Anda di halaman 1dari 14

TUGAS V PANCASILA

Oleh : Kelompok 5 Desak Putu Siska Dewi Putu Gede Aditya Pradiptayana Adi Ferliyanto Waruwu I Komang Arya Sentana Budi Nyoman Agus T Surya K Ni Komang Surya Cahyani Putri Ketut Yudhi Mahartha 1004505008 1004505010 1004505021 1004505027 1004505028 1004505029 1004505030

JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2013

1. Secara sederhana, masa pemerintahan Soeharto (1966-1998) dapat dibagi atas tiga periode yang masing-masing terdiri dari sekitar satu dekade (batasnya sebetulnya tidak terlalu tegas). Masa tersebut terdiri atas masa awal, masa perkembangan/kejayaan, dan akhirnya masa

penurunan/kejatuhan. Dalam periode pertama, Soeharto yang pada mulanya diragukan banyak orang untuk memimpin bangsa ini berusaha menumbuhkan kekuasaannya secara perlahan-lahan. Ia begitu tangkas bertindak tanggal 1 Oktober 1965. Hari-hari dan bulan-bulan berikutnya adalah masa pembantaian terhadap orang-orang yang dicurigai menjadi anggota PKI yang jumlah korbannya diperkirakan antara 500.000 sampai sejuta orang. Ia membubarkan PKI tanggal 12 Maret 1966 walau jauh sebelumnya anggota partai ini sudah ditangkap, ditahan, dan dibunuh. Pada era perang dingin di mana terjadi pertentangan tajam antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat Dan Blok Timur yang didominasi Uni Soviet, maka peristiwa itu lebih banyak ditanggapioleh pers barat sebagai sesuatu yang salah tetapi perlu. (Pada masa selanjutnya, pelanggaran hak asasi dan diskriminasi terhadap kelompok kiri ini dan keluarganya masih diteruskan). Setelah diangkat menjadi Penjabat Presiden tahun 1967 dan Presiden tahun 1968, perhatian utama Soeharto adalah pemulihan ekonomi yang sangat merosot pada akhir pemerintahan Sukarno. Soeharto berprinsip bahwa pembangunan ekonomi memerlukan stabilitas keamanan baik secara nasional maupun regional. Indonesia segera memulihkan hubungan dengan Malaysia, kembali menjadi anggota PBB, mensponsori pembentukan ASEAN dan kemudian menjadi motor penggerak organisasi regional tersebut. Keamanan dalam negeri harus terjamin agar penanaman modal asing yang diperlukan tidak terganggu. Tindakan represif dilakukan baik terhadap pers, mahasiswa maupun kelompok masyarakat yang mencoba melakukan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah. Ia mempunyai pembantu dekat yang terdiri dari berbagai kelompok, terutama beberapa fraksi militer/intelijen dan para ekonom dari

Universitas Indonesia. Dengan penuh perhatian ia mendengar keterangan dan penjelasan dari para menteri ekonominya, meskipun setelah 10 tahun kemudian ia dapat menguasai persoalan teknis tersebut. Terhadap para jenderalnya ia membuat mereka tergantung kepada dia dan satu sama lain saling mencurigai dan tidak ada putra mahkota di bawah dia. Kriteria anggota kabinetnya adalah orang yang punya keahlian, loyal, dan dapat bekerja sama dalam satu tim. Menteri yang diangkatnya dapat menjabat satu periode atau berkali-kali, rakyat tidak pernah tahu kriteria keberhasilan atau kegagalan seorang menteri, semua tergantung kepada Presiden. Bila seorang telah dipilihnya, akan dia bela mati-matian meskipun keliru dalam bertugas. Ia juga sangat memerhatikan mencoba

kesejahteraan

bawahannya.

Sebaliknya,

orang

yang

menentangnya secara terbuka akan direjamnya habis-habisan. Kritik yang tajam yang dikeluarkan oleh 50 tokoh nasional tahun 1980 disambut Soeharto dengan bengis. Para penandatangan Petisi 50 itu tidak pernah diundang dalam acara resmi kenegaraan di istana. Bisnis mereka dibabat. Mereka benar-benar dikucilkan dalam masyarakat. Peristiwa Malari 1947 menjadi tonggak penting perubahan Soeharto dalam memerintah. Ketika itu terjadi demonstrasi mahasiswa yang menentang modal asing ketika PM Tanaka berkunjung ke Jakarta yang diikuti dengan pembakaran mobil Jepang di jalan-jalan. Soeharto sangat marah, karena demonstrasi semacam itu akan menyebabkan larinya modal modal asing yang dibutuhkan untuk pembangunan Indonesia. Ia juga mencurigai adanya orang lain yang ingin mendongkel kedudukannya. Pangkopkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) waktu itu Jenderal Sumitro disingkarkan. Soeharto yang muah senyum itu kini berwajah dingin. Sejak saat itu buka saja berwaspada kepada lawan-lawan politinya, tetapi juga kepada rekan-rekan dan bawahannya yang memiliki potensi untuk berkuasa. Agar pembangunan ekonomi berhasil perlu stabilitas keamanan nasional. Sebab itu Soeharto juga tidak ingin ada konflik di tengah masyarakat yang menyangkut SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan). Konflik antar

etnis yang potensinya sudah mulai tampak sejak Orde Baru dilarang didiskusikan dan disimpan di bawah karpet. Pembangunan ekonomi yang dijalankan sejak Orde Baru terutama di Indonesia Timur seperti Irian Jaya dan kemudian Timur Timur setelah tahun 1976 menimbulkan persoalan baru. Para imigran dari Sulawesi (Bugis-Buton-Makasar) menguasai perekonomian setempat dan sementara orang Jawa mendominasi birokrasi karena penduduk lokal belum mampu menduduki jabatan tersebut. Ia sangat lihai membungkus ambisi dengan menonjolkan citranya sebagai anak desa, pakai oblos di rumah, mudah senyum, suka beternak dan memancing. Namun, dibalik senyumannya itu ia mengetahui pembunuhan ribuan orang jalanan yang ditembak petrus (pembunuh misterius) yakni penembakan terhadap para preman atau residivis kriminal yang mayatnya ditaruh ditempat umum antara tahun 1983-1985 yang jumlahnya mencapai 5.000 jiwa. Mereka yang terbunuh mempunyai ciri umum yaitu memiliki tato di tubuhnya. Dalam periode kedua, ia sudah berhasil mengumpulkan seluruh kekuasaan ditangannya. Ia bukan hanya mengangkat menteri tetapi mengetahui dan merestui pengangkatan seluruh jajaran eksekutif seperti gubernur, wali kota, bupati, bahkan Gubernur Bank Sentral. Soeharto juga mengangkat sebagian anggota perlemen yang tidak dipilih melalui pemilu. Untuk menjadi ketua partai, bahkan menjadi ketua Palang Merah Indonesia, orang juga harus memperoleh restu dari dia. Dalam bidang hukum dan kehakiman ia juga menancapkan kukunya, pengangkatan hakim agung dan Ketua Mahkamah Agung tergantung kepada Soeharto. Dalam bidang bisnis, ia juga memilih Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) apalagi yang sangat vital seperti Pertamina, kebijakan yang penting dari BUMN tersbut juga menunggu persetujuan dia.

Kalangan profesional dikendalikan dengan mengharuskan mereka berhimpun dalam wadah tunggal (wartawan, dokter, buruh, pengusaha) dan pengurusnya harus mendapat restu dari Soeharto. Saat berkuasa sedemikian besar, maka dengan mudah pembredelan pers yang mencoba mengkritik kebijakan dia dan pembantunya. Majalah Tempo, Editor, dan

Detik ditutup tahun 1994. Pelarangan buku yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah, terus dilakukan sejak awal Orde Baru.

2. Adapun beberapa keunggulan pemerintahan soeharto antara lain a. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanyaAS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565. b. Sukses transmigrasi c. Sukses KB d. Sukses memerangi buta huruf e. Sukses swasembada pangan f. Pengangguran minimum g. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan LimaTahun) h. Sukses Gerakan Wajib Belajar i. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh j. Sukses keamanan dalam negeri k. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia l. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri Sedangkan kekurangan dari pemerintahan Soeharto antara lain: a. b. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya

kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat c. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua d. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahuntahun pertamanya e. Bertambahnya kesenjangan sosial(perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin) f. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)

g. h.

Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel

i.

Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program Penembakan Misterius

j.

Tidak

ada

rencana

suksesi

(penurunan

kekuasaan

ke

pemerintah/presiden selanjutnya) k. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur. l. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah. m. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang oleh swasta

3. Menurut Montesqueieu, dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan yaitu kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif mengenai halhal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara Di era orde baru, dikenal adanya lembaga tinggi negara dan lembaga negara dibawahnya yaitu MPR sebagai lembaga tinggi negara dan DPR sebagai lembaga negara. Lembaga eksekutif di era kepemimpinan Soeharto memiliki peran yang strategis. Hal ini sebagai salah satu upaya Soeharto menjaga stabilitas politik. Selama tiga puluh dua tahun lembaga legislatif mem-backup dan

memberi ruang gerak seluas-luasnya kepada Soeharto. Komposisi lembaga legislatif saat itu agak berbeda bahkan cenderung aneh, hal ini terbukti dengan diakomodirnya ABRI dalam komposisi parlemen, dimana ABRI diberikan jatah satu fraksi. Golkar sebagai salah satu motor penggerak Soeharto beserta ABRI didalamnya menjadi settingan terkuat Soeharto selama beliau memimpin. Tak heran jika beliau dapat bertahan lama di kursi penguasa. Dwifungsi ABRI menjadi modifikasi sekaligus suksesi yang tidak sempat terpikirkan oleh pendahulu Soeharto. ABRI layaknya menjadi alat utama lembaga eksekutif saat itu dalam menjaga dan mempertahankan stabilitas keamanan dan pertahanan negara, baik yang bersifat internal negara maupun eksternal negara. Kekuasaan eksekutif menjadi absolut seiring dengan pasifnya legislatif. Pada saat itu lembaga legislatif tak ubahnya seperti lembaga administrasi yang sifatnya formalitas belaka. Tukang cap undang-undang atau lebih kepada fungsi pengesahan semata tanpa ada proses yang lebih sebagai tolak ukur layak tidaknya undang-undang tersebut disahkan atau tidak menjadi julukan lembaga legislatif saat itu. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif.

Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah. Suramnya demokratisasi membuat lembaga eksekutif semakin tidak berdaya dari hari ke hari. Sebagian besar kursi yang ada di DPR diisi oleh kader dari Golkar dan ABRI, belum lagi Handay Taulan Cendana yang mengerubuni parlemen, membuat kondisi eksekutif dan legislatif menjadi berat sebelah.

4. Demokrasi yang terjadi pada pemerintahan soeharto dapat dibagi menjadi beberapa bagian antara lain: a. Masa demokrasi Liberal 1950-1959. Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan

berkembangnya

partai-partai

politik.

Namun

demikian

praktik

demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan: Dominannya partai politik; Landasan sosial ekonomi yang masih lemah; Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950. b. Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Bubarkan konstituante; Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950; Pembentukan MPRS dan DPAS. c. Masa demokrasi Terpimpin 1959-1966. Pengertian demokrasi

terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri: Dominasi Presiden; Terbatasnya peran partai politik; Berkembangnya pengaruh PKI; Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain: Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR; Jaminan HAM lemah; Terjadi

sentralisasi kekuasaan; Terbatasnya peranan pers; Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur). Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.

5. Pada masa pemerintahan presiden Soeharto terdapat beberapa pelanggaran nilai-nilai pancasila diantaranya: a. 1965 1) Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat. 2) Penangkapan, penahanan dan pembantaian masa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini. b. 1966 1) Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara. 2) Dr. Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember. 3) Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember. c. 1967 1) Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah. 2) April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta . 3) Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang. d. 1969 1) Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana . 2) Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan. 3) Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua. 4) Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi

kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik. e. 1970 1) Pelarangan demo mahasiswa. 2) Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar. 3) Sukarno meninggal dalam tahanan Orde Baru. 4) Larangan penyebaran ajaran Bung Karno. f. 1971 1) Usaha peleburan partai- partai. 2) Intimidasi calon pemilih di Pemilu 71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar. 3) Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak. 4) Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan. g. 1972 1) Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung. h. 1973 1) Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung . i. 1974 1) Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaranpembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh. 2) Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain Indonesia Raya pimpinan Muchtar Lubis. j. 1975 1) Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur. 2) Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius. k. 1977 1) Tuduhan subversi terhadap Suwito.

2) Kasus tanah Siria- ria. 3) Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim. 4) Kasus subversi komando Jihad. l. 1978 1) Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia. 2) Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi. 3) Pembredelan tujuh surat kabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peristiwa di atas.

m. 1980 1) Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus. 2) Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri. n. 1981 1) Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini. o. 1982 1) Kasus Tanah Rawa Bilal. 2) Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai. 3) Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu

di Jakarta . Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi. p. 1983 1) Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum. 2) Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI. q. 1984 1) Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia. 2) Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi. 3) Tuduhan subversi terhadap Dharsono. 4) Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur r. 1985 1) Pengadilan terhadap aktivis-aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa. s. 1986 1) Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata.

Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit. 2) Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta. 3) Kasus subversi terhadap Sanusi. 4) Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI. t. 1989 1) Kasus tanah Kedung Ombo. 2) Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf. 3) Kasus tanah Kemayoran. 4) Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari. 5) Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima. 6) Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI. u. 1991

1) Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi

pemakaman rekannya. 200 orang meninggal. v. 1992

1) Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto. 2) Penangkapan Xanana Gusmao. w. 1993 1) Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993 x. 1994

1) Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie. y. 1995

1) Kasus Tanah Koja. 2) Kerusuhan di Flores. z. 1996

1) Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962. Kasus tanah Balongan. 2) Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran lingkungan. 3) Sengketa tanah Manis Mata. 4) Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka. 5) Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkun-jung di sana. 6) Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar. 7) Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.

8) Kerusuhan SambasSangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996. aa. 1997 1) Kasus tanah Kemayoran. 2) Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur. bb. 1998 1) Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 15 Mei 1998. 2) Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.

Anda mungkin juga menyukai