arab W.N.I. Ket Lain-lain
1. Identifikasi Masalah Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu peneliti melakukan identifikasi masalah terkait dengan proses pembelajaran di SDN Klurak Candi Sidoarjo. Pada saat pembelajaran konvensional, guru menggunakan metode ceramah dan tidak menggunakan modul, oleh karena itu guru dalam menyampaikan materi tidak terkonsep. Dengan menggunakan pembelajaran konvensional, motivasi siswa yang meliputi keinginan dan semangat siswa untuk belajar kurang ketika proses belajar mengajar, hal tersebut terjadi dikarenakan penyajiannya yang monoton, terlihat dari banyaknya siswa yang mengikuti pelajaran dengan bermalas-malasan; bergurau sendiri dengan teman sebangkunya; ada juga yang meletakkan kepalanya di bangku (tidur-tiduran). Keaktifan siswa juga kurang tampak dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung. Hal tersebut terlihat dari siswa kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, yang mana kemampuan siswa dalam partisipasi belajar dengan siswa yang lain, keantusiasan dalam melaksanakan pembelajaran berlangsung, semangat dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk menghidupkan kelas dengan konsep yang dimiliki siswa masih kurang. Begitu juga dengan kreativitas, keterbukaan siswa terhadap perbedaan-perbedaan pendapat yang muncul, kemampuan menyesuaikan diri dengan kelompok, semangat pada setiap KBM dan kekritisan siswa terhadap permasalahan masih kurang.
Hal ini dikarenakan guru dalam mengemas pelajaran masih statis, pasif, tepatnya guru masih sering menerangkan pelajaran dengan ceramah, sehingga siswa kurang begitu termotivasi dalam menerima pelajaran, siswa kurang aktif dan kreatif. Oleh karena itu, peneliti mencoba menggunakan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) untuk meningkatkan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa dalam pembelajaran.
2. Observasi 2) Observasi awal Pada saat observasi awal, yaitu ketika peneliti melaksanakan pre test dengan menggunakan pembelajaran konvensional yaitu: metode ceramah dan tanya jawab, serta tidak menggunakan rencana pembelajaran dan modul ataupun alat bantu pembelajaran yang lainnya selain buku paket dan papan tulis yang dipergunakan untuk mencatat hal-hal yang penting saja. Peneliti mengamati bahwa kebanyakan siswa dalam mengikuti pembelajaran PAI pada mata pelajaran Fiqih tidak bersemangat dan nampak jenuh. Ini terbukti dengan adanya siswa yang bergurau sendiri dengan temannya, ada juga yang meletakkan kepalanya di bangku (tidur-tiduran), mereka kurang termotivasi dalam mengikuti pelajaran dikarenakan suasana pembelajarannya yang monoton dan statis.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran juga kurang begitu tampak, ini terlihat dari kurangnya antusias siswa dalam pembelajaran menyebabkan siswa kurang bersemangat dalam mengerjakan tugas maupun dalam mendengarkan pelajaran sehingga suasana kelas terlihat tidak hidup. Sedangkan pengamatan peneliti mengenai kreativitas siswa dalam pembelajaran tidak jauh beda dengan motivasi ataupun keaktifan siswa, yang mana siswa terlihat tidak begitu bersemangat dalam pembelajaran sehingga keingintahuan siswa terhadap pelajaran kurang yang menyebabkan kekritisan siswa tidak muncul. 3) Pre test Pre test ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui situasi pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Indikator pencapaian pada pre test kali ini adalah menyebutkan pengertian puasa ramadhan beserta dalilnya. Pada pembelajaran ini, guru tidak menggunakan modul, rencana pembelajaran dan juga alat bantu pembelajaran selain buku paket dan papan tulis. Pada saat pelaksanaan pembelajaran kali ini, guru menerangkan materi pelajaran disertai dengan mendekte siswa mengenai hal-hal penting yang perlu dicatat oleh siswa. Sesekali diselingi dengan pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang telah diterangkan oleh guru. Siswa hanya mendengarkan keterangan dari guru sambil
menunggu instruksi guru untuk mencatat hal-hal penting yang perlu dicatat oleh siswa. Dengan kondisi pembelajaran yang monoton seperti itu, siswa terlihat jenuh dan tidak bersemangat, sehingga siswa merasa bosan dan malas karena pelajaran hanya didominasi oleh guru. Siswa hanya sebagai pendengar yang baik atas keterangan- keterangan yang disampaikan oleh guru. Kebanyakan dari mereka melampiaskan kejenuhan mereka dengan bermain-main antara lain mengisi teka-teki, membuat kapal-kapalan, bersenda gurau dengan yang lain, bahkan tidur-tiduran karena malas mendengarkan pelajaran. Dari fakta yang terlihat tersebut menunjukkan bahwa siswa kurang termotivasi dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Setelah guru menerangkan pelajaran, guru bertanya kepada siswa mengenai apa yang telah disampaikan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran, tetapi hanya sebagian kecil siswa saja yang menjawab. Siswa kurang begitu responsif atau antusias terhadap pertanyaan yang dilontarkan oleh guru. Dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa masih kurang. Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa tentang apa yang belum mereka mengerti. Hanya ada sedikit siswa yang bertanya, tetapi itupun dengan pertanyaan yang sangat mudah. Dari sini dapat dilihat bahwa keingintahuan siswa dan kekritisan siswa pada pelajaran
masih kurang; semangat siswa pada kegiatan belajar mengajar juga masih rendah. Dari sini dapat ditarik benang merah bahwa dalam pembelajaran yang dikemas dengan konvensional terbukti kurang bisa meningkatkan motivasi belajar, keaktifan maupun kreativitas siswa. 4) Hasil pre test Dari hasil pre test yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa motivasi siswa dalam pembelajaran PAI lebih tepatnya pada mata pelajaran Fiqih masih rendah. Hal ini terlihat adanya siswa yang tidak senang dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar; tidak adanya keinginan yang kuat dalam belajar agama; tidak bersemangat dan jenuh atau bermain sendiri. Terbukti pada lembar observasi motivasi yang menunjukkan nilai rata-rata 1,5 hal ini mengindikasikan rendahnya motivasi siswa pada pembelajaran PAI yaitu mata pelajaran Fiqih. Sedangkan hasil pre test keaktifan siswa juga masih rendah. Siswa kurang begitu respon atau antusias dalam melaksanakan pembelajaran yang berlangsung, siswa kurang tanggap pada apa yang ditanyakan oleh guru; kurang berani mengungkapkan pendapat. Pada lembar observasi keaktifan menunjukkan nilai rata-rata 1,33 dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa masih rendah. Kreativitas siswa juga masih rendah, Indikator rendahnya kreativitas siswa adalah keingintahuan siswa dan kekritisan siswa pada
pelajaran masih kurang; hanya ada sedikit siswa yang bertanya, itupun dengan pertanyaan yang mudah, contohnya apa yang disebut hari tasyrik itu?. Terbukti dari lembar observasi kreativitas siswa yang menunjukkan nilai rata-rata 1,33 yang mengindikasikan rendahnya kreativitas siswa. 5) Refleksi pre test Dari hasil pre test yang telah dilaksanakan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran atau strategi konvensional tidak cocok untuk diterapkan pada pembelajaran PAI. Karena dalam pembelajaran kali ini tidak menggunakan media pembelajaran dan terkesan monoton sehingga tidak menimbulkan motivasi kepada siswa ketika pembelajaran berlangsung. Pembelajaran konvensional juga kurang menarik dan menyenangkan sehingga siswa tidak aktif dan tidak kritis terhadap pelajaran serta tidak kreatif. Pada pembelajaran konvensional pembahasan materinya hanya berkutat pada apa yang ada dalam buku paket saja tanpa mengaitkan dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari sehingga pengetahuan siswa menjadi sempit. Berdasarkan data empiris dan menyikapi hasil pre test yang telah dilaksanakan, maka perlu adanya improvisasi sebagai berikut: 1) Mengaktifkan siswa, memotivasi dan menjadikan siswa menjadi kreatif maka peneliti menggunakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dengan team quiz (kuis
kelompok), card sort (sortir kartu), learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan) 2) Membuat modul pembelajaran siswa untuk mempermudah siswa dalam belajar 3) Menggunakan media pembelajaran sebagai alat Bantu dalam pembelajaran PAKEM
3. Siklus I a. Perencanaan tindakan siklus I Pada perencanaan siklus I ini, peneliti menggunakan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) dengan menggunakan team quiz (kuis kelompok), card sort (sortir kartu), learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan). Dengan metode-metode tersebut diharapkan para siswa dapat termotivasi pada materi PAI dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung. Selain itu diharapkan siswa juga aktif dan kreatif dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Sebelum pelaksanaan tindakan dilaksanakan, peneliti melakukan beberapa tahap penelitian, dan melakukan persiapan sebagai berikut: a. Membuat rencana pembelajaran yang terdiri dari: pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. b. Membuat modul pembelajaran c. Menyiapkan instrumen penelitian yaitu lembar observasi yang digunakan untuk meneliti motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa. d. Pada jam ke nol, dimulai dengan membaca Q.S. pendek sampai selesai. b. Pelaksanaan tindakan siklus I Pertemuan I ini dilaksanakan pada tanggal 3 J anuari 2007. Peneliti menggunakan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM). Pertemuan pertama pada siklus I kali ini, peneliti menggunakan metode team quiz (kuis kelompok). Dengan menerapkan metode ini diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga siswa dapat termotivasi dalam belajar, selain itu dengan metode ini diharapkan dapat meningkatkan tanggung jawab belajar siswa.
Indikator pembelajaran pada pertemuan kali ini adalah siswa dapat menyebutkan ketentuan-ketentuan puasa ramadhan yang meliputi pengertian puasa ramadhan dan puasa sunnah. Pertemuan pertama ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Pendahuluan dilakukan dengan memberi salam, membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan tadarus yaitu membaca Q.S. pendek (pada jam ke nol) sampai selesai. Mengabsen siswa satu persatu kemudian menanyakan kesiapan belajar siswa. Guru memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan indikator pembelajaran yang akan dicapai, appersepsi serta mengungkapkan metode pembelajaran.
Kegiatan inti, pada kegiatan inti kali ini yaitu: a. Guru membagikan modul kepada siswa untuk membantu mempermudah belajar siswa. b. Guru membagi kelompok menjadi 3 kelompok. c. Guru menyampaikan kepada siswa format penyampaian pelajaran kemudian memulai penyampaian materi, peneliti membatasi penyampaian materi maksimal 10 menit. d. Setelah penyampaian, guru meminta kelompok 1 untuk menyiapkan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi yang
baru saja disampaikan. Kelompok 2 dan 3 menggunakan waktu itu untuk melihat lagi catatan mereka. e. Guru meminta kelompok 1 untuk memberi pertanyaan kepada kelompok 2. J ika kelompok 2 tidak bisa menjawab pertanyaan, guru melempar pertayaan tersebut kepada kelompok 3. f. Kelompok 1 memberi pertanyaan kepada kelompok 3, jika kelompok 3 tidak bisa menjawab, guru melempar kepada kelompok 2. g. J ika tanya jawab ini selesai, dilanjutkan materi yang kedua, dan guru menunjuk kelompok 2 untuk menjadi penanya. Dilakukan seperti proses untuk kelompok 1 di atas. h. Setelah kelompok 2 selesai dengan pertanyaannya, dilanjutkan penyampaian materi pelajaran ketiga, dan guru menunjuk kelompok 3 sebagai kelompok penanya. Dalam pembelajaran kali ini, peneliti hanya sebagai mitra belajar siswa, yang bertugas mengarahkan pembelajaran yang sedang berlangsung. Guru membagi siswa menjadi 3 kelompok, siswa diberi kebebasan untuk memberi nama kelompoknya masing-masing. Setiap kelompok harus memahami materi supaya bisa menjawab pertanyaan dari kelompok lainnya dan membuat pertanyaan untuk dilontarkan kekelompok yang lainnya.
Guru meminta kelompok 1 untuk memberi pertanyaan kepada kelompok 2. J ika kelompok 2 tidak bisa menjawab pertanyaan, guru melempar pertayaan tersebut kepada kelompok 3. Setiap siswa mempunyai hak yang sama untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dalam hal ini, tiap siswa dituntut untuk aktif dan menjaga kekompakan dalam kelompok. Selain itu untuk menumbuhkan kreativitas siswa, guru mengajak siswa untuk mengasah kekritisan dengan menjawab maupun membuat pertanyaan untuk kelompok lain, selain itu membuat siswa berani mengemukakan pendapatnya. Sebagai penutup, setelah materi yang dibahas selesai, maka guru melakukan evaluasi dengan cara menunjuk perwakilan dari siswa untuk mengungkapkan pemahamannya mengenai pembelajaran tersebut. Kemudian tiap kelompok mengumpulkan pertanyaan dan hasilnya untuk dinilai dan dipajang pada tempat yang telah disediakan. Guru memberikan penjelasan mengenai pertanyaan yang masih belum bisa dijawab oleh siswa; Guru memberikan siswa kesempatan untuk menjawab pertanyaan sebelum guru memberikan keterangannya dan meluruskan jawaban-jawaban siswa yang kurang tepat. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran dengan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari siswa dan membuka pertanyaan kepada siswa tentang apa yang masih belum mereka pahami.
Untuk menciptakan suasana yang membangkitkan motivasi siswa, maka guru memberikan permainan kuis berupa tebak kata diakhir pelajaran. Sebelum pembelajaran diakhiri, guru meminta siswa untuk mempelajari materi yang akan dibahas minggu depan. Pembelajaran diakhiri dengan membaca doa bersama kemudian salam. Penilaian dilakukan dengan menilai partisipasi siswa dalam kelompok, antusias dalam KBM, kekompakan dalam kelompok, keaktifan dan kontribusi siswa dalam menjawab pertanyaan, kemampuan siswa dalam mempresentasikan jawaban, hasil tanggapan dari siswa lain, kekritisan siswa dalam bertanya. Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 31 J anuari 2007. Dalam pertemuan kali ini peneliti menggunakan card sort (sortir kartu). Dengan menerapkan metode ini diupayakan siswa lebih berpastisipasi dalam belajar, mengaktifkan setiap siswa, disamping itu juga pembelajaran menjadi menyenangkan. Adapun indikator pembelajaran yang harus dicapai pada pertemuan kedua ini yaitu siswa dapat menyebutkan ketentuan- ketentuan puasa ramadhan dan puasa sunnah yang meliputi syarat wajib puasa dan rukun-rukun puasa. Pendahuluan dilakukan dengan memberi salam, membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan tadarus yaitu membaca
Q.S. pendek (pada jam ke nol) sampai selesai. Guru membaca absen kemudian menanyakan kesiapan belajar siswa, memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta indikator pembelajaran yang akan dicapai. Guru melakukan appersepsi mengingat tentang pelajaran yang lalu yaitu pengertian puasa ramadhan dan puasa sunnah dan menghubungkan dengan pelajaran berikutnya. Guru memberitahukan metode yang akan dipergunakan supaya ketika kegiatan inti siswa tidak merasa bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Pada kegiatan inti, pembelajaran dimulai dengan, guru membagikan modul kepada siswa untuk mempermudah pemahaman siswa pada pelajaran. Pembelajaran dilanjutkan dengan guru membagikan potongan-potongan kertas berisi tentang syarat wajib puasa dan rukun-rukun puasa. Untuk membiasakan tiap siswa berpartisipasi dan aktif, maka guru meminta siswa untuk bergerak dan berkelilling kelas untuk menemukan kartu dengan kategori yang sama. Dengan gerakan fisik siswa yang bergerak dan berkeliling kelas dapat membantu mendinamisir kelas agar siswa tidak merasa jenuh dan bosan sehingga terciptalah suasana kelas yang menyenangkan. Selanjutnya untuk menimbulkan keberanian siswa, maka siswa yang menemukan kartu dengan kategori yang sama diminta untuk mempresentasikan kategori masing-masing di depan kelas.
Tugas guru hanya sebagai fasilitator serta memberikan poin pada kelompok yang tepat mencari pasangan dari kartu tersebut dan benar dalam melakukan presentasi. Kemudian setiap kelompok diminta untuk membuat resume dari pelajaran yang telah mereka dapat untuk dipajang. Guru memberi kebebasan kepada siswa untuk berkreasi sesuai dengan keinginannya sehingga dapat menimbulkan kreativitas siswa. Pada tahap penutup, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang apa yang masih belum mereka pahami. Guru hanya memberikan keterangan dari hal-hal yang masih belum dipahami oleh siswa serta meluruskan dari presentasi siswa di depan bila masih ada yang salah. Pelajaran diakhiri dengan membaca hamdalah bersama kemudian ditutup dengan salam. Penilaian dilakukan dengan menilai keaktifan siswa, kekompakan siswa dalam kelompok, antusias siswa, keberanian siswa. Pertemuan ketiga, dilakukan pada tanggal 7 Februari 2007. Dalam pertemuan kali ini peneliti menggunakan learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan). Dengan menggunakan metode ini belajar menjadi efektif karena siswa dituntut untuk mempelajari pelajaran yang dimulai dengan bertanya yang kemudian diupayakan untuk mengaktifkan siswa,
siswa lebih berpastisipasi dalam balajar, antusias, dan memunculkan daya pikir kreatif setiap siswa dalam membuat pertanyaan, keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan ide-idenya. Adapun indikator pembelajaran yang harus dicapai pada pertemuan kedua ini yaitu siswa dapat menyebutkan ketentuan- ketentuan puasa ramadhan dan puasa sunnah yang meliputi sunnah-sunnah puasa, hal-hal yang membatalkan puasa orang yang diperbolehkan tidak berpuasa dan hikmah berpuasa pada bulan ramadhan. Pembelajaran diawali dengan memberi salam, membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan tadarus yaitu membaca Q.S. pendek (pada jam ke nol) sampai selesai, mengabsen siswa satu persatu kemudian menanyakan kesiapan belajar siswa, memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta indikator pembelajaran yang akan dicapai, appersepsi yaitu mengingat tentang pelajaran yang lalu menghubungkan dengan pelajaran berikutnya. Selanjutnya guru memberitahukan metode yang akan dipergunakan supaya ketika kegiatan inti siswa tidak merasa bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Kegiatan inti, guru membagikan modul kepada siswa yang kemudian dipelajari dan difahami terlebih dahulu. Untuk membuat siswa aktif bertanya maka guru meminta siswa untuk memahami
bacaan dan memberi tanda pada bagian bacaan yang tidak dipahami. Supaya siswa bisa belajar kreatif yang bisa menumbuhkan rasa ingin tahu dan kekritisan siswa, maka guru meminta siswa untuk menuliskan satu pertanyaan tentang materi yang telah mereka baca pada secarik kertas yang kemudian siswa diminta untuk bergabung dengan teman sebangku untuk membahas poin- poin yang belum diketahui yang telah diberi tanda. Setelah itu siswa diminta untuk mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang telah ditulis ke depan. Pembelajaran berjalan dengan guru menjelaskan pertanyaan- pertanyaan siswa yang telah terkumpul tersebut. Sebelum guru menjawab dan menerangkan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut maka guru melemparkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dan memberi kesempatan kepada siswa yang mampu untuk menjawab dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Setelah pertanyaan tersebut terjawab, siswa yang mempunyai jawaban yang berbeda maka diberi kesempatan untuk mencoba menjawab pertanyaan yang telah dijawab oleh temannya tersebut. Selanjutnya, guru menerangkan dari pertanyaan-pertanyaan yang masih belum bisa terjawab oleh siswa dan pertanyaan- pertanyaan yang sekiranya perlu diluruskan serta menyimpulkan materi serta mengaitkan materi dengan kehidupan siswa. Siswa
yang masih belum mengerti diberi kesempatan untuk bertanya dari pelajaran yang telah dibahas bersama. Siswa diberi tugas untuk mempelajari materi yang akan dibahas minggu depan. Siswa diberi tugas untuk mempelajari materi yang akan dibahas minggu depan. Pembelajaran diakhiri dengan bacaan hamdalah dan memberi salam kepada siswa. Penilaian dilakukan dengan menilai keaktifan, antusias, rasa ingin tahu, kekritisan serta keberanian mengungkapkan ide. c. Observasi Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) pada siklus I ini menimbulkan peningkatan yang pesat pada motivasi siswa. Dikarenakan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) ini membawa suasana baru yang menyenangkan kepada siswa, yang mana pembelajaran sebelumnya yaitu pre test terlihat monoton dan siswa terlihat pasif dalam menerima pelajaran PAI. Hal ini terlihat pada pertemuan pertama, pada saat berkelompok, siswa terlihat mampu bersosialisasi dengan kelompok mereka walaupun masih terlihat agak canggung dengan model pembelajaran berkelompok. Pada pertemuan kedua, siswa cukup senang dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung yaitu ketika siswa bergerak dan berkeliling kelas untuk menemukan pasangan kartu dengan
kategori yang sama yang mereka pegang kepada teman mereka. Tetapi masih banyak siswa yang bermain sendiri seperti memukul-mukul bangku dengan kayu sehingga suasana kelas menjadi semakin ramai disamping siswa yang ramai karena mencari pasangan kartu yang dipegangnya pada siswa yang lain. Sedangkan pada pertemuan ketiga, siswa terlihat mempunyai keinginan yang kuat atau semangat dalam belajar PAI yang terbukti siswa terdorong melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru walaupun terlihat masih banyak siswa yang cenderung pasif. Mereka juga terlihat bersemangat dan lebih terangsang ketika pekerjaan atau jawaban mereka diberi pujian atau hadiah. Peningkatan keaktifan siswa pada siklus I ini terlihat dengan keantusiasan siswa dalam mengikuti pelajaran PAI. Hal ini ditunjukkan siswa aktif dalam kerja kelompok dan mereka cukup mampu menjalin partisipasi belajar dengan siswa yang lain, mereka terlihat tidak tertekan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Mereka juga mampu memanfaatkan sumber-sumber belajar yang lainnya seperti membawa referensi atau buku-buku yang lain yang berhubungan dengan pembelajaran yang sedang berlangsung Disamping di atas, mereka juga mampu melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru dan cukup berani untuk mengungkapkan ide atau pendapat mereka, dapat dilihat bahwa siswa dapat memecahkan masalah pada saat pembelajaran berlangsung seperti membuat
pertanyaan untuk kelompok lainnya walaupun pertanyaan mereka masih sangat mudah dan cukup mampu menjawab pertanyaan dari kelompok lain, meskipun masih sedikit siswa yang mampu menjawab pertanyaan atau mengungkapkan pendapat mereka dan kebanyakan masih didominasi oleh siswa yang aktif saja. Peningkatan kreativitas pada siklus I ini, ditunjukkan dengan semangat siswa pada setiap kegiatan belajar mengajar, hal ini terbukti dengan siswa menyukai hal-hal baru dalam pembelajaran seperti ketika menggunakan metode baru, siswa terlihat menikmati dan senang dikarenakan metode yang dipakai menarik meskipun masih terlihat agak bingung dengan penerapan metode yang baru dipakai. Begitu juga ketika siswa belajar dengan kelompok mereka, dapat dilihat bahwa siswa cukup mampu menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Dalam siklus I kali ini, keingintahuan siswa terhadap permasalahan mulai terlihat ketika terdapat pertanyaan yang dilontarkan oleh kelompok lain, mereka semangat untuk menjawabnya meskipun hanya beberapa siswa yang menjawabnya. Selain itu, kekritisan siswa agak mulai terlihat, siswa mulai berani mengemukakan pendapat mereka yaitu ketika siswa kritis menjawab pertanyaan dari kelompok lain maupun ketika siswa mempresentasikan kartu yang mereka dapat dari temannya dengan
kategori yang sama di depan kelas, meskipun siswa yang kritis dan berani masih bisa dihitung dengan jari. Pada penelitian tindakan kelas pada siklus I yang dilaksanakan selama tiga kali pertemuan. Dengan menggunakan lembar observasi motivasi dapat diamati yang menunjuk pada angka 2,5 hal ini mengindikasikan adanya peningkatan motivasi sebesar 66%. Pada lembar observasi keaktifan menunjuk pada angka 2,44 hal ini mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan sebesar 83%. Sedangkan pada lembar observasi kreativitas menunjuk pada angka 1,88 yang mengindikasikan peningkatan kreativitas siswa sebesar 41% dari penelitian sebelumnya yaitu pre test. d. Refleksi Dari hasil observasi pada siklus I dapat diketahui peningkatan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terdapat peningkatan yang cukup besar. Dalam hal ini dapat dilihat dengan peningkatan motivasi 56% sedangkan peningkatan keaktifan siswa 77% dan peningkatan kreativitas siswa 41%. Dari hasil pembelajaran tersebut masih diperlukan adanya revisi sehingga siswa lebih temotivasi, aktif dan kreatif dalam pembelajaran berikutnya. Kendala-kendala dalam pembelajaran PAKEM pada siklus I adalah sebagai berikut:
1. Siswa masih belum terbiasa dengan penerapan PAKEM dengan menggunakan metode team quiz (kuis kelompok), card sort (sortir kartu), dan learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan). 2. Peneliti masih sulit untuk memancing motivasi siswa sehingga harus diberi banyak rangsangan dalam belajar. 3. Pada saat pembelajaran berlangsung, peneliti masih menemui siswa yang bermain sendiri. 4. Kreativitas siswa masih belum begitu terlihat dalam pembelajaran. e. Revisi perencanaan Peneliti mengadakan revisi siklus I sehingga pembelajaran yang akan sesuai dengan keinginan. Adapun bentuk-bentuk dari revisi tersebut sebagai berikut: 1. Menjelaskan dan membiasakan kepada siswa tentang strategi PAKEM yang diterapkan 2. Untuk meningkatkan motivasi, maka peneliti menggunakan metode card sort (sortir kartu), dan pujian-pujian 3. Untuk meningkatkan keaktifan siswa maka peneliti menggunakan learning start with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan) dan kooperatif struktural 4. Untuk meningkatkan kreativitas siswa maka digunakan metode problem solving (pemecahan masalah).
4. Siklus II Siklus ke II dilaksanakan tiga kali pertemuan, yaitu pada tanggal 14, 21 dan 28 Februari 2007. a. Rencana tindakan siklus II Pada perencanaan siklus II ini, peneliti akan menggunakan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) dengan menggunakan metode problem solving (pemecahan masalah), card sort (sortir kartu), learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan) dan kooperatif struktural. Dengan menggunakan beberapa metode di atas, diharapkan siswa lebih termotivasi dalam belajar sehingga siswa lebih aktif dalam mengungkapkan ide/gagasan dengan berpasangan maupun dalam kelompok, siswa lebih kritis dalam memecahkan suatu permasalahan sehingga siswa menjadi kreatif. Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan, peneliti melakukan beberapa tahap perencanaan, dan melakukan persiapan sebagai berikut: 1) Membuat rencana pembelajaran yang meliputi: pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. 2) Membuat modul pembelajaran 3) Mempersiapkan instrumen penelitian yaitu lembar observasi yang digunakan untuk meneliti motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa. 4) Mempersiapkan media pembelajaran.
5) Pada jam ke nol, dimulai dengan membaca Q.S. pendek sampai selesai. b. Pelaksanaan tindakan siklus II Siklus II dilaksanakan tiga kali pertemuan. Yang mana pertemuan pertama dilaksanakan tanggal 14 Februari 2007, pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 21 dan pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2007. Pertemuan pertama pada siklus II ini dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2007. Pada pertemuan kali ini, peneliti menggunakan metode card sort (sortir kartu), kooperatif struktural dan disertai dengan pujian. Dengan menerapkan metode ini diupayakan siswa lebih berpastisipasi dalam balajar, dapat mengaktifkan setiap siswa dan berkelompok, disamping itu siswa lebih termotivasi dengan dengan diberikannya pujian. Indikator pembelajaran pada pertemuan kali ini adalah siswa dapat membaca Q.S. Quraisy dengan makhraj yang benar dan mengulang- ulang membaca Q.S. Quraisy dengan harakat dan makhraj yang benar. Pembelajaran diawali dengan memberi salam, membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan tadarus yaitu membaca Q.S. pendek (pada jam ke nol) sampai selesai, mengabsen siswa satu persatu kemudian menanyakan kesiapan belajar siswa, memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta indikator pembelajaran yang akan dicapai, appersepsi yaitu mengingat sedikit tentang pelajaran yang
lalu, selanjutnya peneliti memberitahukan metode yang akan dipergunakan supaya ketika kegiatan inti siswa tidak merasa bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Sebelum pelajaran dimulai, guru mengajak siswa bernyanyi bersama dengan tema pentingnya mengaji, hal ini bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Pada kegiatan inti, guru membagikan modul kepada siswa untuk mempermudah pemahaman siswa pada materi. Guru menempelkan kertas yang berisi surat Quraisy dan kertas yang satu lagi berisi tentang mufrodat-mufrodat beserta artinya. Kemudian guru membaca surat Quraisy perayat dengan ditirukan oleh semua siswa, begitu seterusnya sampai selesai dan diulang-ulang. Guru membacakan mufrodat-mufrodat surat Quraisy beserta artinya dengan diikuti oleh semua siswa, diulang-ulang sampai siswa bisa dan hafal. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam membaca surat Quraisy sekaligus untuk melatih keberanian siswa, maka guru menunjuk tiga siswa sebagai perwakilan untuk membaca surat Quraisy di depan kelas. Siswa membaca surat Quraisy perayat beserta mufrodat serta artinya kemudian diikuti oleh teman-temannya yang lain supaya siswa- siswa yang lain makin hafal dan bisa membacanya.
Setelah itu, guru menerapkan pembelajaran dengan kooperatif struktural, yang mana Guru membagi siswa menjadi berkelompok- kelompok dan siswa diminta untuk memberi nama kelompknya sendiri- sendiri dengan nama tokoh yang mereka sukai, 1 kelompok terdiri dari 2 atau 3 orang. Kooperatif struktural ini untuk meningkatkan kerjasama dengan teman yang lain. Guru mempunyai dua macam kartu, kartu tersebut dibagikan secara acak pada siswa. 1 kartu untuk 1 kelompok. Untuk membuat pembelajaran terkesan lebih menarik dan menyenangkan, guru memakai kartu-kartu tersebut dengan berwarna-warni, kartu yang berwarna merah berisi tentang mufrodat, sedangkan kartu yang berwarna hijau berisi tentang arti dari mufrodat tersebut. Untuk melatih kekompakan dan ketelitian siswa, guru meminta tiap kelompok yang memegang mufrodat untuk mencari arti dari mufrodat tersebut kepada kelompok yang lain dan begitu pula sebaliknya. Setelah perkelompok berhasil mencari pasangan kartu, guru meminta perkelompok untuk mengangkat pasangan dari kartu yang siswa dapat dan membacanya dengan keras di bangku berkumpul. Guru meminta pada beberapa kelompok yang telah berkumpul untuk mencari pasangan dari kartu mereka yang telah mereka dapat pada kelompok lainnya untuk diurutkan menjadi satu ayat beserta artinya.
Setelah kelompok-kelompok tersebut sudah menemukan urutan kartu-kartu mereka menjadi satu ayat, maka perwakilan dari kelompok tersebut maju ke dapan untuk membacakannya kemudian diikuti oleh siswa-siswa yang lain. Pembelajaran diakhiri dengan menyimpulkan materi yang telah dibahas tersebut dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang apa yang belum mereka pahami. Guru mengajak siswa untuk merenungkan pentingnya bisa membaca Al-Qur'an dengan benar. Siswa diberi tugas rumah untuk mempelajari lagi materi yang baru saja disampaikan dan materi yang akan dibahas minggu depan. Penilaian pembelajaran ini dilakukan dengan menilai antusias siswa, keaktifan tiap siswa dan keaktifan siswa dalam kelompok, kekompakan siswa, pastisipasi siswa dalam belajar, keberanian siswa, kekritisan siswa terhadap permasalahan. Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2007, dalam pertemuan kedua ini, peneliti menggunakan problem solving (pemecahan masalah) dan kooperatif struktural disertai dengan pujian. Dengan menggunakan metode ini diharapkan siswa dapat termotivasi dalam belajar, kritis terhadap permasalahan yang ada, dan kekompakan dalam kelompok. Indikator pembelajaran pada pertemuan kali ini adalah siswa dapat mengulang-ulang membaca Q.S. Quraisy dengan harakat dan makhraj yang benar dan dapat menghafal Q.S.Quraisy.
Pembelajaran kali ini diawali dengan memberi salam, membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan tadarus yaitu membaca Q.S. pendek (pada jam ke nol) sampai selesai, mengabsen siswa satu persatu kemudian menanyakan kesiapan belajar siswa, memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan kompetensi pembelajaran yang akan dicapai, serta melakukan appersepsi yaitu mengingat sedikit tentang pelajaran yang lalu. Selanjutnya peneliti memberitahukan metode yang akan dipergunakan supaya ketika kegiatan inti siswa tidak merasa bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Pada kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi delapan kelompok, agar siswa semangat dan senang dalam pembelajaran, guru memberi kebebasan perkelompok untuk memberi nama kelompoknya masing-masing dengan tokoh yang mereka sukai. Guru membagikan modul kepada kelompok-kelompok untuk dipelajari agar mempermudah pemahaman siswa pada materi yang akan dibahas. Pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian tugas, yang mana tiap kelompok diberi kertas yang berisi tentang bacaan surat Quraisy tanpa harakat. Dalam hal ini, guru hanya sebagai fasilitator membantu siswa untuk aktif dalam kelompok mereka. Untuk memancing kekritisan siswa, tiap kelompok diminta untuk memberi harakat pada bacaan tersebut yang kemudian diminta untuk mencari bacaan-bacaan tajwid yang telah mereka dipelajari. Kemudian
perwakilan tiap kelompok maju kedepan dengan membacakan surat Quraisy yang telah diberi harakat beserta tajwidnya. Kelompok lain memberi komentar apakah terdapat kesalahan dalam membaca surat Quraisy tersebut atau tidak. Dalam hal ini terdapat kelompok yang menyalahkan bacaan kelompok yang maju kedepan kemudian siswa tersebut memberi alasan dengan pernyataannya yang menyalahkan perwakilan kelompok yang maju kedepan tersebut dengan benar. Dalam hal ini untuk membelajarkan siswa lebih berani mengungkapkan pendapatnya. Pada tahap penutupan. Setelah semua perwakilan kelompok selesai maju kedepan, guru meluruskan dari bacaan tajwid mereka yang masih belum sesuai serta menyimpulkan materi pembelajaran. Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang materi yang masih belum dimengerti. Penilaian dilakukan dengan menilai keaktifan siswa, kekritisan, keberanian serta kekompakan siswa dalam kelompok dan tugas kelompok. Pembelajaran ketiga dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2007. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertannyaan), kooperatif struktural dan problem solving (pemecahan masalah). Dengan menggunakan metode ini diupayakan siswa lebih berpastisipasi dalam balajar, antusias, mengaktifkan siswa, dan memunculkan daya pikir kreatif setiap siswa
dalam membuat pertanyaan, keberanian siswa dalam mengemukakan pendapatnya dan kekompakan dalam berkelompok. Adapun indikator pencapaian yang harus dicapai pada pertemuan ketiga ini yaitu siswa dapat menunjukkan hafal surat Al-Quraisy yaitu mengerti yang terkandung dalam surat Quraisy. Pendahuluan dilakukan dengan memberi salam, membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan tadarus yaitu membaca Q.S. pendek (pada jam ke nol) sampai selesai. Mengabsen siswa satu persatu kemudian menanyakan kesiapan belajar siswa, memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta kompetensi pembelajaran yang akan dicapai, appersepsi. Peneliti memberitahukan metode yang akan dipergunakan supaya ketika kegiatan inti siswa tidak merasa bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Pembelajaran ini dimulai dengan membagikan modul kepada siswa. Supaya pembelajaran lebih efektif, siswa diminta untuk memahami modul ataupun referensi yang lain yang membahas tentang arti yang terkandung dalam surat Quraisy. Untuk menumbuhkan kekritisan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan, maka tiap siswa diminta untuk membuat 1 pertanyaan yang masih belum dimengerti pada selembar kertas, kemudian siswa diminta untuk bergabung dengan teman sebangkunya dan diminta untuk bertukar pikiran dan mencari jawaban dari pertanyaan yang telah mereka
buat, jika masih tidak mengetahui jawabannya, maka cukup dilingkari saja dan diakhir pelajaran, guru akan menjelaskannya. Selanjutnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut dikumpulkan ke depan. Untuk menyingkat waktu, lembaran-lembaran tersebut dipilih sekiranya yang sulit dipahami saja. Untuk menumbuhkan keberanian siswa maka pembelajaran dimulai dengan membacakan pertanyaan-pertanyaan tersebut perwakilan kelompok yang ditunjuk sekaligus membacakan jawaban dari pertanyaan tersebut. Kemudian guru menanyakan kepada semua siswa apakah jawaban tersebut benar atau salah. J ika ada yang berpendapat selain dari jawaban yang telah dibacakan, maka siswa tersebut diminta untuk mengemukakan jawabannya yang lain. Hal ini untuk menumbuhkan keberanian siswa dalam mengungkapkan pendapat dan ide-ide mereka. Setelah selesai, guru menjelaskan dengan menyimpulkan dari pertanyaan-pertanyaan yang masih belum bisa dijawab maupun pertanyaan yang telah dijawab tersebut. Pembelajaran diakhiri dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang apa yang belum mereka mengerti. Siswa diberi tugas rumah untuk mempelajari lagi materi yang baru saja disampaikan dan materi yang akan dibahas minggu depan. Kemudian guru mengajak siswa untuk merenungkan kembali apa yang terkandung dari surat Quraisy, yaitu orang-orang yang tidak mau mensyukuri nikmat Allah dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Dilanjutkan membaca hamdalah bersama kemudian ditutup dengan salam. Penilaian dilakukan dengan menilai antusias, pastisipasi siswa dalam belajar, keaktifan siswa, daya pikir kreatif setiap siswa dalam membuat pertanyaan, keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan ide-idenya dan kekompakan dalam kelompok. c. Observasi Dari hasil pelaksanaan tindakan siklus II dimana peneliti mengadakan observasi saat pembelajaran berlangsung. Dari tiga kali pertemuan, dapat dilihat pada lembar observasi motivasi menunjuk pada angka 2,9 yang mengindikasikan bahwa ada peningkatan motivasi siswa pada mata pelajaran PAI sebesar 16%. Pada lembar observasi keaktifan menunjuk pada angka 3 yang mengindikasikan bahwa ada peningkatan keaktifan siswa sebesar 22%. Pada lembar observasi kreativitas menunjuk pada angka 3 yang mengindikasikan bahwa ada peningkatan kreativitas siswa sebesar 59%. Motivasi siswa pada siklus II kali ini lebih meningkat daripada siklus I. Pada siklus II kali ini indikator peningkatannya terlihat dari, siswa lebih terdorong untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru, seperti siswa diminta untuk memberi harakat pada bacaan surat Quraisy yang kemudian diminta untuk mencari bacaan-bacaan tajwid yang terdapat pada bacaan tersebut.
Siswa lebih senang dan semangat belajar ketika siswa diminta untuk mengangkat dan menunjukkan kartu yang mereka pegang. Sebagian besar siswa sudah berani bertanya pada hal-hal yang sekiranya belum mereka pahami dan mereka lebih termotivasi lagi ketika mendapat pujian dari guru. Selain itu, siswa juga mempunyai keinginan yang kuat dalam menyelesaikan permsalahan dan tidak kenal lelah dalam mengerjakan tugas. Peningkatan keaktifan pada siklus II, dapat diamati bahwa siswa lebih berani untuk mengungkapkan ide atau gagasan mereka, siswa tidak terlihat takut dan malu untuk mengangkat tangan untuk mengungkapkan pendapatnya. Hal ini terbukti ketika siswa menyanggah pertanyaan dari kelompok lain yang salah kemudian membenarkan pernyataan dari kelompok lain tersebut, bukan hanya satu atau dua siswa saja, tetapi kebanyakan dari mereka sudah berani untuk mengungkapkan pendapat dan mereka sudah mampu menghidupkan kelas dengan konsep yang mereka miliki sehingga kelas menjadi hidup. Disamping itu, siswa juga terlihat lebih berpartisipasi untuk menyumbangkan kreativitas kelas. Peningkatan kreativitas pada siklus II terlihat adanya perkembangan yang pesat, hal ini terbuki dengan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II yang menunjukkan angka 59%. Terlihat dengan adanya rasa keingintahuan siswa terhadap pelajaran agama yang besar
yaitu dengan keantusiasan dan keseriusan siswa pada pembelajaran yang sedang berlangsung, mengajukan pertanyaan jika belum dipahami serta seluruh siswa telah membawa referensi lain selain buku paket yang mereka punya. Siswa makin kritis terhadap permasalahan-permasalahan yang ada pada saat pembelajaran, yang mana hal ini terlihat dengan adanya siswa yang sudah tidak malu lagi untuk bertanya tenang apa yang belum mereka pahami serta sudah berani menyangga pernyataan yang salah dari siswa yang lain. Siswa juga menghargai terhadap perbedaan-perbedaan pendapat yang muncul diantara mereka, siswa juga lebih bebas dalam mengungkapkan ide atau pendapatnya. Disamping itu, siswa lebih mampu menyesuaikan diri dengan kelompok mereka dan sudah mampu membuat dan menunjukkan bermacam-macam hasil karya. Hal ini terbukti hasil dari karya mereka yang bagus dan layak untuk dipajang dikelas. d. Refleksi Dari hasil observasi pada siklus II dapat diketahui adanya peningkatan yang cukup tinggi dari penelitian sebelumnya yaitu siklus I. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari lembar observasi motivasi dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 16%. Peningkatan keaktifan sebesar 22% dan peningkatan kreativitas sebesar 59%.
Melalui hasil observasi siklus II, penerapan strategi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan dengan metode card sort (sortor kartu), problem solving (pemecahan masalah), kooperatif struktural, dan learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan) merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa pada mata pelajaran PAI. Adapun indikator peningkatan tersebut sebagai berikut: 1. Siswa lebih berani bertanya pada hal-hal yang sekiranya belum mereka pahami, serta lebih termotivasi dengan diberikannya pujian. 2. Siswa terlihat lebih banyak yang berani dalam mengungkapkan ide atau pendapat dibandingkan pada siklus I, seperti menyangga dan membenarkan pernyataan siswa yang lain sehingga kelas menjadi hidup. J ika pada siklus I masih banyak siswa yang takut dan malu untuk mengungkapkan pendapatnya, maka pada siklus II hal itu tidak nampak lagi. 3. Siswa makin kritis teradap permasalahan dalam pembelajaran yang mana mereka lebih terbuka terhadap perbedaan-perbedaan pendapat, lebih bebas dalam mengungkapkan ide mereka. 4. Mampu membuat dan menunjukkan hasil karya mereka yang bermacam-macam yang kemudian dipajang dikelas. 5. Adanya peningkatan motivasi sebesar 93%, keaktifan sebesar 93% dan kreativitas sebesar 93% dari hasil pre test yang telah dilakukan.
Meskipun terdapat peningkatan yang besar pada siklus II, namun masih perlu ditingkatkan lagi pada siklus III sehingga Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan benar-benar dapat diaplikasikan sehingga mandapat hasil yang lebih memuaskan. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Perlu adanya pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga siswa menjadi lebih termotivasi belajar. 2. Tetap mempertahankan keaktifan dengan pembelajaran kelompok. 3. Tetap mempertahankan kreativitas siswa dengan metode yang menggugah lebih rasa ingin tahu siswa. e. Revisi Peneliti mengadakan revisi siklus II sehingga pembelajaran pada siklus selanjutnya yaitu siklus III akan sesuai dengan yang diinginkan. Yaitu: 1. Menggunakan media pembelajaran audio visual sehingga siswa tetap semangat dan termotivasi dalam pembelajaran dan menggunakan pujian atau hadiah serta diselingi dengan nyanyian-nyanyian sehingga pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan sehingga lebih memotivasi siswa untuk semangat belajar. 2. Tetap menggunakan metode kooperatif struktural untuk menjaga keaktifan siswa dalam kelompok.
3. Tetap menggunakan metode problem solving (pemecahan masalah) sehingga siswa lebih kritis terhadap permasalahan yang akan membuat siswa lebih kreatif.
5. Siklus III a. Rencana Tindakan Siklus III Pada siklus III kali ini, peneliti menggunakan metode kooperatif struktural, problem solving (pemecahan masalah) serta watching CD (melihat CD). Dengan menerapkan metode tersebut, diharapkan siswa dapat lebih aktif dalam mengungkapkan ide/gagasan dengan berpasangan maupun dalam kelompok, siswa lebih kritis dalam memecahkan suatu permasalahan sehingga siswa menjadi lebih kreatif. Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan, peneliti melakukan beberapa tahap perencanaan, dan melakukan persiapan sebagai berikut: 1) Membuat rencana pembelajaran yang meliputi: pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. 2) Membuat modul pembelajaran 3) Mempersiapkan instrumen penelitian yaitu lembar observasi yang digunakan untuk meneliti motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa. 4) Mempersiapkan media pembelajaran. 5) Pada jam ke nol, dimulai dengan membaca Q.S. pendek sampai selesai.
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus III Siklus III dilaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2007 dan pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2007. Pertemuan pertama pada siklus III ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2007. Pada pertemuan kali ini, peneliti menggunakan metode kooperatif struktural disertai dengan pujian dan mengemas pembelajaran semenarik mungkin. Dengan menerapkan metode ini diupayakan siswa lebih berpartisipasi dalam belajar, dapat mengaktifkan setiap siswa dalam berkelompok. Disamping itu siswa lebih termotivasi dengan diberikannya pujian dan penyajian pembelajaran yang menarik sekaligus lebih dapat meningkatkan kreativitas siswa. Pada pertemuan kali ini, materi yang akan dibahas adalah iman kepada rasul Allah, indikator pembelajaran pada pertemuan kali ini adalah siswa dapat menyebutkan nama-nama rasul Allah dan menyebutkan nama-nama rasul ulul azmi. Pembelajaran diawali dengan memberi salam, membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan tadarus yaitu membaca Q.S. pendek (pada jam ke nol) sampai selesai, mengabsen siswa satu persatu kemudian menanyakan kesiapan belajar siswa, memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta indikator pembelajaran yang akan dicapai, appersepsi yaitu mengingat sedikit tentang pelajaran yang lalu. Selanjutnya peneliti memberitahukan metode yang akan
dipergunakan supaya ketika kegiatan inti siswa tidak merasa bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Pada kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi lima kelompok, siswa diberi kebebasan untuk memberi nama kelompoknya masing- masing. Tiap kelompok diberi tugas untuk menuliskan 25 nama nabi dan siswa dituntut untuk kreatif dengan membuat lagu sendiri kemudian tiap kelompok diminta menuliskan salah satu kisah nabi ulul azmi sesingkat mungkin dengan batas waktu 20 menit. Setelah waktu habis, untuk menilai keberanian siswa, tiap perwakilan kelompok diminta untuk maju kedepan dengan membacakan kisah nabi ulul azmi. Sedangkan siswa yang lain diminta untuk mencatat keterangan dari kelompok tersebut sehingga semua siswa mengerti tentang kisah-kisah nabi ulul azmi. Untuk menilai kekompakan tiap kelompok, maka tiap kelompok diminta untuk menyanyikan lagu yang bertemakan 25 nabi tersebut yang diakhiri dengan pemberian tepuk tangan serta pujian kepada kelompok tersebut, siswa terlihat senang dan hidup. Agar siswa tetap ingat dengan 25 nabi maka guru mengajak siswa bernyanyi bersama sekaligus untuk menumbuhkan kembali motivasi belajar siswa. Dalam hal ini siswa terlihat begitu senang dan semangat kembali pada pembelajaran, Selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai apa yang belum mereka mengerti, pada sesi tersebut sebagian besar siswa telah berani bertanya dengan berebutan mengacungkan tangan tanpa terlihat
rasa takut dan malu. Diantara pertanyaan meraka adalah mengapa pada setiap umat Allah mengutus rasul? Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan temannya tersebut sebelum guru menjelaskannya. Siswa berebutan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan mangacungkan tangan mereka. Guru menutup pembelajaran dengan guru sedikit mengulas kembali dan menyimpulkan materi pelajaran yang telah dibahas serta meluruskan pernyataan siswa yang masih perlu dibenarkan, kemudian pembelajaran diakhiri dengan doa bersama. Penilaian dilakukan dengan menilai kekritisan siswa, keberanian siswa, kekreatifan siswa, kekompakan siswa dalam kelompok dan tugas kelompok. Pertemuan kedua pada siklus III ini dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2007. Pada pertemuan kali ini, peneliti menggunakan metode kooperatif struktural, problem solving, watching CD disertai dengan pujian. Indikator pembelajaran pada pertemuan kali ini adalah siswa dapat membedakan antara nabi dan rasul. Pembelajaran diawali dengan memberi salam, membaca doa bersama kemudian dilanjutkan dengan tadarus yaitu membaca Q.S. pendek (pada jam ke nol) sampai selesai, mengabsen siswa satu persatu kemudian menanyakan kesiapan belajar siswa, memberitahukan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta indikator pembelajaran yang
akan dicapai, melakukan appersepsi. Selanjutnya peneliti memberitahukan metode yang akan dipergunakan supaya ketika kegiatan inti siswa tidak merasa bingung dengan apa yang akan dilakukannya. Pada kegiatan inti, guru membagi siswa menjadi lima kelompok. Tiap kelompok diminta untuk mencatat apa-apa yang penting pada tayangan tersebut, serta menganalisis apa perbedaan antara nabi dan rasul serta untuk kepentingan apa Allah mengutus nabi dan rasul. Pembelajaran dilakukan di ruang komputer untuk melihat CD. Tiap siswa terlihat begitu antusias dan senang ketika tayangan tersebut diputar, tayangan tersebut berisikan tentang iman kepada rasul Allah yang diawali dengan nyanyian bertajuk rukun iman yang selanjutnya iman kepada Allah adalah rukun iman yang nomor 4 disertai dengan cerita berhikmah yang mengisahkan bagaimana semestinya mengimani rasul Allah yang dikemas dengan menarik. Tiap siswa terlihat begitu kompak dalam kelompok mereka masing-masing, hal ini terlihat ketika tayangan diputar masing-masing siswa saling membantu dan saling melengkapi dengan apa yang telah tersampaikan dari tayangan tersebut. Setelah itu tiap kelompok diminta untuk menganalisis pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan dan mereka dituntut untuk aktif pada kelompoknya masing-masing. Pada sesi selanjutnya, tugas resume dan analisis tiap kelompok dikumpulkan kedepan untuk dikoreksi oleh guru, untuk mengajak siswa
lebih berani, guru menunjuk pada perwakilan kelompok yang analisis mereka bagus untuk dibacakan kedepan. Pembelajaran dimulai dengan guru menerangkan apa yang telah dikisahkan dalam film tersebut. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai apa yang belum mereka pahami dalam pembelajaran tersebut. Terbukti 90% siswa antusias bertanya dengan mengacungkan tangan mereka. Sebelum guru menjawab pertanyaan tersebut, guru melemparkan kembali pertanyaan tersebut apakah ada siswa yang mampu menjawab dari pertanyaan tersebut. Sebelum pembelajaran ditutup, guru meminta dari perwakilan siswa untuk menyimpulkan dari hasil belajar tersebut serta mengaitkannya dengan pengalaman mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran diakhiri doa bersama dan diakhiri dengan salam. c. Observasi Siklus III ini yang dilaksanakan dengan dua kali pertemuan. Dari hasil observasi siklus III pada lembar observasi dapat dilihat peningkatan motivasi menunjuk pada angka 3,6 yang mengindikasikan bahwa ada peningkatan sebesar 24% dari siklus II, peningkatan keaktifan menunjuk pada angka 3,33 yang mengindikasikan adanya peningkatan sebesar 11% dari siklus II sedangkan pada lembar observasi kreativitas menunjuk pada angka 3,22 yang mengindikasikan bahwa adanya peningkatan sebesar 7% dari siklus II.
Pembelajaran dengan menggunakan metode watching CD, siswa semangat sekali dalam mengikuti pembelajaran, siswa terlihat begitu antusias dan senang ketika tayangan tersebut diputar dan keseriusan siswa ketika menyimak tanyangan tersebut. Ketika tiap kelompok diminta untuk meresume dari tanyangan tersebut, terlihat mereka begitu terdorong sekali mengikuti tanyangan tersebut dan bukan hanya perwakilan kelompok saja yang mencatat, tetapi mereka juga saling membantu untuk melengkapi catatan mereka. Selain itu, mereka juga terlihat begitu senang ketika diajak untuk bernyanyi bersama untuk memacu semangat belajar disamping itu juga untuk mengingatkan pelajaran yang mereka bahas agar siswa tidak lupa. Siswa juga lebih termotivasi ketika pekerjan mereka dihargai dengan diberi pujian atau hadiah. Peningkatan keaktifan siswa pada siklus III ini terlihat dengan mereka mampu menjalin partisipasi belajar dengan siswa yang lain, hal ini terbukti. Ketika diminta untuk membuat lagu tenang 25 nabi dan menyanyikannya mereka terlihat begitu kompak dengan kelompok mereka ketika mengerjakan tugas yang telah diberikan guru kepada mereka dan mereka mampu melaksanakan tugas mereka dengan baik. Kekompakan siswa juga nampak ketika diminta meresume tayangan CD, mereka saling membantu satu sama lain untuk melengkapi catatan mereka. Siswa enjoy dalam pembelajaran yang sedang
berlangsung dan tidak merasa tertekan dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Siswa juga lebih berani bertanya tentang apa yang belum mereka pahami, 90% siswa antusias bertanya dengan mengangkat tangan mereka. Selain itu siswa juga sudah tidak takut salah ketika guru meminta siswa untuk menyimpulkan pelajaran serta mengaitkannya dengan pengalaman mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan peningkatan kreativitas siswa pada siklus III, lebih bebas untuk mengungkapkan pendapat mereka dengan mengkritisi pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh guru ataupun menyanggah pertanyaan dari teman mereka. Selain itu, siswa juga mampu menganalisis dengan bagus. Ketika siswa diminta untuk membuat kreasi dari hasil resume dari tiap kelompok, ternyata mereka mampu membuat kreasi yang lebih bagus dan lebih kreatif daripada pada siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mampu menunjukkan karya mereka serta kreatif dalam membuat lagu sendiri. Selain itu, siswa juga diminta untuk menuliskan salah satu kisah nabi ulul azmi sesingkat mungkin dan mendesain sebagus mungkin sehingga siswa menjadi kreatif. d. Refleksi Dari hasil observasi siklus III, dapat diketahui adanya peningkatan terhadap motivasi belajar siswa, keatifan siswa serta kreativitas siswa
pada pelajaran PAI. Dalam hal ini, dapat diamati pada lembar observasi motivasi yang menunjuk pada angka 3,6 yang mengindikasikan adanya peningkatan 24%, peningkatan keaktifan pada lembar observasi menunjuk pada angka 3,33 yang mengindikasikan adanya peningkatan keatifan sebesar 11%, sedangkan peningkatan kreativitas pada lembar observasi menunnjuk pada angka 3,22 yang mengindikasikan adanya peningkatan sebesar 7% dari siklus II. Melalui pengamatan secara bertahap setiap siklus dengan menggunakan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, keaktifan serta kreativitas siswa pada pelajaran PAI di SDN Klurak Candi Sidoarjo. Dari hasil observasi dan data empiris di lapangan menunjukkan bahwa implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) terbukti dapat meningkatkan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa pada pelajaran PAI di SDN Klurak Candi Sidoarjo. Hal ini ditunjukkan dengan hasil lapangan yang telah diperoleh peneliti yang menunjukkan adanya peningkatan motivasi dari Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) terbukti dapat meningkatkan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa pada pelajaran PAI di SDN Klurak Candi Sidoarjo. Indikator peningkatan motivasi yang ditunjukkan melalui hasil lapangan dari pre test ke siklus I sebesar 66%, dari pre test ke siklus II sebesar 93%, dari pre test ke siklus III sebesar 140%, dari siklus I ke siklus II
sebesar 16%, dari siklus I ke siklus III sebesar 44% dan dari siklus II ke siklus III sebesar 24%. Peningkatan keaktifan dari pre test ke siklus I sebesar 83%, dari pre test ke siklus II sebesar 125%, dari pre test ke siklus III sebesar 150%, dari siklus I ke siklus II sebesar 22%, dari siklus I ke siklus III sebesar 36% dan dari siklus II ke siklus III sebesar 11%. Sedangkan peningkatan kreativitas siswa pada pre test ke siklus I sebesar 41%, dari pre test ke siklus II sebesar 116%, dari pre test ke siklus III sebesar142%, dari siklus I ke siklus II sebesar 59%, dari siklus I ke siklus III sebesar 71%, dari siklus II ke siklus III sebesar 7%. Dan bentuk implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) yang optimal dalam meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa yaitu dengan menggunakan berbagai metode yang bervariatif seperti metode team quiz (kuis kelompok), card sort (sortir kartu), learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan), koopeatif struktural, problem solving (pemecahan masalah), watching CD (melihat CD), serta penggunaan modul sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa SDN Klurak Candi Sidoarjo. Adapun indikator keberhasilan penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Adanya peningkatan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa dapat dilihat dari kenaikan setiap siklusnya.
2. Dengan PAKEM siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar yang mana terlihat siswa senang mengikuti kegiatan belajar mengajar, suka bertanya pada hal-hal yang belum mereka pahami, adanya keinginan yang kuat dalam belajar agama. 3. Dengan PAKEM siswa menjadi lebih aktif yang ditunjukkan dengan berani mengungkapkan ide atau pendapat, berpartisipasi dalam pembelajaran serta mengerjakan tugas dengan sebaik mungkin. 4. Dengan PAKEM siswa menjadi lebih kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan serta mampu menunjukkan bermacam-macam hasil karya mereka.
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini meliputi tiga siklus, siklus I dilaksanakan tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 3 J anuari 2007, pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 31 J anuari 2007 dan pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 7 Februari 2007. Siklus II dilaksanakan tiga kali yaitu pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2007, pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 21 Februari 2007 dan pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2007. Pertemuan dan siklus III dilaksanakan dua kali pertemuan yaitu pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2007 dan pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2007. Sebelum dilaksanakan ketiga siklus di atas, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi awal dan melakukan pre test. Hasil observasi menunjukkan bahwa guru masih menggunakan pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah dan tanya jawab. Guru hanya menerangkan pelajaran disertai dengan mendekte siswa untuk mencatat hal-hal yang penting ketika guru menerangkan dan sesekali diselingi dengan pertanyaan- pertanyaan dari guru. Dengan pembelajaran yang diterapkan oleh guru seperti di atas mengakibatkan siswa bosan dan malas mengikuti dan mendengarkan pelajaran, dikarenakan pengemasan pembelajaran yang monoton tidak menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan sehingga menjadikan hilangnya semangat dan antusias siswa dalam belajar, siswa pasif dan statis dalam menerima
pelajaran, selain itu pembelajaran konvensional juga tidak bisa memunculkan daya berfikir kreatif siswa. Hasil pre test menggunakan pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab tersebut dapat diketahui bahwa siswa kurang begitu termotivasi untuk belajar, kebanyakan siswa tidak menghiraukan pelajaran yang diterangkan oleh guru, mereka terlihat jenuh dan tidak bersemangat sehingga siswa merasa bosan dan malas belajar karena pembelajaran yang hanya didominasi oleh guru. Hasil pre test siswa diketahui bahwa motivasi siswa sebesar 1,5 keaktifan siswa sebesar 1,33 dan kreativitas siswa sebesar 1,33. Selaras dengan pengungkapan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (1996:43) bahwa suasana belajar yang tidak menggairahkan dan menyenangkan bagi anak didik biasanya lebih banyak mendatangkan kegiatan belajar mengajar yang kurang harmonis. Dari pembelajaran yang seperti itu, motivasi belajar siswa tidak akan muncul. Siswa juga kurang aktif dalam pembelajaran, hal ini bisa dilihat ketika guru melontarkan pertanyaan pada siswa, siswa kurang begitu merespon dan kurang antusias menanggapi pertanyaan tersebut serta kurang berani untuk mengungkapkan pendapat mereka. Slameto (1995:65) mengungkapkan bahwa metode mengajar guru yang kurang baik juga akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Ketika siswa hanya disuguhi dengan pembelajaran yang monoton, maka siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja (Slameto, 1995:65).
Kreativitas siswa pada pre test tersebut juga tidak jauh beda dengan motivasi dan keaktifan. Hal ini terlihat bahwa siswa kurang semangat pada kegiatan belajar mengajar, keingintahuan siswa dan kekritisan siswa pada pelajaran masih kurang, yang mana hanya ada sedikit siswa yang bertanya, tetapi itupun dengan pertanyaan yang sangat mudah. Dengan situasi pembelajaran yang berlangsung secara monoton, siswa merasa "tersiksa" dan bahkan seperti di penjara. Apalagi guru sebagai motivator dalam pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah, maka suasana pembelajaran akan semakin menyiksa (Ahmad Sapari, Pembelajaran yang Menyenangkan, Senin, 20 November 2000.htm). Dengan suasana belajar yang seperti ini, maka siswa tidak bisa untuk mengembangkan kreativitasnya. Dari penuturan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional kurang dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa pada pelajaran pendidikan agama Islam. Pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab ternyata kurang dapat menggugah motivasi, keaktifan ataupun kreativitas siswa dalam pembelajaran. Setelah memperhatikan hasil dari observasi awal, maka ditindak lanjuti dengan menggunakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) ini adalah pembelajaran yang mampu menciptakan suasana menarik dan menyenangkan dalam proses kegiatan belajar mengajar siswa.
Sebagaimana tujuan daripada Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) tersebut yaitu untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan dengan menyiapkan siswa memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap, guna mempersiapkan kehidupan masa depannya. Di dalam PAKEM guru-guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang berbeda-beda, termasuk pembelajaran yang interaktif. Suara MBE 9, Pembelajaran PAKEM (http://www.mbeproject.net/mbe94.html, diakses 20 Mei 2006). Dengan menerapkan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa dalam belajar. Pada awal pelaksanaan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan peneliti mempergunakan metode team quiz (kuis kelompok), card sort (sortir kartu) dan learning strats with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan). Dengan menerapkan metode-metode ini, diharapkan dapat meningkatkan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga siswa dapat termotivasi dalam belajar, meningkatkan tanggung jawab belajar siswa. lebih berpastisipasi dalam belajar, mengaktifkan setiap siswa, belajar menjadi efektif karena siswa dituntut untuk mempelajari pelajaran yang dimulai dengan bertanya yang kemudian diupayakan untuk mengaktifkan siswa, antusias, dan memunculkan daya pikir kreatif setiap siswa dalam membuat pertanyaan, keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan ide-idenya.
Penerapan PAKEM dengan menggunakan metode team quiz (kuis kelompok) menjadikan siswa cukup senang dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung yaitu ketika siswa bergerak dan berkeliling kelas untuk menemukan pasangan kartu dengan kategori yang sama yang mereka pegang kepada temannya. Team quiz (kuis kelompok) dapat meningkatkan rasa tanggungjawab siswa atas apa yang mereka pelajari dengan cara yang menyenangkan dan tidak mengancam atau tidak membuat rasa takut (Silberman, 2004:186). Pernyataan sama juga diungkapkan oleh Zaini et al (2004:57) bahwa team quiz (kuis kelompok) dapat meningkatkan tanggungjawab belajar siswa dalam suasana yang menyenangkan. Dengan mempergunakan team quiz (kuis kelompok), siswa terlihat terdorong melakukan tugas-tugas yang diberikan oleh guru walaupun masih banyak siswa yang cenderung pasif, antusias dan partisipatif dalam pembelajaran yang direalisasikan dengan aktif dalam kelompok, serta tidak tertekan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Card sort (sortir kartu) merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik klasifikasi, fakta tentang obyek atau mereview ilmu yang telah diberikan sebelumnya. Gerakan fisik yang dominan dalam card sort dapat membantu mendinamisir kelas yang kelelahan (Zaini et al, 2004:53). Silberman (2004:179) juga mengungkapkan bahwa card sort juga merupakan aktivitas kerjasama yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep,
karakteristik klasifikasi, fakta tentang benda, atau menilai informasi. Gerak fisik yang ada di dalamnya dapat membantu menggairahkan siswa yang merasa penat. Dengan penerapan card sort tersebut siswa terlihat cukup senang dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung yiatu ketika siswa bergerak dan berkeliling kelas untuk menemukan pasangan kartu dalam kategori yang sama yang mereka pegang kepada teman mereka, tetapi masih banyak siswa yang bermain sendiri perti memukul-mukul bangku dengan kayu sehingga suasana menjadi semakin ramai karena mencari pasangan kartu yang dipegangnya pada siswa yang lainnya. Sedangkan penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) dengan menggunakan Learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan) dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif dengan menstimulir siswa untuk menyelidiki atau mempelajari sendiri materi pelajarannya, tanpa penjelasan telebih dahulu dari guru. Learning starts with a question mampu menstimulasi pengajuan pertanyaan, yang mana merupakan kunci belajar (Silberman, 2004:164). Ketika pembelajaran dengan mempergunakan learning starts with a question ini siswa terlihat aktif, semangat, mampu melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru, kritis dalam membuat pertanyaan maupun menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh guru ataupun mengkritisi pendapat dari teman mereka, walaupun masih sedikit siswa yang kritis dan berani.
Hasil observasi pada siklus I menunjukkan terdapat peningkatan motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa. Pada lemar observasi peningkatan motivasi belajar sebesar 56%, keaktifan sebesar 77% dan kreativitas sebesar 41%. Pada siklus II peneliti menerapkan PAKEM dengan mempergunakan metedo card sort, learning starts with a question, problem solving, kooperatif struktural serta pemberian reinforcement. Dengan menerapkan metode-metode tersebut diharapkan dapat lebih termotivasi dalam belajar sehingga siswa lebih aktif dalam mengungkapkan ide/gagasan dengan berkelompok, lebih kritis dalam memecahkan suatu masalah. Pembelajaran dengan menggunakan card sort pada siklus II kali ini lebih dapat memotivasi siswa dan lebih aktif, dikarenakan pembelajaran card sort dikemas lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan suasana belajar yang menyenangkan. Pembelajaran dengan bernyanyi bersama, menggunakan kartu beragam warna. Dapat dilihat bahwa siswa senang dan bersemangat belajar ketika siswa mencari pasangan dari kartu mereka serta ketika diminta oleh guru untuk mengangkat dan menunjukkan kartu yang mereka pegang. Sebagaimana pendapat Mulyasa (2006:15) bahwa iklim belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktivitas serta kreativitas peserta didik. Ramayulis (2005:120) juga berpendapat bahwa peserta didik akan terdorong unuk terus belajar jika kegiatan pembelajaran diselenggarakan secara nyaman dan menyenangkan.
Metode problem solving (pemecahan masalah) merupakan suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan mengajak dan memotivasi murid untuk memecahkan masalah dalam kaitannya dengan kegiatan proses belajar mengajar (Zuhairini dan Abdul Ghofir, 2004:75). Dengan penerapan metode problem solving dan learning starts with a question, siswa terlihat mempunyai keinginan yang kuat dalam menyelesaikan masalah, siswa lebih kritis, aktif dan berani untuk mengungkapkan ide/gagasan mereka. Siswa terlihat tidak takut dan malu untuk mengangkat tangan mengungkapkan pendapatnya. Ketika siswa menyanggah pertanyaan dari kelompok lain yang salah kemudian membenarkan pertanyaannya tersebut serta mampu menghidupkan kelas dengan konsep yang mereka miliki. Ramayulis (2005:100) berpendapat bahwa untuk mengembangkan kreativitas peserta didik guru hendaknya berupaya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya sebanyak mungkin. Pertanyaan dapat digunakan untuk merangsang aktivitas dan kreativitas berfikir peserta didik. Karena itu, mereka harus didorong untuk mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawabnya (Mulyasa, 2005:107). Begitu seseorang belajar problem solving maka ia akan lebih kreatif memecahkan masalah (Ramayulis, 2005:207). Widada dalam Mulyasa (2003:107) juga berpendapat bahwa metode problem solving juga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas pembelajaran.
Metode problem solving ini sangat baik digunakan untuk melatih murid- murid berpikir kritis dan dinamis terhadap suatu masalah tertentu. Selain itu, juga melatih keberanian dan rasa tanggung jawab murid dalam menghadapi masalah- masalah kehidupan yang ada di masyarakat (Zuhairini dan Abdul Ghofir, 2004:75). Pembelajaran kooperatif adalah pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Holubec dalam Nurhadi, 2003:59). Kooperatif struktural adalah metode yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa (Nurhadi, 2003:65). Dengan penerapan metode kooperatif struktural pada siklus II ini, siswa tampak adanya ketergantungan positif, hal ini terlihat dengan siswa saling bantu dan saling bertukar pikiran dan mencari jawaban dari pertanyaan yang telah mereka buat sehingga siswa termotivasi untuk belajar karena temannya yang lain dan siswa lebih mampu menyesuaikan diri dengan kelompok mereka. Dengan pembelajaran kooperatif ini juga membuat siswa bisa menghargai terhadap perbedaan-perbedaan pendapat yang muncul diantara mereka. Hal ini juga diungkapkan oleh J ohnson dan J ohnson dalam Nurhadi (2003:62-63) diantara keunggulan pembelajaran kooperatif adalah memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial, meningkatkan motivasi intrinsik, meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong, meningkatkan kemampuan berpikir divergen atau berpikir kreatif.
Pemberian reinforcement atau penguatan sangat membantu dalam pembelajaran pada siklus II, dengan adanya pemberian reinforcement siswa lebih termotivasi untuk belajar. Hal ini terlihat dari siswa senang, semangat, keantusiasan siswa dalam mengerjakan sesuatu, bertanya dan menjawab pertanyaan ataupun ketika siswa mampu menghasilkan karya setelah guru memberikan penguatan baik itu berupa pujian ataupun hadiah terhadap siswa. Pemberian penguatan seperti pujian dapat berfungsi untuk mengarahkan kegiatan anak didik pada hal-hal yang menunjang tercapainya tujuan pengajaran (Djamarah dan Zain, 1996:171). Pemberian pujian kepada siswa yang menunjukkan prestasi belajar merupakan upaya menumbuhkan motivasi dari luar diri siswa (Nana Sudjana, 1989:27-28). Selaras dengan pendapat-pendapat di atas, Hamalik (2001:166-167) juga mengungkapkan bahwa diantara cara menggerakkan motivasi belajar siswa adalah dengan memberikan pujian dan hadiah ataupun dengan memberi angka. Dengan pemberian penguatan, siswa mempunyai keinginan yang kuat dalam menyelesaikan permasalahan dan membuat siswa tidak kenal lelah dalam mengerjakan tugas. Pada pembelajaran kali ini, siswa sudah mampu menyumbangkan kreativitas kelas yang berupa karya siswa baik itu berupa resume pelajaran ataupun yang lainnya untuk dipajang di kelas. Pada siklus II ini, terlihat adanya peningkatan yang lebih besar daripada siklus I pada motivasi, keaktifan ataupun kreativitas siswa pada pelajaran agama
Islam. Dapat dilihat pada lembar observasi penelitian bahwa peningkatan motivasi sebesar 22%, keaktifan sebesar 23% dan kreativitas siswa meningkat sebesar 59%. Indikator adanya peningkatan tersebut yaitu siswa lebih senang dan semangat ketika belajar, terdorong untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru, berani bertanya tentang sesuatu ketika belum dipahami, serta termotivasi ketika mendapat penghargaan dari guru, sudah mampu menyumbangkan kreativitas kelas, keinginan yang kuat dalam menyelesaikan permasalahan dan membuat siswa tidak kenal lelah dalam mengerjakan tugas, siswa bisa menghargai terhadap perbedaan-perbedaan pendapat yang lain, lebih kritis, aktif dan berani untuk mengungkapkan ide/gagasan serta adanya ketergantungan positif antara siswa satu dengan yang lainnya. Selain itu, peningkatan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa jika dibandingkan pre test dengan siklus II meningkat sebesar 93%, keaktifan sebesar 125% dan kreativitas sebesar 116%. Para ahli sepakat bahwa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar mengajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai (Harjanto, 2000:243). Pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus III dengan menggunakan media seperti watching CD (melihat CD) dapat meningkatkan motivasi siswa. Indikator motivasi tersebut yaitu siswa bersemangat sekali dalam mengikuti pelajaran, siswa terlihat begitu antusias dan senang ketika tayangan tersebut diputar dan keseriusan siswa ketika menyimak tayangan tersebut.
Pada siklus III kali ini PAKEM diterapkan dengan menggunkan metode kooperatif strukural, problem solving dan watching CD, Dengan menerapkan metode ini diupayakan siswa lebih berpastisipasi dalam balajar, dapat mengaktifkan setiap siswa dan berkelompok. Disamping itu siswa lebih termotivasi dengan diberikannya pujian dan penyajian pembelajaran yang menarik sekaligus lebih dapat meningkatkan kreativitas siswa. Pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus III dengan menggunakan media seperti watching CD dapat meningkatkan motivasi siswa. Indikator peningkatan motivasi tersebut yaitu siswa bersemangat sekali dalam mengikuti pelajaran, siswa terlihat begitu antusias dan senang ketika tayangan tersebut diputar dan keseriusan siswa tampak ketika menyimak tayangan tersebut. Para ahli sepakat bahwa media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar mengajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai (Harjanto, 2000:243). Manfaat lain dari media pendidikan seperti watching CD yaitu bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, sehingga memungkinkan para siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik, sehingga lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru. Dengan demikian siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar. sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain, pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar (Harjanto,
2000:243-244). Dengan menerapkan metode wathing CD, dapat mengaktifkan tiap siswa dalam pembelajaran ketika siswa diminta untuk meresume tayangan CD. Selaras dengan pendapat di atas, bahwa menonton tayangan video edukatif merupakan kegiatan pasif. Siswa duduk di kursi sembari menunggu tayangan diputar. Namun yang ini merupakan cara aktif untuk menjadikan siswa merasa terlibat dalam menonton tayangan video. Dengan watching CD juga menyebabkan siswa menjadi kritis dengan menganalisis mengenai tayangan CD tersebut. Hal ini terbukti 90% siswa antusias bertanya dengan mengacungkan tangan mereka. Pendekatan dengan menggunakan metode watching CD memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritikal dan kreatif, dan motivasi serta minat siswa di dalam diskusi-diskusi kelompok (Slameto, 1995:160). Media pendidikan meningkatkan motivasi dan perangsang kegiatan belajar. Media pendidikan akan memberikan pengalaman yang menyeluruh (Hamalik, 1989:18). Manfaat penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar, terutama untuk SD, sangat penting. Sebab pada masa ini siswa masih berpikir konkret, belum mampu berpikir abstrak. Kehadiran media sangat membantu mereka dalam memahami konsep tertentu, yang tidak atau kurang mampu dijelaskan dengan bahasa. Ketidakmampuan guru menjelaskan sesuatu bahan itulah dapat diwakili oleh peranan media (Djamarah dan Zain, 1996:155). Kooperatif struktural dalam siklus III ini juga terdapat peningkatan daripada siklus II, hal ini terlihat dengan lebih terjalinnya partisipasi belajar
dengan siswa lain, yaitu siswa begitu kompak ketika perkelompok diminta untuk membuat lagu 25 nabi dan menyanyikannya, serta kompak dalam kelompok mereka ketika meresume dari tayangan CD tersebut, siswa saling membantu kelompok mereka untuk melengkapi tugas tersebut. Selain itu problem solving dalam siklus III ini, juga mengalami peningkatan dibanding dengan siklus II. Hal ini terlihat dengan kekritisan siswa dalam menganalisis pelajaran, serta siswa telah terbiasa dalam mengungkapkan pendapat mereka ketika mereka belum paham. Dalam siklus III siwa juga dapat menunjukkan kreativitasnya yaitu mampu membuat hasil karya yang lebih bagus daripada siklus II. Penerapan PAKEM selain menggunakan metode pembelajaran yang bervaritif. Peneliti juga menggunakan modul sebagai media bantu dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan penggunaan modul, memudahkan siswa untuk belajar, serta pembelajaran menjadi lebih terarah, sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam hal ini, siswa telihat lebih semangat dan antusias dalam belajar. Sebagaimana pengungkapan Yamin (2004:75-76) bahwa pembelajaran dengan menggunakan modul dapat membantu siswa secara mandiri menguasai kompetensi yang akan dicapai. Menurut Hamalik (2001:74) dengan menggunakan modul dalam pembelajaran dapat membantu siswa dalam menguasai materi dengan mudah, selain itu modul juga menuntut guru dalam meningkatkan kreativitas dan profesionalismenya dalam proses belajar mengajar.
Nana Sudjana (1989:133) juga berpendapat bahwa dengan menggunakan modul dalam pembelajaran bertujuan agar pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien, para siswa dapat mengikuti program pengajaran sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya sendiri serta membantu penguasaan bahan secara optimal. Dari hasil observasi siklus III, dapat diketahui adanya peningkatan terhadap motivasi belajar siswa, keaktifan siswa serta kreativitas siswa pada pelajaran PAI. Dalam hal ini, dapat diamati pada lembar observasi motivasi yang menunjuk pada angka 3,6 yang mengindikasikan adanya peningkatan 24%, peningkatan keaktifan pada lembar observasi menunjuk pada angka 3,33 yang mengindikasikan adanya peningkatan keaktifan sebesar 11%, sedangkan peningkatan kreativitas pada lembar observasi menunjuk pada angka 3,22 yang mengindikasikan adanya peningkatan sebesar 7% dari siklus II. Sedangkan jika dilihat peningkatan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas dari pre test ke siklus III yaitu: motivasi belajar siswa sebesar 140%, keaktifan sebesar 150% dan kreativitas sebesar 142%. Peningkatan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa dari siklus I ke siklus III menunjukkan adanya peningkatan motivasi sebesar 44%, keaktifan sebesar 36% dan kreativitas sebesar 71%. Dari hasil observasi dan data empiris di lapangan menunjukkan bahwa implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) terbukti dapat meningkatkan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa pada pelajaran PAI di SDN Klurak Candi Sidoarjo. Hal ini ditunjukkan dengan hasil
data di lapangan yang menunjukkan adanya peningkatan motivasi dari pre test ke siklus I sebesar 66%, dari siklus I ke siklus II sebesar 16%, dari siklus II ke siklus III sebesar 24% dan dari siklus I ke siklus III sebesar 44%. Sedangkan peningkatan keaktifan dari pre test ke siklus I sebesar 83%, dari siklus I ke siklus II sebesar 22%, dari siklus II ke siklus III sebesar 11%, dan dari siklus I ke siklus III sebesar 36%. Sedangkan peningkatan kreativitas siswa pada pre test ke siklus I sebesar 41%, dari siklus I ke siklus II sebesar 59%, dari siklus II ke siklus III sebesar 7 %, dan dari siklus I ke siklus III sebesar 71%. Bentuk implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) yang optimal dalam meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa yaitu dengan menggunakan berbagai metode bervariatif yang berorientasi pada siswa seperti metode team quiz (kuis kelompok), card sort (sortir kartu), learning starts with a question (pelajaran dimulai dengan pertanyaan), kooperatif struktural, problem solving (pemecahan masalah), pembelajaran bermakna, watching CD (melihat CD) serta penggunaan modul sebagai media pembelajaran dapat meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa siswa SDN Klurak Candi Sidoarjo. Adapun indikator keberhasilan penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) tersebut adalah sebagai berikut: 5. Adanya peningkatan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa dapat dilihat dari kenaikan setiap siklusnya. 6. Dengan PAKEM siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar, siswa senang mengikuti kegiatan belajar mengajar, aktif bertanya pada hal-hal yang belum mereka pahami, adanya keinginan yang kuat dalam belajar agama.
7. Dengan PAKEM siswa menjadi lebih aktif yang ditunjukkan dengan keberanian siswa dalam mengungkapkan ide atau pendapat, berpartisipasi dalam pembelajaran serta mengerjakan tugas dengan sebaik mungkin. 8. Dengan PAKEM siswa menjadi lebih kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan serta mampu menunjukkan variasi hasil karya mereka.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dan analisa data di lapangan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa: 1. Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa pada pelajaran PAI di SDN Klurak Candi Sidoarjo. Indikator peningkatannya ditandai dengan meningkatnya motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa dari siklus ke siklus. Hasil observasi dari lapangan menunjukkan bahwa motivasi belajar mengalami peningkatan dari pre test ke siklus III sebesar 140%. Peningkatan keaktifan dari pre test ke siklus III sebesar 150%. Sedangkan peningkatan kreativitas siswa dari pre test ke siklus III sebesar142%. Sedangkan implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) pada mata pelajaran ini dengan mengemasnya lebih menarik dan menyenangkan serta menggunakan metode-metode yang bervariatif. 2. Bentuk implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) yang optimal dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa pada pelajaran PAI adalah dengan menggunakan metode yang bervariasi metode pembelajaran seperti team (kuis kelompok), card sort (sortor kartu), kooperatif struktural, problem
solving (pemecahan masalah), watching CD (melihat CD), learning starts with a question (pelajaran dimulai dari pertanyaan), reinforcement serta modul terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar, keaktifan serta kreativitas siswa pada pelajaran PAI di SDN Klurak Candi Sidoarjo.
B. Saran-saran Dalam penelitian ini, perlu kiranya penulis sampaikan beberapa saran yang mungkin berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya yaitu: 1. Lembaga pendidikan yang berwenang diharapkan dapat merealisasikan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) karena dari hasil penelitian PAKEM terbukti dapat meningkatkan motivasi, keaktifan dan kreativitas siswa. 2. Tenaga pengajar hendaknya dapat mengimplementasikan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) pada kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode yang bervariasi dan modul, sehingga dapat menimbulkan motivasi, keaktifan serta kreativitas siswa dalam pembelajaran. 3. Siswa-siswa SDN Klurak Candi Sidoarjo khususnya kelas V A, diharapkan lebih meningatkan motivasi, keaktifan dan kreativitasnya pada mata pelajaran pendidikan agama Islam agar prestasi belajarnya meningkat. 4. Perlu adanya penelitian PAKEM lebih lanjut dengan menggunakan penelitian kualitatif sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang implementasi PAKEM pada mata pelajaran PAI dalam meningkatkan motivasi belajar, keaktifan dan kreativitas siswa dengan desain eksperimen sehingga diperoleh data yang lebih valid dan reliabel.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Ngurah, I Gusti. 1992, Metode Penelitian Sosial Pengkajian Dan Pemakaian Praktis. J akarta. Gramedia Pustaka Utama.
Arikunto, Suharsimi, et al. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. J akarta. Bumi Aksara.
------------. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. J akarta. PT. Renika Cipta.
Azzabidi, Imam. 2002. Ringkasan Shahih Al-Bukhori. Bandung. Mizan Media Utama.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Aswan. 1996. Strategi Belajar Mengajar. J akarta. Rineka Cipta.
Diknas. 2004. Program Manajemen Berbasis Sekolah Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar Melalui Manajemen Berbasis Sekolah, Peran Serta Masyarakat dan Pembelajaran PAKEM. Tp.
Echol, J hon M. 1987. Kamus Inggris Indonesia. J akarta. Gramedia.
Fadjar, Malik. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. J akarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. J akarta. PT. Bumi Aksara.
--------------. 1983. Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung. Tarsito.
Handoko, Martin. 1992. Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta. Kanisius.
Majid, Abdul dan Andayani, Dian. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Margono. 2000. Metodologi Penelitian Pendidikan. J akarta. PT. Rineka Cipta. Moleong, Lexi. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama di Sekolah. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
-------------. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. J akarta. Raja Grafindo Persada.
Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum dan Penerapannya dalam KBK. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
-------------. 2006. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
-------------. 2005. Menjadi Guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
--------------. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. J akarta. PT. Rineka Cipta.
-------------. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan. J akarta. Gramedia Pustaka Utama.
Nasution. 1982. Didaktis Azas-azas Mengajar. Bandung. J ammers.
Nurhadi, et al. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang. UM Press.
Nursito. 2002. Peningkatan Prestasi Sekolah Menengah. _________, Insan Cendekia.
Purwanto, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. J akarta. Kalam Mulia. Sabri, Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional IAIN Fakultas Tarbiyah. J akarta. Pedoman Ilmu J aya.
Sapari, Achmad. 2000. Pembelajaran Yang Menyenangkan Didaktika (http://www.kompas-cetak/dikbud/pemb09.html, diakses 17 Mei 2006).
Suharto. 2000. Pengembangan Kreativitas Menghadapi Globalisasi. Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor II, Tahun 27, J uli.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Sukidin, et al. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. ____________. Insan Cendekia.
Soedarsono. 2001. Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan Nasional. Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. J akarta. Rineka Cipta.
Sutrisno. 2005. Revolusi Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta. Ar-Ruzz. Soeparman. 2000. Hubungan Kemandirian dan Kreativitas Siswa SMU. Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor I, Tahun 27, J anuari.
Syamsiah, Titiek,. 1999. Hubungan Motivasi Belajar dan Prestasi Murid tentang Lingkungan Belajar dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris Di Sekolah Dasar, Jurnal Ilmu Pendidikan. Nomor Khusus, Tahun 26, Desember.
Sudjana, Nana. 1989. CBSA Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru.
------------ dan Rivai, Ahmad. 1989. Teknologi Pengajaran. Bandung. Sinar Baru.
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. J akarta. Rineka Cipta.
Supriono, S, et al. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar Melalui Pemerdayaan Masyarakat, Otonomi Sekolah dan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) (Rintisan di Mojokerto). Mojokerto. SIC.
Sulhan, Najib. 2006. Pembangunan Karakter Anak Manajemen Pembelajaran Guru Menuju Sekolah Efektif. Surabaya. Surabaya Intelektual Club.
Silberman, Melvin L. 2004. Active Learning. Bandung. Nuansa dan Nusamedia. Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Zaini, Hisyam, et al. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta. CTSD. Zuriah, Nurul. 2003. Penelitian Tindakan dan Sosial. Malang. UMM. Zuhairini dan Ghofir, Abdul. 2004. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Malang. UM Press.
_______. Pembelajaran PAKEM (http://www.mbeproject.net/mbe94.html, diakses 20 Mei 2006).