Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP

KINERJA PELAYANAN DENGAN BUDAYA KERJA DAN GOOD CORPORATE


GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL MODERASI
(Studi pada Rumah Sakit di Kota Ambon)

Victor Pattiasina
(Mahasiswa Magister Sains Akuntansi)
Made Sudarma
(Universitas Brawijaya Malang)
Sutrisno
(Universitas Brawijaya Malang)

ABSTRACT

Victor Pattiasina: Economics Graduate School, Brawijaya University, 01 February


2011. The Effect of Transformational Leadership Style on Service Performance with
Working Culture and the Implementation of Good Corporate Governance as Moderating
variables: a Study on Hospitals in Ambon City. Supervisor: Rosidi, cosupervisor: Ali
Djamhury.

This research examined the effect of transformational leadership style with


working culture and the implementation of good corporate governance (GCG) as
moderating variables. The study was conducted at hospitals in Ambon. The population of
this research was the staff personals and patients. The information gained through the
completion of questionnaires which were distributed and filled by 86 respondents. The
sampling used was purposive sampling. Data was collected using direct survey. The
hypothesis was tested by empirically using Moderated Regression Analysis (MRA).

The results showed that the transformational leadership style had positive effect
on service performance. This result indicated that transformational leadership had
important role to increase performance. Yet, working culture as moderating variable did
not have effect on relationship between leadership style and service performance. The
result also showed that implementation of good corporate governance had significant
effect on service performance. This result indicated that the implementation of GCG
increase the relationship between leadership style and service performance.
Keywords :

Transformational leadership style,


governance, service performance.

working

culture,

good

corporate

ABSTRAK

Victor Pattiasina: Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 01


Februari 2011. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja
Pelayanan dengan Budaya kerja dan Penerapan Good Corporate Governance sebagai
Variabel Moderasi: Studi pada Rumah Sakit di Kota Ambon. Ketua Pembimbing: Rosidi,
Komisi Pembimbing: Ali Djamhuri

Penelitian ini menguji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap


kinerja pelayanan dengan budaya kerja dan implementasi Good Corporate Governance
(GCG) sebagai variabel moderasi. Studi ini dilakukan di Rumah Sakit di Kota Ambon.
Populasi dari penelitian ini adalah semua unsur pimpinan dan pasien Rumah Sakit di
Kota Ambon. Pengujian dilakukan pada sampel sebanyak 86 responden. Metode sampel
yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan survei
langsung. Pengujian hipotesis diuji secara empiris menggunakan Moderated Regression
Analysis (MRA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh


positif terhadap kinerja pelayanan. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan
berperan dalam pencapaian kinerja yang lebih baik. Akan tetapi, budaya kerja sebagai
variabel moderasi tidak memiliki pengaruh terhadap hubungan antara gaya
kepemimpinan dan kinerja pelayanan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
implementasi GCG berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pelayanan. Hal ini
mengindikasikan bahwa implementasi GCG memperkuat hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja pelayanan.

Kata Kunci: Gaya Kepemimpinan Transformasional, Budaya Kerja, Implementasi GCG,


Kinerja Pelayanan

PENDAHULUAN

dihasilkan oleh organisasi publik di Indonesia relatif belum

1.1. Latar Belakang


Tuntutan

prima

terselangaranya

dan

belum

mencapai

tujuan

yang

diharapkan.

good

Kenyataan empirik membuktikan bahwa pelayanan publik

governance dalam Implementasi penerapan

yang diberikan pihak pemerintah maupun swasta saat ini

otonomi

terutama di Indonesia masih bersifat minta dilayani (to be

daerah,

tidak

sekedar

tuntutan

yuridis formil, tetapi lebih dari itu adalah bukti

served),

nyata adanya tuntutan atas peningkatan

masyarakat

pelayanan kepada masyarakat. Hal ini telah

(Sudrajat,2004).

berdampak

Model pelayanan publik yang diberikan saat ini


relatif tidak berdasar ukuran kebutuhan masyarakat
yang posisinya sebagai pengguna jasa layanan,
tetapi model ini lebih berorientasi pada pelaksanaan
program yang telah dirumuskan pimpinan (relatif
tidak diawali dengan studi yang mengidentifikasi hal
apa yang diinginkan masyarakat). Fenomena
tersebut relevan dengan hasil kajian empirik Mita
(2000) yang membuktikan bahwa pelaksanaan
pelayanan publik di negara berkembang terlalu
tersentralisasi. Salah satu alasan yang mendasari
fenomena tersebut adalah pengambilan keputusan
yang tersentralisasi dan terkesan kurang menyentuh
kebutuhan pelayanan masyarakat.
Brackertz (2006) membuktikan bahwa
keberhasilan terlaksananya pelayanan publik yang
baik sangat tergantung pada seberapa besar
kapasitas sarana prasarana yang dimiliki oleh
sebuah organisasi dalam memberikan pelayanan.
Sedangkan untuk mengukur efektifitas pelayanan
publik
senyatanya
dapat
diukur
dengan
membandingkan
perbedaan
antara
harapan
(expectations) dan kinerja
yang
dirasakan
(perceived performance).

pada

manajemen

pergeseran

sektor

publik

paradigma

(pemerintah),

khususnya di pemerintah daerah yang telah


mengarah kepada perwujudan pemerintahan
yang
serta

demokratis,

responsive,

peningkatan

akuntabel,

kinerja

organisasi

pemerintah dalam memberikan pelayanan


kepada masyarakat.
Substansi

reformasi

paradigma

pelayanan publik adalah pergeseran pola


penyelenggaraan pelayanan publik dari yang
semula

berorientasi

pemerintah

sebagai

menjadi

pemerintah

sebagai

penyedia

pelayan yang berfokus kepada pemenuhan


kebutuhan masyarakat sebagai pengguna.
Konsekwensi penting bagi pemerintah dalam
menyikapi pergeseran pola penyelenggaraan
pelayanan publik ini adalah pemerintah harus
mendengarkan
memberikan

suara
ruang

publik
bagi

dengan
partisipasi

masyarakat.

Sejalan dengan itu pemerintah


telah mengeluarkan beberapa regulasi
yang berhubungan dengan pelaksanaan
fungsi pelayanan pemerintah dalam
mendorong pelayanan publik yang
prima, seperti :

1
Surat Keputusan Menpan No.
81/1993 Tentang Peningkatan
Pelayanan Publik.
2
Instruksi Presiden No. 1/1995
tentang Peningkatan Mutu Pelayanan
Bagi Masyarakat.
3
Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No.
63/KEP/7/M.PAN/2003 Tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik.
Meskipun telah banyak peraturan dan regulasi
yang dikeluarkan pemerintah dalam mendorong
terciptanya pelayanan publik yang prima, namun
secara umum kinerja pelayanan publik yang

sehingga

banyak

tentang

menimbulkan

pelayanan

ketidakpuasan

yang

diberikan

Harapan
aktual
pelayanan
publik, khususnya terhadap pelayanan
rumah sakit sebagai salah satu
organisasi
sektor
publik
(dalam
penelitian ini sebagai objek studi) adalah
agar dalam pengelolaannya harus
dilakukan dengan transparan dan
akuntabel. Fungsi umum rumah sakit
sebagai lembaga pelayanan sosial
kesehatan
masyarakat
harus
dipertahankan, yakni kegiatan utamanya
adalah
memberikan
pelayanan
kesehatan masyarakat, dan terbuka 24
jam, dalalm memberikan pelayanan
kepada pasien baik berupa rawat inap,
rawat darurat maupun rawat jalan, baik
yang mengalami penyakit berat maupun
penyakit ringan tanpa diskriminatif.
Proses pelayanan kesehatan kepada
masyarakat bukan hal yang mudah,
proses tersebut membutuhkan ketelitian
dan kesabaran serta keihklasan dalam
pelayanan, kehadiran rumah sakit tidak
berpihak pada pasien tertentu tetapi
pelayanannya harus di lakukan secara
merata sesuai dengan kebutuhan pasien
(non-diskriminatif).
Tuntutan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan menjadi penting
terkait
bervariasinya
kebutuhan
pelayanan kesehatan oleh masyarakat
dan pertumbuhan usaha jasa kesehatan
yang
semakin
berkembang
yang
memungkinkan terjadinya persaingan
pelayanan,
konsukwensi
aktualnya
adalah bahwa rumah sakit yang dapat
memberikan kualitas layanan kesehatan
terbaik (secara spesifik dalam hal
kualitas pelayanan administrasi, kualitas
pelayanan
perawat,
pelayanan
kebersihan, kualitas pelayanan dokter,
pelayanan gizi dan pelayanan pasca
rawat inap) secara maksimal kepada
masyarakat (pasien), maka rumah sakit
itu akan dapat berkembang.
Realita umumnya menunjukan tingkat
kualitas layanan
kesehatan yang
dihasilkan rumah sakit di Indonesia
belum prima dan belum mencapai tujuan
yang
diharapkan.
Kebanyakan

pelayanan publik dalam bidang kesehatan tersebut


masih berorientasi pada organisasi dan pribadi
internal organisasi sehingga sering menimbulkan
ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang
diberikan (Sudarajat, 2004). Secara empiris hasil
penelitian Ani dkk. (2001), Lamiri dan Iman (1998)
membuktikan bahwa ratarata pelayanan dan
tranparansi pelayanan rumah sakit relatif masih
belum dapat menjamin kepuasan pasien. Hasil
kajian empiris tersebut membuktikan secara umum
bahwa pengelolaan rumah sakit relatif belum sesuai
dengan apa yang menjadi harapan masyarakat
(pasien), hal tersebut merupakan gambaran secara
umum kondisi masyarakat yang relatif belum
mendapatkan pelayanan kesehatan dari rumah sakit
yang maksimal sesuai harapannya.
Hasil
penelitian
Ratnasari
(2001)
menyimpulkan bahwa kinerja pelayanan rumah sakit
dipengaruhi oleh peningkatan fasilitas dan
peralatan, citra, faktor human resources, harga dan
lokasi. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan
bahwa faktor yang paling penting dalam
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yaitu
interaksi antara pasien dengan penyedia jasa
pelayanan kesehatan. Secara umum pelayanan
kesehatan merupakan kegiatan yang kompleks yang
tidak terfokus secara mutlak pada suatu faktor, hal
tersebut relative sangat terkait dengan karakterisik
objek pelayanan yakni mengobati kondisi kesahatan
manusia. Pelayanan kesehatan membutuhkan
kolektifitas pendukung baik dari aspek medis dan
non medis dalam penangganan kesehatan
mengindikasikan
aktivitas
kerja
pelayanan
kesehatan cenderung merupakan aktivitas kerja tim,
bukan aktivitas kerja individu hal ini memerlukan
suatu pengetahuan yang lebih menekankan pada
kerja sama dan koordinasi semua elemen
organisasi.

Muluk (2009) mengungkapkan


bahwa kunci dari sejumlah masalah
yang tersisa tersebut menunjuk pada
nilai,
kepercayaan,
dan
norma
institusional dan dibarengi pula dengan
sikap-sikap individual. Hal ini mengarah
pada substansi budaya organisasi dan
bagaimana mengubah budaya tersebut.
Nilai-nilai yang sudah ditanamkan
kepada karyawan dalam memberikan
pelayanan kepada konsumennya tadi
dapat terungkap dari pandangan mereka
bahwa justru konsumenlah orang
terpenting dalam pekerjaan mereka.
Pasien adalah raja yang mana semua
karyawan bergantung padanya bukan
pasien yang bergantung pada karyawan.
Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan
karyawan namun merekalah tujuan
karyawan bekerja. Karyawan bekerja
bukan untuk menolong pasien, namun
kesadaran pasienlah yang menolong
karyawan karena pasien tersebut telah
memberikan peluang kepada karyawan
untuk memberikan pelayanan.
Pada kenyataannya pelayanan
kesehatan publik dapat berhasil,
berkinerja tinggi dan berkualitas serta
berorientasi konsumen dalam kondisi
lingkungan yang dinamis dibutuhkan
dukungan nilai-nilai, keyakinan bersama
atau kesepakatan-kesepakatan seluruh
anggota organisasi yang berfokus pada
harapan publik. Diasumsikan bahwa
nilai-nilai atau kesepakatan-kesepakatan
seluruh anggota organisasi yang
berfokus pada tujuan organisasi
merupakan manefestasi budaya
organisasi yang berpotensi dapat
mengantarkan organisasi menuju
kepada kinerja tinggi. Nilai-nilai atau
kesepakatankesepakatan seluruh
anggota organisasi dikaitkan dengan
mutu kerja, maka akan membentuk
budaya kerja organisasi tersebut.
Budaya kerja merupakan suatu falsafah
yang didasari oleh pendangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat,
kebiasaan dan kekuatan pendorong,
membudaya dalam kehidupan suatu

kelompok masyarakat atau organisasi yang


tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud
sebagai kerja atau bekerja (Trigono dalam
Prasetya, 2001). Budaya kerja adalah cara kerja
sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilainilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi,
memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih
baik dan memuaskan masyarakat yang dilayani
(Kepmenpan No.25/Kep/M.Pan/04/2002).
Secara umum hasil kajian empirik Xenikou
dan Simosi (2006), menunjukkan bahwa budaya
mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Merujuk
pada teori kebutuhan Maslow menjelaskan bahwa
budaya kerja yang baik mampu menjadi supporting
system bagi kerja. Hasil kajian empirik Tobing
(2006) mendukung pendapat Maslow dengan
menyatakan bahwa budaya kerja berpengaruh
positif langsung terhadap kinerja. Secara spesifik
hasil kajian Zebua (2009) menemukan bahwa
secara parsial terdapat pengaruh signifikan budaya
kerja dan insentif terhadap kinerja staf rekam medik
di RSUP H. Adam Malik Medan, hasil kajian ini
menjustifikasi bahwa budaya kerja berpengaruh
terhadap kinerja pelayanan kesehatan. Berdasarkan
hasil kajian teoritis dan kajian empiris tersebut dapat
diasumsikan secara umum bahwa pencapaian
kinerja pelayanan yang maksimal pada sektor
publik, khususnya pada bidang pelayanan
kesehatan dipengaruhi juga oleh peningkatan
budaya kerja.

Peran
penting
pimpinan
transformasional
dalam
aktivitas
palayanan rumah sakit didasarkan
paradigma jasa pelayanan kesehatan
rumah
sakit
dewasa
ini
sudah
mengalami perubahan yang mendasar
dan merupakan sebuah badan usaha
yang mempunyai banyak unit bisnis
strategis. Perubahan lingkungan secara
alamiah akan mendorong rumah sakit
menjadi
organisasi
yang
berciri
multiproduk dan mixed output, sehingga
membutuhkan penanganan dengan
konsep manajemen yang tepat. Rumah
saki sebenarnya adalah sebuah badan
usahana yang mempunyai berbagai
macam unit usaha strategis. Misalnya
instalasi
rawat
inap,
anstalasi
laboratorium, gawat darurat, gizi dan
lain-lain. Dengan demikian, rumah sakit
secara keseluruhan dapat dianggap
sebagai suatu lembaga usaha yang
mempunyai berbagai unit bisnis (unit
usaha) strategis. Untuk itu pimpinan
rumah sakit haruslah mampu membaca
perubahan paradigma tersebut. Dengan
ketajaman dan kejelian sebagai seorang
pemimpin
rumah
sakit
tersebut
diharapkam akan mampu mengambil
keputusan yang tepat dalam memimpin
dan menjalankan fungsi pelayanan
kesehatan
rumah
sakitnya,
sebagaimana yang diharapkan dalam
misi dan visi rumah sakit tersebut.
Pendapat Darmawati, dkk. (2004)
menjustifikasi arguman tersebut dengan
menyatakan bahwa faktor penting dalam
hal penataan organisasi publik guna
pencapaian kinerja pelayanan yang
maksimal sesuai dengan dinamisasi
lingkungan adalah menerapkan good
corporate
governance.
Dalam
perkembangannya,
good
corporate
governance
semakin
mempunyai
peranan yang sangat penting bagi
organisasi, yakni sebagai alat control
manajemen dalam meningkatkan kinerja
perusahaan dan upaya menciptakan
organisasi yang sehat. Secara umum
good publik and corporate governance

memiliki manfaat yang positif guna mendukung


kinerja suatu organisasi. Argumen ini didukung oleh
hasil kajian empirik Day report (1994) dalam
Kusumawati, dkk. (2005) mengemukakan bahwa
corporate governance yang efektif dalam jangka
panjang akan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan dan mengutungkan pemegang saham.
Peningkatan ini tidak hanya untuk pemegang saham
tetapi juga untuk kepentingan publik secara umum.
Senada dengan penelitian di atas Darmawati, dkk
(2004) mengemukakan bahwa implementasi GCG
mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan.
Kondisi fasilitas rumah sakit yang beragam,
ada pula sebagian rumah sakit memiliki fasilitas
berkurang dan relatif terbatas sebagai akibat
dampak kerusuhan, hal tersebut membentuk
karateristik kinerja pelayanan masingmasing rumah
sakit. Hasil laporan UNDP (2006) menyimpulkan
bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat di
kota Ambon pasca konflik horizontal mengalami
peningkatan dengan indikator tingkat kepuasan
konsumen. Hasil penelitian Wairisal (2008)
mengungkapkan bahwa responsibity, jaminan dan
kewajaran merupakan dimensi dominan yang
mempengaruhi tingkat pelayanan dan kepuasan
pasien rawat inap pada rumah sakit umum swasta di
kota Ambon. Selanjutnya hasil kajian Wairisal (2005)
mengungkapkan bahwa rata-rata persepsi para
medis
menyatakan
bahwa
mengutamakan
penanganan pasien dari pada administrasi pasien,
hasil kajian tersebut mengungkapkan pelayanan
kesehatan rumah sakit di kota Ambon masih dengan
pendekatan sosial. Sahertian (2010) melakukan
kajian dengan prespektif yang berbeda dalam
mengungkapkan determinan kualitas jasa pelayanan
kesehatan
dengan
menyimpulkan
bahwa
organizational citizenship behavior mempengaruhi
kualitas jasa pelayanan kesehatan rumah sakit
umum di kota Ambon.

Gambaran realita dan hasil


kajian
empiris
tersebut
mengungkapakan
kompleksitas
determinan yang mempengaruhi kualitas
pelayanan publik khususnya dalam
bidang kesehatan, hasil-hasil kajian
tersebut
juga
mengungkapkan
peningkatan
kualitas
pelayanan
kesehatan rumah sakit di kota Ambon
walaupun fasilitas pendukung relatif
minim.
Gambaran
kondisi
realita
tersebut bertolak belakang dengan hasil
kajian Brackertz (2006); Lamiri dan Iman
(1998);
Ratnasari
(2001)
yang
menyimpulkan
bahwa
peningkatan
kinerja
pelayanan
publik
bidang
kesehatan sangat dipengaruhi oleh
peningkatan fasilitas atau sarana
prasarana.
Perbedaan
penelitian
ini
dengan penelitian sebelumnya adalah :
Pertama, Jabnoun dan Rasasi (2005)
melakukan penelitian di rumah sakit
United Arab Emirat (UAE) pada
penelitian ini peneliti menekankan gaya
kepemimpinan transformasional, dan
kinerja pelayanan kepada pasien
sedangkan penelitian ini menekankan
pada
kinerja
pelayanan
dengan
menghubungkan gaya kepemimpinan
transformasional, budaya kerja dan
GCG. Kedua, penelitian yang dilakukan
oleh Xenikou dan Simosi (2006), pada
penelitian ini menekankan pada gaya
kepemimpinan transformasional, budaya
organisasi dan kinerja dan dilakukan
disektor bisnis, maka peneliti ini
menambahkan satu variable yaitu good
corporate governance (GCG) dan
dilakukan di Rumah Sakit, dan lebih
menekankan pada kinerja pelayanan.
Ketiga, penelitian yang dilakukan
oleh Temalagi (2009) menganalisis gaya
kepemimpinan terhadap penerapan
good corporate governance (GCG)
melalui budaya organisasi sebagai
variable intervening. Penelitian ini
merupakan
pengembangan
dari
penelitian Temalagi (2009) atas saran
penelitian
dengan
menambahkan

variabel lain yakni kinerja pelayanan. Perbedaan


penelitian ini dengan studi sebelumnya antara lain,
dari sisi metodologi; peneliti sebelumya telah
memetahkan pola hubungan langsung variabel
kepemimpinan, terhadap penerapan good corporate
governance dengan budaya sebagai variabel
intervening. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pola interaksi. Dari sisi teori; peneliti
sebelumnya mencoba untuk menganalisis dua teori
kepemimpinan
yaitu
gaya
kepemimpinan
transformasional dan karismatik. Sedangkan dalam
penelitian ini peneliti hanya menggunakan gaya
kepemimpinan transformasional dipadukan dengan
kinerja pelayanan. Objek Penelitian; peneliti
sebelumnya melakukan penelitian pada beberapa
rumah sakit swasta dan pemerintah di kota malang
sedangkan penelitian ini pada kota ambon.

Penelitian ini dilakukan guna


mengkaji peningkatan kinerja pelayanan
kesehatan pada rumah sakit di kota
Ambon.
Pengembangan
kajian
dilakukan dengan berfokus pada analisis
faktor non fisik, yakni kepemimpinan
transformasional, budaya kerja dan
disertakan kajian implementasi prinsipprinsip good corporate governance
(GCG)
terhadap
tingkat
kinerja
pelayanan publik dalam hal ini
pelayanan kesehatan.

3) Apakah pengaruh Gaya kepemimpinan


transformasional terhadap kinerja pelayanan
dimoderasi oleh penerapan GCG?
1.4. Tujuan Penelitian Bedasarkan uraian rumusan
masalah di atas, maka tujuan penelitian
ini sebagai berikut :
1) Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh

1.2. Motivasi Penelitian

pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional


terhadap kinerja pelayanan dimoderasi oleh
penerapan GCG.
1.5. Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini
diharapkan
dapat memberi kontribusi baik secara
praktis maupun teoritis.
1. Kontribusi Teoritis:

Motivasi penelitian ini antara lain:


pertama,
organisasi

penelitian

ini

rumah

sakit,

dilakukan
untuk

pada

menguji

apakah budaya kerja dan penerapan Good


corporate governance (GCG) memoderasi
pengaruh

kepemimpinan

transformasional

terhadap kinerja pelayanan rumah sakit.


Penerapan

GCG

pada

rumah

sakit

khususnya di Kota Ambon belum banyak


penelitian yang lebih mendalam untuk melihat
implikasi

dari

penerapan

GCG

tersebut

terhadap perbaikan kinerja pelayanan rumah


sakit.

Kedua, budaya kerja yang juga


bertindak sebagai variabel moderating
dalam memoderasi pengaruh antara
gaya kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan, pada
penelitian
ini
mencoba
menguji
beberapa teori pengembangan sumber
daya manusia yaitu budaya dan
kepemimpinan
terhadap
kinerja
pelayanan dengan melakukan analisis
Moderating regresi analisis (MRA).
1.3. Perumusan Masalah
Bedasarkan uraian pada latar
belakang di atas, maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut : 1)
Apakah gaya kepemimpinan

transformasional berpengaruh
terhadap kinerja pelayanan rumah
sakit?
2) Apakah pengaruh Gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap kinerja pelayanan
dimoderasi oleh budaya kerja?

gaya kepemimpinan transformasional terhadap


kinerja pelayanan rumah sakit.
2) Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh
Gaya kepemimpinan transformasional terhadap
kinerja pelayanan dimoderasi oleh budaya kerja.

3) Untuk menganalisis dan membuktikan

a. Hasil studi ini dapat memberikan kontribusi


pada pengembangan ilmu pengetahun
dibidang akuntansi keperilakuan
(behavioral accounting), terutama
peranan variabel-variabel gaya
kepemimpinan transformasional, budaya
kerja, penerapan good corporate
governance dalam menjelaskan
keberhasilan kinerja pelayanan bagi
organisasi sektor publik khususnya
organisasi rumah sakit.

b. Memperkaya khasanah ilmu


akuntansi, khususnya akuntansi dalam
pengelolaan sumber daya manusia
terutama kajian yang yang didasarkan
pada perspektif berbasis sumberdaya
manusia (resourcebasedperspective)
yang menekankan keunggulan
layanan yang unik, bernilai dan sulit
ditiru yang dimiliki oleh organisasi
yang dihasilkan melalui keselarasan
antar semua sumberdaya organisasi,
dimana sumber daya manusia menjadi
faktor kunci dalam proses tersebut.
c. Pada bidang/ilmu akuntansi, dapat
memberikan masukan bagi
pengembangan ilmu akuntansi
keprilakuan mengenai perilaku
pimpinan dalam menyusun dan
menyampaikan informasi akuntansi,
yang dalam hal ini berhubungan
dengan prinsip GCG (transparansi,
akuntabilitas, independensi,
responsibility, dan fairness), serta
memberikan masukan bagi
pengembangan akuntansi sektor
publik mengenai gaya kepemimpinan
terhadap budaya kerja dan
pelaksanaan good governance dalam
rangka peningkatan kinerja pelayanan
Rumah Sakit di Kota Ambon.
d. Bagi para peneliti/akademisi, hasil
penelitian ini dapat dijadikan referensi
untuk pengembangan penelitianpenelitian lebih lanjut.
2. Kontribusi Praktis:
a. Hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan bagi pihak
lembaga, agar mampu
mensosialisasikan gaya
kepemimpinan transformasional,
budaya kerja
meningkatkan kepuasan kerja dan
kinerja pelayanan ke arah yang lebih
baik di masa mendatang.

b. Temuan ini dapat menjadi bahan


pertimbangan dan evaluasi serta
masukan dalam mendukung
pelaksanaan pengelolaan rumah sakit
untuk meningkatkan kinerja pelayanan
yang baik lewat penerapan good
governance maupun gaya

kepemimpinan tansformasional.
c. Bagi
serta implementasi
Corporate
terhadap
upaya

Governanc
e
bawahan
untuk

Good
(GCG)
sebagai
dapat

organisasi Rumah Sakit di Kota Ambon,


memberikan informasi sesuai hasil penelitian
tentang pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional, kinerja pelayanan, budaya kerja
dan implementasi GCG.
3. Kontribusi Kebijakan
Bagi pembuat kebijakan atau regulasi,
penelitian ini mendukung kebijakan pemerintah
sehubungan dengan pelaksanaan GCG di sektor
publik sesuai dengan Keputusan Menko Bidang
Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004
tentang pembentukan Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite
Publik dan Sub-Komite Korporasi, mengingat
pelaksanaan GCG oleh dunia usaha tidak mungkin
dapat diwujudkan tanpa adanya good publik
governance dan partisipasi masyarakat, sehingga
penelitian ini dapat memberikan masukan bagi
pengembangan dan peningkatan kualitas standar
peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1

Gaya
Kepemimpinan
Transformasional
Kepemimpinan

berkaitan

dengan

kemampuan manajer untuk mempengaruhi dan


menggerakan

tindakan

seseorang

atau

sekelompok orang pada sebuah organisasi


dalam

upaya

pendayagunaan

sumberdaya

manusia, sumber daya keuangan dalam rangka


tercapainya tujuan organisasi secara efektif
(Sujak, 1990). Gaya kepemimpinan menurut
Luthans (2005) adalah deal white the way
leader influence follower. Gaya kepemimpinan
berkenan dengan cara-cara yang digunakan
oleh

manajer

untuk

mempengaruhi

bawahannya. Gaya kepemimpinan merupakan


norma

perilaku

yang

digunakan

seorang

manajer pada saat ia mempengaruhi perilaku


bawahannya.

Para
pemimpin
transformasional, mempengaruhi para
pengikut dengan menimbulkan emosi
yang kuat dan indentifikasi dengan
pemimpin tersebut, namun mereka
dapat juga mentransformasi para
pengikut dengan bertindak sebagai
seorang pelatih, guru atau mentor. Para
pemimpin transformasional mencoba
untuk
memberi
kekuasaan
dan
meninggikan para pengikut. Para
pemimpin
transformasional
dapat
ditemukan dalam organisasi mana saja
pada
tingkatan
dimana
saja.
Kepemimpinan transformasional juga
mengembangkan setiap orang menjadi
berperilak sebagai super
leaders.
u
Artinya
seorang
pemimpin
transformasional
dapat
self leadership. Kepemimpinan
transformasional adalah seorang
pemimpin yang mempimpin orang lain
untuk memimpin diri mereka sendiri.
2.1.2 Budaya Organisasi
Hofstede dalam Sobirin (1997)
mengemukakan bahwa budaya adalah

pemograman mental kolektif. Sebagai pemograman


mental kolektif, maka budaya sukar berubah. Kalau
memang terjadi perubahan pola pikir, perubahan
tersebut akan terjadi perlahan-lahan, karena telah
terkristalisasi kedalam lembaga yang mereka
bangun bersama. Hofstede juga berpendapat bahwa
elemen budaya terdiri lapisan dalam yang
merupakan core value dan lapisan luar berupa
artifacts. The core of culture adalah value yang
dimanifestasikan dalam bentuk practices dan
terdiri dari symbols, heroes, dan ritual.
2.1.2.1 Budaya Kerja
Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang
didasari oleh pendangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu
kelompok masyarakat atau organisasi yang
tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud
sebagai kerja atau bekerja (Trigono dalam
Prasetya, 2001). Budaya kerja adalah cara kerja
sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilainilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi,
memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih
baik dan memuaskan masyarakat yang dilayani
(KEPMENPAN NO.25/KEP/M.PAN/04/2002).
Setiap fungsi dan proses kerja harus
mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya, yang
mengakibatkan berbedanya pula nilai-nilai yang
sesuai untuk diambil dalam kerangka kerja
organisasi. Seperti nilai-nilai apa saja yang
sepatutnya dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang
akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian
falsafah yang dianutnya seperti budaya kerja yang
merupakan suatu proses tanpa akhir.

2.1.3 Good
(GCG)

Corporate

Pengertian
dengan

pengelolaan

Governance

governance
kewenangan.

berkaitan
Hal

ini

berkaitan dengan bagaimana mencapai tujuan


organisasi untuk kepentingan bersama, dan
bagaimana agar sumber daya organsasi tidak
disalahgunakan

sehingga

tujuan

organisasi

dapat tercapai. Kerangka kerja governance


harus memberikan suatu struktur atau proses
yang memastikan terjadinya pengendalian dan
pembagian kekuasaan yang seimbang dalam
proses

tata

pamong,

sehingga

sasaran

organisasi dapat dicapai dengan cara yang


paling optimal. Berdasarkan definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa corporate governance
adalah suatu sistem yang mengatur bagaimana
suatu perusahaan atau organisasi dijalankan
(operasi) dan dikontrol atau sebagai tata kelola
perusahaan (organisasi). Sistem ini mengatur
secara jelas dan tegas hak dan kewajiban
pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan.

Menurut Moeljono (2005:19),


lima karakteristik dari good corporate
governance meliputi :

1
Transparansi, yaitu
keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengungkapkan
informasi material dan relevan
mengenai perusahaan;
2
Kemandirian, yaitu keadaan
dimana perusahaan dikelola secara
profesional, tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh atau
tekanan dari pihak mana pun yang
tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan prinsipprinsip korporasi yang sehat;

1
Akuntabilitas, yaitu kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif;
2
Pertanggungjawaban, yaitu
kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan dan prinsipprinsip korporasi yang sehat;
3
Kewajaran, yaitu kesesuaian
di dalam pengelolaan perusahaan

terhadap peraturan perundangundangan dan


prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
2.1.4 Kinerja Pelayanan Rumah Sakit
2.1.4.1 Pengertian Kinerja Organisasi Sektor Publik
Kinerja adalah hasil yang dicapai atau sesuatu yang
dikerjakan berupa produk maupun jasa yang
diberikan oleh sesorang atau sekelompok orang,
dengan demikian kinerja dapat dilihat dari dua sisi
yaitu individu dan organisasi. Bernadin and Russel
(1993) menyatakan bahwa kinerja merupakan
catatan perolehan yang dihasilkan dari dihasilkan
dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan
selama periode waktu tertentu.
Pencapaian kinerja organisasi, termasuk
organisasi publik terkait dengan faktor-faktor yang
dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi,
hal tersebut meliputi upaya manajemen dalam
menterjemakan
dan
menyelaraskan
tujuan
organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki dan kepemimpinan yang
efektif (Yuwono dkk, 2002:53). Konsep teoritis
tersebut menunjukan tiga elemen yang berpengaruh
pada kinerja organisasi
yakni
karakteristik
organisasi, kapamimpinan dan sumber daya
manusia teraplikasi dalam pencapaian tujuan
organisasi. Namun kondisi kemajuan teknologi pada
saat ini juga memiliki kontribusi penting dalam
pencapaian kinerja organisasi. Hal tersebut sesuai
pendapat Ruky (2001:158-159) dalam Tangkilisan
(2007:176) yang mengidentifikasi faktorfaktor yang
berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian
kinerja organisasi adalah: (1) faktor teknologi,

(2) faktor kualitas input, (3) kualitas


lingkungan fisik, (4) faktor budaya
organisai, (5) faktor kepemimpinan
dan
(6) factor sumber daya manusia.
2.1.4.2 Pelayanan Publik
Pelayanan
sebagai

publik

pemberian

keperluan
mempunyai

orang

dapat

layanan

atau

kepentingan

diartikan
(melayani)

masyarakat
pada

yang

organisasi

layanan publik sesuai dengan aturan pokok dan


tata cara yang telah ditetapkan. Seiring dengan
tumbuhnya iklim demokrasi dan berkembangnya
civil society, tuntutan masyarakat terhadap
akuntabilitas

dan

transparansi

organisasi

layanan publik semakin meningkat. Layanan


publik harus mampu memberikan pelayanan
yang memiliki bebrapa kriteria yaitu: profesional,
efektif, sederhana, transparan, terbuka, efisien,
responsif, dan adaptif, Widodo (2001).

2.1.4.3 Kualitas pelayanan Rumah Sakit


Kualitas pelayanan (service
quality) atau sering juga disebut mutu
pelayanan, menurut Parasuraman dkk
(1988) dan Soetjipto (1997) kualitas
pelayanan
adalah seberapa jauh
perbedaan antara kenyataan dan
harapan para pelanggan atas pelayanan
yang mereka terima atau peroleh.
Harapan merupakan keinginan para
pelanggan dari pelayanan yang mungkin
diberikan oleh perusahaan.
Kualitas
selalu
berfokus
pada
pelanggan. Dengan demikian produk
didesain, diproduksi, serta pelayanan
diberikan untuk memenuhi keinginan
pelanggan. Kualitas mengacu kepada
segala sesuatu yang memuaskan
dimanfaatkan
dengan
baik
serta
dihasilkan dengan cara yang baik dan
benar.
Perilaku pelayanan prima sektor publik
dapat diimplementasikan apabila aparat
pelayan berhasil menjadikan kepuasan
pelanggan sebagai tujuan utamanya.
Selain itu aparat pelayan juga dituntut
untuk mengetahui dengan pasti siapa

pelanggannya.

Kualitas yang mengarah pada kepuasan total


pelanggan ini juga tidak terlepas dari sumber daya
keuangan dan peralatan dalam suatu organisasi.
pelangg
dan
menentuka
yang
an
n
pelangg
mak suat produ
yang
an,
a
u
k
dihasilka
baru
dapat dikatakan
n
berkualit
apabila
sesua dengan
Sebagaimana dikemukakan oleh Soeprapto (2005)
yang dikutip dari Gaspersz (1997) bahwa
ketidakcukupan sumber daya merupakan salah satu
penghambat dalam menerapkan sistem kualitas
yang berfokus pada pelanggan.
2.2 Tinjauan Empiris
2.2.1 Penelitian Terdahulu
Jabnoun dan Rasasi (2005) melakukan
penelitian di rumah sakit United Arab Emirat (UAE)
dan menemukan bahwa pasien secara umum
terpuaskan dengan jasa kualitas rumah sakit,
karyawan rumah sakit memberikan penilaian rendah
terhadap para pemimpin mereka dalam kaitan
dengan kepemimpinan transformasional. jasa
kualitas secara positif berhubungan dengan semua
dimensi kepemimpinan transformasional.

Xenikou dan Simosi (2006) dengan


menggunakan

analisis

path

dalam

dominan dalam menentukan dan pembentukan karakter


perusahaan.

Selanjutnya

karakter

perusahaan

akan

penelitiannya, menunjukkan bahwa prestasi

mempengaruhi output dari kinerja auditor. Budaya organisasi

dan adaptasi orientasi budaya mempunyai

tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor.

pengaruh

Temalagi (2010) menunjukan bahwa kepemimpinan


karismatik dan kepemimpinan transformasional yang
telah diterapkan oleh manajer rumah sakit yang
lebih
dominan
adalah
kepemimpinan
transformasional. Sedangkan para manejer rumah
sakit telah mengenal budaya organisasinya dengan
baik, dan turut mempengaruhi budaya organisasi
rumah sakit tersebut. Demikian pula dengan
penerapan prinsip GCG, dapat diketahui bahwa
rata-rata manajer rumah sakit di kota Malang
menginginkan dan telah menerapkan prinsip GCG.

langsung

Kepemimpinan

terhadap

kinerja.

transformasional

dan

orientasi humanistic mempunyai pengaruh


positif yang tidak langsung terhadap kinerja
melalui orientasi prestasi. Popper dan Zakkai
(1994)
adanya

dalam

penelitiannya

perbandingan

kepemimpinan

di

menemukan
antara

karismatik

gaya
dan

transformasional.
Tobing (2006) menemukan bahwa
budaya

organisasi

berpengaruh

positif

langsung terhadap kepuasan kerja, komitmen


organisasi dan kinerja, terdapat keterkaitan
antara budaya dan komitmen organisasi baik

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

langsung maupun tidak langsung. Kepuasan


kerja berpengaruh positif terhadap motivasi
kerja dan komitmen dan berpengaruh negatif
terhadap kinerja. Terdapat keterkaitan antara
kepuasan kerja terhadap komitmen dan
kinerja organisasi baik langsung maupun
tidak langsung.

Prasetyono dan Kompyurini


(2008) menemukan bahwa budaya
organisasi, komitmen organisasi dan
akuntabilitas publik secara simultan
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja RSD dalam kategori
kuat. Secara parsial budaya organisasi
dan komitmen organisasi berpengaruh
positif dalam kategori rendah dan
signifikan terhadap kinerja RSD, namun
akuntabilitas publik berpengaruh positif
dalam kategori rendah dan tidak
signifikan
terhadap
kinerja
RSD.
Akuntabilitas publik (salah satu prinsip
GCG) tidak memiliki pengaruh yang kuat
terhadap kinerja.
Trisnaningsih (2007) dalam penelitiannya di
KAP menemukan bahwa pemahaman good
governance
terhadap

tidak
kinerja

berpengaruh
auditor.

langsung

Secara

implisit
dapat

pemahaman

good

governance

meningkatkan

kinerja.

Gaya

kepemimpinan

berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor.


Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa gaya
kepemimpinan dalam KAP sebagai faktor yang

Kerangka
konseptual
bertujuan
agar
penelitian ini dapat terarah secara sistimatis dalam
suatu alur metode penelitian yang baik, sesuaui
dengan rumusan masalah dan tujuan yang aka
dicapai. Kerangka konsep penelitian secara
komprehensip perlu dibangun dengan mendasarkan
kepada fakta masalah yang ada, keterkaitan
variabel variabel secara teoritis, Kajian penelitianpenelitian sebelumnya, metodologi, metode analisis
dan dengan keselarasan tujuan penelitian yang ingin
dicapai. Berdasarkan pada teori dan penelitian
terdahulu, masalah dan tujuan penelitian maka
dibuat kerangka konsep proses berfikir dalam
penelitian ini yang diadopsi dari Sugiono, (2002: 78)
secara komprehensip sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual


Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Transformasioanal terhadap Kinerja
Pelayanan dengan Budaya Kerja dan
Penerapan good corporate governance
(GCG) sebagai variabel moderasi (Studi
pada Rumah Sakit di Kota Ambon)

3.
Model
1.
Variabel
Gambaran
variab dala
el
m

Hubungan

Antar

hubungan
penelitian i
n

antar
secara

substansial, yang menjelaskan alur hubungan variabel pengaruh gaya kepemimpinan


transformasioanal terhadap kinerja pelayanan dengan budaya kerja dan penerapan good
corporate governance (GCG) sebagai variabel moderasi pada Rumah Sakit di Kota Ambon.
Berdasarkan kerangka konseptual, yang telah diuraikan, dan untuk menjawab permasalahan
penelitian ini, maka secara operasional kerangka konseptual tersebut dijabarkan dalam
kerangka alur hubungan antar variabel dan hipotesis seperti yang ditampilkan pada gambar
berikut ini :
Gambar 3.2 Model Hipotesis

H2
H1

Sumber : Dikembangkan dalam


penelitian ini
3.2. Pengembangan Hipotesis
3.2.1. Pengaruh Gaya kepemimpinan
transformasional terhadap
Kinerja Pelayanan.
Day dan Lord (1988) menyatakan
bahwa kepemimpinan berperan besar dalam
mencapai sasaran dan tujuan kerja, dimana
sasaran atau tujuan yang ingin dicapai adalah
berupa prestasi atau kinerja. Senada dengan
pendapat tersebut Penelitian terhadap
keterkaitan antara kepemimpinan terhadap
kinerja kerja pernah dilakukan Elonkov, (2000),
Borrill, et al (2005), Waldman et al, (2005), dan
Ogbonna and Harris, (2000) yang
menyimpulkan hubungan positif dan signifikan
antara kepemimpinan terhadap kinerja kerja.
Berdasarkan uraian konseptual teoritis dan hasil
kajian empiris yang telah dikemukakan, maka
hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: Hihotesis 1: Gaya
kepemimpinan

transformasional
berpengaruh terhadap
Kinerja Pelayanan
3.2.2. Pengaruh Gaya
kepemimpinan transformasional
terhadap Kinerja Pelayanan
dimoderasi oleh budaya kerja.
Kepemimpinan transformasional juga
berperilaku sebagai super leaders.
Artinya seorang pemimpin
transformasional dapat
mengembangkan setiap orang menjadi
self leadership. Kepemimpinan
transformasional adalah seorang
pemimpin yang mempimpin orang lain
untuk memimpin diri mereka sendiri.
Kepemimpinan transformasional
lazimnya menguasai budaya kerja yang
ada dalam suatu organisasi jika ingin
mempengaruhi anggota organisasi
secara total, karena bagaimanapun juga,
anggota organisasi hidup dalam suatu
budaya yang melekat secara utuh dalam
organisasi tersebut.
Hasil kajian empirik Devidson
(2003), Carl and Denison (2000),

Moeljono (2003); Onken (1998) menyatakan budaya


kerja berpengaruh kuat terhadap kinerja kerja.
Budaya kerja yang kuat akan mendorong
terciptanya kinerja organisasi yang tinggi. Lebih
lanjut budaya juga akan melekat pada diri individu
pemimpin yang secara langsung meningkatkan
kinerja, dengan demikian budaya kerja dapat
memperkuat pengaruh kepemimpinan terhadap
peningkatan prestasi kerja. Berdasarkan uraian
konseptual teoritis dan hasil kajian empiris yang
telah dikemukakan, maka hipotesis yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.

Hihotesis 2: Budaya kerja


memoderasi pengaruh
gaya kepemimpinan
transformasional
terhadap Kinerja
Pelayanan.
3.2.3. Pengaruh Gaya kepemimpinan
transformasional
terhadap
Kinerja Pelayanan dimoderasi
oleh GCG.
Corporate

Governance

adalah

sistem tata kelola yang diselenggarakan


dengan mempertimbangkan semua faktor
yang

mempengaruhi

termasuk

faktor

yang

proses

institusional

berkaitan

dengan

fungsi regulator (Siahaan, 2000). Lanjutnya


Siahaan berpendapat bahwa pengelolaan
SDM individu (termasuk didalamnya perilaku)
di instansi pemerintah sangat penting dalam
rangka penerapan GCG yang nantinya akan
berdampak pada penguatan kinerja.

Konsep governance berkaitan


dengan pengelolaan kewenangan. Hal
ini
berkaitan
dengan
bagaimana
mencapai tujuan organisasi untuk
kepentingan bersama, dan bagaimana
agar sumber daya organsasi tidak
disalahgunakan
sehingga
tujuan
organisasi dapat tercapai. Kerangka
kerja governance harus memberikan
suatu struktur atau proses yang
memastikan terjadinya pengendalian
dan
pembagian
kekuasaan
yang
seimbang dalam proses tata pamong,
sehingga sasaran organisasi dapat
dicapai dengan cara yang paling
optimal.
Hasil kajian empirik Subekti (2008),
menunjukkan secara kualitatif bahwa
beberapa
dimensi/prinsip
good
Corporate
Governance
yaitu
transparansi, kemandirian, keadilan, dan
akuntabilitas. Berpengaruh pada kinerja
Kerja
pelayanan
Publik.
Namun
demikian kewenangan sebagai faktor
yang melekat pada konsep good
corporate
governance
tentunya
mempertimbangkan
faktor
kepemimpinan sebagai salah satu unsur

penentu keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.


Dengan
kata
lain,
kepemimpinan
akan
meningkatkan kinerja, jika memiliki kewenangan
yang baik yang terbentuk dalam unsur transparansi,
kemandirian, keadilan, dan akuntabilitas.
Suatu sistem corporate governance yang
efektif seharusnya mampu mengatur kewenangan
pimpinan, yang bertujuan menjaga agar pimpinan
untuk tidak menyalahgunakan kewenangan tersebut
dan untuk memastikan bahwa pimpinan bekerja
semata-mata untuk kepentingan organisasi. Menurut
Jang bahwa isu seputar corporate governance tidak
hanya berkaitan dengan masalah bisnis dan
ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan soal sosialpolitik. Jang melihat corporate governance sangat
membantu
mendorong
transparansi
dan
akuntabilitas para pengelola organisasi. Hal ini
memberi keuntungan secara keseluruhan bagi
masyarakat karena adanya pengaruh transparansi
dan akuntabilitas di sektorsektor publik (Surya dan
Yustiavandana, 2006:8-9). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa konsep corporate governance
dapat
memperkuat
pengaruh
kemepimpinan
terhadap pencapaian kinerja pimpinan. Berdasarkan
uraian konseptual teoritis dan hasil kajian empiris
yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang
dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.

Hihotesis 3: Good corporate


governance memoderasi
pengaruh gaya
kepemimpinan
transformasional
terhadap Kinerja
Pelayanan
.

dilakukan untuk menganalisis pengaruh gaya


kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
pelayanan rumah sakit di Kota Ambon dengan
dimoderasi oleh variabel budaya kerja dan
penerapan GCG. Horizon waktu penelitian adalah
cross-sectional, dimana data hanya sekali
dikumpulkan, dalam periode satu bulan atau data
dari satu periode waktu (Sekaran, 2006:177).
4.3. Unit Analisis, Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menguji pengaruh
antara variabel gaya kepemimpinan
transformasinal
terhadap
kinerja
pelayanan Rumah Sakit di Kota Ambon
dengan dimoderasi oleh variabel budaya
kerja dan penerapan GCG. Berdasarkan
tujuan penelitian, jenis penelitian ini
adalah
penelitian
penjelasan
(exsplanatory), penelitian ini berupaya
menjelaskan hubungan antara variabelvariabel dan pengaruhnya dengan
pengujian hipotesis (Sugiono,2005).
Pendekatan
dalam
penelitian
ini
termasuk dalam penelitian kuantitatif.
Dalam penelitian ini dilakukan menguji
jalur
empiris
dan
pengukuran
berdasarkan teori yang ada. Model
penelitian ini adalah model penelitian
survei dengan menggunakan instrument
kuesioner. Metode penelitian survei
dilakukan untuk mendapatkan data opini
individu responden (Hartono, 2008:2).
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Sesuai
dengan
tujuan
penelitian, lokasi penelitian dilakukan di
wilayah Kota Ambon. Penelitian ini

Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu, yakni


unsur pimpinan (wakil direktur, kepala bagian/kepala
bidang dan kepala sub bagian/kepala sub bidang) dan
pasien. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2004).

Populasi dalam penelitian ini adalah unsur pimpinan


(wakil direktur, kabag/kabig dan kasubag/kasubig)
dan pasien RS di Kota Ambon yang berjumlah 8
(delapan) rumah sakit (data pemerintah kota Ambon
tahun 2010). Berdasarkan survey dari delapan
rumah sakit tersebut terdapat 120 orang yang
menduduki jabatan sebagai unsur pimpinan (wakil
direktur, kabag/kabid, dan kasubag/kasubid),
sedangkan pasien pengguna jasa rumah sakit satu
bulan terakhir dipilih sebanyak 120 orang sesuai
dengan jumlah unsur pimpinan yang ada.
Pengambilan sampel untuk unsur pimpinan dan
pasien dilakukan dengan menggunakan purposive
sampling, dengan criteria sebagai berikut :

1
Pegawai rumah sakit yang menduduki
jabatan sebagai unsur pimpinan kecuali direktur.
2
Unsur pimpinan termasuk wakil direktur,
kabag/kabid dan kasubag/kasubid yang telah
menduduki jabatan minimal 2 (dua) tahun.
3
Pasien yang telah menggunakan jasa
pelayanan kesehatan minimal 5

hari dan berada pada kondisi Adapun jumlah sampel yang pemulihan serta bersedia
dijadikan digunakan dalam penelitian ini sebagai responden dalam penelitian. disajikan pada
No.
Keterangan
Jumlah
tabel
dibawah
1. 2. 3.
Jumlah populasi Tidak memenuhi
120 ( 21 ) 99 ( 7 )
ini:
Tabel 4.1
Jumlah
Penelitian

4.

kriteria Jumlah yang didistribusikan


Kuisioner yang tidak kembali Jumlah
Kuisioner yang tidak lengkap
Kuisioner yang di olah

92 ( 6 )

Sampel
120
menjadi

Sumber: Data diolah ,


2010
4.4. Definisi Operasional Variabel
4.4.1 Gaya Kepemimpinan
Transformasional
Kepemimpinan
transformasional adalah tipe pemimpin
yang dapat mentransformasi para
pengikut dengan bertindak sebagai
seorang pelatih, guru atau mentor.
Para pemimpin transformasional
mencoba untuk memberi kekuasaan
dan meninggikan para pengikut.
Indikator kepemimpinan
transformasional mengacu pada Bass
dan Avolio (1994) yang terdiri atas
empat komponen yaitu : Idealized
influenced, inspiration motivation,
intellectual stimulation, individualized
consideration (dilihat pada table 4.2).
Pengukuran variabel ini menggunakan
skala likert 5 poin,
4.4.2 Budaya Kerja
Budaya kerja merupakan
suatu falsafah yang didasari oleh
pendangan hidup sebagai nilai-nilai yang
menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong, membudaya dalam
kehidupan suatu kelompok masyarakat
atau kerja yang tercermin dari sikap

perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan


tindakan yang terwujud sebagai kerja atau
bekerja. Variabel budaya kerja diukur dengan
menggunakan itemitemyang dikembangkan
4.4
.3

Penerapan

Goo
Corporate
d
Governance (GCG)
Good
Corporate
Governanc
e
oleh Mangkuprawira (2009) yang terdiri atas
lima komponen yaitu : Kejujuran, ketekunan,
kreativitas, kedisiplinan, iptek (dilihat pada table
4.3).
menurut World Bank dalam Emirzon (2007:91)
adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidahkaidah yang wajib dipenuhi yang dapat
mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan
bekerja secara efisien, menghasilkan nilai
ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan
bagi para stakeholders. Variabel dependen dalam
penelitian ini diukur menggunakan item-item yang
terbagi dalam lima prinsip GCG, yakni
transparansi,
akuntabilitas,
responsibility,
independensi, dan fairness (dilihat pada tabel 4.4).
Indikator ini dipakai karena dianggap mewakili
aspek-aspek yang tercantum dalam pedoman
GCG yang dikeluarkan oleh KNKG yang diperoleh
dari website www.fcgi.or.id. Pengukuran variable

ini menggunakan skala likert 5 poin.

4.4.4 Kinerja Pelayanan Rumah Sakit


Kinerja
pelayanan.
yang
dimaksud dengan kinerja pelayanan
adalah kinerja dalam konteks kualitas
pelayanan rumah sakit yang didasarkan
atas persepsi pengguna jasa pada
kualitas pelayanan dilingkup kerja rumah
sakit yang ada di Kota Ambon. indikator
kinerja pelayanan rumah sakit mengacu
pada Zeithmalh et al (1990).
4.5
Sumber
Data
Pengumpulan Data
4.5.1 Sumber Data

dan

Teknik

Data dalam penelitian ini adalah


data primer. Sumber data primer diperoleh
dari responden (manager dan pasien),
melalui
pengisian
kuesioner
yang
disebarkan
atau
dibagikan
secara
langsung kepada responden.

4.5.2 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan
data
primer
dilakukan dengan metode penelitian
lapangan (field research) dengan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :

Penyebaran dan pengisian


kuesioner, sistem penyampaian
kuesioner atau daftar pertanyaan
terstruktur dilakukan secara langsung
(tidak melalui pos atau e-mail).

Kuesioner yang disampaikan


kepada responden berisikan
pertanyaan tertutup.

Kuesioner diisi sendiri oleh


responden, dan akan dikumpulkan
pada saat itu juga. Kuesioner untuk
pasien, diberikan kepada pasien yang
telah berada pada proses pemulihan
kesehatan.

4.6 Metode Analisis Data


4.6.1 Uji Instrumen Penelitian
4.6.1.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat validitas atau kesahihan suatu
instrumen, sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang ingin diukurnya atau
dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti
secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen
menunjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang variabel yang
dimaksud (Arikunto, 2002). Validitas menunjukan
sejauhmana alat pengukur untuk mengukur apa
yang diukur (Singarimbun dan Efendi, 2006).
Sedangkan menurut Sugiyono (2008), hasil
penelitian yang valid apabila terdapat kesamaan
antara data yang terkumpul dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.
Uji validitas menggunakan pengujian construct validity
yang dilakukan dengan teknik korelasi antar skor butir
pertanyaan dalam suatu variabel yang diamati dengan
skor totalnya, dengan menggunakan rumus korelasi
product moment dengan level signifikansi 5% dari nilai
kritisnya. Bila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari
0,05 (5%) maka dikatakan valid dan sebaliknya tidak valid
(Arikunto,2002).

4.6.1.2 Uji Reliabilitas


Sebuah instrumen dikatakan reliabel, jika selalu
mendapatkan hasil yang sama dari gejala pengukuran
yang tidak berubah yang dilakukan pada waktu yang
berbeda-beda (Imam, 2005). Menurut Malhotra (2005),
Reliability adalah indeks yang menunjukan sejauh mana
suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.

Peneliti
melakukan
uji
reliabilitas
dengan
menghitung Cronbachs alpha dari masing-masing
instrumen dalam suatu variabel. Cronbachs Alpha
dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas tes
yang menggunakan skala likert.

Sekaran (2008) memberikan


kriteria untuk mengetahui tingkat
reliabilitas
yaitu
sebesar
nilai
Cronbachs
Alpha.
Jika
nilai
Cronbachs Alpha sebesar 0,8-1
menunjukkan reliabilitas baik, nilai
sebesar 0,6-0,75 berarti reliabilitas
diterima, dan jika nilai Cronbachs
Alpha < 0,6 menunjukkan reliabilitas
kurang baik.
4.6.2 Uji Asumsi Klasik
4.6.2.1 Uji Normalitas
Pengujian ini dimaksudkan untuk
mengetahui
apakah
variabelvariabel
penelitian memiliki distribusi normal atau
tidak. Variabel yang memiliki distribusi normal
adalah apabila modelnya dapat memberi
estimasi bahwa Y sama atau mendekati
dengan nilai asal Y. Uji normalitas bertujuan
untuk menguji kenormalan distribusi variabel
dependen dan variabel independen. Uji
normalitas data pada penelitian dilakukan
dengan
menggunakan
grafik
normal
probability
plot
dengan
melihat
kecenderungan sebaran data terhadap garis
regresi (Santoso, 2000:206).

Homoskedastisitas
/
Non
Heteroskedastisitas
Tujuan uji homoskedastisitas
pada prinsipnya untuk menguji apakah
varian semua variabel adalah konstan
(sama), dalam arti tidak terjadi
hubungan antara variabel penggangu
dengan variabel bebasnya. Ini berarti
bahwa variasi nilai-nilai Y disekitar rataratanya tersebut adalah konstan untuk
semua X. Jika varian sama, maka
dikatakan
ada
homoskedastisitas.
Sedangkan jika varian tidak sama maka
dikatakan terjadi heteroskedastisitas
(Santoso, 2004:208). Untuk mendeteksi
ada
atau
tidaknya
gejala
homoskedastisitas
dapat
dilakukan
dengan cara melihat grafik plot antara
nilai prediksi variabel dependen yaitu
ZPRED dengan residualnya SRESID
(Ghozali,
2005:10
5).Uji
asumsi
heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi
terjadi varian dari residual dari

pengamatan lain (Santoso, 2000:209). Jika varian


dari residual tersebut berbeda, maka terjadi
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
model yang bebas dari gejala heteroskedastisitas.
4.6.3 Analisis Data
4.6.3.1 Teknik Analisis Data
Untuk
menjawab
permasalahanpermasalahan
penelitian disesuaikan dengan model hipotesis,
dimana untuk menguji hipotesis penelitian ini
menggunakan Analisis regresi moderasi (Moderated
Regression Analysis). Model Analisis regresi
moderasi (Moderated Regression Analysis) adalah
untuk mengetahui pengaruh antara variabel
independent terhadap variabel dependent dan
disertakan variabel moderating. Variabel moderating
adalah variabel yang memperkuat atau
Variabel independent dalam penelitian ini
yaitu : Gaya kepemimpinan transformasional,
sedangkan variabel dependent yaitu kinerja
pelayanan rumah sakit. Adapun model analisis
dalam penelitian ini dijelaskan dalam gambar
dibawah ini :

4.6.2.2

memperlema
hubungan
h
independent
terhadap
dependent (Ghozali, 2009).

variabel
variabel

Gambar 4.1 Model Analisis

4.6.
Pengujian Hipotesis
3.2
Adapun
pengujian
hipotesis
dilakuka
dengan
asum
sebagai
n
si
berikut :
Pengujian Hipotesis :
Bentuk rumusan persamaan matematis dari
analisis Analisis regresi moderasi
(Moderated Regression Analysis) yang
digunakan adalah sebagai berikut : Model
Persamaan pengujian Hipotesis

1: Y = 1X1 +e Model Persamaan pengujian Hipotesis


2: Y = 1X1 + 2X2 + 3X1*X2+ e Model Persamaan pengujian Hipotesis
3: Y = 1X1 + 2X3 + 3X1*X3+ e

Keterangan : X1 = Gaya kepemimpinan transformasional X2 = Budaya


kerja (variabel
moderasi) X3 = Good corporate governance X1*X2 = Interaksi antara

Kepemimpinan dengan Budaya X1*X3 = Interaksi antara Kepemimpinan


dengan GCG Y = Kinerja Pelayanan
1 = Koofisien Regresi Sederhana pengujian hipotesis 1

Ha diterima jika 10, dengan kata lain ada pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependent.
H0 diterima jika 1=0, dengan kata lain variabel independent tidak berpengaruh
terhadap variabel dependent. Pengujian ini dilakukan dengan derajat bebas/degree
of freedom 95% = 0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Gambaran Umum Kota Ambon
Kota Ambon merupakan ibukota propinsi kepulauan Maluku. Dengan sejarah
sebagai wilayah perdagangan rempah
2
= Koofisien
MRA
pengujian
terkenal, membentuk pengembangan kota
hipotesis
sebagai
penghubung
dan
pusat
2
perdagangan,
pendidikan,
budaya
dan
3
= Koofisien
MRA
pengujian
pengembangan.
Kota
Ambon
berdiri
pada
hipotesis
tahun 1500-1600 setelah Benteng Nossa
3
e
= Error
Seinhora da Annunciada didirikan oleh
bangsa Portugis. Belanda kemudian mengambil alih pada tahun 1602 dan mengubah menjadi
Benteng Kasteel Victoria dengan melakukan pembangunan kembali dan perluasan, hingga
seperti sekarang. Masyarakat Kepulauan Maluku merasa aman untuk tinggal dan bekerja di

sekitar benteng hingga sekarang, kota Ambon atau "Ambon Manise" yang berarti " Ambon
yang Cantik". Kota Ambon adalah Ibu Kota Propinsi Maluku, memiliki luas wilayah luas
wilayah Kota Ambon sebesar 377 km per segi, dengan luas Daratan sekitar (km2) 359,45
Km, sedangkan Luas Wilayah Laut (km2) seluas 17,55 Km, dengan jumlah penduduk (jiwa)
330.355 jiwa (Sensus Penduduk 2010). Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam
wilayah pulau Ambon, dan secara geografis terletak pada posisi: 3 o-4o Lintang Selatan dan
128o-129o Bujur Timur.

5.2. Deskripsi Karakteristik Responden


Dibawah ini disajikan tabel hasil dari pengumpulan kusioner yang telah di isi oleh responden
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.1

Pengiriman dan tingkat pengembalian


kuisioner

Sumber
primer
(2010)
setelah

No
1.
2.
3.
4.
5.

Keterangan
Kuisioner yang didistribusikan
Kusioner yang kembali
Kusioner yang tidak kembali
Kusioner yang rusak/tidak lengkap
Kusioner yang diolah
Respon rate

Kuisioner
99
86
7
6
86
71,6 %

: Data
diolah

dilakukan proses tabulasi data


5.1.1 Karakteristik Responden
maka diperoleh gambaran bahwa
Berdasarkan Jenis Kelamin
jumlah responden berdasarkan jenis
Adapun hasil penelitian
kelamin responden dapat dilihat pada
Keterangan
Unsur Pimpinan

Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan

Jumlah
Pasien

Laki-Laki
Perempuan

Jumlah

Total
37
49
86
45
41
86

Presentase (%)
43
57
100
52
48
100

terhadap 86 responden yang terdapat


Tabel 5.2. sebagai berikut:

mah sakit se-Kota Ambon, Tabel 5.2 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Data primer diolah (2010)
5.1.2 Karakterisrik Responden Berdasarkan Usia
Setelah dilakukan tabulasi terhadap keseluruhan responden maka diperoleh
gambaran responden berdasarkan usia tampak pada tabel berikut :

Tabel. 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


diolah (2010) Tingkat

Jumlah Responden
Persentase
Persentase
Tabel 5.5 Responden(%)
berdasarkan Pasien
Jabatan
(%)
15 24 Jabatan
tahun
10
Jumlah
Persentase (%)12
25 - 35 tahun
27
31
23
27
Wakil Direktur (Top Manager)
8
8
36 -45 tahun
36
42
29
34
Kabag/kabid (middle manager)
33
38
46 - 55 tahun
21
24
9
10
Kasubag/kasubid (Low Manager)
45
52
> 55 tahun
2
02
15
17
Total
86
100
Total
86
100
86
100
Usia (Tahun)

Unsur Pimpinan

pendidikan responden pada Rumah Sakit Umum se-Kota


5.1.3 Karakteristik Responden
Ambon yang menjadi responden dalam
Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Manajer

Setingkat SLTA
D3
S1
S2
Total

Jumlah Responden
Persentase (%)
Pasien

8
41
30
7
86

9
48
35
08
100

56
9
16
5
86

Persentase
(%)
65
10
19
06
100

penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5.4 Tingkat Pendidikan Responden
Sumber : Data Primer diolah (2010)
5.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan
Berdasarkan status jabatan responden diperlukan dalam penelitian ini karena
dengan menduduki jabatan struktural pimpinan/unsur pimpinan (kabag dan kabid, maka akan
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Tabel 5.5 menunjukkan data responden yang
menduduki jabatan struktural pada Rumah Sakit yang ada di kota Ambon.
Tabel 5.5 menunjukkan responden yang sementara menduduki jabatan wakil
direktur (top manager) sebanyak 8 orang (8%), Kepala bagian/bidang (middle manager)
sebanyak 33 orang (38%), kepala sub bagian/sub bidang (low manager) 45 orang (52%).
Data mengindikasikan bahwa jabatan unsur pimpinan rumah sakit sesuai dengan struktur
organisasi, dan tentunya garis pertanggungjawaban sesuai dengan job description. Hal ini
akan sangat berpengaruh pada gaya kepemimpinan terhadap kinerja pelayanan.
Sumber : Data Primer diolah (2010)

5.2 Deskripsi Hasil Penelitian


5.2.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional (X1)
Gaya kepemimpinan tranformasional merupakan suatu tipe pemmpin yang dapat

memtransformasi para pengikut dengan bertindak sebaga pelatih, guru atau mentor. Gaya
kepemimpinan transformasional diukur dengan 4 indikator, yaitu pengaruh ideal, perilaku
pemimpin, stimulasi intelektual dan pertimbangan individu. Gaya kepemimpinan
tranformasional di ukur dengan menggunakan skala likert dengan skala 1 sampai 5. Berikut
ini adalah disajikan rata-rata item jawaban untuk setiap indikator pada variabel gaya
kemimpinan tranformasional yang nampak pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Variabel Gaya Kepemimpinan Transformasional

Sumber : Data primer diolah 2010

rekwensi (F) dan Persentse (%) Jawaban Responden

Rata-Rata

STS (1)
Item Pertanyaan
F

F
F
%
F
%
%
%
F
X1.1.1 Pemimpin menyampaikan misi dengan antusias X1.1.2 Pemimpin membuat misi organisasi
terlihat penting)

TS (2)
F

0,00

0,00

0,
0
0
0,
0
0

2
2

0,00

0,
0
0

3,
4
9

4
0

Mean X1.1
X1.2.1 Pemimpin membangkitkan sikap positif bagi bawahan X1.2.2 Pemimpin menanamkan sikap
setia bagi organisasi
0

Mean X1.2

0,00

3,
4
9
5,
8
1

2
5,
5
8
4
6,
5
1

Nilai rata-rata 3,97 jawaban


responden dari angka ini menjelaskan
bahwa pemimpin setuju dengan gaya
kepemimpinan transformasional yang

diterapkan pimpinan rumah sakit dengan indikator


Idealized Influenced (X1.1), Inspiration Motivation
(X1.2),
Intelectual
Stimulation
(X1.3),
Individualized Consideration (X1.4).

5.2.2 Budaya Kerja (X2)


Budaya kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dari perilaku yang menjadi kebiasaan.
Nilai-nilai tersebut bermula dari adat-istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan
pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan tersebut dinamakan
budaya atau mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja.
Budaya kerja (X2) diukur dengan lima indikator yaitu kejujuran (X2.1), ketekunan (X2.2),
Kreativitas (X2.3), kedisiplinan (X2.4), ilmu pengetahuan dan teknologi (X2.5) dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :

rekwensi (F) dan Persentse (%) Jawaban


Responden
STS (1)

Item Pertanyaan
F
F
Sikap dan moral yang terpuji
X2.
1

0,00

0,00

0,00

Mean X2.1
Teliti serta mendalami satu pekerjaan
X2.
2

Mean X2.2
X2.
3.1
X2.

Menciptakan ide-ide baru dalam pekerjaan Memberikan penghargaan bagi pegawai yang kreatif

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Variabel Budaya Kerja

Sumber : Data primer diolah 2010


Nilai rata-rata 4,05 jawaban
responden dari angka ini menjelaskan
bahwa
pemimpin
dan
bawahan
mengenal budaya kerja masing-masing
organisasi dengan baik, dan turut
mempengaruhi
budaya
organisasi
rumah sakit.

5.2.3

Implementasi
Good
ccorporate
Governance
(GCG) (X3)

Corporate governance adalah suatu sistem


yang dipakai Board untuk mengarahkan dan
mengendalikan
serta
mengawasi
(directing,
controlling, and supervising) pengelolaan sumber
daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis,
dan produktif (E3P) dengan prinsip-prinsip
transparan, accountable, responsible, independent,
dan fairness (TARIF) dalam rangka mencapai tujuan
organisasi.
Implementasi
good
corporate
governance (GCG) diukur dengan lima indikator
yaitu : transparansi (X3.1), akuntabilitas (X3.2),
responsibility (X3.3),

independensi (X3.4), dan Fairness (X3.5) dapat dilhat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.8

rekwensi (F) dan Persentse (%) Jawaban


Item Pertanyaan

STS (1) F
F

X3.
1.1
X3.
1.2

Keterbukaan informasi baik keuangan


maupun non keuangan Pengkomunikasian
informasi
9
8

1
0,
4
7
9,
3
0

1
8
1
6

2
0
,
9
3
1
8
,
6
0

3
0
2
7

3
4,
8
8
3
1,
4
0

1
7
19,77
29,07

2
5

Mean X3.1

1
2
1
0

13
,9
5
11
,6
3

3,
06
3,
15

3,
11

Distribusi Frekuensi Variabel Implementasi Good Corporate Governance (GCG)


Sumber : Data primer diolah 2010.

Nilai rata-rata 3,25 jawaban responden dari angka ini menjelaskan bahwa pemimpin
dan bawahan telah menerapkan kelima prinsip GCG namun perlu untuk lebih
ditingkatkatkan lagi terutama pengengungkapan informasi dengan lebih transparan lagi
sehingga pihak luar yang berkempentingan juga dapat mengakses informasi tersebut
dengan mudah.
5.2.4 Kinerja Pelayanan (Y1)
Kinerja pelayanan dapat diartikan sebagai suatu prestasi atau kemampuan seseorang dalam
rekwensi (F) dan Persentse (%) Jawaban
Responden

Item Pertanyaan
S
T
S
(
1
)

Ra
taRa
ta

S
S
(
5
)
%

Y1
.1

Memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan

Y1

Tanggung jawab terhadap mutu layanan yang

1
0,
4
7
9,

1
8

2
0,
9
3
1

3
0

3
4,
8
8
3

1
7

19,77

29,07

1
2

13
,9
5

3,
06

menyelesaikan suatu pekerjaan. Kinerja pelayanandiukur dengan 7 indikator yakni : realibel


(Y1.1), responsiveness (Y1.2), competence (Y1.3), courtese (Y1.4), credibility (Y1.5), security
(Y1.6) dan understanding the customer (Y1.) dapat dilihat pada table dibawah ini :
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Pelayanan
Sumber : Data primer diolah 2010

Rerata (mean) frekuensi jawaban responden terhadap variabel kinerja pelayanan (Y1)
yakni sebesar 3,16 angka tersebut menjelaskan bahwa pimpinan dan bawahan rumah sakit
mempunyai kinerja yang baik dalam memberikan pelayanan kepada pasien hal ini jelas terlihat
pada nilai mean dari masing-masing indicator 1) reliable 2) responsiveness 3) competence 4)
courtesy 5) credibility 6) security 7) understanding the costumer.

5.4.3 Uji Asumsi Klasik


5.4.4 Uji Heteroskedastisitas
Untuk lebih jelasnya hasil uji heteroskedastisitas tersebut disajikan pada gambar
berikut ini.

Gambar 5.1 Hasil Pengujian Scatterplot untuk Kinerja Pelayanan


Gambar di atas menerangkan bahwa diperoleh pola yang acak pada scatter plot nilai
residual dan prediksi. Pola acak in mengindikasikan bahwa pada hasil penaksiran koefisien MRA

kenormalan data pada lima variabel penelitian.


Kenormalan data dapat diditeksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal
dari grafik. Dasar pengambilan keputusan: a) Jika data menyebar di sekitar garis
tida
k
het
ero
5.4.
5

diagonal dan mengikuti arah garis


diagonal, maka model penelitian
memenuhi asumsi normalitas, atau
dengan kata lain data berdistribusi
normal.
Uji Normalitas
pengujia
b) Sebaliknya, jika data menyebar jauh
Berikut ini hasil
n
dari garus diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model penelitian tidak memenuhi asumsi
mengandung
skedastisitas.

masalah

normalitas, atau dengan kata lain data tidak berdistribusi normal (Santosa, 2000:214).
Dari garfik di atas, terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya
mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel

endogen berdasarkan masukan dari variabel exogen-nya.

5.5 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan


5.5.1 Pengujian Hipotesis 1
Tabel 5.15 Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh terhadap kinerja pelayanan. Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa nilai t hitung sebesar 6,508 dengan signifikansi 0,000 lebih kecil dari nilai p value 0,05
sehingga H0 ditolak artinya koefisien jalur signifikan.

Variabel
independen
X1

Beta

t
hitung
6,508

Sig

0,07
0,000
1
Variabel dependen: Kinerja Pelayanan R
Square : 0,283

Dengan demikian, dapat disimpulkan


bahwa gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh
terhadap kinerja pelayanan.
5.5.2 Pengujian Hipotesis 2
Variabel
independen

Beta

t
hitung
0,329

Sig

0,43
0,743
8
Variabel dependen : Kinerja Pelayanan
R Square : 0,213
X1*X2

Tabel 5.16 Pengujian Hipotesis 2


Hipotesis kedua yang diajukan
dalam penelitian ini adalah budaya kerja
memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja pelayanan.
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa
nilai t hitung sebesar 0,329 dengan
signifikansi 0,743 lebih besar dari nilai p
value 0,05 sehingga H0 diterima artinya
koefisien jalur tidak signifikan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa budaya
kerja tidak memoderasi hubungan antara
gaya kepemimpinan transformasional kinerja
pelayanan.

5.5.3 Pengujian Hipotesis 3


Tabel 5.17 Pengujian Hipotesis 3
Variabel
independen

Beta

t
hitung
3,469

pelayanan. Berdasarkan tabel diatas diketahui


bahwa nilai t hitung sebesar 3,469 dengan
signifikansi 0,000 lebih kecil dari nilai p value 0,05
sehingga H0 ditolak artinya koefisien jalur signifikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
penerapan GCG memoderasi hubungan antara
gaya kepemimpinan transformasional terhadap
kinerja pelayanan.
Jawaban terhadap masalah penelitian tersebut
Korelasi

Koefisien
MRA
0,071*)
0,438

T
Statistik
6,508
0,329

X1Y
X1*X2
Y
X1*X3
0,148*)
3,469
Y
*) Signifikan pada alpha 5%

R
Square
0,283
0,213

Keteranga
n
Signifikan
Tidak
sigifikan

0,856

Signifikan

dapat dirinkas pada tabel dibawah ini:


Tabel 5.18
Hasil Analisis MRA

Berdasarkan hasil estimasi yang digambarkan


pada model dengan pendekatan Moderasi di atas,
maka dapat dibuat hasil persamaan moderasi
sebagai berikut :
1
Model Persamaan pengujian Hipotesis 1:
Y = 0,071X1 + e
2
Model Persamaan pengujian Hipotesis 2:
Y = 0,435X1 + 0,054X2 + 0,438X1*X2 + e
3
Model Persamaan pengujian
Hipotesis 3: Y = 0,030X1 + 0,884X3 +

Sig

0,14
0,006
X1*X3
8
Variabel dependen: Kinerja Pelayanan R
Square : 0,856

Hipotesis ketiga yang diajukan


dalam penelitian ini adalah good
corporate
governance
memoderasi
pengaruh
gaya
kepemimpinan
transformasional
terhadap
kinerja

0,148X1*X3 + e

Hasil pengujian analisis MRA ini menghasilkan


koefisien regresi yang digambarkan pada model
penelitian sebagai berikut :

0,43 0,071*)

0,

5.5.4 Pengaruh Gaya kepemimpinan


transformasional
terhadap
Kinerja Pelayanan.

atau kinerja. Lebih lanjut Burns dalam Haryono (2002)

Hasil penelitian ini menunjukan


bahwa gaya kepemimpinan transformasional
berpengaruh
positif
terhadap
kinerja
pelayanan. Hal ini dapat diinterpretasi bahwa
semakin
tinggi
gaya
kepemimpinan
transformasional maka akan meningkatkan
kinerja pelayanan. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Elonkov,
(2000), Borrill, et al (2005), Waldman et al,
(2005), dan Ogbonna dan Harris, (2000) yang
menemukan hubungan positif dan signifikan
antara kepemimpinan terhadap kinerja
pelayanan.

menaikan diri ke tingkat moralitas dan memotivasi yang lebih

Demikian
pula
dengan
penelitian Jabnoun dan Rasasi (2005)
yang menemukan bahwa pasien secara
umum terpuaskan dengan jasa kualitas
rumah sakit, karyawan rumah sakit
memberikan penilaian rendah terhadap
para pemimpin mereka dalam kaitan
dengan kepemimpinan transformasional.
Jasa kualitas secara positif berhubungan
dengan semua dimensi kepemimpinan
transformasional.
Trisnaningsih (2007) dalam
penelitiannya di KAP menemukan
bahwa
Gaya
kepemimpinan
berpengaruh langsung terhadap kinerja
auditor.
Hasil
penelitian
ini
mengindikasikan
bahwa
gaya
kepemimpinan dalam KAP sebagai
faktor yang dominan dalam menentukan
dan pembentukan karakter perusahaan.
Selanjutnya karakter perusahaan akan
mempengaruhi output dari kinerja
auditor.
Budaya
organisasi
tidak
berpengaruh langsung terhadap kinerja
auditor. Begitupula dengan Xenikou dan
Simosi (2006) menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional dan
orientasi
humanistic
mempunyai
pengaruh positif yang tidak langsung
terhadap kinerja melalui orientasi
prestasi.
Kepemimpinan berperan besar dalam mencapai
sasaran dan tujuan kerja, dimana sasaran atau
tujuan yang ingin dicapai adalah berupa prestasi

menyatakan

bahwa

kepemimpinan

transformasional

merupakan upaya para pemimpin dan pengikut saling


tinggi pada tatanan pekerjaan. Para pemimpin tersebut
mencoba menimbulkan kesadaran dari pengikut dengan
menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral
seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusian.

Pemimpin
transformasional
mendesain
dan
mengimplementasikan system dan mengerjakan
kepada karyawan untuk menjadi self leader.
Pendekatan ini
merupakan perluasan dari
seperangkat perilaku yang seluruhnya diharapkan
dapat menyediakan formula kepada para pengikut
perilaku dan ketrampilan kognitif yang diperlukan
untuk melatih mereka menjadi self leadership. Self
leadership ini dipandang sebagai suatu peluang
kekuatan untuk mencapai kinerja yang tinggi
daripada suatu tantangan terhadap control dari luar
dan kewenangan.
5.5.5
Pengaruh
Gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap Kinerja Pelayanan
dimoderasi oleh budaya kerja.
Hasil pengujian pengujian menunjukkan
bahwa budaya kerja tidak memoderasi hubungan
antara gaya kepemimpinan transformasional dan
kinerja pelayanan. Hal ini dapat diinterpretasi bahwa
budaya kerja tidak dapat meningkatkan kinerja
pelayanan rumah sakit. Hasil ini tidak sejalan
dengan temuan Temalagi (2010) yang menunjukan
bahwa para manejer rumah sakit telah mengenal
budaya organisasinya dengan baik, dan turut
mempengaruhi budaya organisasi rumah sakit
tersebut. Tobing (2006) menemukan bahwa budaya
organisasi dapat meningkatkan kepuasan kerja,

komitmen organisasi dan kinerja, terdapat


keterkaitan antara budaya dan komitmen organisasi
yang mampu mendukung gaya kepemimpinan

dalam
mendukung
tercapainya
peningkatan kinerja pelayanan.

Penelitian ini menemukan gap riset


yang menyatakan bahwa adanya budaya
kerja rumah sakit ternyata tidak akan
memperkuat hubungan gaya kepemimpinan
terhadap peningkatan kinerja pelayanan. Hal
ini dapat disebabkan oleh beberapa hal
antara lain: a) Budaya diartikan juga sebagai

seperangkat perilaku, perasaan dan


kerangka
psikologis
yang
terinternalisasi sangat mendalam
dan dimiliki bersama oleh anggota
organisasi, namun ternyata untuk
merubah sebuah budaya harus pula
merubah paradigma orang yang
telah melekat dalam diri anggota
organisasi. Ini yang relatif sulit
dilakukan pada organisasi Rumah
Sakit di Kota Ambon yang memiliki
budaya relative panatik, yang sulit
untuk menyesuaikan dengan budaya
yang datang dari luar. Proses
adaptasi memerlukan waktu yang
relative lama, sehingga keberadaan
budaya belum mampu memperkuat
hubungan
gaya
kepemimpinan
dengan kinerja pelayanan.
b) Budaya kerja dibangun dan
dipertahankan berdasarkan filsafat
pendiri atau pimpinannya yang
memang memahami budaya lokal
secara
maksimal.
Tindakan
pimpinan akan sangat berpengaruh

terhadap perilaku yang dapat diterima, baik dan


yang tidak. Namun pada kenyataan sebagian
besar pimpinan Rumah Sakit tidak menguasai
budaya lokal sebagai landasan yang dominan
dalam membentuk budaya kerja pada Rumah
Sakit di Kota Ambon, sehingga budaya kerja
belum mampu memperkuat hubungan gaya
kepemimpinan dengan kinerja pelayanan.
c) Secara teoritis budaya akan melekat pada diri
individu pemimpin yang secara langsung
meningkatkan kinerja. Namun ada faktor
penghambat, kenapa budaya tidak dapat
mendukung pemimpin meningkatkan kinerja, hal
tersebut adalah kecocokan untuk situasi atau
lingkungan. Kotter dan Heskett dalam (Ndraha,
2003 ) menyimpulkan betapa pun kuatnya
budaya dan cocok untuk situasi atau lingkungan,
tetapi tidak untuk situasi lainnya sehingga
diperlukan dimensi lain yaitu ketepatan dan
kecocokan.
Budaya
yang
kuat
namun
pelaksanaannya tidak sesuai dengan situasi
sesungguhnya dapat mengakibatkan orang
berperilaku menghancurkan, sehingga hanya
budaya kerja yang mendukung satuan kerja
atau organisasi untuk mengantisipasi dan
menyesuaikan
diri
dengan
perubahan
lingkunganlah yang dapat menunjukan kinerja
yang tinggi (Ndraha, 2003:124).
5.5.6
Pengaruh
Gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap Kinerja Pelayanan
dimoderasi oleh GCG.

Hasil pengujian model ketiga


di atas, nilai koefisien MRA untuk
variabel penerapan GCG sebesar
0,148, koefisien tersebut menunjukkan
besarnya
pengaruh
gaya
penelitian

i
n
i

GCG
penerapan

memoder
pengaruh
gaya
asi
kepemimpina
terhadap
kinerj
n
a
pelayanan.
Hasil
sejalan
deng
kepemimpinan ini terhadap
kinerja

pelayanan pimpinan rumah sakit yang


dimoderasi oleh penerapan GCG.
Secara statistik hasil
menunjukkan secara kualitatif bahwa
beberapa
dimensi/prinsip
Good
Copporate
Governance
yaitu
transparansi, kemandirian, keadilan, dan
akuntabilitas berpengaruh pada kinerja
Organisasi Layanan Publik. Hasil
penelitian ini juga menunjukan bahwa
secara
umum
pelayanan
publik
dikatakan baik, ketika masyarakat
dengan mudah mendapatkan pelayanan
dengan prosedur yang tidak panjang,
biaya murah, waktu pelayanan cepat,
dan sedikit atau tidak ada keluahan
masyarakat atas pelayanan yang
diterimanya.
Namun temuan ini tidak sejalan
dengan penelitian Trisnaningsih (2007)
yang menyatakan bahwa di KAP
pemahaman good governance tidak
berpengaruh langsung terhadap kinerja
auditor. Secara implisit pemahaman
good governance dapat meningkatkan
kinerja.
Gaya
kepemimpinan
berpengaruh langsung terhadap kinerja
auditor.
Hasil
penelitian
ini
mengindikasikan
bahwa
gaya
kepemimpinan dalam KAP sebagai
faktor yang dominan dalam menentukan
dan pembentukan karakter perusahaan.
Selanjutnya karakter perusahaan akan
mempengaruhi output dari kinerja
auditor.
Budaya
organisasi
tidak

berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor.


Isu seputar corporate governance tidak hanya berkaitan
dengan masalah bisnis dan ekonomi, tetapi juga berkaitan
dengan soal sosial-politik. Corporate governance sangat
membantu mendorong transparansi dan akuntabilitas para
pengelola organisasi. Hal ini memberi keuntungan
secara keseluruhan bagi masyarakat karena
adanya pengaruh transparansi dan akuntabilitas di
sektor-sektor publik (Surya dan Yustiavandana,
2006:8-9).

Prinsip-prinsip good corporate


governanc
meliput
e
i
(transparan
cy),
(accountability),

transparansi
akuntabilitas
responsibilita

(responsibility), independensi serta kewajaran dan


kesetaraan (fairness) diperlukan untuk mencapai
kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan
dengan memperhatikan pemangku kepentingan
(stakeholders).
Prinsip transparansi untuk menjaga
obyektivitas dalam menjalankan bisnis, organisasi
harus menyediakan informasi yang material dan
relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Prinsip
akuntabilitas adalah bahwa organisasi harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus
dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Prinsip dasar
responbilitas adalah organisasi harus mematuhi
peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai good corporate
citizen. Prinsip dasar kemandirian adalah untuk
melancarkan pelaksanaan asas GCG, organisasi
harus dikelola secara independen sehingga masingmasing bagian dalam organisasi tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
lain. Prinsip dasar kewajaran dan kesetaraan adalah
bahwa dalam melaksanakan kegiatannya, rumah
sakit harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemilik dan pemangku kepentingan lainnya
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Dengan demikian dapat disimpulkan


bahwa konsep corporate governance
dapat memperkuat pengaruh
kemepimpinan terhadap pencapaian
kinerja pelayanan pimpinan pada
organisasi Rumah Sakit di Kota Ambon.

PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya dengan mengacu pada
beberapa teori dan hasil penelitian
sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut: 1) Gaya
kepemimpinan

transformasional berpengaruh positif


terhadap kinerja pelayanan. Hal ini
menjelaskan
bahwa
gaya
kepemimpinan
transformasional
yang dicirikan dengan pengaruh
ideal, motivasi inspirasi, stimulasi
intelektual
dan
pertimbangan
individu yang diterapkapkan oleh
pemimpin organisasi rumah sakit
berperan besar dalam mencapai
sasaran dan tujuan kerja, dimana
sasaran atau tujuan yang ingin
dicapai adalah berupa prestasi atau
kinerja terhadap pelayanan yang
diberikan.
2) Budaya kerja tidak memoderasi
pengaruh
gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja
pelayanan.
Hasil
studi
ini
menjelaskan bahwa budaya kerja
yang diterapkan oleh organisasi di
kota
Ambon
tidak
dapat
meningkatkan kinerja pelayanan.
Hal ini disebabkan oleh upaya untuk
merubah sebuah budaya harus pula
merubah paradigma orang yang
telah melekat dalam diri anggota
organisasi. Ini yang relatif sulit
dilakukan pada organisasi Rumah
Sakit di Kota Ambon yang memiliki
budaya relatif panatik, yang sulit
untuk menyesuaikan dengan budaya
yang datang dari luar.
3) Penerapan Good Corporate
Governance memoderasi pengaruh
gaya
kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja
pelayanan.
Hasil
studi
ini
menjelaskan bahwa prinsip Good
Corporate Governance yang di
bentuk
oleh
transparansi,

akuntabilitas,
pertanggungjawaban,
kemandirian,
kesetaraan
dan
kewajaran
berpengaruh
pada
peningkatan
kinerja
pelayanan rumah sakit. Hal ini menjelaskan
bahwa umumnya pelayanan publik dikatakan
baik, ketika masyarakat dengan mudah
mendapatkan pelayanan dengan prosedur yang
tidak panjang, biaya murah, waktu pelayanan
cepat, dan sedikit atau tidak ada keluhan
masyarakat atas pelayanan yang diterimanya.
6.2 Keterbatasan
Berdasarkan verifikasi sampel dan hasil pengujian
terhadap hipotesis, maka beberapa keterbatasan
atau faktorfaktor yang tidak dapat diantisipasi dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan 1. Bagi


penelitian selanjutnya
penentuan sampel secara purposive,
sehingga tidak memungkinkan
setiap elemen (unit) dalam polulasi
menjadi responden. Sebagai
tambahan penentuan responden
dilakukan dengan kriteria tertentu
sesuai dengan tujuan penelitian
sehingga tidak dapat diperoleh
tingkat rendom yang tinggi
sebagai syarat generalisasi yang
baik.
2. Penelitian ini dilakukan hanya di
wilayah Propinsi Maluku, yaitu
Kota Ambon sehingga hasil
penelitian belum dapat
digeneralisir ke semua objek.
Dengan kata lain validitas
eksternal dari hasil penelitian ini
masih rendah.
3. Kuisioner yang dibagikan tidak
semuanya terkumpul dan
sebagian tidak lengkap, hal ini
disebabkan karena ketidaksediaan
beberapa manajer rumah sakit
untuk menjadi responden.
4. Kurangnya pemahaman dari
responden terhadap pertanyaanpertanyaan dalam kuisioner serta
sikap kepedulian dan keseriusan
dalam menjawab semua
pertanyaan-pertanyaan yang ada.
Masalah subjektivitas dari
responden dapat mengakibatkan
hasil penelitian ini rentan terhadap
biasnya jawaban responden.
6.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah diuraikan diatas, maka ada
beberapa
saran
yang
perlu
ditindaklanjuti,
baik
untuk
pengembangan
pengetahuan
bagi
peneliti selanjutnya terutama dibidang
akuntansi sektor publik maupun bagi
manajemen rumah sakit. Adapun yang
dapat disarankan dari penelitian ini,
sebagai berikut:
disarankan,

a. Untuk menguji pengaruh variabel


lainnya dengan menggunakan budaya
organisasi sebagai variabel

moderating agar dapat diketahui pengaruh


kontijensi variabel tersebut terhadap peningkatan
kinerja pelayanan pimpinan rumah sakit.
b. Untuk mencoba mengeneralisasikan penelitian
ini pada organisasi rumah sakit yang berada di
kota atau daerah lain, ataupun di organisasi nonrumah sakit. baik swasta, BUMN, maupun dalam
organisasi pemerintahan. Mengingat penelitian ini
dilakukan pada rumah sakit di kota Ambon, yang
mana secara tidak langsung gaya kepemimpinan
dan budaya organisasi sangat dipengaruhi oleh
faktor geografis, ekonomi, sosial dan budaya.
c. Untuk memperluas kajian di bidang analisis
regresi moderasi mengingat alat analisis ini
penting untuk mengukur suatu teori sebagai
dasar guna mengembangkan wawasan keilmuan.
Walaupun analisis regresi moderasi bukan untuk
menurunkan teori, tetapi setidaknya alat ini
mampu membuktikan akan kebenaran suatu teori
yang sering digunakan.
2.

Bagi unsur pemimpin rumah sakit dalam


melaksanakan tugasnya dapat mengadopsi
gaya
kepemimpinan
transformasional
mengingat gaya kepemimpinan ini merupakan
new leadership dalam melakukan transformasi
agar kinerja pelayanan dapat terbentuk dengan
baik sesuai dengan keinginan seluruh anggota
organisasi (manajer dan karyawan).

3.

Bagi pengelola rumah sakit,


diharapkan
dapat
mendukung
pelaksanaan
otonomi
daerah
dalam meningkatkan kinerja yang
baik melalui penerapan good
corporate governance di rumah
sakit dengan memasukkan aspekaspek yang terkait dengan good
corporate
governance
serta
memberikan
acuan
untuk
mengetahui tingkat kemampuan
budaya
organisasi
dalam
mendorong pelaksanaan good
corporate
governance
untuk
mendukung peningkatan kinerja
pelayanan.

6.4 Implikasi Penelitian


Hasil
temuan
penelitian
ini
memiliki beberapa implikasi, baik untuk
pengembangan teori maupun untuk
kepentingan manajerial rumah sakit,
antara lain sebagai berikut:

6.4.1 Implikasi Teoritis


Hasil
penelitian
dapat
memberikan implikasi dan kontribusi
bagi pengembangan teoritis dan ilmu
pengetahuan, antara lain sebagai berikut
:
1. Hasil temuan ini memberikan
kontribusi
atas
kajian
teori
kepemimpinan
transformasional,
yang dapat mempengaruhi para
pengikut
dengan
menimbulkan
emosi yang kuat dan indentifikasi
dengan pemimpin tersebut, namun
mereka dapat juga mentransformasi
para pengikut dengan bertindak
sebagai seorang pelatih, guru atau
mentor. Pemimpin transformasional
mendesain
dan
mengimplementasikan sistem yang
ditujukan kepada karyawan untuk
menjadi self leader, khususnya pada
organisasi rumah sakit,
yang
memiliki berbagai unit organisasi.

1
Hasil temuan ini memberikan
kontribusi atas kajian teori Budaya
yang diartikan juga sebagai
seperangkat perilaku, perasaan dan
kerangka psikologis yang

terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki


bersama oleh anggota organisasi. Budaya dalam
penelitian ini bertindak sebagai faktor yang
memperkuat atau memperlemah hubungan
antara kepemimpinan dengan kinerja pelayanan,
walaupun dalam hasil penelitian ini budaya tidak
memberikan efek moderasi.
2
Hasil temuan ini memberikan kontribusi
atas kajian konsep good corporate governance
yang merupakan suatu sistem yang mengatur
bagaimana suatu perusahaan atau organisasi
dijalankan (operasi) dan dikontrol atau sebagai
tata kelola perusahaan (organisasi). Good
corporate governance dalam penelitian ini
bertindak sebagai faktor yang memperkuat atau
memperlemah hubungan antara kepemimpinan
dengan kinerja pelayanan. Hasil penelitian
menunjukkan bawha GCG memperkuat
hubunngan antara kepemimpinan dengan kinerja
pelayanan. Pemimpinan rumah sakit telah
menggunakan prinsip-prinsip GCG dalam aktifitas
organisasi, sehingga tercapai kinerja pelayanan
yang maksimal.
6.4.2 Implikasi Praktis
Hasil penelitian dapat memberikan implikasi dan
kontribusi bagi praktik di organisasi rumah sakit,
antara lain sebagai berikut:
1. Upaya untuk mencapai kinerja pelayanan salah
satunya adalah dengan cara menerapkan gaya
kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan
transformasional merasa adanya kepercayaan,
kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap
pemimpin dan mereka termotivasi untuk
melakukan lebih daripada yang awalnya
diharapkan. Pemimpin tersebut mentransformasi
dan memotivasi para pengikut dengan : 1)
membuat mereka lebih sadar mengenai
pentingnya hasilhasil suatu pekerjaan; 2)
mendorong mereka untuk lebih mementingkan
organisasi atau tim daripada kepentingan diri
sendiri dan 3) mengaktifkan kebutuhankebutuhan mereka pada yang lebih tinggi.
Dalam upaya untuk mencapai kinerja pelayanan
yang maksimal, pemimpin organisasi rumah
sakit harus menerapkan perinsip-perinsip good
corporate governance. Prinsipprinsip good
corporate governance

2005. The Relationship Between Leadership


and Trust Performance, Aston Buiness School
Aston University Birmingham B4 7 ET.

(responsibility),
independensi
serta
kewajaran dan kesetaraan (fairness)
diperlukan
untuk
mencapai
kesinambungan usaha (sustainability)
perusahaan dengan memperhatikan
pemangku kepentingan (stakeholders).

DAFTAR PUSTAKA
Ani, S.L dan Werdati, S dan Utarini, A.
2001. Harapan Konsumen
Terhadap
Pelayanan
Keperwatan : Penelitian
Kualitatif di RSU Dharma
Yadnya
Depansar
Bali.
Jurnal
Manajemen
Pelayanan Kesehatan 04
(01) : 13-17.
Achsin.

M. 1999. Analisis Dimensi


Kualitas
Layanan
Yang
Mempengaruhi
Kepuasan
yang
meliputi
transparansi
(transparancy),
akuntabilitas
(accountability),
responsibilita
s
Berdasarkan Presepsi Pasien
Pada
Rumah
Sakit
Muhammadiyah Jawa Timur,
Tesis, Universitas Brawijaya
Malng.
Arikunto, S. 2002. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis, Rineka Cipta, Jakarta.
Bass, B.M. 1996. A new paradigm
of leadership; An inquiry into
transformasional
leadership.
Alexandria,
VA:U.S,
Army
Research Instutute for Behavioral
and Social Sciences.

Bass, B.M dan Avolio, B.J. 1994.


Improving
Organizational
Effectiveness
Thorugh
Transformasional
Leadership.
Thousand
Oaks
SAGE
Publication, San Diego, CA.
Bernardin, H.J dan Russel,
J.C.A. 1993. Human Resources
Management : AnExperimental
Approach. Mc. Graw Hill Inc.
Singapore.
Borrill, C.S dan Dawson, J.F.

Brackertz. N. 2006. Relating Physical And


Service Performance In Local Government
Community Facilities, Academy
Management Journal, 24 (8)
801.
Burns, J.M.G. 1978. Transactional and
Transformational Leadership. (In Hickman
GR). Leading Organization Perspective for a
New Era. Sage Publication London.

Day,

Daniri, M.A. 2005. Good Corporate


Governance Konsep dan Penerapannya
dalam Konteks Indonesia. Ray Indonesia,
Jakarta.
D.V dan Lord, R.G. 2001. Executive
Leadership and Organizational Performance
: Sugestions for New Theory and
Methodology, Journal of Management. (14)
453

Cetakan Pertama, Yogyakarta.


Hofstede, G.H. 1997. Culture and
Organization: Software of the Mind. Dalam
Sobirin, Achmad. 1997. Organizational
Culture:
Konsep,
Kontroversi,
dan
Manfaatnya
untuk
Pengembangan
Organisasi. JAAI, (1) : 152-173.
Jabnoun, N dan A.J. AL Rasasi. 2005.
Transformational Leadership and Service
Quality in UAE Hospitals. Managing
Service Quality.15 (1) : 70-81.
Komite Nasional Kebijakan Governance.
2006.
Pedoman
Good
Corporate
Governance.
Lamiri. Sunartini dan Iman. 1998.
Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap
Kepuasan, Minat Perilaku Penderita
Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam
Samarinda. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, 01 (01): 35

464.
Darmawati, K dan Rika, G.R. 2005.
Hubungan Corporate Governance
dan Kinerja Perusahaan, Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia, IAI,
Yogyakarta. (08) : 15-35.

Denison, D.R. 1990. Corporate Culture


and Organization Effectiveness,
John Welly dan Sons, New York.
Dwiyanto, A., R. Partini, W. Bambang,
T. Wini, K. Bevaola dan N.
Muhamad, 2002. Reformasi
Birokrasi Publik Di Indonesia.
Yogyakarta: Galang Printika.
Elenkov,
D.S. 2000. Effects of
leadership on Organizational
Performance
in
Russian
Companies.
Journal
of
management, 7 : 17-26.
Emirzon, J. 2007. Prinsip-Prinsip Good
Corporate
Governance:
Paradigma Baru Dalam Praktik
Bisnis Indonesia. Penerbit Genta
Press. Yogyakarta.
Forum For Corporate Governance In
Indonesia (FCGI). 2006. Good
Corporate
Governance.
Publication.

http://www.fcgi.or.id. 2 April
2009
Gaspersz.
V.1997.
Manajemen
Kualitas, Penerapan KonsepKonsep
Kualitas
Dalam
Manajemen
Bisnis
Total,
Cetakan
Kedua,
Edisi
Pertama. Penerbit Yayasan
Indonesia
Emas
dan
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Ghozali, I. 2005. Model Persamaan
Struktural Konsep dan Aplikasi
Dengan Program AMOS Ver
5.0,
Badan
Penerbit
Universitas
Diponegoro.
Semarang.
Hartono,
J.
2008.
Metodologi
Penelitian
Bisnis,
Salah
Kaprah
dan
PengalamanPengalaman.
BPFE
Univ.
Gadjah Mada, Edisi 2007,

42.
Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia, 2000. Akuntabilitas dan good
governance. Modul, Sosialisasi Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah
(AKIP).
Malhotra, N. K. (2005). Riset Pemasaran,
Pendekatan Terapan, Edisi Keempat.
Penerbit Indeks, Jakarta.
Manz, C.C dan Sims, H.P. 1990. Super
Leadership ; Leading Others to Lead
Themselves. Berkley Books, New York.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor
Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Maskur, 2010. Analisis Kualitas sumber Daya
Manusia,
Kualitas
Kepemimpinan
Terhadap Fleksibilitas Organisasi dan
Kinerja
Pelayanan
Pada
Kantor
Kecamatan Di Wilayah Kota Makassar.
Tesis
Ilmu
Manajemen,
Program
Pascasarjana
Universitas
Brawijaya
Malang.

Mita. R. 2007. Tuntutan Improvisasi


Manajemen Sektor Publik .
Jurnal Administrasi Negara. IV
(3): 13-23.
Moeljono, J.S. 2005. Good Corporate
Culture Sebagai Inti Dari Good
Corporate
Governance,
Gramedia, Jakarta.
Muluk,
M.R.K.
2005.
Budaya
Organisasi Pelayanan Publik,
Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan 08 (1) : 8-20.
Ndraha, T. 2003. Budaya Organisasi.
Edisi 2, PT. Rineka Cipta,
Jakarta.
Newstorm, J.W dan Davis, K. 1993.
Organisational
Behavior
:
Human Bahavior at Work. 9 th
Edition. McGraw-Hill, Inc. New
York.
Ogbanna. E dan Lioyd. H.C. 2000.
Leadership
Style,
Organizational Culture and
Performance
:
Emperical
Evidence
From
UK
Componies, The International
Journal of Human Resources
Management Taylor. Prancis
LPD.
Onken. M.H. 1998. Tempo ral Element
of Organizational Culture and
Impact of Firm Performance,
Florida Gulf Coas Univercity,
Fort Myers, Florida, USA.
Osborne, D dan Plastrik, P. 1996.
Banishing Bereucracy ; The
Five Strategies for Reinventing
Government, Addison-Wesley
Publishing
Company,
Massachusetts.

Parasurman, A.Z.V.A dan Barry, L.L. 1988. A


Multiple Item Scale for Service Measuring
Consumer Perceptions of Service Quality,
Journal of Retailing, (08) : 12-40.
Prasetya. 2001. Mengenal Program
Budaya Kerja. Buletin 01 Januari : 12.
Surabaya.
Prasetyono dan Kompyurini N. 2008.
Analisis kinerja rumah sakit daerah
berdasarkan
Budaya
organisasi,
komitmen organisasi dan akuntabilitas
publik. Simposium Nasional Akuntansi XI.
Pontianak.
Popper, M. dan Zakkai, E. 1994.
Transactional,
Charismatic
and
Transformational Leadership: Conditions
Conducive
to
their
Predominance.
Leadership & Organization Development
Journal, 6 (6) ; 3-7.

Ralahalu. K. A. 2006. Otonomi Daerah di


Tengah Konflik Merancang Success story
Implementasi Otonomi Daerah di Provinsi
Maluku. Cetakan Pertama. PEMDA
Provinsi Maluku.
Robbins, S.P. 1996. Perilaku Organisasi :
Konsep
Kontraversi,
Aplikasi,
ED
Alexmedia Konputinso.
Ratnasari.
2001.
Analisis
Sistem
Pengendalian Intern atas Persediaan
pada RSUD Dr. Soedono Madiun. Tesis
Ilmu Manajemen. Program Pascasarjana
Universitas Muhamadiyah Malang.
Sahertian.
O.
2010.
Pengaruh
Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan
Komitmen Organisasi Terhadap OCB
(studi pada tenaga perawat di RSUD Dr.
Haulussy Ambon). Tesis Ilmu Manajemen,
Program
Pascasarjana
Universitas
Brawijaya Malang.
Santoso, S. 2000. SPSS Mengolah Data
Statistik Secara Profesional.

Cetakan Kedua. Elex Media


Computindo, Jakarta.
Scein, E. H,. 2002. Organization Cultur
And Leadership. 2nd edition.
Jossey-Bas Publishers, San
Fransisco.
Sekaran. U, 2006, Research Methods
For Business, Buku 1, Edisi 4,
Penerjemah Kwan Men Yon,
Penerbit Salemba Empat.
Sekaran U, 2006, Research Methods
For Business, Buku 2, Edisi 4,
Penerjemah Kwan Men Yon,
Penerbit Salemba Empat.
Siahaan, R. P. 2004. Pengelolaan SDM
Dalam Rangka Penerapan Good
Corporate Governance. Workshop
GCG
bagi
Pegawai
Deputi
Pengawasan Instansi Pemerintah
Bidang Perekonomian. Bogor.

http://google.com.
02
Mei
2010.
Simamora, H. 1997. Manajemen
Sumberdaya Manusia. Edisi
Ke-2. Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi, YKPN. Yogyakarta.
Sinambela, L.J. 2006. Reformasi
Pelayanan
Publik,
Bumi
Aksara. Jakarta.
Singarimbun, M dan Effendi, S. 1999.
Metode Penelitian Survey.
LP3ES, Jakarta.
Sofo,

F. 2003. Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Edisi
1Airlangga, Surabaya.
Sudrajat, A. 2004. Membangun Model
Pelayanan Publik Yang Dapat
Memenuhi
Keinginan
Masyarakat, Jakarta: Direktorat
Aparatur Negara, Bappenas.
Soeprapto, R. 2004. Pengembangan

Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju


Good Governance. Jurnal Administrasi
Negara. ISSN1411-6324.
Sugiono, 2008. Statistik Untuk Penelitian,
Suatu Pendekatan Praktek, Alfabeta,
Bandung.
Sujak, A. 1990. Kepemimpinan Manajer :
Konsep Dasar dan Implikasi. Cetakan ke5 Rajawali Jakarta.
Surya, I. dan Yustiavandana. 2006.
Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-hak Istimewa
Demi Kelangsungan Usaha. Kencana.
Jakarta.
Susilo, L.J. dan K. Simarmata. 2007.
Good Corporate Governance pada Bank:
Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris
dalam Melaksanakannya. Penerbit PT
Hikayat Dunia, Bandung.
Tangkilisan, H.N.S. 2003. Mengelola
Kredit Berbasis GCG.Balairung & Co,
Yogyakarta.
Temalagi, S. 2010. Analisis Pengaruh
Gaya
Kepemimpinan
Terhadap
Penerapan Good Corporate Governance
Dengan Budaya Organisasi Sebagai
Varibel Intervening (Studi pad Rumah
Sakit di Kota Malang). Tesis Ilmu
Akuntansi,
Program
Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang.
Tjiptono, F. 2005. Pemasaran Jasa. Edisi
Pertama Cetakan Pertama, Diterbitkan
oleh Bayumedia Publishing.
Tobing, S.J.L. 2006. Pengaruh Budaya
Organisasi, Kepuasan Kerja, dan Motivasi
Terhadap Komitmen Organisasi dan
Kinerja.
Disertasi.
Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang.
Trigono,
2004.
Budaya
Kerja
:
Menciptakan Lingkungan ang Kondisif
Untuk Meningkatkan Produktifitas Kerja,
Ed. PT.Golden Trayon Press, Jakarta.

Trinaningsih, S. 2007. Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi Sebagai Mediasi


Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Auditor. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.
Wairisal L. P. 2008. Pengaruh Budaya
Bisnis & Manajemen 15 (2):1-14.
Perusahaan

Terhada
Xenikou, A & Simosi, M. 2006.
p
Komitmen
dan
Kinerja
Organizational
Culture
and
Karyawan. Jurna
Akuntan
Transformational
Leadership
as
l Performance.
si Journal of Managerial Psychology. 21 (6) : 566-579.
Predictor of Business Unit
Yukl, G. 2007. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Edisi Indonesia (kelima). Cetakan kedua.
Penerbit PT Indeks, Jakarta.
Zauhar. S. 2001. Reformasi Birokrasi. Universitas Brawijaya Malang.
Zebua, J. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif Terhadap Kinerja Staf Rekam Medik
Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Medan Tahun 2008. Tesis Ilmu Manajemen, Program
pascasarjana Universitas sumatera utara Medan.

Zeithaml, V.A. et. Al. 1991. Delivering Quality Service : Balancing Customer Perseptions and
Expectation. The Free Press. New York.

.................................................

Anda mungkin juga menyukai