1.1 Latar Belakang Gigi tiruan cekat adalah restorasi yang direkatkan secara permanen pada gigi yang telah dipersiapkan untuk memperbaiki sebagian atau seluruh permukaan gigi yang mengalami kerusakan/kelainan dan untuk menggantikan kehilangan gigi. Gigi tiruan cekat meliputi restorasi mahkota tiruan dan gigi tiruan jembatan. Kebutuhan penggantian gigi yang hilang pada regio anterior dan posterior adalah sama pentingnya karena lengkung gigi berada pada keseimbangan yang dinamis, dan gigi saling mendukung antara ssatu gigi dengan yang lain. Kehilangan gigi dapat digantikan oleh salah satu dari tiga tipe gigi tiruan berikut, yaitu gigi tiruan sebagian lepas, gigi tiruan sebagian cekat yang didukung gigi atau gigi tiruan sebagian cekat yang didukung implant. Gigi tiruan sebagian cekat diimplikasikan sebagai gigi tiruan jembatan (GTJ) yaitu gigi tiruan yang mengganti satu atau lebih gigi yang hilang, dan dilekatkan ke satu atau lebih gigi asli atau akar gigi yang bertindak sebagai penyangga. GTJ lebih disukai karena dapat meningkatkan kenyamanan pasien, kemampuan mastikasi, menjaga kesehatan dan integritas lengkung gigi serta meningkatkan penampilan pasien.
Disamping itu GTJ memiliki stabilitas yang sangat baik dan gaya oklusi yang diaplikasikan ke jaringan periodonsium dan tulang alveolar mendekati normal. Skenario Chyntia berumur 28 tahun datang ke praktek dokter gigi ingin dibuatkan gigi tiruan cekat untuk menggantikan gigi depan atas yang hilang agar dapat memperbaiki penampilannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan foto rongen periapikal menunjukan, bahwa pada gigi 21, 12
1
mempunyai crown and root ratio adalah 1:2. Hasil pemeriksaan intra oral, gigi 21 menunjukan adanya karies superfisial pada bagian palatal. Pada pemeriksaan klinis, gigi anterior menunjukkan overjet 2 mm dan overbite 2 mm. Pemeriksaan kedalaman sulkus gingival (probing depth) pada gigi 12 dan 21 menunjukkan 1,5 mm pada semua sisi. Dokter gigi telah mempertimbangkan jaringan periodontal gigi penyangga dan menjelaskan rencana perawatan yang akan dilakukannya pada Chyntia.
1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. Apa definisi gigi tiruan jembatan? Apa tujuan pemakaian gigi tiruan jembatan? Apa saja indikasi dan kontraindikasi gigi tiruan jembatan? Apa saja hal yang perlu dipertimbangkan sebelum dilakukan perawatan gigi tiruan jembatan? 5. 6. Apa saja komponen dan bahan gigi tiruan jembatan? Bagaimana desain dan tahap-tahap pembuatan gigi tiruan jembatan? 7. Apa saja bentuk kegagalan dari perawatan gigi tiruan jembatan?
1.3 Tujuan 1. 2. 3. 4. Mampu mengetahui definisi GTJ. Mampu mengetahui tujuan pemakaian GTJ Mampu mengetahui indikasi dan kontraondikasi GTJ. Mampu mengetahui hal yang perlu dipertimbangkan sebelum dilakukan perawatan GTJ. 5. 6. Mampu mengetahui komponen dan bahan GTJ. Mampu mengetahui desain GTJ untuk kasus pada skenario dan tahap pembuatan GTJ. 7. Mampu mengetahui bentuk kegagalan dalam perawatan GTJ.
Rencana Perawatan
Indikasi kontraindikasi
Komponen
Bahan
Tujuan
Prosedur
Insersi
Kontrol
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gigi Tiruan Jembatan Gigi tiruan jembatan (GTJ) adalah gigi tiruan sebagian yang direkatkan dengan semen secara permanen pada satu atau beberapa gigi penyangga yang telah dipersiapkan untuk menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.
2.2 Tujuan Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan Menurut Prayitno (dalam Taqwim 2008), tujuan dari perawatan gigi tiruan jembatan yaitu : 1. Mencari Keserasian oklusi. Harus ada keserasian geligi terhadap sendi temporomandibula. Ini terjadi kalau mandibula dapat menutup langsung dalam oklusi sentris tanpa danya kontak prematur mandibula. Jadi terdapat keserasian antara geligi dengan sendi dan otot kunyah. Keadaan seperti ini disebut keserasian oklusi. 2. Peningkatan Fungsi Bicara / Fonetik Alat bicara dibagi dalam dua bagian. Pertama, bagian yang bersifat statis, yaitu gigi, palatum dan tulang alveolar. Kedua yang bersifat dinamis, yaitu lidah, bibir, vulva, tali suara dan mandibula. Alat bicara yang tidak lengkap dan kurang sempurna dapat mempengaruhi suara penderita, misalnya pasien yang kehilangan gigi depan atas dan bawah. Kesulitan bicara dapat timbul, meskipun hanya bersifat sementara. Dalam hal ini geligi tiruan dapat meningkatkan dan memulihkan kemampuan bicara, artinya ia mampu kembali
mengucapkan kata-kata dan berbicara dengan jelas, terutama bagi lawan bicaranya.
3. Perbaikan dan Peningkatan Fungsi Pengunyahan. Jika ada gigi yang hilang otomatis pola kunyah terganggu, atau terselipnya makanan di bagian yang tidak bergigi 4. Pelestarian Jaringan mulut yang masih tinggal. Pemakaian geligi tiruan berperan dalam mencegah atau mengurangi efek yang timbul karena kehilangan gigi 5. Pencegahan Migrasi Gigi Bila sebuah gigi dicabut atau hilang, gigi tetangganya dapat bergerak memasuki ruang kosong tadi. Migrasi seperti ini pada tahap selanjutnya menyebabkan renggangnya gigi lain. Dengan demikian terbukalah kesempatan makanan terjebak disitu, sehingga mudah terjadi akumulasi plak interdental. Hal ini menjurus kepada peradangan jaringan periodontal serta dekalsifikasi permukaan proksimal gigi. Membiarkan ruang bekas gigi begitu saja akan mengakibatkan pula terjadinya overerupsi gigi antagonis dengan akibat serupa. Bila overerupsi ini sudah demikian hebat sehingga menyentuh tulang alveolar pada rahang lawannya, maka akan terjadi kesulitan untuk pembuatan protesa di kemudian hari 6. Peningkatan Distribusi Beban Kunyah. Hilangnya sejumlah besar gigi mengakibatkan bertambah beratnya beban oklusal pada gigi yang masih tinggal. Keadaan ini memperburuk kondisi periodontal, apalagi bila sebelumnya sudah ada penyakit periodontal. Akhirnya gigi jadi goyang dan miring, terutama ke labial untuk gigi depan atas. Bila perlekatan periodontal gigi-gigi ini kuat, beban berlebih tadi akan menyebabkan abrasi berlebih pula pada permukaan oklusal/insisal atau merusak restorasi yang dipakai. Pembuatan restorasi pada kasus seperti ini menjadi rumit dan perlu waktu lama. Overerupsi gigi pada keadaan tertentu dapat pula mengakibatkan terjadinya kontak oklusi premature
atau interfernsi oklusal. Pola kunyah jadi berubah, karena pasien berusaha menghindari kontak prematurini. Walaupun beban oklusal
sekarang berkurang. Perubahan pola ini mungkin saja menyebabkan disfungsi otot kunyah. 7. Manfaat Psikologik. Terutama kehuilangan gigi depan dapat membawa dampak psikologik pada penderita yaitu karena estetika terganggu. Terutama
berhubungan dengan profesi penderita yang harus selalu berhadapan dengan khalayak ramai, misal penyiar tv atau guru dan lain-lain. 8. Pemulihan Fungsi Estetik Alasan utama seorang pasien mencari perawatan prostodontik biasanya karena masalah estetik, baik yang disebabkan hilangnya, berubah bentuk, susunan, warna maupun berjejalnya gigi geligi. Nampaknya banyak sekali pasien yang dapat menerima kenyataan hilangnya gigi, dalam jumlah besar sekalipun, sepanjang penampilan wajahnya tidak terganggu. Penderita dengan gigi depan
malposisi,protr usif atau berjejal dan tak dapat diperbaiki dengan perawatanort odonti k, tetapi tetap ingin memperbaiki penampilan wajahnya, biasanya dibuatkan suatu geligi tiruani mi di at yang
2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Gigi Tiruan Jembatan Indikasi pembuatab gigi tiruan jembatan adalah sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. Kehilangan satu atau lebih gigi geligi asli Gigitan dalam (deepbite) Gigi penyangga memerlukan restorasi Diastema abnirmal, besarnya ruangan protesa kurang dari normal Gigi penyangga memerlukan penanggulangan berupa stabilisasi atau splint 6. Terdapat diastema pasca perawatan.
Kontraindikasi pembuatan gigi tiruan jembatan adalah : 1. 2. OH yang tidak terpelihara Physical Handicap
3. 4. 5.
Indeks karies yang tinggi Crossbite, malposisi Migrasi atau ekstrusi yang parah
Menurut Prayitno (1991) terdapat beberapa indikasi dan kontraindikasi dalam perawatan gigi tiruan jembatan yaitu :
1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun Kontra indikasi untuk usia dibawah 20 tahun karena: Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen Dapat menghambat pertumbuhan tulang
Kontraindikasi untuk usia diatas 50 tahun karena: Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis Kelainan jaringan yang bersifat patologis 2. Sikap Penderita & kondisi psikologis Yang terpenting dalam penentuan dibuat tidaknya suatu jembatan pada seorang penderita adalah sikapnya terhadap pearwatan gigi serta motivasinya. 3. Kondisi keuangan, pendidikan & pekerjaan Keuangan dapat juga menjadi pertimbangan. Pada umumnya gigi tiruan lepasan lebih murah dibanding jembatan, tingkat pendidikan, wawasan dan intelektualitas berpengaruh dalam merencanakan suatu perawatan. 4. Penyakit sistemik Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan jembatan daripada gigi tiruan lepasan, sebab kemungkinan dapat
terjadi fraktur pada gigi tiruan lepasan tersebut, dan kemungkinan dapat tertelan, bila penyakit sedang kambuh. Penyakit sistemik lainnya seperti penyakit jantung. 5. Kondisi Periondisium Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan.
2.4 Pertimbangan Sebelum Perawatan Gigi Tiruan Jembatan Hal yang perlu dipertimbangkan dalam rencana perawatan GTJ adalah sebagai berikut: 1. Faktor pasien a. Sikap pasien. Dalam melakukan perawatan, sikap pasien juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena pasien yang datang ke klinik berbeda-beda. Sebagian mungkin dapat menerima segala perawatan yang diberikan, tapi sebagian lagi mungkin meragukan perawatan yang diberikan. Oleh karena itu, dokter gigi harus melibatkan pasien dalam rencana perawatannya agar terjalin kerja sama yang baik dengan pasien. Kerjasama ini yang merupakan modal utama karena prosedur perawatan gigi yang membutuhkan waktu lama dan rasa ngilu ketika gigi dipreparasi, menuntut kesabaran pasien. b. Kebersihan mulut pasien. Pada pasien dengan kondisi mulut yang kurang baik akan menimbulkan masalah setelah dibuatkan restorasi GTJ. Biasanya dokter gigi akan melakukan DHE terlebih dahulu kepada pasien yang mempunyai OH buruk. Faktor kebersihan mulut dengan restorasi GTJ berkaitan dengan adanya plak, karies restorasi dan adanya kelainan periodontal. 2. Kondisi daerah edontulus Hubungan oklusi antara gigi antagonis daerah edontulus perlu diperhatikan. Adanya gigi supra posisi akan menghambat oklusi didaerah pontik yang harus diatasi terlebih dahulu sebelum dibuatkan GTJ. Beberapa cara mengatasi kondisi supra posisi daerah antagonis yaitu :
a. Pengasahan atau penyesuaian oklusi tanpa mencederai pulpa b. Perawatan endodontik pada gigi yang supra posisi kemudian disesuaikan oklusinya c. Jika sudah tidak dapat dirawat lagi, sebaiknya dicabut. 3. Oklusi gigi Bila pasien kehilangan satu atau beberapa gigi dalam satu area di dalam rongga mulut, bila tidak dibutuhkan fixed bridge maka gigi-gigi yang ada di antara gigi yang hilang tersebut akan bergerak ke daerah yang kosong. Sedangkan gigi lawannya (oklusinya) akan cenderung memanjang karena tidak ada gigi yang menopangnya pada saat oklusi. Bergeraknya gigi kedaerah yang kososng dinamakn shifting/drifting, sedangkan gigi yang memanjang dinamakan elongation/extrusion. shifting/drifting Elongation/extrusion m
4. Posisi gigi dan kesejajaran gigi Abutment yang melibatkan gigi anterior hanya gigi-gigi insisivus biasanya mempunyai inklinasi labial yang serupa dan tidak terlalu sulit untuk menyusun kesejajarannya. Apabila abutment melibatkan gigi anterior seperti caninus dan posterior seperti premolar kedua atas supaya diperoleh kesejajaran, kaninus harus dipreparasi pada arah yang sama seperti premolar (D.N Allan & P.C foreman. 1994:101) 5. Jumlah dan lokasi kehilangan gigi 6. Kondisi gigi. Pada pasien muda kamar pulpanya masih lebar. Kamar pulpa lebar merupakan kontraindikasi pembuatan GTJ 7. Kegoyangan gigi 8. Frekwensi karies 9. Discoloration gigi
2.5 Komponen dan Bahan Gigi Tiruan Jembatan Komponen-komponen Gigi Tiruan. Gigi tiruan jembatan terdiri dari
beberapa komponen, yakni sebagai berikut: 1. Retainer. 2. Konektor. 3. Pontik. 4. Penyangga (abutment)
1. Retainer Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yg menghubungkan gigi tiruan tersebut dengan gigi penyangga. Fungsinya: a) Memegang/menahan (to retain) supaya gigi tiruan tetap stabil di tempatnya. b) Menyalurkan beban kunyah (dari gigi yang diganti) ke gigi penyangga.
Macam-macam retainer: a. Extra Coronal Retainer Yaitu retainer yang meliputi bagian luar mahkota gigi, dapat berupa: 1) Full Veneer Crown Retainer Indikasi: Tekanan kunyah normal/besar Gigi-gigi penyangga yang pendek Intermediate abutment pasca perawatan periodontal
10
Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang Keuntungan Indikasi luas Memberikan retensi dan resistensi yg terbaik Memberikan efek splinting yg terbaik Kerugian: Jaringan gigi yg diasah lebih banyak Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)
2) Partial Veneer Crown Retainer Indikasi : Gigi tiruan jembatan yang pendek Tekanan kunyah ringan/normal Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal Salah satu gigi penyangga miring Keuntungan Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit Estetis lebih baik daripada FVC retainer Kerugian: Indikasi terbatas Kesejajaran preparasi antar gigi penyangga sulit Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi kurang
11
b. Intra Coronal Retainer Yaitu retainer yang meliputi bagian dalam mahkota gigi penyangga. Bentuk: Onlay Inlay MO/DO/MOD Indikasi: Gigi tiruan jembatan yang pendek Tekanan kunyah ringan atau normal Gigi penyangga dengan karies kelas II yang besar Gigi penyangga mempunyai bentuk/besar yang normal Keuntungan: Jaringan gigi yang diasah sedikit Preparasi lebih mudah Estetis cukup baik Kerugian: Indikasi terbatas Kemampuan dlm hal retensi resistensi kurang Mudah lepas/patah
12
C. Dowel retainer Adalah retainer yang meliputi saluran akar gigi, dengan sedikit atau tanpa jaringan mahkota gigi dengan syarat tidak sebagai retainer yang berdiri sendiri. Indikasi: a. Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf b. Gigi tiruan pendek c. Tekanan kunyah ringan d. Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi Keuntungan: Estetis baik Posisi dapat disesuaikan Kerugian: Sering terjadi fraktur akar
13
2. Konektor Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menghubungkan pontik dengan retainer, pontik dengan pontik atau retainer dengan retainer sehingga menyatukan bagian-bagian tersebut berfungsi sebagai splinting dan penyalur beban kunyah. a. Konektor rigid. Konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada komponen GTJ. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTJ. b. Konektor nonrigid. Konektor yang memungkinkan terjadinya pergerakan terbatas pada komponen GTJ. Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate aburment untuk penggantian beberapa gigi yang hilang. Konektor dan non-rigid perbaikan bertujuan (repair) untuk GTJ. untuk dapat
mempermudah
pemasangan
14
Macam macam gigi tiruan berdasarkan konektor (penghubung) : 1. Fixed-fixed bridge Suatu gigi tiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Indikasi :
Konektor kaku pada kedua ujung pontik, minimal 3 unit. Anterior atau posterior, RA atau RB GTJ Lekat anterior:
-
gigi tetangga rotasi atau kelainan posisi. gigitan palatum berhubungan dengan fungsi bicara. tipe retainer: mahkota penuh, pasak, mahkota sebagian. Jenis pontik: Saddle pontik Bahan: all porcelain, kombinasi
Tipe retainer: mahkota penuh, uplay, mahkota sebagian, inlay. Tipe pontik: Saddle Pontic, Sanitary Pontic.
15
2. Semi fixed bridge Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan menahan perlekatan intracoronal yang
memungkinkan derajat kecil pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya. Pada GTJ ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua , menggunakan konektor rigid dan non-rigid sehingga tekanan oklusi akan lebih disalurkan ke tulang dan tidak dipusatkan ke retainer. Diindikasikan pada span panjang dan jika terdapat pier/intermediate abutment pada penggantian beberapa gigi yang hilang.
-
Dapat mengatasi kesulitan melakukan insersi. Tidak mengganggu pergerakan individual gigi penyangga. Efek stress breaker.
- Indikasi:
Salah
Terdapat
- Regio anterior: Indikasi: kehilangan Incisivus lateral RA, salah satu penyangga dirawat endo. Retainer: mayor (mhkt pigura,mhkta ), minor (inlay klass III, mhkt pigura, mhkta Selberg). - Regio posterior Indikasi: Tekanan kunyah ringan, kehilangan tidak lebih dari 1, salah satu penyangga miring. Retainer: Mayor (mhkta penuh, mhkta 4/5), Minor (mhkta penuh, mhkta sebagian, inlay klas II).
16
3. Spring Bridge
Konektor GTJ tipe ini berupa lood atau bar. Loop tersebut menghubungkan retainer dan pontik di permukaan palatal. GTJ ini merupakan protesa tissue-borne karena gaya mastikasi yang diterima akan diabsorbsi oleh mukoperiosteum palatal sebelum mencapai gigi penyangga. Spring bridge membutuhkan retensi yang kuat, oleh karena itu biasanya dibutuhkan gigi penyangga ganda. Diindikasikan untuk penggatian kehilangan gigi, dengan kondisi terdapat diastema dan tetap mempertahankan diastema tersebut. Diindikasikan juga bila gigi penyanga tidak berada di sebelah ruang edontulus, contohnya pada penggantian gigi insisif sentral atas yang menggunakan premolar sebagai gigi penyangga.
4. Cantilever Bridge Pemakaian GTJ tipe ini hanya memiliki satu atau beberapa gigi penyangga di satu sisi. Pontik dan retainer akan mengalami/menerima
17
gaya rotasi/ungkit dan akan sangat terbebani jika mendapat beban oklusal. Untuk meminimalkan efek ungkit, pontik biasanya dibuat lebih kecil daripada gigi asli dan kontak ringan saat oklusi dan artikulasi. GTJ tipe ini tidak diindikasikan untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila terkena gaya lateral, maka gigi penyangga akan tipping, rotasi atau drifting. Tidak diindikasikan pula pada penggantian gigi dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment. Cantilever bridge biasanya memiliki multiple abutment dan retainer harus dihubungkan secara rigid pada satu sisi diastema. GTJ tipe ini diindikasikan untuk penggantian satu gigi hilang, contohnya pada penggantian insisif lateral yang menggunakan kaninus sebagai gigi penyangga. Penggantian gigi kaninus yang menggunakan premolar pertama dan kedua sebagai penyangga, dan penggantian gigi molar ketiga jika masih terdapat gigi antagonisnya, dengan catatan bentuknya lebih menyerupai gigi premolar.
5. Compound Bridge Merupakan gabungan dua atau lebih tipe GTJ. Diindikasikan pada penggantian gigi hilang yang membutuhkan gabungan beberapa tipe GTJ.
18
3. Pontik Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan: Fungsi kunyah dan bicara Estetis Comfort (rasa nyaman) Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah migrasi / hubungan dengan gigi lawan yng ektrusi Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain: a. Berdasarkan bahan Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas: 1) Pontik logam Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari alloy, yang setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi) akibat tekanan pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat untuk
19
daerah-daerah yang kurang mementingkan faktor estetis, namun lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan posterior. 2) Pontik porselen Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan seluruh permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen mudah beradaptasi dengan gingival dan memberikan nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama. 3) Pontik akrilik Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik. Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya kunyah / gigit. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan pelapis estetis saja. 4) Kombinasi Logam dan Porselen Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan memberikan kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada bagian labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari temperature porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen ditempatkan pada bagian labial/bukal dan daerah yang
menghadap linggir, sedangkan logam ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior maupun posterior. 5) Kombinasi Logam dan Akrilik Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan estetika sedangkan logam yang memberi kekuatan
20
dan dianggap lebih dapat diterima oleh gingival sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat dari logam sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan akrilik.
b. Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak 1) Pontik Sanitary Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir alveolus sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini adalah agar sisa-sisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang demikian mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan untuk pontik posterior rahang bawah.
2) Pontik Ridge Lap Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus sedangkan bagian palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini mengakibatkan estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah dibersihkan pada bagian palatal. Walaupun demikian menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih mudah masuk ke bawah dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan posterior.
21
3) Pontik Conical Root Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang dibuatkan atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari. Pontik ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut kira-kira 2 mm. pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan ini tidak menggunakan restorasi provisional.
c. Berdasarkan kontak dengan residual ridge 1. Berkontak dengan residual ridge a. Sadle/ sadle-ridge-lap pontic Merupakan pontik yang berkontak bidang dengan dengan edontulus ridge. Pontik ini tidak memiliki akses untuk dental floss sehingga tidak dapat dibersihkan dan menyebabkan akumulasi plak. Pontik ini juga dapat menyeabkan inflamasi oleh karena itu tidak seharusnya digunakan
22
b. Modifies ridge-lap pontic Merupakan kombinasi antara pontik tipe sadle dan hynienic. Memiliki permukaan fasial yang menutupi residual ridge dan bagaian lingual tidak berkontak dengan ridge. Sehingga estetiknya bagus dan mudah dibersihkan. Pontik tipe ini diindikasikan untuk mengganti gigi hilang pada daerah yang tampak saat berfungsi.
c. Conical pontic Merupakan pontik yang hanya memiliki satu titik kontak pada titik tengah residual ridge, sehinga mudah dibersihkan. Diindikasikan untuk mengganti gigi hilang pada ridge yang pipih di daerah posterior.
23
d. Ovate pontic Merupakan pontik yang sangat estetik, dasar pontik membulat dan masuk ke dalam cekungan (concavity) residual ridge, sehingga mudah dibersihkan. Residual ridge cekung dapat dibentuk dengan cara penempatan GTJ sementara segera setelah ekstraksi, dengan memperluas pontik bagian servikal dan dimasukkan ke residual ridge atau juga dapat dibentuk dengan tindakan bedah. Diinidikasikan untuk kebutuhan estetik yang optimal, misalnya pada kehilangan gigi insisif, kaninus dan premolar rahang atas.
2. Tidak berkontak dengan residual ridge a. Sanitary/ hygienic pontik Merupakan pontik yang mudah dibersihkan karena tidak berkontak dengan edontulus ridge. Mesiodistal dan pontik
24
makanan. Ketebalan oklusogingiva pontik minimal 3mm dan jarak edontulus ridge minimal 2 mm. Dengan kondisi tersebut akan memudahkan plaque controldengan cara menyisipkan dental floss dibawah pontik. Diindikasikan untuk gigi posterior rahang baah atau pasien dengan OH buruk
b. Modified sanitary pontik Merupakan modifikasi sanitary pontik. Permukaan dasar pontik cekung / melengkung pada arah mesiodistal dan fasolingual. Konektor yang menghubungkan pontik ini dengan retainer dapat dibuat dengan ketebalan maksimal. Sehingga konektor lebih dapat menahan strees/tekanan. Desain pontik ini memungkinkan terjadinya self cleansing sehingga diindikasikan untuk gigi posterior rahang bawah dan bila UH pasien buruk.
4. Abutment Abutment merupakan gigi yang mendukung GTJ sebagai tempat retainer direkatkan dengan semen. Abutmen juga dapat berupa akar gigi yang telah mendapat perawatan saluran akar dengan sempurna dan tidak terdapat kelainan-kelainan pada ujung akarnya serta tidak menjadi
25
Pertimbangan Jariangan periodontal Gigi Penyangga Gigi penyangga yang ideal adalah gigi penyangga yang memnuhi syarat sebagai gigi penyangga, sehingga gigi tersebut diharapkan dapat menyangga restorasi GTJ secara optimal. Kondisi yang perlu diperhatikan dan menjadi syarat gigi penyangga adalah perbandingan mahkota-akar, konfigurasi akar, dan luas ligamen periodontal. 1. Perbandingan mahkota akar Merupakan perbandingan jarak oklusal gigi ke alveolar crest dan panjang akar tertanam di dalam tulang alveolar. Jika terdapat resorpsi tulang alveolar, maka gaya lateral pada gigi dapat menyebabkan rusaknya ligamen periodontal, kemudian
mengakibatkan gigi goyang. Bila derajat mobilitas gigi tinggi (>2o), gigi dapat terlepas dari soket. Perbandingan mahkota-akar yang optimal untuk gigi penyangga GTJ adalah 2:3 atau minimal 1:1. 2. Konfigurasi akar Gigi penyangga yang memiliki dimensi fasolingual lebir lebar daripada mesiodistal lebih baik dari pada gigi penyangga yang berakar bulat. Sedangkan gigi posterior yang memiliki bentuk akar divergen/ menyebar akan mendapatkan dukungan
periodontal lebih baik daripada bentuk akar yang konvergen atau berfusi. 3. Luas ligamen periodontal Merupakan jumlah luas permukaan perlekatan ligamen
periodontal sehat ke tulang alveolar. Gigi yang lebih besar memiliki luas ligamen periodontasl lebih besar, sehingga dapat menahan tekanan yang lebih besar. Perlekatan ligamen periodontal yang baik, berawal dari cemento-enamel junction dan kedalaman sulkusnya adalah 1,8-3 mm. Penggantian
26
kehilangan gigi dengan GTJ harus sesuai dengan hukum Ante, yaitu bahwa luas permukaan akar gigi penyangga harus sama atau lebih besar daripada gigi yang akan digantikan. 4. Ginggiva Gingiva sehat berwarna coral pink dengan konsistensi kenyal. Apabila gingiva berwarna merah dengan konsistensi lunak curigai adanya inflamasi, maka perlu disembuhkan terlebih dahulu. 5. Ketebalan lamina dura Pada foto rongent dilihat ketebalan lamina dura, apabila terdapat bagian yang tebal atau lebih opak, atau lamina dura terputus curigai adanya trauma from occlusion.
2.6 Desain dan Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan Desain pada kasus di skenario menggunakan fixed bridge dengan bahan porselen. Disini menggunakan ekstra koronal retainer karena terdapat karies pada gigi 21.
Pembuatan gigi tiruan jembatan ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu sebagai berikut. 1. Preparasi Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan jembatan. Tujuan preparasi:
27
Menghilangkan daerah gerong Memberi tempat bagi bahan retainer atau mahkota Menyesuaikan sumbu mahkota Memungkinkan pembentukan retainer sesuai bentuk anatomi Membangun bentuk retensi Menghilangkan jaringan yang lapuk oleh karies jika ada
a. Persyaratan preparasi 1. Kemiringan dinding-dinding aksial Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi retainer sehingga jembatan tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang sedikit konus ke arah oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan bahwa kemiringan maksimum dinding aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991) memandang kemiiringan dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah gerong yang tidak terlihat dan
menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi. Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi meningkat. Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi sering terjadi bila kemiringan dinding aksial preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa. Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7 derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral.
28
2. Ketebalan preparasi Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang terlaluy berlebihan dapat menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas pulpa, pulpitis, dan nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu
sedikit dapat mengurangin retensi retainer sehingga menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah. 3. Kesejajaran preparasi Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang paling sedikit mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk sempurna pada tempatnya. 4. Preparasi mengikuti anatomi giigi Preparasi ynag tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas pulpa juga dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal harus disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparsai tidak mengukuti morfologi gigi maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa. 5. Pembulatan sudut-sudut preparasi Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan pertemuan dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat menimbulkan tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan. b. Tahap-tahap preparasi gigi penyangga
29
1.
Pembuatan galur Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian labiopalatal cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna untuk mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior dapat dibuat dengan bur intan berbentuk silinder.
2. Preparasi bagian proksimal Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah pasang jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan menggunakan bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk konus dengan kemiringan 5-100. 3. Preparasi permukaan insisal atau oklusal Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya. Preparasi permukaan oklusal unruk memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya, yang menyatu dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi, serta fraktur. 4. Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut yang memberi kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan. 5. Pembulatan sudut preparasi bidang aksial 6. Pembentukan tepi servikal. Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal: a. Tepi demarkasi (feater edge) b. Tepi pisau (knife edge) c. Tepi lereng (bevel) d. Tepi bahu liku (chamfer)
30
2. Pencetakan Sebelum pencetakan dilakukan, keadaan geligi dan jaringan lunak sekitarnya perlu dicek, apakah semua dalam keadaan sehat dan bebas dari radang. Terdapat berbagai macam bahan cetakan, seperti: hidrokoloid, rubber base, polysulfide rubber base, silicon rubber base, dan polyeter rubber base.
3. Pembuatan die/model kerja Die adalah reproduksi positif dari gigi yang telah dipreparasi dan yang dibuat dari bahan stone gips keras atau logam atau plastik. Menurut
hubungan dengan model kerja die dibagi menjadi solitair die dan removable die. 4. Pembuatan Pola Lilin Yang diartikan dengan pola lilin atau wax-pattern ialah: suatu model dari retainer atau restorasi yang dibuat dari lilin yang kemudian direproduksi menjadi logam atau akrilik.5 Tujuan pembuatan pola lilin :5
Mendapatkan retainer atau restorasi yang tepat, pas dan mempunyai adaptasi yang sempurna dengan preparasi. Memperoleh bentuk anatomi. Menghasilkan suatu coran (casting) yang merupakan reproduksi yang tepat (bentuk dan ukuran) dari pola lilin itu. Mencapai hubungan yang tepat dengan gigi sebelahnya dan gigi lawan. Membuat pola lilin dapat dengan cara :5
Langsung (direct).
31
Lilin pola
Lilin pola sebagai model di kedokteran gigi mempunyai sifat sanggup dibentuk dalam seadaan plastis pada suhu antara cair dan kaku.5 Ada 2 macam tipe lilin pola yang biasa dipakai :5 Untuk cara langsung dipilih type 1 yang mempunyai sifat menjadi sangat plastis pada suhu sedikit lebih tinggi di atas suhu mulut, sehingga dapat memasuki sela-sela preparasi. Untuk pola-pola indirect sebaiknya dipakai type II yang membeku keras pada suhu kamar.
Lilin pola yang baik harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam American Dental Association Specification No. 4 for Dental Inlay casting wax, mengenai pemuaian, penciutan, flow elastisitas, dan plastisitas.5 Selain dari sifat-sifat tersebut di atas, suatu lilin inlay harus :5 Mempunyai warna yang menyolok supaya dapat mudah terlihat di antara jaringan gigi dan gusi. Bersifat kohesif jika dilunakan. Dapat dipotong atau di ukir tanpa patah atau rempil. Menguap habis jika dibakar/dipanasi suhu tertentu. Distorsi pola lilin disebabkan oleh:5 Perubahan-perubahan ukuran karena naik turunnya suhu. Perbesaran tegangan (stress release atau relaxation) yang secara kodrat ada di dalam pola lilin, seperti : Pengisutan pada waktu pembekuan atau penurunan suhu.
32
Adanya hawa, gas atau air di dalam massa lilin yang mengisut/memuai, menarik atau mendorong lilin yang masih lunak akibat dari pengukiran, penambahan lilin cair, atau pengambilan kelebihan lilin dengan alat yang panas. Flow atau mengalirnya lilin sebagai bahan amorph pada suhu kamar, lebih tinggi suhunya, lebih besar flownya, jadi juga lebih besar distorsinya. Sebagian dari distorsi dapat dicegah atau dikurangi dengan cara:5 Menggunakan lilin inlay yang memenuhi syarat A.D.A Specification No. 4 dan sesuai dengan teknik yang dipakai. (type I atau type II). Sedapat mungkin mencegah penambalan lilin cair pada pola atau mencairkan permukaan lilin setempat. Melunakkan lilin dengan seksama sampai seluruh massa lilin menjadi lunak dengan cara memutar-mutar sebatang lilin di atas nyala api. Menyimpan pola di tempat yang dingin, jika tidak mungkin dilakukan pemendaman dengan segera. Memendam pola selekas mungkin setelah dikeluarkan radi mulut atau setelah jadi dibentuk pada die.
5. Pontik Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan fungsi kunyah dan bicara, estetis comfort (rasa nyaman), serta mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah migrasi / hubungan dengan gigi lawan ektrusi.
6. Penyemenan jembatan Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang mungkin juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus dihindari oleh operator.
33
Semen yang digunakan untuk melekatkan jembatan ialah zinc phosphate semen, semen silikofosfat, semen alumina EBA, semen polikarboksilat, serta semen resin komposit. Pemilihan dilakukan berdasarkan sifat biologic, biofisik serta pengaruh pada estetiknya. Tata cara penyemenan dengan menggunakan zinc phosphate cement : 1. 2. Bubuk semen serta cairan diletakkan diatas glass pad Campurkan bubuk pada cairan sedikit demi sedikit, di aduk merata sampai 90 detik. 3. 4. Adukan diratakan melebar pada kaca seluas mungkin Adonan kemudian diisikan kedalam pemaut meliputi dinding dalamnya tpis-tipis dan merata, sedang lekuk pada preparasi (bila ada) diisi juga dengan adonan semen. 5. Jembatan kemudian ditempatkan pada penyangganya didalam mulut dan ditekan dengan jari secara kuat ; dapat juga dipakai pemakai kayu untuk lebih menekan jembatan pada tempatnya. 6. Pasien diminta menggigit keras pada jembatannya, untuk mengecek apakah oklusi sudah baik. 7. Pasien diminta membuka mulut sebentar dan diminta menggigit gulungan kapas, yang diletakkan pada oklusal gigi geligi. 8. Setelah semen keras, kelebihan semen dihilangkan dengan scaller. 9. Sekali lagi, oklusi diperiksa dan sebelum pasien pulang, operator perlu memberitahu cara membersihkan jembatan tersebut.
2.7 Kegagalan dalam Perawatan Gigi Tiruan Jembatan Adapun beberapa bentuk kegagalan dari pemakaian gigi tiruan jembatan yang dapat ditemukan antara lain : 1. Intrusi gigi pendukung, perubahan yang terjadi dimana posisi gigi pendukung, menjauhi bidang oklusal. 2. Karies gigi pendukung, umumnya disebabkan karena pinggiran restorasi rtetainer yang terlampau panjan,kurang panjang atau tidak lengkap serta terbuka. Sebab lain, yaitu terjadi kerusakan pada bahna mahkota retainer
34
yang lepas, embrasure yang terlalu sempit, pilihan tipe retainer yang salah, serta mahkota sementara yang merusajk atau ,mendorong gingival terlalu lama. 3. Periodontitis jaringan pendukung 4. Konektor patah. 5. Penderita mengeluh akan adanya perasaan yang tidak enak. Hal yang dapat menyebabkan gangguan ini adalah kontak prematur atau oklusi yang tidak sesuai, bidang oklusi yang terlalu luas dan atau penimbunan sisa makanan antara pontik dan retainer, tekanan yang berlebih pada gingiva. Daerah servikal yang sakit, shok termis oleh karena pasien belum terbiasa. 6. Retainer atau jembatan lepas dari gigi penyangga. Adakalanya satu jembatan yang lepas secara keseluruhan dapat disemen kembali setelah penyebab dari lepasnya restorasi tersebut diketahui dan dihilangkan. Jika tidak semua retainer lepas maka jembatan dikeluarkan dengan cara dirusak dan dibuatkan kembali jembatan yang baru, jika sesuatu dan kondisi memungkinkan 7. Jembatan kehilangan dukungan, dapat terganggu oleh karena jembatan, luas permukaan oklusal, bentuk embrasure, bentuk retainer, kurang gigi penyangga, trauma pada periodontium dan teknik pencetakan. 8. Terjadi perubahan pada pulpa, dapat disebabkan oleh cara preparasi, preparasi yan g tidak dilindungi dengan mahkota sementara, karies yang tersembunyi, rangsangan dari semen serta terjadinya perforasi. 9. Jembatan patah. Dapat diakibatkan oleh hubungan oleh shoulder atau bahu yang tidak baik, teknik pengecoran yang salah serta kelelahan bahan. 10. Kehilangan lapisan estetik 11. Sebab-sebab lain yang menyebabkan jembatan tidak berfungsi
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah berbagai kegagalan tersebut dapat berupa pemilihan jumlah dan distribusi gigi pendukung, aplikasi bahan pelapis lunak, pemakaian stres absorbing elemen dan pemakaian konektor non rigid. Perbedaan gerakan gigi dan implan dapat menyebabkan berbagai bentuk kegagalan pemakaian gigi tiruan jembatan dukungazn gigi dan
35
implan. Usaha yang paling penting untuk diperhatikan dalam mencegah berbagai bentuk kegagalan tersebut adalah dengan mencegah terjadinya tekanan berlebihan pada pendukung gigi tiruan jembatan yang timbul akibat perbedaan pergerakan tersebut.
36
Gigi tiruan jembatan (GTJ) adalah gigi tiruan sebagian yang direkatkan dengan semen secara permanen pada satu atau beberapa gigi penyangga yang telah dipersiapkan untuk menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang. Kegunaan gigi tiruan jembatan adalah untuk memperbaiki penampilan, kemampuan mengunyah, stabilitas oklusal, memperbaiki pengucapan, sebagai splinting periodontal, membuat pasien merasa sempurna. Penggunaan gigi tiruan jembatan ini diindikasikan pada kasus kehilangan satu atau lebih gigi geligi asli, gigitan dalam, gigi penyangga memerlukan restorasi, diastema abnormal, gigi penyangga memerlukan penanggulangan stabilisasi atau splint. Kontaindikasi gigi tiruan jembatan adalah OH buruk,
physical handycap, indeks karies tinggi, cross-bite, malposisi, migrasi atau ekstruksi yang parah. Komponen gigi tiruan jembatan adalah retainer, konektor, pontik, abutment. Gigi tiruan jembatan ini dibuat melalui serangkaian prosedur sehingga diharapkan akan mampu mencapai tujuan yang telah dikehendaki. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kegagalan pemakaian gigi tiruan jembatan, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha untuk mencegah berbagai kegagalan tersebut. Yang paling penting untuk diperhatikan adalah mencegah terjadiinya tekanan berlebihan pada pendukung gigi tiruan jembatan.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Barclay,
C.W;
Walmsley,
A.D.
1998.
Fixed
and
Removable
Prosthodontics.Birmingham: Churcill Livingstone, hal 115. 2. Smith,Bernard G N;Howe, Leslie C. 2007. Planning and Making Crown and Bridges, 4th ed. New York: Informa Healthcare. 3. Ewing JE. Fixed Partial Prosthesis. 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febinger, 1959: 169-77. 4. Tylman SD. Construction of Pontics For Fixed Partial Dentures: Indications, Types, and Materials. In Theory and Practice of Crown and Fixed Partial Prosthodontics. 6th ed. Saint Louis: CV Mosby 1970: 26, 165, 650-81. 5. Prajitno, H.R. 1994. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan: Pengetahuan Dasar dan Rancangan Pembuatan. Jakarta : EGC.
38