Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT APRIL 2013

SUBDURAL HEMATOMA

OLEH: Azila Binti Abd Aziz C111 09 828

PEMBIMBING: Dr. Baharaini

KONSULEN: Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp. Radiologi(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNVERSITAS HASANUDDIN 2013

DAFTAR ISI

I. II. III. IV. V. VI.

PENDAHULUAN INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI ETIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI PATOFISIOLOGI DIAGNOSIS a. GAMBARAN KLINIS b. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

3 4 4 5 8

10 12 20

VII. VIII.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS PENATALAKSANAAN a. OPERATIF b. FARMAKOTERAPI

22 23 24 24 25 27

IX. X. XI. XII.

PROGNOSIS KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

SUBDURAL HEMATOMA Azila Binti Abd Aziz, Baharaini, Muhammad Ilyas

I.

PENDAHULUAN Trauma kepala bisa menimbulkan berbagai macam kondisi, sebagian diantaranya bisa berakhir denga kematian yang cepat. Untuk itu pengetahuan yang meluas tentang aspk manajemen trauma kepala amat diperlukan. Salah satu prosedur penanganan trauma kepala adalah penegakan diagnosis yang tepat mengenai kondisi diakibatkan oleh trauma kepala. Radiologi amat membantu dalam hal ini. Pemeriksaan radiologi trauma kepala mencakup: 1) foto polos cranium tiga posisi; 2) CT scan kepala; dan 3) Angiografi.1 Lesi yang dapat timbul pada trauma kepala2 i. ii. iii. iv. v. vi. vii. viii. ix. x. Kulit kepala robek atau mengalami perdarahan subkutan Otot-otot dan tendo pada kepala mengalami kontusio Perdarahan terjadi di bawah galea aponeurotika Tulang tengkorak patah Gegar otak (komosio serebri) Edema serebri traumatic Kontusio serebri Perdarahan subarakhnoidal Perdarahan epidural Perdarahan subdural

Gambaran hematoma pada trauma kepala, mencakup: Epidural hematoma Subdural hematoma Kontusio cerebri

Subdural hematoma merupakan perdarahan yang terletak di subdural space. Dapat meluas di bagian hemisphere, menimbulkan kompresi serebri. Perdarahan dapat berasal dari rupture dari bidging vein, rupture granulosio Pacchioni, perluasan perdarahan dari fossa piamater dan bisa juga dari perdarahan kontusi serebri.1 II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI Subdural hematoma bisa terjadi pada semua tahap umur, namun yang tersering ialah pada pasien yang berumur 60-80 tahun. Hal ini karena mobilitas otak di dalam tengkorak meningkat akibat artrofi senile dan memudahkan lagi terjadinya rupture vein jika terjadinya traumatic akut. Subdural hematoma lebih sering terjadi berbanding epidural hematoma dan disertai cedera kepala kontusio berbanding fraktur tulang tengkorak.7Subdural hematoma kronik ada pada 1-2 per 100,000 orang pertahun (Fogelholm et al. 1975)9

III.

ETIOLOGI Etiologi subdural hematom ialah:6

a) Trauma b) Non-traumatic: (Markwalder 1981)9 Arteri-vascular malformasi Hemoragik diathesis Neoplasma (meningioma, meningeal carcinomatosis) Spontan intracranial hipotensi15 Rupture granulasio Pacchini Kontusio cerebri1

Faktor risiko: Hipertensi Obat-obatan(anti-koagulan) Atheroma10 Usia lanjut

IV.

ANATOMI DAN FISIOLOGI a. LAPISAN DAN MENINGES Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang

membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rosak, tidak dapat diperbaiki lagi (irreversible). Cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan berat pada seseorang.4

Gambar 1: Gambaran lapisan-lapisan yang melindungi kepala

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat yang bebas dapat menyerap daya kekuatan trauma. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mengandungi pembuluh-pembuluh darah besar. Bila robek, pembuluh-pembuluh ini sukar berkonstriksi dan menyebabkan kehilangan darah yang menimbulkan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung

vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak.4 Cairan serebrospinal diproduksi di pleksus koroid dari lateral, 3rd dan ventrikel ke-4 dari otak dan daun melalui tiga foramina di atap ventrikel 3. Ini masuk ke dalam ruang subarachnoid antara arachnoid dan pia dan berfungsi untuk melindungi otak dan tulang belakang kabel.17 Meninges ialah salah satu pelindung yang melapisi otak. Ketiga lapisan meninges adalah dura mater, araknoid dan pia mater. Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dan strukturnya berbeda dari struktur lainnya.4 Dura adalah membrane luar yang liat, semi translucent dan tidak elastic. Fungsinya untuk: 1) Melindungi otak 2) Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri atas dura mater dan lapisan endothelial saja-tanpa jaringan vascular) 3) Membentuk periosteum tabula interna. Dura mater melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak. Jika dura robek dan tidak diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara akan timbul berbagai masalah.4 Dura mempunyai suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria vetebralis dan karotis interna. Pembuluh anterior dan etmoid juga merupakan cabang dari arteria karotis interna dan menyuplai fosa anterior. Arteria meningea posterior yaiu cabang dari arteria oksipitalis, membekalkan darah ke fossa posterior.4 Ruang subdural merupakan ruangan yang potensial. Perdarahan antara dura dan arakhnoid dapat menyebar dengan bebas dan hanya terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong dan mudah sekali robek. Arachnoid adalah membrane halus, fibrosa dan elastic yang tidak menempel pada dura.4 Pia mater mengikuti kontur otak, mencelupkan ke dalam sulci.17

b. ARTERI INTRACRANIAL Arteri carotid interna membekalkan darah ke daerah sirkulasi serebral anterior. Arteri vertebral dan basilar membekalkan di daerah sirkulasi posterior. Arteri carotid externa paling banyak membekalkan darah di daerah ekstrakranial dan struktur leher (kecuali pada daerah orbit) dan penting untuk pembekalan darah di meningea. Banyak pertemuaan anastomoses di antara arteri karotis externa dengan sirkulasi anterior dan posterior.8

Gambar 2: Perjalanan A. meningea media

Para arteri meningeal medial ke atas melewati foramen spinosum. Dalam tengkorak melewati lateral dan kemudian naik pada tulang temporal skuamosa di dalam alur, dengan vena yang sesuai. Cabang anterior melewati ke atas dan mundur menuju titik dan cabang posterior melewati mundur. Ini memasok dura mater dan tulang-tulang tempurung kepala. Setelah cedera kepala mungkin berdarah untuk menghasilkan subdural perdarahan, gejala yang mungkin tertunda selama beberapa waktu setelah cedera.17 Percabangan di daerah posterior termasuk arteri occipital. Arteri ini membekalkan otot, scalp dan dura mater melalui percabangan arteri petromastoid. Arteri mengingeal media (97.24) ke atas melewati arteri temporal superficial melalui foramen spinosum dan membentuk angular. Kemudian percabangan posterior ke arah lambda melewati tulang temporal squamous. Arteri meningeal media membekalkan dura mater dan daerah dalam tengkorak serta ateri oftalmikus. Arteri temporal superficial merupakan pembekal utama scalp. Kemudiannya bercabang di daerah proksimal, arteri fasial transversal ke zygomatik arc, percabangan di atas cranium.8

V.

PATOFISIOLOGI Perdarahan terjadi di antara dura mater dan araknoidea. Perdarahan dapat terjadi

akibat robeknya vena jambatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung, memberikan gejala-gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang beransur meningkat. Gejala-gejala ini ialah nyeri kepala progresif, tajam penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda deficit neurologik daerah otak

yang tertekan. Gejala-gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terjadinya trauma kepala.2 Subdural akut dan ekstradural hematoma paling sering terjadi pada posttraumatik. Sangat jarang ditemukan subdural hematoma akibat rupture serebral aneurisme dari arteri communicating posterior. Subdural hematoma juga bisa terjadi apabila rupture fistula arteriovenous dural. Kronik subdural hematoma sering ditemukan bilateral dan orang tua yang alkoholic disertai artrofi otak, pasien dengan pengobatan antikoagulan atau hidrosefalus shunt. Mekanisma terjadinya subdural hematom apabila terjadinya trauma minor berulang-ulang di antara vena kortikal sehingga bocor.8 Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membrane atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma.4 Hematom subdural akut secara klinis dibagi menjadi tiga kelompok, dua kelompok pertama berhubungan dengan kontusi dan laserasi, baik akibat dari beban benturan atau beban akselerasi yang kadang juga disebut sebagai hematom subdural komplikata. Kelompok ketiga merupakan cedera primer akibat disrupsi pembuluhpembuluh darah di permukaan khususnya vena-vena jembatan yang disebabkan oleh guncangan semata dan bukan beban bentura. Hematom subdural juga kadang-kadang bisa dikaitkan dengan kerusakan hemisterik atau bihemisterik seperti cedera aksonal difusa, kerna mempunyai mekanisme yang sama.3

STADIUM-STADIUM

DALAM
4

PERJALANAN

ALAMIAH

HEMATOMA

SUBDURAL NONLETHAL STADIUM STADIUM I

PENJELASAN Darah berwarna gelap tersebar luas di permukaan otak di bawah dura

STADIUM II

Bekuan darah menjadi lebih hitam, tebal dan gelatinosa (2-4 hari)

STADIUM III

Bekuan pecah dan setelah 2 minggu akan berwarna dan berkonsistensi seperti minyak pelumas mesin

STADIUM IV

Terjadi organisasi yang dimulai dari pembentukan membrane luar yang tebal dan keras berasal dari dura, dan membrane dalam yang tipis dan araknoid. Cairannya menjadi xantokromik.

STADIUM V

Organisasi sudah lengkap, bekuan dapat mengalami kalsifikasi atau bahkan osifikasi atau dapat diserap

VI.

DIAGNOSIS

A. GAMBARAN KLINIS Hematoma subdural dipilih menjadi tipe-tipe yang berbeda dalam simtomalogi dan prognosis: akut, subakut dan kronik.

1. HEMATOMA SUBDURAL AKUT Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologic penting dan serius dalam 24 jam sampai 48 jam setelah cedera. Seringkali berkaitan dengan trauma otak berat, hematoma ini juga mempunyai mortalitas yang tinggi. Gangguan neurologic

progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya penguasaan atas denyut nadi dan tekanan darah.4

2. HEMATOMA SUBDURAL SUBAKUT Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam tapi kurang dari dua minggu setelah cedera (Schwartz, 1989). Seperti hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.4 Anamnesis klinis yang khas dari penderita hematoma subdural subakut adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologic yang perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita dapat mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respons terhadap rangsang bicara maupun nyeri. Seperti hematoma subdural akut, pergesaran isi intracranial dan peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologic dari kompresi batang otak.4

3. HEMATOMA SUBDURAL KRONIK Hematoma subdural kronik, trauma otak yang menjadi penyebab sangat ringan sehingga terlupakan. Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cederah pertama.4 Tanda dan gejala pada hematoma subdural kronis biasanya tidak spesifik, tidak terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh proses penyakit lain. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala. Tanda dan gejala paling khas adalah perubahan progresif

dalam tingkat kesadaran termasuk apati, letargi dan berkurangnya perhatian, dan menurunnya kemampuan untuk mempergunakan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Hemianopsia, hemiparesis dan kelainan pupil ditemukan kurang dari 50% kasus. Bila terdapat afasia, pada umumnya tipe anomik yaitu afasia lancar dengan pengulangan dan pengertian (Cohen et al., 1983)4

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI 1. PEMERIKSAAN SKEN KOMPUTER TOMOGRAFI OTAK (CT-SCAN) Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic standar terpilih (gold

standard) untuk kasus cedera kepala dan prosedur ini tidak bersifat invasive, juga memiliki kehandalan yang tinggi. Dari pemeriksaan ini dapat diperoleh infrmasi yang lebih jelas tentang lokasi dan adanya perdarahan intracranial, edema, kontusi, udara, benda asing intracranial serta pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.3 Ada pendapat yang menyatakan, pemeriksaan CT-scan selepas kejadian akan memberikan keputusan yang negative. Namun, insidens menunjukkan sangat rendah yaitu <0.02%. Oleh kerana itu indikasi CT-scan pada pemeriksaan triage dapat dipercayai 100%.13 CT scan kepala dapat dibuat dalam dua window level, yaitu: window jaringan (window normal) untuk melihat hematoma intra dan ekstrakranial; window tulang untuk melihat fraktur neurocranium maaupun viscerocranium. Densitas lesi dapat dibagi atas high density atau hiperdens, isodensiti dan low density atau hipodense.1 Densitas normal otak ialah 18 30 H.5 Perbedaan gambaran sken computer tomografi antara lesi akut, subakut dan kronis agak sulit. Kebanyakan hematom berkembang segera setelah cedera, tetapi ada juga yang baru timbul kemudian sampai satu minggu.3 Pada hematoma subdural akut tampak gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit) dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan hematoma epidural. Batas medial hematom bergerigi. Adanya hematoma di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga menunjukaN adanya hematoma subdural.1 Ukuran

densitas hiperdens ialah kira-kira 50 60 H. Berbeda pada pasien yang mengalami anemia berat atau kehilangan darah massive (hyperakut subdural hematoma) akan mengalami isodens atau hipodens.5

Gambar 3: Gambaran crescent shape yang hiperdens dan bilateral

Gambaran CT Scan untuk hematom subdural kronik ialah kompleks perlekatan, transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam-macam

perubahan, oleh karena itu tidak ada pola tertentu. Tampak juga area hipodens, isodens atau sedikit hiperdens, berbentuk bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi prinsipnya, gambaran hematoma subdural akut adalah hiperdens. Semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga menjadi isodense, bahkan akhirnya menjadi hipodens.1

Gambar 4: Gambaran subdural hematoma setelah 3 minggu. Gumpalan darah telah terserap dan density rendah.10

Gambar 5: CT Scan potongan axial pada hematoma subdural akut disertai kompresi ventrikel lateral kiri.7

Gambar 6: gambaran subdural hematoma isodens pada pemeriksaan Ct-scan kontras

Ada 4 macam tampilan CT-scan untuk Hematoma subdural kronik, yaitu: 1. Tipe I 2. Tipe II 3. Tipe III 4. Tipe IV Hipodens kronik subdural Hematoma Kronik subdural hematoma densitas inhomogen Isodens kronik subdural hematoma (2 4 minggu) Slightly hiperdens kronik subdural hematoma

Gambar 7: Subdural hematoma pada Ct scan potongan axial dengan gambaran hiperdens di daerah frontoparietal sinistra. Ventrikel kiri terdorong sehingga ventrikel kanan dilatasi.7

Densitas hematoma subdural meningkat kerna adanya clot retraksi. Densitas semakin menurun kerana berlakunya degradasi protein di dalam hematoma. Jika terjadinya perdarah ulang pada saat hematoma mulai berevolusi akan terlihat gambaran dengan densitas yang berbeda. Efek hematokrit akan tergambar pada perdarahan ulang atau pasies dengan gangguan pembekuan darah.5 Jika hematoma subdural terletak di daerah vertex, pada potongan axial tidak akan dapat tergambar, oleh itu diperlukan potongan coronal untuk gambaran yang jelas.7

Gambar 8: Kronik subdural hematom pada gambaran CT scan dengan potongan coronal7

Penemuan spesifik yang dapat ditemukan pada hematoma subdural kronik ialah pemindahan parenkim otak jaoh dari tulang cranium dan batas convex menjadi rata bahkan konkave. Bilateral hematoma bisa menyebabkan kompresi medial pada kedua-dua ventrikel hingga tergambar ventrikel yang menyempit atau berbentuk garisan(rabbits ear sign). Gejala-gejala lain yang dapat membantu mendiagnosa ialah

hilangnya gambaran sulci, terjadinya midline shift, deformitas anatomy ventrikel dan obliterasi sistern basal. Semua gejala ini dapat menegakkan diagnose jika lokasinya di seperolateralli.14 2. PEMERIKSAAN MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) Pemeriksaan MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun kerusakan otak yang kronis. Dalam hal ini MRI T2 mampu menunjukkan gambaran yang lebih jelas terutama lesi hipodens pada CT Scan atau lesi yang sulit dibedakan densitasnya dengan korteks.2 Gambaran hematoma subdural pada MRI tergantung pada status biokemikal hemoglobinnya, yang berbeda-beda mengikut usia hematoma. Hematoma subdural akut isointens pada T1W1 berbanding otak dan hipointens pada T2W1. MRI membantu pada fase subakut, dimana hematoma tampak isodens atau hipodens di gambaran CT scan. Kewujudan methemoglobin di hematoma subdural memberikan signal intensity yang tinggi. Signal tinggi dapat dibedakan secara jelas pada pengumpulan cairan non-hemoragik.5 Hematoma akut memberikan gambaran TR yang gelap kerana efek suseptibel. Pada awal fase subakut gambaran perifer yang terang dengan sentral yang hipointens kerna adanya terbentuknya extracellular methemoglobin di bagian perifer. Pada fase lanjut subakut pembekuan akan terjadi secara menyeluruh hiperintens. Apabila darah mula diserap kembali secara perlahan-lahan, signal intensitas akan berkurang pada T1 menjadi hipointens atau isointens berbanding white matter tapi lebih intens dari cairan cerebrospinal kerna kandungan protein.5 Pada fase kronik, MRI dapat mengklasifikasikan kepada lima tipe yaitu; low, high, mixed intensity, isointensity dan layered.
Gambar 9: gambaran MRI (T1weighted) subdural hematoma pada hemisfera kiri10

Gambar 10: Gambaran subdural hematoma bilateral

MRI dapat memberikan gambaran lentiform atau gambaran biconvex jika diambil dari potongan coronal, berbanding gambaran crescent-shaped appearance pada potongan axial CT Scan. Gambaran MRI yang multiplanar dapat membantu identifikasi convex yang kecil dan vertex hematom yang mungkin tidak dapat terdeteksi pada CT Scan potongan axial atau coronal.5 Untuk membedakan hematoma subdural dan hygroma subdural, pemeriksaan proton-density weighted sequences atau FLAIR diperlukan. Hematoma subdural dapat dibedakan dengan CSF-like substansi melalui signal proton T1- dan T2 sequence. Namun dalam gambaran FLAIR, hematoma akan tergambar lebih jelas tinggi intensnya dari cairan serebrospinal.9
Gambar 11: Gambaran hematoma subdural kronik pada pemeriksaan MRI (FLAIR) yang hiperintense

3. DIFFUSION-WEIGHTED IMAGING (DWI) DWI memberikan gambaran hematoma subdural dengan intensitas yang berbeda tergantung usi hematoma. Kelebihan penggunaan DWI ialah kemampuannya untuk deteksi mendasari atau terkait lesi parenchymal.6

Gambar 12: Gambaran perdarahan subdural 2 minggu setelah onset a) T1-weighted b) T2-weighted c) dan d) hiperintense DWI e) hipointens lesi f) gambaran coronal hiperintens 6

4. ANGIOGRAFI Pada kasus pos-traumatik hematoma subdural sangat jarang digunakan angiografi untuk mendapatkan diagnostic. Tetapi angiografi dapat membantu menegakkan diagnosis jika etiologi terjadinya hematoma subdural akibat gangguan pada vessel di serebral seperti rupture dinding vena, postrauma aneurisme, arteriovenous malformation atau fistula. Pemeriksaan ini dapat membedakan koleksi darah yang mildly hiperdens dengan tulang-tulang adjacent yang hiperdensity.

VII.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS 1. EPIDURAL HEMATOM7

Hematom epidural yang kadang sulit dibedakan dari subdural, mempunyai ciri gambaran khas berupa bentuk bikonveks atau lentikuler (ada perlekatan yang erat antara dura dengan tabula interna sehingga hematom menjadi terbatas). Hematom subdural cenderung lebih difus berbanding dengan hematom epidural dan mempunyai tampilan batas dalam yang konkav sesuai dengan permukaan otak.3

EPIDURAL HEMATOM INSIDEN 1-4% kasus trauma; 10% kasus trauma fatal

SUBDURAL HEMATOM 10-20% trauma; 30% kasus trauma fatal semua kasus

ETIOLOGI

85-95% disertai fraktur; 70-80% laserasi Arteri meningeal media/sinus dural venous

Vena kortikal di pon robek

SITE

Diantara tulang cranial dan dura Diantara dura mater dan mater; arachnoid mater;

Melintasi dura mater tapi tidak sutura Melintasi sutura cranial tapi cranialnya; 95% supratentorial 5% subtentorial 5% bilateral PENEMUAN CT Bentuk biconvex; Akut: 60% hiperdens; campuran (hipertidak dura mater; 95% supratentorial 5% bilateral

Pendorongan white-gray matter pada 40% daerah yang terganggu; 66% hiperdens; 33% campuran (hiper-/hipodens)

/hipodens) Subakut: isodens Chronic: hipodense Crescent shape;

Gambar 13: CT Scan menunjukkan epidural hematoma (anak panah putih), subdural hematoma (anak panah hitam), intracerebral hematoma (anak panah putih kecil) dan subarachnoid hemorage (anak panah hitam kecil).

Jika gejala-gejala hilangnya gambaran sulci, terjadinya midline shift, deformitas anatomy ventrikel dan obliterasi sistern basal di lokasi yang lebih anterior dan medial, intensity yang hiperdens, diselaputi kapsul yang tebal serta berkemungkinan bentuk bikonvek mengelirukan dengan ekstradural hematoma. Untuk membedakannya, pemeriksaan MRI diperlukan.14

2. NEOPLASMA Intracranial neoplasma dan hematoma subdural kronik amat sukar dibedakan tanpa bantuan neuroimaging. Menifestasi klinis untuk neoplasma seperti nyeri kepala, gangguan status mental berubah dan tanda neurologic fokal sama dengan hematoma subdural. Untuk membedakannya pemeriksaan CT-scan atau MRI diperlukan.16

Gambar 14: gambaran neoplasma pada pemeriksaan Ct scan yang hiperdense.

3. EKSTRADURAL HEMATOMA Extradural hematoma ini dipandang sebagai cembung gandayang high-density daerah segera yg terletak di bawah ke kubah. Paling sering di daerah frontoparietal, tetapi mungkin terjadi di fossa posterior. Kadang-kadang daerah kurang padat muncul, mungkin karena darah tidak membeku, dan jika mereka harus kambuh setelah operasi bentuk klasik mungkin akan hilang. Ventrikel lateral yang khas mengungsi ke sisi kontralateral, dan biasanya ada beberapa pembengkakan pada belahan otak yang terkena, meskipun edema yang jelas mungkin tidak terlihat.

Gambar 15: Ekstradural hematoma akut pada CT Scan gambaran biconvex pada frontoparietal kanan.7

4. SUBDURAL HYGROMA Higroma subdural adalah kumpulan cairan serebrospinal tidak berdarah yang terletak di ruang subdural, mirip dengan hematoma. Dengan pemeriksaan CT-scan, subdural hematoma kronis dapat dibedakan dari hygroma subdural. Namun, intensitas dinding hygromas tidak meningkatkan. MRI menunjukkan bahwa hygromas memiliki

intensitas sinyal yang sangat mirip dengan CSF pada semua urutan, termasuk pemulihan inversi atenuasi cairan (FLAIR) gambar. Secara kasar seperlima dari semua pasien dengan hygroma subdural menunjukkan lesi traumatis di otak.10

VIII.

PENATALAKSANAAN A. OPERATIF Kebanyakan teknis yang digunakan pada penanganan hematoma subdural

ialah sistem drainage. Antara yang paling sering dilaksanakan ialah advokat twist drill craniostomy, burr hole surgery atau craniotomy. Carmel et al. melaporkan pada operasi twist drill craniostomy, sebanyak 86% dengan prognosis baik. Namun banyak sumber menyatakan pilihan surgery yang optimal ialah burr-hole trepanation surgery dengan sistem drainage tertutup. Sebanyak 80% prognosisnya baik.11 Operasi craniotomy juga masih dianggap sebagai terapi principal. Craniotomy temporal kecil di mana lapisan dura dibiarkan terbuka.11 Hematoma subdural akut kerna aneurisme intracranial ruptur deteriosasi kesadaran terganggu (tanda-tanda herniasi)

kondisi neurologi stabil

CT + CTA

CT+CTA+DSA Hematoma evakuasi dan klipping

cardiopulmonary stabil

cardiopulmonary tidak stabil angiografi yang tertangguh

evakuasi-intraoperatif hematoma segera

coiling, evakuasi hematoma yang tertangguh

B. FARMAKOTERAPI

Terapi konservatif yang diberikan tergantung kepada pasien dengan gejala neurologic seperti nyeri kepala tanpa gejala lain, gejala fokal neurologic atau gangguan memori. Pemberian yang diberikan ialah steroid atau mannitol. Pemberian ubat farmakoterapi sangat jarang kerna biasanya pasien akan membaik setelah dioperasi. Dexamethason 16mg/hari dapat diberikan pada pasien tanpa midline shift selama dua minggu.16 Hematoma kecil akan mengalami resolusi secara spontan bila dibiarkan mengikut alamiah. Pada penderita dengan hematoma kecil tanpa tanda-tanda neurologic, maka tindakan pengobatan yang terbaik mungkin hanyalah melakukan pemantauan ketat.4

IX.

PROGNOSIS

Mortaliti pada subdural hematoma dapat mencecah 30%. Faktor yang mempengaruhi ialah Glagow Coma Scale <7, umur >80 tahun, durasi yang akut dan kraniotomi. Gejala neurologic dan midline shift tidak mempengaruhi kadar mortality. Gambaran isodensiti pada CT scan dianggap sebagai prognosis yang baik dan gambaran hipodensiti faktor prognosis buruk.16

X.

KESIMPULAN

Subdural hematoma ialah perdarahan yang terletak di ruang subdural. Perdarahan ini dapat meluas di bagian hemisphere, menibulkan kompresi pada serebri. Perdarahan dapat berasal dari rupturnya bridging vein, rupture granulosia Pacchioni, perluasaan perdarahan dari fossa pia mater dan juga perdarahan kontusio cerebri.1 Pemindaan CT merupakan pemeriksaan penunjang pilihan, yang dapat mendeteksi perdarahan baru dengan lebih tepat dibandingkan dengan MRI. CT dapat

menunjukkan adanya lokasi dan adanya perdarahan intracranial, edema, kontusi, udara, benda asing intracranial serta pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.3. Arteriografi dibutuhkan pada kasus perdarahan subdural spontan untuk mendeteksi sumber dan lokasi perdarahan. Pengobatan adalah evakuasi bedah hematoma dan mengatasi perdarahan dari vena yang terkoyak. Intervensi bedah harus dikerjakan dini dan sebelum tekanan serius pada jaringan otak menimbulkan kerusakan.4

DAFTAR PUSTAKA:

1. Rusdy Ghazali Malueka; Radiologi Diagnostik; Yogyakarta; Pustaka Cendekia Press Yogyakarta; April 2011; Halaman 140 147 2. Harsono DSS; Kapita Selekta Neurologi; Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; Gadjah Mada University Press; Halaman 309, 315 3. Satyanegara dan lain-lain; Ilmu Bedah Saraf, Edisi IV; Jakarta; Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama; Halaman 212-213 4. Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson; PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku 2; Penerbit Buku Kedokteran; 1994; Halaman 1014-1019 5. Brant, William E. dan Helms, Clyde A.; Fundamentals of Diagnostic Radiology, 3rd edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2007; Halaman 56 61

6. T. Moritani, S. Ekholm & P. L Westesson; Diffusion-Weighted MR Imaging of The Brain; German; Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2005; Halaman 64, 156 -157, 209 7. T. Scarabino, U. Salvoni & J.R. Jinkins; Emergency Neuroradiology; German; Springer Berlin Heidelberg; 2006; Halaman 59, 118, 139, 146, 150 154 8. R.G Grainger, D. J. Allison, A. Adam & A. K. Dixon; Grainger & Allisons Diagnostic Radiology: A Textbook Medical Imaging, 4th Edition; Harcourt Publishers Limited; 2001. 9. Rudiger von Kummer & Tobias Back; Magnetic Resonance Imaging in Ischemic Stroke; German; Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006; Halaman 164 165 10. David Sutton; Textbook of Radiology and Imaging, Volume 2; 7th Edition; Elsevier Science Ltd.; 2003; Halaman 1767 1769, 1779 1782 11. James L. Ausman; Chronic Subdural Hematomas and The elderly: Surgical results from a series of 125 cases: Old horses are not to be shot! ; 14th December 2012 [cited April 09th, 2013]; Available from:

http://www.surgicalneurologyint.com 12. Serge Marbacher, Ottavio Tomasi and Javier Fandino; Review Article: Management of Patients Presenting with Acute Subdural Hematoma due to Ruptured Intracranial Aneurysm; 28th November 2011; [cited April 09th, 2013]; Available from: http://www.hindawi.com/journals/ijvm/2012/753596 13. Marc Engelen, Paul J Nederkoorn, Marion Smits and Diederik van de Beck; Delayed life threatening subdural hematoma after minor head injury in patient with severe coagulopathhy: A case report; 10th August 2009; [cited April 09th, 2013]; Available from:

http://www.casesjournal.com/content/2/1/7587

14. Amit Agrawal; Bilateral Biconvex Fronal Chronic Subdural Hematoma Mimicking Extradural Hematoma; [cited April 09th, 2013]; Available from: http://www.jstcr.org 15. Anita Shirley Joselyn, Grace Korula, Smiths Elizabeth George & Saravanan P.A.; Spontaneous Intracranial Hypotension A cause for recurrent chronic subdural hematoma; 2010; [cite April 09th, 2013] Available from: http://www.joacp.org 16. Bernard Karnath; Subdural Hematoma: Presentation and Management in Older Adults; July 2004; [cited 14th April 2013]; Available at: https://sslw03dnn0374.websiteseguro.com 17. Omar Faiz, David Moffat; Anatomy at a Glance; 2002; Blackwellscience.ptd; UK; Halaman 133 135 18. Gambar 1: (Blumenfeld Neuroanatomy through Clinical cases Sinauer Assoc. Inc, 2002, p 122) 19. Gambar 2 : (Hungarian Academy of Science) 20. Gambar 3 : (Peter M., Balazs K.K;.Emergency Radiology, Semmelwis University Department of Radiology dan Oncotherapy, Budapest) 21. Gambar 6 : (Smith Jr., WP, Batnitzky S, Rengachary SS. Acute isodense subdural hematomas: a problem in anemic patients AJR 1981;136:543-546) 22. Gambar 10 : (www.visual photos.com) 23. Gambar 11 : (Dr. Robert Schubert www.radiopedia.org) 24. Gambar 13 : www.medscape.com; Mattiello JA Munz M; Images in clinical medicine: four types of acute post traumatic intracranial hemorage; N Engl J Med 200;344-580 25. Gambar 14 : www.radiologytutorials.com

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama NIM Universitas Judul Refarat

: Azila Binti Abd Aziz : C111 09 828 : Universitas Hasanuddin : Subdural Hematom

Telah menylesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, April 2013

Mengetahui,

Penguji,

Konsulen,

Pebimbing,

(dr. Achmad Dara, Sp. Rad)

(Dr. dr. Muhammad Ilyas sp. Rad (K)

(dr. Baharaini)

Anda mungkin juga menyukai