Laporan kasus
Keluhan utama : Sesak napas
Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh sesak nafas yang semakin memberat dan tidak hilang dengan
istirahat. Keluhan sesak tidak disertai dengan bunyi nafas mengi dan demam. Tidak ada batuk. Pasien
tidur dengan 4 bantal ditumpuk, namun keluhan terbangun pada malam hari karena keluhan sesaknya
disangkal. Keluhan tidak disertai dengan bengkak pada kedua tungkai. Tidak ada keluhan BAK.
Keluhan disertai dengan nyeri ulu hati seperti ditusuk, mual, dan muntah sebanyak 5 kali berisi
makanan. Keluhan disertai dengan nyeri kepala hebat, namun tidak ada kejang, maupun pingsan.
Tidak ada keluhan nyeri dada, maupun jantung berdebar-debar.
Keluhan mudah lelah bila beraktifitas sehari-hari disangkal. Pasien sebelumnya + 1 bulan SMRS
sudah pernah merasakan keluhan sesak nafas dan dirawat di RS.Muhammadyah dikatakan
pembengkakan jantung, dan sudah dilakukan tindakan ekokardiografi. Saat pulang rawat, pasien
mendapat 4 jenis obat namun pasien lupa nama obatnya. Pasien tidak kontrol rutin setelah perawatan,
dan hanya menjalani terapi akupunctur. Tidak ada keluhan keringat berlebihan, gemetaran pada
1
tangan, berat badan turun meskipun makan banyak, intoleran pada udara hangat. Tidak ada keluhan
bengkak pada kelopak mata terutama di pagi hari yang berkurang disore hari. Pasien masih menstruasi
dan lancar satu bulan satu kali. BAB dan BAK lancar, tidak ada kelainan.
Riwayat tekanan darah tinggi diakui, namun baru diketahui 2 bulan SMRS, dengan tekanan
tertinggi 200/..., rata-rata 150/..., berobat tidak rutin. Tidak ada riwayat kencing manis. Pasien
dilahirkan dengan bantuan bidan, tanpa penyulit, langsung menangis, tanpa kebiruan di badan,
dan tidak terdapat permasalahan saat masa bayi. Pertumbuhan dan perkembangan pasien serupa
dengan teman sebaya. Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, kedua saudara kandung
sehat.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: sakit berat
Kesadaran
: agitasi
Kepala
: Konjungtiva anemis, Sklera tidak ikterik, exoftalmos -/-, malar rash (-), PCH (-),
SPO(-), oral ulcer (-)
Leher
Thorax
Suhu
: 36,60C
Nadi = HR
: Ictus cordis tidak tampak, teraba di intercostalis space VI lateral linea midclavicula
sinistra, tidak kuat angkat., thrill (-)
Batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri intercostal space VI lateral linea
midclavicularis sinistra , batas atas intercostal space III
Bunyi jantung S1 S2 normal, S3 (-), S4 (-),murmur (-)
Pulmo : Vocal fremitus sulit dinilai, sonor kanan = kiri, vocal resonance sulit dinilai,
vesicuclar breathing sound kanan = kiri, ronkhi +/+ basah halus di lapang paru,
wheezing -/Abdomen
: Datar, lembut, Hepar tidak teraba. Lien tidak teraba. R.traube kosong, bising usus (+)
normal. Pekak Samping (-), bruit renal -/-
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema pitting +/+, clubbing -/-, sianosis -/-, tremor -/-,
radiofemoral delay (-), diskoid rash -/2
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Darah Rutin :
Hemoglobin 12.8
Hematokrit 41
Lekosit
27,700
Eritrosit
5.48
Trombosit 243,000
MCV
75.0
MCH
23.4
MCHC
31.1
Kimia Klinik
Ureum
49
Kreatinin 1.75
GDS
144
Natrium 129
Kalium 3.4
Kalsium 4.58
Magnesiu 1.98
CTR 68%, segmen aorta tidak melebar, segmen pulmonal tidak menonjol, pinggang jantung (+), apex
tertanam,kranialisasi (+), infiltrat (-), sinus costophrenicus tajam.
Kesan: kardiomegali dengan bendungan paru
EKG
Irama sinus, QRS rate130x/menit,QRS axis normal (0-90O), P wave 0.08- 0.1 mV, PR interval 0.16,
QRS duration 0.08, Q patologis(-), ST segmen isoelektrikdan T wave inverted(-);R/S di V1<1, S
V1/V2 + R V5/V6 > 35mm, S V3 + R aVL > 20mm.
DK EKG :Sinus takikardia, LVH
Hipertensi emergensi dengan TOD acute hypertensive heart failure-edema paru akut,
encefalopati hipertensi,AKI dengan asidosis metabolik terkompensasi
Terapi :
Nitrogliserin 5 100 g/m persediaan (-) perdipine dimulai dengan 5 mg/jam, dosis
titrasi 2.5 mg iv setiap 5 dgn max dosis 15 mg/jam target penurunan 25% MAP dalam
1 jam pertama, jika kondisi stabil TD diturunkan kembali s/d 160/100 mmHg dalam 2-6
jam berikutnya bila kondisi stabil TD diturunkan s/d batas normal dalam 24-48 jam
berikutnya.
Target MAP 120-130 mmHg
Monitor TNRS-IO
Advis sementara hindari agen ACEI/ARB hingga bilateral renal stenosis dieksklusikan
FOLLOW-UP
Hari 2-3 (8-9/3/2014) :
-
Kesadaran masih delirium, TD sudah 167/99 mmH dengan drip Perdipin titrasi turun dan
overlap dengan Amlodipin 1x10 mg + HCT 1x25 mg
Dilakukan echocardiografi : dimensi normal, LVH (+), fungsi sistolik LV baik (EF 5062%), diastolik function sulit dinilai (fusion), mild hypokinetic anterior, TR mild, mild to
moderate PH --> HHD, fungsi sistolik LV baik
Hari 4 (10-3-2014) :
Kesadaran pasien membaik, ada keluhan nyeri kedua kaki, pada pemeriksaan ditemukan Tungkai
kanan =pulsasi a. fem +, a. pop +, a. tib pos , a. dors pds pain + berkurang,
Kiri = pulsasi a. fem +, a pop +, a. tib pos - , a. dors pds - , / pain +, parastesi +, palor +,
poikilothermia +, paralisis -, pulseless + Dikonsulkan ke Bedah Vaskular, dibuat Dk/ Acute
5
limb ischemia sinistra Rutherford Iib dan dilakukan drip UFH serta operasi thrombektomi
ditemukan thrombus di A. Tibialis posterior sinistra & A. Tibialis anterior sinistra Thrombus
30 cm
-
Dilakukan CT Scan kepala dan LP oleh TS neurologi dengan hasil dalam batas normal
Dikonsulkan ke Rematologi (dr. Andri Reza, SpPD) dengan Dk/Hypercoagulable state ec.
DD/APS sekunder dengan SLE, APS primer. Saran periksa ANA dengan pola, IgG & IgM
b2glikoprotein I, IgG & IgM ACA
Dikonsulkan ke GH (dr.Jonny, SpPD) dengan Dk/HT emergensi dengan TOD edema paru,
acute hypertensive heart failure. Saran drip Perdipin dilanjutkan
Hari 6 (12-3-2014) :
-
Hari 8 (14-3-2014)
-
Hari 12 (18-3-2014)
-
Pasien dipulangkan dengan kondisi tekanan darah sudah terkontrol dan tungkai kiri
perbaikan
Pasien mendapat obat pulang : Clopidogrel 1x75 mg, Cilostazol 2x100 mg, Captopril 3x50
mg, Amlodipin 1x10 mg, HCT 1x25 mg, Warfarin 0-0-4 mg, As. Folat 1x1 mg
Hari-
Hari-
Hari
Hari
Hari-
Hari-
Hari-
Hari
Hari-
10
Datang
7/3
8/3
9/3
10/3
11/3
12/3
13/3
Hb
12.8
13.0
12.0
10.4
11.3
Ht
41
40
38
33
35
27700
24300
18800
11000
9600
Tr
243000
Diff.coun
242000
229000
236000
0/0/1/90/
0/0/0/81/
0/2/0/68/
5/4
11/8
20/10
14/3
15/3
16/3
218000
Ur
49
65
95-87
71
57
47
42
Kr
1.75
1.79
2.041.94
1.66
1.46
1.37
1.22
Na
129
134
134
136132
3.4
3.1
3.1
3.3-3.5
Ca
4.58
4.75
4.68
4.77
Mg
1.98
1.74
2.18
2.31
GDS
144
127
3.4
GDP
98
As.urat
9.5
4.0
PT
13.412.7
12.7
INR
1.101.04
0.93
aPTT
31.221.4
Fibrinoge
n
501.9
D-dimer
4.0
LED
44
27.734.6
Kol.tot
174
HDL
26
LDL
99
26.6
34.237.9
39.659.537.8
34.3
35.4
TG
173
Urine
(7/3):
Kuning, keruh, Blood: 2+/0.2, L 25, BJ: >1,030 pH: 6,0 nitrit (-), prot 3+/300, gluk (-),
keton (-), urob normal, bil (-), E: 2, L 12. Ep:banyak, bakt (-), kristal (-), silinder (-)
Urine(9/3)
Kuning, agak keruh, Blood: 3+/>1.0, L (-), BJ: 1,010 pH: 5,0 nitrit (-), prot 1+/70, gluk
(-), keton (-), urob normal, bil (-), E: banyak, L 1. Ep:3, bakt (-), kristal (-), silinder (-)
Urine(11/3)
Kuning, keruh, Blood: 3+/>1.0, L 25, BJ: 1,015 pH: 5,5 nitrit (-), prot 2+/100, gluk (-),
keton (-), urob normal, bil (-), E: 8, L 6. Ep:6, bakt (-), kristal uric acid, silinder
(-),jamur(+)
Urine(12/3)
Kuning, agak keruh, Blood: 3+/>1.0, L (-), BJ: 1,010 pH: 6,5 nitrit (-), prot 2+/100,
gluk (-), keton (-), urob normal, bil (-), E: banyak, L 3. Ep:banyak, bakt (-), kristal (-),
silinder (-)
Urine(13/3)
Kuning, jernih, Blood: 2+/0.2, L (-), BJ: 1,010 pH: 7,5 nitrit (-), prot 1+/30, gluk (-),
keton (-), urob normal, bil (-), E: 2, L (-). Ep:2, bakt (-), kristal (-), silinder (-),jamur(+)
AGD1 (7/3) pH 7,319; pCO2: 31.5; pO2: 26.4; HCO3-: 15.7; TCO2:31.9; BE: -8.9; SatO2:45.2
AGD2 (7/3) pH 7,320; pCO2: 18.0; pO2: 131.0; HCO3-:9.1; TCO2:18.0; BE: -16.1; SatO2:98.7
AGD3 (8/3) pH 7,534; pCO2: 26.8; pO2: 138.0; HCO3-:22.6; TCO2:42.8; BE: 1.5; SatO2:99.2
AGD4 (9/3) pH 7,494; pCO2: 29.0; pO2: 76.1; HCO3-:22.0; TCO2:43.0; BE: 0.2; SatO2:95.8
LCS (9/3):
Jml sel 11, PMN 100, MN 0, Nonne(-), Pandy(-), Gluk.100, Prot.38, Tidak berwarna,
jernih, hifa(-),BTA(-), Criptokokus (-)
Pemeriksaan Khusus
(10/3/14) : Homocystein 29.55 (N : 5.46-16.2)/HbsAg nonreaktif/anti-HCV nonreaktif/ B2GPI
IgG nonreaktif/ IgG-ACA nonreaktif/ B2GPI IgM nonreaktif/ IgM-ACA nonreaktif/ ANA
nonreaktif/CRP kuantitatif 18.3
Elektroforesis protein : Albumin 55.0/Alfa-1 Globulin 5.6/Alfa-2 Globulin 11.0/Beta 1 Globulin
7.1/Beta 2 Globulin 4.2/Gamma Globulin 17.1
(13/3/14) : Protein C : 83.60% (Kontrol : 107.4%), Protein S : 127.50% (Kontrol : 74.2%)
(13/3/14) : TEG Gambaran TEG dalam batas normal
Echocardiografi (14/3/14) :
-
Normal valves
Normal RV contractility
USG Duplex Sonography Tungkai (14/3/14) : Sistem arteri tungkai kiri menunjukkan flow
yang cukup baik pasca thrombosis. Tidak terdapat tanda-tanda DVT pada tungkai kiri.
Resume
Telah disampaikan kasus mengenai seorang wanita usia 25 tahun yang datang ke rumah sakit
dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD
memenuhi kriteria hipertensi emergensi. Riwayat hipertensi baru diketahui sejak 2 bulan SMRS.
Pada follow-up selanjutnya pasien mengalami acute limb ischemia a/r tungkai kiri dan dilakukan
trombektomi. Pasien dibuat diagnosis akhir :
9
Hipertensi emergensi dengan TOD edema paru akut, ensefalopati, AKI (perbaikan)
Pasien diterapi dengan drip UFH overlap dengan Warfarin 0-0-4 mg, Captopril 3x50 mg,
Amlodipin 1x10 mg, HCT 1x25 mg, Clopidogrel 1x75 mg, Cilostazol 2x100 mg, dan As.folat
1x1 mg.
Apakah penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi sekunder pada pasien ini ?
TINJAUAN PUSTAKA
Krisis hipertensi adalah peningkatan dari TDD >120 mmHg, dan yang termasuk dalam
kategori ini adalah:1. Hipertensi emergensi, 2. Hipertensi urgensi dan 3. Hipertensi berat.
Hipertensi emergensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDD > 120 mmHg yang
disertai KOT yang akut (sistim saraf pusat, jantung atau ginjal). Pada keadaan ini diperlukan
penurunan TD
untuk menurunkan TD segera dan bukan berdasarkan keluhan yang sebenarnya terjadi pada
pasien. Memang pada keadaan tertentu diperlukan penurunan TD yang cepat seperti pada
keadaan perioperatif. Walaupun demikian seorang dokter harus tetap dapat mempertimbangkan
secara benar keuntungan dan kerugian untuk menurunkan TD dengan cepat sebab keadaan fatal
bisa saja terjadi.
Hipertensi berat didefinisikan sebagai TD sistolik (TDS) >180 mmHg dan TDD >110
mmHg. Seperti pada hipertensi urgensi kuncinya adalah tidak terdapat KOT yang akut dan
memerlukan penurunan TD secara bertahap menggunakan terapi kombinasi obat anti hipertensi
oral dalam jangka waktu yang tertentu. Pasien-pasien dalam kategori ini harus dievaluasi dengan
baik terhadap kemungkinan adanya kelainan jantung, ginjal atau penyebab hipertensi lainnya
Hipertensi maligna adalah terminologi yang tua dan tidak dipergunakan lagi. Keadaan
ini menghubungkan kenaikan TD dengan retinopati Keith-Wagener- Barker stadium IV
(papiledema, perdarahan retina dan eksudasi retina). Istilah diatas biasa dipergunakan untuk
menggambarkan hipertensi emergensi dengan kelainan sistim saraf pusat.
Hipertensi akselerasi adalah keadaan yang menghubungkan kenaikan TD dengan
retinopati Keith-Wagener-Barker stadium III (perdarahan retina, eksudasi retina tanpa
papiledema)
Klasifikasi retinopati Keith-Wagener-Barker tidak menggambarkan secara akurat dari
beratnya kenaikan TD sehingga terminologi tersebut sudah jarang dipergunakan lagi 1,2,3,4.
Penyebab Hipertensi Emergensi
95% pasien hipertensi tidak diketahui penyebabnya dan dikenal dengan sebutan hipertensi
esensial. Sisanya 5% memiliki penyakit dasar yang dikenal sebagai hipertensi sekunder. Kedua
keadaan tersebut
Pil kontrasepsi
Cocaine hydrochloride
Phencyclidine hydrochloride
MAO inhibitors
NSAID
Amphetamine
Cyclosporine
Steroid
Glomerulonephritis
Penyakit parenkhim ginjal
Stenosis arteri renalis
Hiperaldosteronisme
Penyakit cushing
Pheochromocytoma
Sleep apnea
Coarctation aorta
Kelainan di medula spinalis (spinal injury)
Kelainan neurologis :
Gagal baroreflektor
Cardiovascular accident
Trauma kapitis
Kelainan hormonal:
Pheochromocytoma
Kehamilan:
Eklamsia
Preeklamsia
Kelainan autoimmun:
Vaskulitis
Kelainan ginjal:
Glomerulonefritis
Kelainan renovaskular
Obat-obatan :
13
Obat antihipertensi
Alkohol
Sebagian besar pasien-pasien dengan hipertensi berat dan asimptomatik tidak menyadari
mengenai keadaan kesehatan dirinya sendiri dan tidak pernah berobat, sebaliknya pasien-pasien
yang pernah mengalami hipertensi emergensi biasanya memiliki pengalaman pengobatan yang
buruk dan tak teratur atau penghentian obat hipertensi seperti clonidin atau beta bloker secara
tiba-tiba tanpa sepengetahuan dokter dan menimbulkan kenaikan TD yang ekstim dan cepat
sehinga mengakibatkan KOT yang akut 1.
Karakteristik dari beberapa penyebab hipertensi sekunder dapat dilihat pada tabel 1 ini :
Penyakit
Umum
Penyakit renovaskuler
Koarktasio aorta
14
Gambaran Klinis
Hipertensi berat atau resisten
Kenaikan TD akut dari nilai yang selama ini
stabil
Terbukti onset hipertensi sebelum pubertas
Usia < 30 thn tanpa riwayat hipertensi pada
keluarga dan tanpa obesitas
Peningkatan akut kreatinin serum minimal
30% setelah pemberian ACE inhibitor atau
ARB
Hipertensi moderat sampai berat pada pasien
dg aterosklerosis difus, ginjal kecil unilateral,
ukuran ginjal yg asimetris > 1,5 cm yg tidak
dapat dijelaskan dg alasan lain
Hipertensi moderat sampai berat pada pasien
dg episode edema paru singkat yg rekuren
Onset hipertensi stage II setelah usia 55 tahun
Bruit sistolik atau diastolik (tidak terlalu
sensitif)
Peningkatan kadar kreatinin serum
Abnormal urinalisis
Peningkatan TD setelah penggunaan
Peningkatan TD secara paroksismal
Trias nyeri kepala (biasanya berdenyut),
palpitasi, dan berkeringat
Hipokalemi yang tidak dpt dijelaskan dg kadar
kalium urin yg meningkat; namun, lebih dari
setengahnya pasien normokalemi
Fascies
cushingoid,
obesitas
sentral,
kelemahan otot proksimal, dan ekimosis
Dapat
memiliki
riwayat
penggunaan
glukokortikoid
Terutama pada pria obese yg mendengkur
keras saat tidur
Somnolen dan fatik sepanjang hari serta
kebingungan di pagi hari
Hipertensi di lengan dengan denyut femoral
Hipotiroidisme
Hiperparatiroidisme primer
Dimodifikasi dari UpToDate5
Pada pasien ini, masih terdapat beberapa kemungkinan penyebab hipertensi sekunder.
Penyakit renovaskuler dapat menjadi penyebab karena onset usia muda walaupun tidak
didapatkan bruit renal dan tidak ditemui peningkatan kreatinin serum setelah pemberian
Captopril. Pemeriksaan CT Angiografi dapat memastikan ada tidaknya stenosis arteri renalis.
Penyakit ginjal primer dan glomerulonefritis menjadi kemungkinan kedua penyebab hipertensi
sekunder karena didapatkan peningkatan kreatinin serum dan urinalisis yang abnormal dan
relatif menetap pada pasien ini, walaupun tidak didapatkan edema dan riwayat penyakit ginjal
pada keluarga pada pasien ini. Namun sayangnya pemeriksaan biopsi ginjal yang merupakan
penunjang definitif tidak dilakukan pada pasien ini. Sampai pasien pulang pemeriksaan USG
ginjal belum sempat dilakukan dan pemeriksaan p-ANCA yang dapat memberikan petunjuk
adanya vaskulitis renal hasilnya belum keluar.
Dari berbagai penyebab hipertensi sekunder lainnya, tidak ditemukan gejala-gejala dan
tanda-tandanya pada pasien ini sehingga kemungkinan besar penyebab hipertensi sekunder pada
pasien ini adalah penyakit primer ginjal atau glomerulonefritis atau stenosis arteri renalis.
Oklusi arteri akut dapat disebabkan oleh emboli dari sumber yang jauh, trombosis akut
dari arteri yang sebelumnya paten, atau trauma langsung terhadap arteri (Tabel 2) :
Tabel 2 Penyebab Oklusi Arteri Akut
Embolus
Trombosis
Trauma
Sumber jantung
Graft vaskular
Tumpul
Atherosklerosis
Penetrasi
Iatrogenik
Fibrilasi atrium
Infark miokard
Endokarditis
Penyakit katup
Entrapment syndrome
Katup prostetik
Hypercoagulable state
Sumber arterial
Aneurisma
Plak atherosklerosis
Paradoxical embolus
Pada pasien ini dari hasil echocardiografi dan CT Angiografi tidak ditemukan sumber emboli
atau trombus yang dapat menyebabkan acute limb ischemia. Sementara dari hasil lab didapatkan
kadar protein C yang lebih rendah dari kontrol dan kadar homosistein yang meningkat yang
mengarah kepada hypercoagulable state sebagai penyebab acute limb ischemia pada pasien ini.
Berikut ini paparan singkat mengenai hypercoagulable state, defisiensi protein C dan
hiperhomosisteinemi :
Hypercoagulable State
Hypercoagulable states merupakan keadaan kongenital didapat yang telah diketahui atau
dicurigai berhubungan dengan hiperaktivitas sistem koagulasi dan atau perkembangan ke
arah tromboemboli. Manifestasi klinis kelainan ini adalah: meningkatnya kejadian trombosis,
16
yang muncul pada usia muda, trombosis familial, dan trombosis di lokasi yang tidak lazim (di
vena otak).
Menurut penyebab hypercoagulable states, dibagi menjadi 3 kelompok : kondisi kongenital,
hiperkoagulabel didapat, gabungan
17
Defisiensi Protein C
Protein C adalah suatu antikoagulan alami, dan merupakan suatu glikoprotein dengan
berat molekul 62-kD. Disintesis di hati sebagai suatu zymogen, yang kemudian beredar ke dalam
sirkulasi dengan konsentrasi 4 mcg/mL. Secara fisiologis, aktivasi protein C ini terjadi pada
permukaan fosfolipid sel dengan aksi thrombin saat berikatan dengan proteoglikan sel endothel,
yaitu thrombomodulin. Setelah teraktivasi, activated protein C (APC) yang berikatan dengan
permukaan sel mengikat kofaktor antikoagulan, yaitu protein S. Komplek APC dan protein S
kemudian memproteolisis kofaktor prokoagulan teraktivasi faktor VIII dan faktor V. Dan
kemudian memperlambat pembentukan fibrin dengan mencegah aktivasi faktor protein
prokoagulan yaitu faktor X dan prothrombin. Defisiensi protein C ini akan menyebabkan risiko
terjadinya thrombosis.8
Defisiensi protein C akan menyebabkan risiko thrombosis pada sirkulasi vena yang
alirannya pelan. Pada sirkulasi arteri yang memiliki kecepatan tinggi, aliran laminar mencegah
interaksi berkepanjangan antara platelet dan dinding pembuluh darah. Dari beberapa kasus,
khususnya pada pasien pediatri dilaporkan bahwa defisiensi protein C dapat meningkatkan risiko
thrombosis arteri9.
Hiperhomosisteinemia
Merupakan kelainan metabolik yang diakibatkan oleh beberapa kelainan genetik.
Homosistein
gangguan
sistem
koagulasi.
kerusakan
Mekanisme
di
18
jaringan
atas diduga
penyambung
akibat
dan memicu
pengaruh
aktivitas
Peningkatan kadar homosistein dalam darah akhir-akhir ini telah ditegakkan sebagai
faktor risiko independen untuk
terjadinya
trombosis
dan
penyakit
vaskuler.
Kesimpulan
Telah dibahas sebuah kasus tentang hipertensi sekunder dan acute limb ischemia pada
seorang wanita usia muda. Penyebab hipertensi sekunder dipikirkan adalah penyakit ginjal
primer sementara penyebab acute limb ischemia adalah hypercoagulable state yang disebabkan
oleh defisiensi protein C dan hiperhomosisteinemia. Namun masih perlu dicari hubungan antara
hipertensi sekunder dan hypercoagulable state atau satu kesatuan penyakit yang dapat
menjelaskan hipertensi dan acute limb ischemia.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Flanigan JS, Vitberg D, Hypertensive Emergency and Severe Hypertension: What to
treat, Who to treat, and How to treat. Med Clin N Am 2006;90 : 439-451
2. Aggarwal M, Khan IA, Hypertensive Crisis:Hypertensive Emergencies and Urgencies.
Cardiol Clin 2006;24:135-146
3. Stewart DL, Feinstein SE, Colgan R, Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim
Care Clin Office Pract 2006;33:613-623
4. Kaplan NM, Hypertensive Crises in: Clinical Hypertension 9th Ed , Lippincott Williams
& Wilkins 2006:311-324
5. Kaplan NM, Who should be screened for renovascular or other causes of secondary
20