Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, hal

ini tercermin dari banyaknya jumlah penderita yang datang ke pelayanan

kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan. Mereka datang dari

berbagai golongan yang berbeda, mulai dari golongan ekonomi kelas tinggi

hingga ekonomi kelas bawah. Sebagaimana pencanangan “Gerakan Pembangunan

Berwawasan Kesehatan” pada 1 Maret 1999 oleh presiden RI, yang salah satu

strateginya adalah “Pembangunan Kesehatan Nasional Menuju Indonesia Sehat

Tahun 2010” dan diperkuat oleh perubahan amandemen UUD 1945, TAP MPR

No.3 th 2000 dan Tap MPR No. VI tahun 2002, membuktikan kuatnya kepedulian

pemerintah akan arti pentingnya sebuah bangsa yang sehat.

Semakin banyaknya pelayanan kesehatan saat ini menyebabkan berbagai

pelayanan memberikan service yang lebih memuaskan pelanggan, hal ini

menyebabkan tingginya tarif rumah sakit yang tidak mampu ditanggung oleh

masyarakat biasa/ kelas menengah ke bawah. Tingginya jumlah pasien yang

masuk ke rumah sakit dan kurangnya perawatan yang diberikan pada rumah sakit

menyebabkan LOS (length of stay/ lama tinggal di RS) menjadi semakin panjang

sehingga banyak di antara penderita/keluarga merasa keberatan dengan biaya

yang harus dibayar untuk biaya perawatan. Hal ini terjadi hampir di semua

bangsal perawatan.
Di sisi lain rumah sakit dan institusi pelayanan kesehatan untuk

meningkatkan kualitasnya, salah satu caranya dengan melakukan evaluasi

terhadap peningkatan ”Bed Occupancy Rates”, peningkatan rawat jalan pasca

bedah, pemulangan pasien lebih awal, yang merupakan trend untuk peningkatan

mutu pelayanan (Setyawati, 2004). Selain itu kasus penyakit terminal yang tidak

efektif dan tidak efisien di rawat di Rumah Sakit diharapkan untuk mengikuti

perawatan di rumah.

Tujuan dari pelayanan keperawatan professional adalah memberikan

pelayanan keperawatan yang holistic (menyeluruh) bio, psiko, sosio, dan cultural

kepada individu, kelompok dan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dasarnya.

Pelayanan yang bersifat holistic ini akan lebih lengkap dengan pemberian

pelayanan keperawatan lanjutan dirumah dengan home health care.

Menurut Depkes RI (2002) mendefinisikan bahwa home care adalah

pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan

kepada individu, keluarga, di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk

meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan/memaksimalkan

kemandirian dan meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit. Layanan

diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien/ keluarga yang direncanakan,

dikoordinir, oleh pemberi layanan melalui staff yang diatur berdasarkan

perjanjian bersama. (www.rajawana.com).

Pelayanan keperawatan di rumah merupakan pelayanan keperawatan yang

diberikan di tempat tinggal klien dan keluarga, sehingga klien tetap memiliki

otonomi untuk memutuskan hal-hal yang terkait dengan masalah kesehatannya.

2
3

Perawat yang melakukan keperawatan di rumah bertanggung jawab untuk

meningkatkan kemampuan keluarga untuk mencegah penyakit dan pemeliharaan

kesehatan.

Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka Home health Care sebagai

jembatan antara rumah sakit dan masyarakat dalam sektor kesehatan harus

berperan aktif dalam ikut mendukung program pembangunan di masa yang akan

datang, namun dengan tidak mengabaikan aspek sosial dan menjaga martabat

moral etika sesuai dengan etika ketimuran yang ada dimasyarakat. Berdasarkan

pertimbangan yang ada sudah selayaknya terbentuk suatu jasa pelayanan yang

bersifat sosial sekaligus ekonomis yaitu dengan adanya jasa pelayanan home

health care. Oleh karena itu jasa pelayanan kesehatan yang bersifat sosial tetapi

tetap memperhatikan nilai ekonomis maka perlu disusun dalam suatu perencanaan

baik.

Hasil penelitian Rini dan Alin (2008) pada pasien pasca stroke menyatakan

mereka membutuhkan program pelayanan home care yang dilakukan oleh home

care agency karena pihak keluarga kurang mampu melaksanakan perawatan dan

rehabilitasi pasca stroke secara mandiri di rumah selain juga karena keterbatasan

waktu yang ada. Adapun penelitian Megawati (2004) pada pasien yang sedang

mengikuti home care di rumah sakit, mereka setuju adanya home care dengan

biaya lebih murah.

Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan

setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke

merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.


Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut,

sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan

fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan

fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Di

Sulawesi Selatan stroke urutan 9 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap

rumah sakit tahun 2007.

Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

Pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan home care terhadap

rehabilitasi penderita stoke di Watampone.

Rumusan masalah

Apakah pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan home care

pada rehabilitasi penderita stoke di Watampone

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan

home care pada rehabilitasi penderita stoke di Watampone.

Tujuan Khusus

Untuk mengidentifikasi rehabilitasi penderita stoke sebelum pemberian

pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan home care.

Untuk mengetahui keberhasilan rehabilitasi penderita stoke setelah pendidikan

kesehatan dalam pelaksanaan home care.

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan home

4
5

care pada rehabilitasi penderita stoke di Watampone.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini, yaitu:

Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan bahan

bacaan bagi peneliti selanjutnya, Selain itu hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi ilmiah yang berarti dalam keperawatan.

Manfaat praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak terkait

dalam rehabilitasi penyakit Stroke di Watampone.

Menambah wawasan bagi praktisi pendidikan dalam penyajian materi yang

terkait dengan perawatan dan pengobatan penderita Stroke.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan tentang pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan, tapi

pada kenyataannya kurang dilibatkan, karena pendidikan kesehatan itu tidak

segera dan jelas memperlihatkan hasil. Pendidikan kesehatan adalah behavioral

investment jangka panjang Immediate impact dan intermediate impact pendidikan

kesehatan hanya peningkatan pengetahuan.

Defenisi pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan penerapan konsep pendidikan di

dalam bidang kesehatan. Konsep pendidikan adalah suatu proses belajar.

Prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah proses belajar.

Belajar merupakan kegiatan yang menghasilkan perubahan. Perubahan

dari hasil belajar itu didapatkannya kemampuan baru yang berlaku untuk

waktu yang relative lama. Perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari

bukan karena kebetulan.

Menurut Wood pada tahun 1926 (dikutip oleh Herawani, 2002)

mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan sekumpulan

pengalaman yang mendukung kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang

berhubungan dengan kesehatan individu, masyarakat, dan ras.

Stuart pada tahun 1968 (dikutip oleh Herawani, dkk 2002) juga

mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan adalah komponen program

kesehatan dan kedokteran yang terdiri atas upaya terencana untuk mengubah

6
7

perilaku individu, kelompok maupun masyarakat yang merupakan perubahan

cara berpikir, bersikap, dan berbuat dengan tujuan membantu pengobatan,

rehabilitasi, pencegahan penyakit, dan promosi hidup sehat.

Selain itu, Committee President on Health Education pada tahun 1977

(dikutip oleh Notoatmodjo 2003) juga menjelaskan bahwa pendidikan

kesehatan adalah suatu proses yang menghubungkan terjadinya kesenjangan

antara informasi kesehatan dan praktek kesehatan sehingga memotivasi

seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu dalam menjaga

dirinya untuk menjadi lebih sehat dengan menghindari kebiasaan yang buruk

dan membentuk kebiasaan yang menguntungkan kesehatan.

Oleh karena itu, dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang

dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang

meliputi komponen pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang berhubungan

dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok maupun

masyarakat, serta merupakan komponen dari program kesehatan (Herawati,

dkk 2002).

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan Pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku dari yang

merugikan kesehatan atau tidak sesuai dengan norma kesehatan ke arah

tingkah laku yang menguntungkan kesehatan atau norma yang sesuai dengan

kesehatan Hl Bloom, Status kesehatan dipengaruhui oleh Lingkungan Perilaku


Pelayanan Kesehatan. Menurut Lewrence Green, perilaku dipengaruhi oleh 3

faktor: Faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling

factors), faktor penguat/ pendorong (reinforcing factors).

Secara umum, tujuan pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku

individu maupun masyarakat di bidang kesehatan. Organisasi Kesehatan

Dunia, WHO (1954, dikutip oleh Notoatmodjo 2003) menegaskan bahwa

tujuan tersebut dapat diperinci lebih lanjut menjadi:

Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat

Membantu individu agar mampu secara mandiri ataupun berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

Dari uraian tujuan pendidikan kesehatan diatas, disimpulkan bahwa

pada dasarnya pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman

individu, kelompok, dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan

kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri dalam mencapai tujuan

hidup sehat, serta dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

dengan tepat dan sesuai (Herawani, dkk 2002).

Sasaran pendidikan kesehatan

8
9

Sasaran pendidikan kesehatan meliputi: Pendidikan kesehatan individu

dengan sasaran individu, pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran

kelompok, pendidikan kesehatan masyrakat dengan sasaran masyarakat luas.

Tempat Pelaksanaan pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan di sekolah, pendidikan kesehatan di rumah sakit,

pendidikan kesehatan di tempat kerja, pendidikan kesehatan di rumah tangga.

Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa ruang lingkup pendidikan

kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran

pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat

pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasarannya, menurut Notoatmodjo (2003)

dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.

Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.

Leavel & Clark (dikutip oleh Notoatmodjo 2003) membagi dimensi

tingkat pelayanan kesehatan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels

of prevention), sebagai berikut:

Promosi Kesehatan (Health Promotion)

Dalam tingkat ini, pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam

peningkatan gizi, kebiasaan hidup sehat, perbaikan sanitasi lingkungan,

kebersihan perorangan, dan pemeriksaan kesehatan secara berkala.


Perlindungan Khusus (Specifik Protection)

Pada tingkat ini, pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat, misalnya mengenai pentingnya imunisasi sebagai

perlindungan terhadap penyakit pada anak maupun orang dewasa.

Diagnosis Dini & Pengobatan Segera

Akibat dari rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap

kesehatan dan penyakit sehingga menimbulkan kesulitan mendeteksi

penyakit yang terjadi di masyarakat, maka dilakukan pencarian kasus

individu atau massal, survei penyaringan kasus, pencegahan menular dan

terjadinya komplikasi, serta pengobatan penyakit segera.

Pembatatasan Kecacatan (Disability Limitation)

Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang

kesehatan dan penyakit, maka masyarakat tidak melanjutkan pengobatan

secara tuntas atau tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang

komplit sehingga dapat mengakibatkan orang bersangkutan cacat atau

memiliki ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu.

Rehabilitasi (Rehabilitation)

Pada tahap ini pendidikan diperlukan untuk memulihkan kecacatan

dengan melakukan berbagai macam latihan yang baik dan benar

sesuai program yang ditentukan.

Tinjauan tentang home care

Sejarah Home Care

Perawatan di rumah merupakan aspek keperawatan komunitas yang

10
11

berkembang paling pesat. Antara tahun 1988-1992, jumlah perawat yang

melakukan perawatan di rumah meningkat menjadi 50%. Pada awalnya,

keperawatan komunitas dimulai dengan pelayanan yang diberikan bagi orang-

orang miskin di rumah mereka.

William Rathbone memulai program perawat yang berkunjung ke

rumah (visiting nurse) pada tahun 1859, setelah istrinya meninggal dan

dirawat oleh seorang perawat di rumahnya. Selanjutnya di akhir tahun 1800-

an, Amerika Serikat mendirikan perkumpulan perawat yang datang ke rumah

karena tingginya imigrasi di Amerika yang menyebabkan terjadinya penyakit-

penyakit menular sampai dengan awal abad ke-19, perawatan bagi orang sakit

dan orang cacat di rumah-rumah mereka menjadi bentuk tradisional dari

pelayanan kesehatan bagi kebanyakan orang (Spiegel, 1987).

Di tahun 1940-an, rumah sakit mulai menunjukkan keberhasilannya

pada perawatan di rumah karena meningkatnya jumlah orang yang sakit

kronis. Perkumpulan-perkumpulan visiting nurse semakin menjamur di

berbagai kota besar dan kecil, sampai akhirnya di awal tahun 1980-an

digunakan sistem Diagnostic – Related Groups (DRGs) untuk menurunkan

lama rawat inap dari seorang pasien. Pelayanan perawatan di rumah

selanjutnya dipandang bukan hanya sebagai cara yang terpilih untuk

memberikan perawatan pada klien, tetapi juga merupakan cara yang paling

murah.

Dalam kegiatan kongres ICN 13 July 2009 di Afrika Selatan dibahas

Sharing experience tentang Home Based Carre dan Primary Health care
dimasing masing negara. Permasalahan dinegara berkembang hampir sama

yaitu communicable disease dan kurangnya sumber daya baik tenaga perawat

maupun fasilitas, termasuk teknologi serta pentingnya kompetensi perawat

dalam melaksanakan Home Based care dengan aspek legal yang kuat dalam

praktek.

http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=print&sid=247.

Date: Monday, 13 July 2009 (16:18:22) WIT. Durban, South Afrika, 26 Juni -

4 Juli 2009.

Defenisi Home Care

Menurut Depkes RI (2002) mendefinisikan bahwa home care adalah

pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan

kepada individu, keluarga, di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk

meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan/memaksimalkan

kemandirian dan meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit. Layanan

diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien/keluarga yang direncanakan,

dikoordinir, oleh pemberi layanan melalui staff yang diatur berdasarkan

perjanjian bersama. www.rajawana.com

Homecare adalah perawatan pasien di rumah yang melibatkan anggota

keluarga dalam proses perawatan dan penyembuhan pasien. Perawatan ini

dibantu oleh tim kesehatan profesional (dokter, perawat atau fisiotherapist)

yang bisa didatangkan ke rumah pasien sewaktu-waktu, jika diperlukan.

www.homecare@griyakami.com.

12
13

Rumah Sakit di kota besar biasanya mempunyai fasilitas homecare,

artinya Rumah Sakit yang mempunyai pelayanan untuk menugaskan perawat

atau tim kesehatan profesionalnya (dokter, perawat atau fisiotherapist)

melakukan kunjungan perawatan ke rumah pasien. Umumnya pihak Rumah

Sakit hanya menyediakan tenaga medis) saja. Sedangkan alat kesehatan yang

dibutuhkan perawatan pasien seperti oksigen, kursi roda, nebulizer, suction

pump harus disediakan oleh pasien.

Pelayanan keperawatan di rumah merupakan interaksi yang dilakukan di

tempat tinggal keluarga, yang bertujuan untuk meningkatkan dan

mempertahankan kesehatan keluarga dan anggotanya. Dari pengertian

tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa tenaga kesehatanlah yang bergerak,

dalam hal ini mengunjungi klien, bukan klien yang datang ke tenaga

kesehatan. Hampir semua pelayanan kesehatan dapat diberikan melalui

keperawatan di rumah, kecuali dalam keadaan gawat darurat. Diasumsikan

bahwa klien dan keluarga yang tidak dalam kondisi gawat darurat, untuk tetap

tinggal di masyarakatnya dan melakukan perawatan sendiri setelah ditinggal

oleh perawat.

Tujuan Dasar :

Meningkatkan “support system” yang adekuat dan efektif, serta mendorong

digunakannya pelayanan kesehatan

Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga

dengan masalah kesehatan dan kecacatan


Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh

anggota keluarga dan keluarga, serta memberikan pendidikan kesehatan

pada keluarga tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan

Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar anggota keluarga

Meningkatkan kesehatan lingkungan

Tujuan tersebut digunakan untuk membantu keluarga menyelesaikan

masalah-masalahnya yang oleh Simmons (1980) dikategorikan menjadi :

Sikap hidup dan sumber-sumber pelayanan kesehatan.

Penyimpangan status kesehatan.

Pola dan pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan.

Dinamika dan struktur keluarga.

Manfaat Perawatan Pasien Di Rumah

Pasien lebih dekat dengan keluarganya sehingga menciptakan rasa aman dan

nyaman antara pasien dan keluarganya

Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien sehingga pasien tidak merasa

diabaikan.

Meningkatkan kualitas hidup pasien.

Menghemat biaya, artinya keluarga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya

(kamar) RS, transport pp rumah-RS untuk menemani pasien di RS

Keluarga tidak kehilangan waktu dan tenaga untuk pergi-pulang ke rumah

sakit.

14
15

Pasien Homecare

Umumnya pasien homecare adalah :

Penderita lanjut usia (lansia) yang tidak dirawat di Rumah Sakit tapi masih

memerlukan pelayanan kesehatan.

Bayi/Anak-anak yang berkebutuhan khusus dan memerlukan pelayanan

kesehatan khusus untuk tumbuh kembang mereka. Contoh: penderita

Autis, Down Syndrome, ADD/ADHD (Attention Defisit Disorders/

Attention Defisit Hyperactive Disorders), keterlambatan bicara, Cerebral

Palsy (CP), dll. Bagi orangtua yang sibuk bekerja, biasanya mereka

menyerahkan perawatan anak- anaknya kepada perawat khusus/baby

sitter, ada baiknya anak juga dilatih oleh therapist khusus tumbuh

kembang (developmental therapy); seperti terapi wicara, terapi okupasi,

jika perlu.

Pasien pasca rawat inap dari Rumah Sakit yang mempunyai kondisi berat

dengan nyeri kronik seperti pasien stroke, hepatitis kronis, gagal ginjal,

kanker stadium lanjut namun atas permintaan keluarga pasien itu dibawa

pulang untuk perawatan lanjut di rumah.

Pasien yang dinyatakan oleh ahli medis bahwa penyakitnya parah dan secara

medis tidak dapat disembuhkan lagi. Andaikata pasien sudah tidak

memiliki harapan untuk hidup maka Dokter biasanya menyarankan agar

pasien dirawat di rumah agar dekat dengan keluarganya. Selain itu untuk

membantu keluarga pasien untuk menekan biaya Rumah Sakit (sewa

kamar di RS, dll.) dan biaya pengobatan.


Khusus untuk perawatan pasien kronis atau penyakit yang secara medis tidak

bisa disembuhkan lagi, perawatan Homecare biasanya lebih fokus pada

penanggulangan rasa nyeri yang muncul akibat penyakit pasien. Nyeri

yang diderita ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup

pasien. (www.homecare@griyakami.com)

Proses keperawatan pada home care

Perawat melakukan proses keperawatan dengan melakukan assessment,

menetapkan diagnosa, membuat suatu planning, melaksanakan rencananya,

implementasi, melakukan review hasil dari perencanaan dan membuat

penyesuaian pada hal-hal yang penting. Perawatan pasien dilakukan dengan

cara:

Perawat menolong melahirkan dan merawat ibu-ibu baru sebelum dan setelah

persalinan

Perawat menolong orang yang sakit dan terluka untuk menjadi lebih baik,

sehat dan tetap sehat.

Perawat melakukan pemeriksan fisik

Perawat memberi obat dan treatmen yang telah diorder dokter

Perawat memperhatikan kondisi emosional, sosial dan spiritual pasien

Perawat meberi penkes pada pasien dan keluarga, menjelaskan apa yang dapat

mereka lakukan pada saat proses pemulihan.

Perawat memberi penkes dan konselling pada komunitas

Perawat mengobservasi, mengkaji, mengevaluasi dan mencatat kondisi pasien

16
17

dan perkembangannya, kemudian menginformasikan kepada dokter dan

tim kesehatan lainnya.

Perawat menolong pasien dan keluarganya untuk menentukan rumah sakit dan

pelayanan kesehatan yang terbaik, home care, rehabilitasi, terapi fisik dan

lain-lain

Perawat mengatur aktivitas yang sesuai dengan kegiatan keperawatan.

Perawat menolong pasien terminal agar meninggal dengan tenang dan

menolong keluarga menghadapinya.

Standar kualifikasi tenaga keperawatan yang dapat memberikan asuhan

keperawatan kesehatan di rumah :

Ners Generalis bertugas mendidik dan memberikan asuhan langsung,

mengelola sumber-sumber untuk asuhan keperawatan, bekerja sama dengan

disiplin yang lain, dan menyelia tenaga pembantu keperawatan. Ners generalis

yang dimaksud yakni perawat dengan latar belakang pendidikan ners dan

diploma III dengan pengalaman klinik.

Ners spesialis bertugas memberikan asuhan keperawatan langsung

dengan ketrampilan spesialistik, melakukan konseling, menyusun kebijakan

terkait dengan keperawatan dirumah, mengembangkan staf, menunjang atau

mengembangkan sistem keperawatan kesehatan di rumah, menerima

konsultasi dari ners generalis dan tenaga kesehatan lain terkait keperawatan di

rumah.
Hak-hak klien dalam pelayanan “home health care”

Klien mempunyai hak untuk diberi informasi secara tertulis sebelum

pengobatan diberikan. Klien dan petugas mempunyai hak dan kewajiban

untuk saling menghargai dan menghormati. Petugas dilarang menerima

pemberian pribadi maupun meminjam sesuatu dari klien.

Klien mempunyai hak untuk :

Membina hubungan dengan petugas sesuai dengan standar etik

Memperoleh informasi tentang prosedur-prosedur yang harus diikuti

Mengekspresikan kesedihan dan ketakutannya

Klien mempunyai hak dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini klien

mempunyai hak untuk diberi tahu secara tertulis tentang pengaturan, jenis

pelayanan yang diberikan, dan jumlah kunjungan rumah yang akan

dilakukan

Klien mempunyai hak untuk memperoleh nasehat-nasehat tentang rencana-

rencana perubahan yang akan dilakukan

Mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam perencanaan pelayanan

keperawatan, perencanaan perubahan pelayanan serta nasehat-nasehat

lainnya

Klien mempunyai hak untuk menolak rencana perubahan tersebut

Dalam hal “privacy”, klien mempunyai hak untuk dijaga kerahasiaan kondisi

kesehatannya, hal-hal yang berhubungan dengan sosial ekonomi, serta hal-

hal yang dilakukan di rumahnya

Perawat atau petugas hanya akan memberikan informasi bila diperlukan

18
19

secara hukum atau bila diperlukan oleh klien atau keluarganya

Dalam hal finansial, klien mempunyai hak untuk diberi informasi tentang

biaya yang harus dikeluarkan, memberikan informasi pembiayaan dengan

jelas.

Klien mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dengan kualitas yang

tinggi, serta berhak mendapat informasi tentang hal-hal yang berhubungan

dengan keadaan emergensi.

Tinjauan tentang pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan home care

Tim Homecare biasanya memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga

pasien mengenai kondisi pasien, perawatan pasien mulai dari menjaga kebersihan,

pemberian nutrisi hingga cara menanggulangi rasa nyeri yang terjadi pada pasien.

Jadi pihak keluarga tidak panik jika pasien mendadak mengalami rasa nyeri,

mereka sudah mengetahui cara menanggulanginya. Namun jika kondisi pasien

makin memburuk dan memerlukan tindakan medis khusus, disarankan hubungi

dokter atau segera bawa pasien ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit terdekat.

www.homecare@griyakami.com

Tinjauan tentang stroke

Definisi stroke

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi

susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan

oleh yang lain dari itu. Misbach (2009). Sroke pembunuh No.3 di Indonesia.
http://www.medicastore.com/stroke/index.php. `

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu

bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah

menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau

mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan

hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Misbach, Jusuf..

http://www.medicastore.com/stroke/index.php.

Stroke adalah syndrom klinis awal timbulnya mendadak, progresi

berupa defisit neurologi, fokal dan global, yang berlangsung 24 jam atau

langsung menimbulkan kematian dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan

perdaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Gejala Stroke

Gejala stroke muncul akibat daerah otak tertentu tak berfungsi,

karena terganggunya aliran darah ke daerah tersebut. Gejala yang

muncul bervariasi, tergantung bagian otak mana yang terganggu.

Gejala akibat gangguan sistem karotis :

Gangguan sensibilitas (merasa nyeri, rasa terbakar, mati rasa, perasaan geli-

geli, seperti ditusuk-tusuk) di daerah wajah serta lengan dan tungkai sesisi.

Kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai sesisi.

20
21

Gangguan penglihatan, dapat berupa kebutaan satu sisi atau kebutaan

separuh lapangan pandang.

Gangguan gerak bola mata, dapat berupa mata melirik kearah satu sisi,

mengeluh penglihatan rangkap/ dobel, mengeluh benda yang dilihatnya

bergerak serta turun naik

Gangguan emosional

Gangguan menelan

Gangguan dalam kontrol kencing

Mulut perot

Bicara menjadi pelo

Gangguan komunikasi

Kesulitan menyampaikan pikiran melalui kata-kata atau tulisan.

Seringkali kata-kata yang terpikir dapat terucapkan tetapi susunan

gramatikanya membingungkan. http://www.strokerehabilitation-info.com/

Komplikasi lanjut pada stroke

Komplikasi lanjut terjadi setelah fase akut stroke terlampaui.

Komplikasi umum terjadi akibat tindakan rehabilitasi yang kurang memadai.

Berbagai komplikasi lanjut stroke akibat imobilisasi adalah sebagai berikut:

Ulkus dekubitus.

Merupakan komplikasi iatrogenik yang dapat dihindari dengan prosedur

rehabilitasi yang baik.

Kontraktur dan nyeri bahu


Shoulder hand syndrome terjadi pada 27% pasien stroke.

Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu

dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.

Osteopenia dan osteoporosis.

Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral pada tulang.

Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan

terhadap sinar matahari.

Depresi dan efek psikologis lain.

Hal ini mungkin karena kepribadian penderita atau karena umur tua.

25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi

pada 3 bulan paska stroke. Depresi harus ditengarai sebagai penyebab

pemulihan yang tidak wajar, tidak kooperatif saat rehabilitasi dan keadaan

emosi yang tidak stabil. Keadaan ini lebih sering pada hemiparesis

kiri.

Inkontinensia alvi dan konstipasi.

Umumnya penyebabnya adalah imobilitas, kekurangan cairan dan

intake makanan serta pemberian obat.

Komplikasi muskuloskeletal

Spastisitas dan kontraktur. Umumnya sesuai pola hemiplegi.

Nyeri bahu. Umumnya di sisi yang lemah.

Bengkak dan tungkai dingin. Lebih sering pada kaki.

Jatuh dan fraktur.

Komplikasi juga terjadi pada pendamping. Keterbatasan pasien sering

22
23

menyebabkan pasien sangat tergantung pada pendamping. Keadaan ini sering

menyebabkan beban emosi dan fisik yang besar pada pendamping. Oleh

karena itu edukasi dan konseling terhadap pendamping merupakan hal yang

penting.

(http://id.88db.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail.page/Health_Medical/?

kid=26964)

Tinjauan tentang rehabilitasi penderita stroke

Defenisi rehabilitas

Rehabilitasi membantu pasien stroke dalam keterampilan yang hilang

ketika bagian dari otak sudah rusak. Misalnya, keterampilan ini dapat

termasuk koordinasi gerakan kaki untuk berjalan kaki atau melakukan

langkah-langkah yang terlibat dalam kegiatan kompleks.

Rehabilitasi pada pasien ini juga mengajarkan cara-cara baru dalam

melakukan kegiatan untuk menghindari terjadinya sisa cacat. Pasien mungkin

perlu mempelajari cara mandi dan berpakaian hanya menggunakan satu

tangan, atau cara berkomunikasi secara efektif ketika kemampuan mereka

untuk menggunakan bahasa yang telah dikompromi.

Terdapat rehabilitasi yang lebih baik sesuai konsensus di antara para

ahli bahwa unsur paling penting dalam setiap program rehabilitasi diarahkan

secara seksama, terfokus baik, dilakukan berulang – dengan jenis latihan yang

sama oleh semua orang ketika mereka belajar keterampilan baru, seperti

bermain piano sebagai contohnya. http://www.klinikspesialisstroke.com/


Tahap rehabilitasi/ terapi dimulai secepatnya sejaak perawatan di rumah

sakit setelah kondisi kesehatan pasien telah stabil, sering dilakukan dalam

waktu 24 hingga 48 jam setelah stroke.

Langkah pertama; mengajarkan & melibatkan gerakan mandiri/

independen karena banyak pasien yang lumpuh atau melemah secara serius.

Pasien akan diminta untuk sering mengubah posisi saat berbaring di tempat

tidur dan untuk terlibat aktif atau pasif dalam range of motion, untuk

memperkuat gerakan yang baik. Gerakan latihan range-of-motion pasif adalah

mereka (pelatih / therapist) yang aktif membantu pasien memindahkan dahan

berulang kali, sedangkan latihan "aktif" adalah latihan yang dilakukan oleh

pasien tanpa bantuan fisik dari perawat / therapist.) Dapat dimulai dari Pasien

berpindah dari atas dan duduk, pindah antara tempat tidur dan kursi untuk

berdiri, dan berjalan, dengan atau tanpa bantuan.

Pelaksana rehabilitasi/ perawat membantu apabila pasien melakukan

latihan yang lebih progresif/ lebih rumit dan membutuhkan perawat untuk

membantu; misalkan mandi, saus, dan menggunakan toilet, dan mendorong

pasien mulai menggunakan alat bantu dalam latihan stroke. Mulai dari latihan

kemampuan untuk melaksanakan kebutuhan dasar aktivitas hidup sehari-hari

merupakan tahap pertama kembali kemampuan fungsional (stroke survivor's).

Untuk beberapa pasien stroke, rehabilitasi akan menjadi proses untuk

memelihara dan memperbaiki kemampuan seseorang dalam tahap pemulihan

setelah stroke.

Hal- hal yang dapat mengakibatkan cacat dari stroke:

24
25

Jenis dan tingkat kecacatan yang mengikuti stroke tergantung daerah

mana otak yang sudah rusak. Secara umum, stroke dapat menyebabkan lima

jenis cacat yaitu:

Kelumpuhan atau masalah pengendalian gerakan (motor control).

Satu sisi kelumpuhan ini disebut hemiplegia (satu sisi kelemahan

disebut hemiparesis). Pasien stroke dengan hemiparesis atau hemiplegia

mungkin kesulitan dengan kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki atau

menuju objek.

Beberapa pasien stroke ada masalah dengan menelan (swallowing),

disebut dysphagia, karena kerusakan pada bagian otak yang

mengendalikan otot untuk swallowing. Kerusakan yang lebih rendah

bagian dari otak, dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk

mengkoordinasikan gerakan, yang disebut cacat ataxia, yang mengarah ke

masalah dengan sikap tubuh, berjalan kaki, dan keseimbangan.

Gangguan Sensory & Nyeri

Pasien stroke kehilangan kemampuan untuk merasakan sentuhan,

rasa sakit, suhu, atau posisi. Defisit sensory juga dapat mengganggu

kemampuan untuk mengenali obyek yang akan dipegang pasien dan

bahkan bisa cukup parah akan menyebabkan hilangnya pengakuan dari

salah satu anggota tubuh sendiri. Beberapa pasien stroke mengalami sakit,

atau rasa yang aneh sensations geli atau dalam lumpuh atau melemah,

suatu kondisi yang dikenal sebagai paresthesia.

Hilangnya keinginan berkemih setelah stroke, penurunan sensori dan


defisit motorik. Pasien stroke kehilangan kemampuan untuk kebutuhan

kencing atau kemampuan untuk kontrol otot pada kandung kemih.

Beberapa kejadian kurangnya mobilitas untuk mencapai toilet dalam

waktu tertentu. Bahkan hilangnya kontrol pada kandung kencing pada

pasien stroke.

Masalah dengan dengan bahasa (aphasia)

Setidaknya satu dari empat pasien stroke mengalami gangguan

bahasa, melibatkan kemampuan untuk berbicara, menulis, dan mengerti

bahasa yang diucapkan dan ditulis. Hal ini diakibatkan adanya cedera atas

otak bahasa-pusat kontrol yang dapat mengganggu komunikasi lisan.

Kerusakan pada pusat bahasa terletak di bagian samping dominan

otak, yang dikenal sebagai area Broca, menyebabkan aphasia ekspresif.

Orang dengan jenis aphasia ada kesulitan menyampaikan pemikiran

mereka melalui kata atau menulis. Mereka kehilangan kemampuan untuk

berbicara dengan kata-kata mereka dan berpikir untuk menempatkan kata

bersama dalam koheren, kalimat grammatically yang benar. Sebaliknya,

kerusakan bahasa yang terletak di pusat bagian belakang otak, yang

disebut area Wernicke, dalam menerima hasil aphasia. Orang dengan

kondisi ini mengalami kesulitan memahami bahasa yang diucapkan atau

ditulis dan sering bicara kacau. Meskipun mereka dapat menyusun

pengucapan bentuk kalimat, mereka sering mengucapkan tanpa makna.

Yang paling parah bentuk aphasia, aphasia global, disebabkan oleh

kerusakan meluas ke beberapa daerah yang terlibat dalam fungsi bahasa.

26
27

Orang dengan global aphasia kehilangan hampir semua kemampuan

bahasa mereka, mereka tidak dapat mengerti bahasa dan menggunakannya

untuk menyampaikan sesuai pikiran. Bentuk aphasia yang tidak terlalu

parah, disebut anomic atau amnesic aphasia, terjadi ketika hanya ada

minimal jumlah kerusakan otak; dampaknya seringkali agak halus. Orang

tersebut sering terjadi anomic aphasia dengan ciri lupa kata-kata, seperti

nama-nama dari orang-orang tertentu atau jenis benda.

Masalah dengan pikiran dan memori

Stroke dapat menyebabkan kerusakan pada bagian otak yang

bertanggung jawab untuk memori, pembelajaran, dan kesadaran. Pasien

stroke mungkin secara tiba – tiba mengalami penurunan perhatian atau

mungkin mengalami defisit memory dalam jangka pendek memori.

Individu juga kehilangan kemampuan untuk membuat rencana, memahami

makna, mempelajari tugas baru, atau terlibat dalam kegiatan mental yang

kompleks.

Terdapat dua kejadian dalam dengan defisit akibat stroke yang

anosognosia, ketidakmampuan untuk mengakui kenyataan yang

impairments fisik akibat stroke, dan terabaikan, hilangnya kemampuan

untuk menanggapi obyek atau stimuli indrawi terletak di satu sisi tubuh.

Stroke yang dapat diselamatkan dapat mencegah terjadinya apraxia/

kehilangan kemampuan mereka untuk merencanakan langkah-langkah

yang terlibat dalam tugas yang rumit dan untuk melaksanakan langkah-

langkah dalam urutan yang benar. Pasien dengan stroke apraxia mungkin
juga ada masalah, lain dan Apraxia nampaknya disebabkan oleh gangguan

yang halus yang ada kaitannya antara pemikiran dan tindakan.

Gangguan emosi

Banyak orang yang hidup dengan stroke yang merasa takut, gelisah,

kekecewaan, amarah, kesedihan, dan rasa duka mereka terhadap fisik dan

mental. Perasaan ini terjadi karenapermasalahn terhadap trauma psikologis

stroke. Beberapa gangguan emosi dan kepribadian adalah perubahan fisik

yang disebabkan oleh efek dari kerusakan otak.

Depresi klinis, yang merupakan rasa keputusasaan yang

mengganggu kemampuan individu untuk berfungsi, nampaknya emosional

disorder paling sering dialami oleh pasien stroke. Tanda-tanda klinis

depresi meliputi gangguan tidur, perubahan radikal dalam pola makan

yang dapat mengakibatkan berat badan atau tiba-tiba mendapat, kelesuan,

penarikan sosial, lekas marah, kelelahan, kebencian. Depresi Pasca stroke

dapat diobati dengan obat antidepressant psikologis dan konseling.

Rehabilitasi Pasca stroke melibatkan dokter, perawat rehabilitasi; fisik,

pekerjaan, rekreasi, bicara-bahasa, dan kejuruan therapists, dan profesional

kesehatan mental.

Tujuan rehabilitasi penyandang stroke adalah:

Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.

Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan

28
29

aktivitas sosial.

Dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Rehabilitasi Stroke atau pengobatan stroke meliputi terapi fisik dan

pekerjaan, atau latihan untuk mengontrol gerakan penderita. Terapi atau

latihan tersebut juga dapat membantu mempelajari cara baru untuk melakukan

sesuatu, sebagai kompensasi adanya kelemahan pada tungkai atau bagian

tubuh penderita lainnya. Sebagai contoh, Terapi Kesehatan di rehabilitasi

pasca stroke mungkin berupa belajar mandi, berpakaian, atau makan hanya

dengan satu tangan. Terapi bicara mungkin diperlukan untuk mempelajari

cara berkomunikasi seandainya kemampuan bicara penderita ikut terkena efek

stroke.

Butuh waktu untuk mempelajari kembali keterampilan-keterampilan

tersebut. Kunci sukses yang paling penting program rehabilitasi stroke adalah

latihan yang terfokus dan sering. Pepatah yang mengatakan "latihan membuat

sempurna" tampaknya berlaku juga pada rehabilitasi pasca stroke.

Rehabilitasi pasca stroke meliputi terapi gangguan komunikasi,

penguatan keterampilan motorik, latihan bergerak, terapi gerakan pelemasan,

terapi penggunaan paksa, terapi psikologi, dan stimulasi listrik.

http://id.88db.com/id/Knowledge/Knowledge_Detail.page/Health_Medical/?

kid=26964

Tinjauan tentang pelaksanaan home care dalam rehabilitasi penderita Stroke


Home-based rehabilitation programs

Rehabilitasi rumah memungkinkan fleksibilitas untuk pasien sehingga

mereka dapat menyesuaikan program rehabilitasi dan mengikuti jadwal

individu. Pasien stroke dapat berpartisipasi dalam tingkat terapi yang intensif

beberapa jam per minggu. Namun, menjalani perawatan di rumah orang yang

memberikan keuntungan dari melatih keterampilan dan pengembangan

sebagai strategi dalam konteks lingkungan hidup mereka sendiri. "Post-Stroke

Rehabilitation Fact Sheet", NINDS. October 2008. NIH Publication No. 08-

4846. http://www.strokebethesda.com/ diakses 14 oktober 09: 22.06

Penderita stroke diharapkan setelah mengalami terapi yang komprehensif dapat

melakukan :

Mengoptimalkan kemampuan perawatan diri.

Mengoptimalkan kemampuan berkomunikasi.

Mengoptimalkan kemampuan transfer.

Mengoptimalkan kemampuan lokomosi.

Mengoptimalkan kemandirian vokasional.

Mengoptimalkan kemampuan kognisi sosial.

Mengoptimalkan pengelolaan dari spinkter

Mengembalikan pasien pada lingkungannya.

Keberhasilan program rehabilitasi medik menurut urutannya dari yang paling

berhasil ke yang paling buruk.

30
31

Dapat berdikari dalam merawat dirinya sendiri maupun dalam mencari nafkah

serta dapat berekreasi / berolah raga seperti sebelum sakit tanpa

memerlukan alat bantu.

Dapat berdikari dalam merawat dirinya sendiri maupun dalam mencari nafkah

serta dapat berekreasi / berolah raga seperti sebelum sakit dengan

memerlukan alat bantu.

Dapat ambulasi dan merawat dirinya dengan atau tanpa alat bantu.

Untuk ambulasi memerlukan kursi roda dan bantuan untuk merawat dirinya.

Hanya berbaring di tempat tidur.

http://www.strokebethesda.com/ diakses 14 oktober 09: 22.06

Diagnosa Keperawatan pada Stroke

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik serta respons terhadap masalah aktual dan

resiko tinggi (Doenges dkk, 2001).

Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan stroke menurut

Doenges, et al (2001) adalah :

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran

darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler,

kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastis.

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi

serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot fasial


atau oral, kelemahan/kelelahan umum.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori,

transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit).

Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,

penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi otot,

kerusakan perseptual/kognitif.

Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan perubahan biofisik,

psikososial, perseptual kognitif.

Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan

neuromuskuler atau perseptual.

Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta perawatan.

Rencana keperawatan pada diagnosa keperawatan Kurang pengetahuan tentang

kondisi dan pengobatan serta perawatan.

Rencana kperawatan menurut Doenges, et al (2001)

Tujuan :

Pasien akan berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman

tentang kondisi/ prognosis dan aturan terapeutik, memulai perubahan gaya

hidup yang diperlukan

Intervensi:

Evaluasi tipe/ derajat dari gangguan persepsi sensorik

Rasional : deficit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi/

kompleksitifitas instruksi.

32
33

Diskusikan keadaan patologis (hemiparese, apasia) yang khusus dan kekuatan

pada individu.

Rasional : membanu dalam membangun harapan yang realitistik dan

meningkatkan pemahaman terhadap keadaan dan kebutuhan saat ini.

Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana/ kemungkinan

melakukan kembali aktifitas.

Rasional : Meningkatkan pemahaman, memberikan harapan pada masa.

Datang dan menimbulkan harapan dari keterabatasan hidup secara

“normal”.

Tinjau ulang/ pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi cara

meneruskan program setelah pulang.

Rasional : Aktvitas yang dianjurkan, pembatasan dan kebutuhan

obat/terapi dibuat pada dasar pendekatan interdisipliner terkoordinasi.

Mengikuti cara tersebut merupakan suatu hal yang penting pada kemajuan

pemulihan/pencegahan komplikasi.

Sarankan menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama

kegiatan berpikir.

Rasional : Stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses

berfikir.

Rekomendasi pasien meminta bantuan dalam pemecahan masalah dan

menvalidasi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan.

Rujuk pada perencanaan pemulihan/ pengawasan dirumah dengan

menguhubungi perawat.
Rasional : lingkungan rumah mungkin memerlukan evaluasi dan

modifikasi untuk memenuhi kebutuhan individu.

Identifikasi sumber-sumber yang ada dimasyarakat, seperti perkumpulan

stroke, atau program pendukung lainnya.

Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan

penanganan di rumah dan penyelesaian terhadap kerusakan.

Rujuk/ tegaskan perlunya evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi

Rasional : kerja yang baik pada akhirnya diharapkan meminimalkan

adanya gejala sisa atau penurunan neurologis.

Hasil penelitian terdahulu

Hasil penelitian Rini dan Alin (2008) pada pasien pasca stroke menyatakan

mereka membutuhkan program pelayanan home care yang dilakukan oleh home

care agency karena pihak keluarga kurang mampu melaksanakan perawatan dan

rehabilitasi pasca stroke secara mandiri di rumah selain juga karena keterbatasan

waktu yang ada. Adapun penelitian Megawati (2004) pada pasien yang sedang

mengikuti home care di rumah sakit, mereka setuju adanya home care dengan

biaya lebih murah. (www.rajawana.com/jurnal-artikel/342.html?task=view)

34
Rehabilitasi Penderita Post Stroke
Pendidikan Kesehatan
Pengetahuan
Kebiasaan/ praktek
Rehabilitasi
sikap kelumpuhan atau masalah pengendalian gerakan (motor control).
35
Rehabilitasi gangguan sensory & nyeri
Rehabilitasi masalah dengan dengan bahasa (aphasia)
Rehabilitasi masalah dengan pikiran dan memori
Rehabilitasi gangguan emosi

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Kerangka Konsep

Pendidikan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kemandirian

penderita Stroke dalam rehabilitasi penderita post Stroke. Berikut kerangka

konsep pada penelitian:

Untuk mengetahui keberhasilan rehabilitasi penderita stoke setelah

pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan home care.

Variabel Independen Variabel Dependen


Variabel Kendali
Tingkat Pendidikan
dan Pengetahuan Penyuluh

_______ : variable diteliti

- - - - - - : variable tidak diteliti

Hipotesis

Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:

Pendidikan kesehatan dalam pelaksanaan home care berpengaruh dalam

rehabilitasi penderita stoke di Watampone.

36
37

BAB IV

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian :

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Pre-

eksperimental dengan one group pretest-postest design yaitu penelitian yang

menggunakan satu kelompok subyek, pengukuran dilakukan sebelum dan setelah

pemberian perlakukan pada subyek. Perbedaan kedua hasil pengukuran dianggap

sebagai efek perlakuan (Saryono 2008).

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada akhir juli sampai akhir agustus 2009 di

Watampone.

Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita stroke yang pernah

berobat di RSUD Tenriawaru yang bertempat tinggal dalam wilayah Kec. Tanete

Riattang Barat.
Penelitian ini menggunakan Consecutive sampling adalah semua subjek

yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian

sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. (Sastroasmoro, S. 2008)

Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi

Kriteria Inklusi

Penderita stroke yang bersedia menjadi responden.

Penderita stroke yang masih mengalami gejala kelumpuhan atau masalah

pengendalian gerakan (motor control), gangguan sensory dan nyeri,

masalah dengan dengan bahasa (aphasia), masalah dengan pikiran dan

memori, gangguan emosi.

Kriteria Ekslusi

Penderita stroke yang tidak bersedia menjadi responden.

Penderita stroke yang tidak menunjukkan gejala kelumpuhan atau masalah

pengendalian gerakan (motor control), gangguan sensory dan nyeri,

masalah dengan dengan bahasa (aphasia), masalah dengan pikiran dan

memori, gangguan emosi.

Responden pindah alamat.

Besar Sampel

Menurut Dr. Soekidjo Notoatmojo (2005) besar sampel pada populasi

kecil atau lebih kecil dari 10.000 dapat mempergunakan formula sebagai

berikut:

38
39

Keterangan rumus:
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan

Alur Penelitian
Variable Penelitian

Identifikasi variable

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau penyebab

(Nursalam 2003). Pada penelitian ini variabel independen yang digunakan

adalah Pendidikan Kesehatan dalam pelaksanaan Home Care.

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen

(Notoatmodjo 2005). Yang menjadi variabel dependen pada penelitian ini

adalah rehabilitasi penderita stroke.

Variabel kendali adalah faktor-faktor yang dikontrol atau dinetralkan

pengaruhnya oleh peneliti karena jika tidak disingkirkan akan

mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat

(Setiadi 2007). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel kendali adalah

tingkat pendidikan dan pengetahuan penyuluh.

Defenisi Operasional Kriteria Obyektif

Pendidikan Kesehatan

Pemberian informasi/pengetahuan tentang sesuatu hal dengan cara

menyuluh dan menggunakan media penyuluhan. Dalam penelitian ini

menggunakan media leaflet dan poster.

Tingkat keberasilan rehabilitasi stroke

40
41

Tingkat keberhasilan rehabilitasi stroke adalah kemampuan penderita

stroke dalam menjawab evaluasi SAP.

Rehabilitasi stroke berhasil apabila penderita mampu menjawab > 50%

pertanyaan dengan benar.

Rehabilitasi stroke tidak berhasil apabila penderita mampu menjawab <

50% pertanyaan dengan benar.

Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Prosedur pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Editing

Dilakukan untuk memeriksa ulang dan meneliti kelengkapan lembar observasi

serta item-itemnya apakah sudah tetap atau tidak.

Koding

Untuk memudahkan pengolahan data semua jawaban perlu disederhanakan

dengan cara memberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban.

Tabulasi

Setelah data terkumpul dan tersusun selanjutnya dapat dikelompokkan

ke dalam ke dalam suatu tabel menurut item-item yang sesuai dengan tujuan

penelitian.

Analisa Data
Untuk memudahkan analisa data maka data dikelompokkan ke dalam

tabel kerja, kemudian data dianalisa secara statistik analitik melalui

perhitungan persentasi dan hasil perhitungan jumlah.

Analisa Univariat

Untuk mengatahui dan memperlihatkan distribusi frekuensi, ukuran

tendensi sentral atau grafik serta persentase dari tiap variabel yang diteliti.

Analisa Bivariat

Untuk mengetahui interaksi 2 variabel yaitu hubungan tiap variabel

independen dan variabel dependen yang diuji dengan uji statistik t-test

berpasangan dengan tingkat kemaknaan p < α (0,05). Uji

statistik dengan menggunakan komputer program SPSS versi 15.0.

Masalah Etika

Etika penelitian ini bertujuan untuk melindungi subjek antara lain dengan

menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadinya ancaman

terhadap responden. Penelitin ini memperhatikan masalah etika meliputi :

Informed Consent (Persetujuan Responden)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi. Lembar informed consent harus dilengkapi dengan

judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti

tidak boleh memaksa dan harus tetap menghormati hak-hak subjek.

Pelaksanaan intervensi pada pasien kontrol dilakukan setelah penelitian.

42
43

Anonimity (tanpa nama).

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi pada lembar tersebut diberikan kode dan nama initial.

Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompiok

data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


Instrumen pengumpulan data :

44
45

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN :

Abstrak :

Kata Kunci :

LAPORAN PENELITIAN

PENDAHULUAN

Persyaratan laporan penelitian :

Laporan penelitian ilmiah harus didasarkan pada fakta maupun data nyata, bukan
fakta atau data yang dibuat-buat dan bukan pula didasarkan pada khayalan si peneliti.

Laporan penelitian yang tidak didasarkan pada fakta dan data nyata (laporan palsu)

dapat menyesatkan atau mencelakakan atau setidak-tidaknya membohongi diri sendiri

yang berarti pula tidak jujur terhadap diri sendiri maupun terhadap Sang Pencipta

yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.

Berdasarkan pemikiran ini, maka peneliti atau siapa saja yang melakukan penelitian

dan kemudian menulis laporan penelitian harus mulai dengan sifat jujur dan beritikad

baik serta berjiwa bersih.

Tanpa sifat-sifat (jiwa bersih, jujur, beritikad baik) maka hasil penelitian tidak dapat

dipercaya, karena si peneliti melakukan manipulasi atau memalsukan disetiap tahap

penelitian sampai dengan penulisan laporan.

Meskipun penelitian harus dimulai dengan sifat-sifat dan tujuan mulia, akan tetapi

tidak ada kekuatan hukum yang dapat memberikan atau menjatuhkan sanksi kepada

para peneliti yang menyeleweng. Yang ada adalah etik penelitian maupun etik

penulisan. Para peneliti diharapkan mematuhi kedua etik tersebut sehingga martabat

peneliti semakin meningkat.

Kerangka laporan penelitian :

Setiap laporan penelitian hendaknya mempunyai kerangka yang mudah dipahami

oleh setiap orang. Meskipun kerangka laporan berbeda-beda sesuai dengan jenis

46
47

penelitiannya (kualitatif berbeda dengan kuantitatif), tetapi secara gartis besar

kerangka suatu laporan penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut :

judul penelitian.

lembar persetujuan.

Abstrak

Kata pengantar

Daftar riwayat hidup

Daftar isi.

Daftar tabel.

Daftar gambar.

Bab I : Pendahuluan (Latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan

penelitian, tujuan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian).

Bab II : Tinjauan pustaka, yang diakhiri dengan hasil penelitian yang terkait.

Bab III : Kerangka konseptual (Kerangka konsep, variabel dan definisi operasional,

hipotesis).Definisi operasional disarnkan dalam bentuk tabel agar jelas bentuk

katagorialnya (kulitatif/kuantitatif), skala : Nominal, ordinal, interval, ratio).

Metodologi penelitian (Desain penelitian, tempat penelitian, populasi dan sampel,

pengukuran/ instrumen, pengumpulan data, dan analisa data).

Bab IV : Hasil penelitian

Diawali dengan Analisis univariat, yaitu menyajikan distribusi frekuensi yang

dinyatakan secara proporsional. Selanjutnya analisis bivariat bila diperlukan, atau

analisis multivariat

Penyajian baik dalam bentuk rabel, diagram atau sejenisnya.


Setiap data yang berada dalam tabel/ diagram dijelaskan dalam bentuk interpretasi

data tanpa perlu menambah informasi.

Bab V : pembahasan (Keterbatasan hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian)

Bab VII : kesimpulan dan saran (Kesimpulan, dan saran). Kesimpulan memberikan

jawaban terhadap hipotesis yang ada atau bila tidak memiliki hipotesis diarahkan

untuk memberikan jawaban terhadap tujuan penelitian. Sedangkan saran dibuat untuk

menjawab manfaat penelitian. Sebaiknya untyuk saran yang terkait dengan penelitian

selanjutnya agar lebih dipertegas apa yang perlu dilanjutkan yang terkait dengan

penelitian sebelumnya.

Daftar pustaka.

Lampiran

Butir-butir tersebut harus ditulis dengan cermat (baik, teliti, dan benar) dan tetap

harus memperhatikan etik penelitian dan etik penulisan.

48

Anda mungkin juga menyukai