Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

Syok merupakan sindroma klinis akut yang terjadi akibat gangguan hemodinamikdan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Syok merupakan kondisi kegawatdaruratan yang masih sering terjadi secara khusus di negara-negara berkembang. Keterlambatan penanganan seringkali menjadi penyebab kematian pada anak dengan syok. Kurangnya pengetahuan masyarakat umum dan kurangnya keterampilan tenaga medis dalam penanganan syok seringkali menjadi penyebab utama kematian pada pasien anak dengan syok.1 Penanganan syok yang cepat dan tepat dapat mengurangi resiko kematian pada penderita. Sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap syok, baik kecepatan dalam menentukan diagnosa maupun ketepatan terapi. Kasus ini akan sering ditemukan pada Instalasi Gawat Darurat pada layanan kesehatan. Dan 5-15 menit penanganan awal merupakan kunci keberhasilan dari tatalaksanan syok. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-orgn vital tubuh.1

2.2 Klasifikasi2
1. Syok Hipovolemik 2. Syok Kardiogenik 3. Syok Obstruksi 4. Syok Distribusi 5. Syok Sepsis

2.2.1 Syok Hipovolemik2,3,4


Eiologi Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat perdarahan masif atau kehilangan plasma darah. Penyebab Syok Hipovolemik pada Anak Kehilangan dari sistem gastrointestinal Muntah Diare

Kehilangan dari sistem kemih Ketoasidosis diabetik Dibetes insipidus Insufisiensi adrenal

Penurunan masukan Stomatitis, faringiis

Anoreksia

Translokasi cairan tubuh Obsruksi usus halus Peritonitis Pankreatitis akut Asites Sindrom nefrotik

Patofisiologi Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan dari curah jantung. Curah jantung yang rendah dibawah normal akan menimbulkan beberapa akibat bagi beberapa organ.

Mikrosirkulasi Curah jantung yang menurun menyebabkan tahanan vaskuler sisemik akan meningkatkan tekanan sistemik guna memberikan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi organ lainnya seperti otot, kulit, dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di otak dan jantung cukup besar, sedangkan kedua organ tersebut tidak mampu menyimpan banyak energi cadangan. Kedua organ tersebut sangat bergantung pada kebutuha oksigen dan dan nutrisi serta sangat rentan terjadinya iskemia. Ketika tekanan arterial rata-rata dibawah 60 mmHg maka aliran ke organ akan berkurang drastis dan fungsi sel akan terganggu.

Kardiovaskular Tiga variabel seperti pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventrikel, dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung merupakan penentu utama bagi perfusi jaringan. Curah jantung merupakan hasil kali dari volume sekuncup dengan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel yang berakibat penurunan volume sekuncup.

Gastrointestinal Aliran darah yang berkurang menuju jaringan intestinal mengakibatkan peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati didalam usus. Hal ini menyebabkan pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi.

Ginjal Gagal ginjal akut merupakan salah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangat jarang karena penanganan yang baik dalam penggantian cairan. Yang banyak terjadi saat ini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi. SSD (Dengue Syok Syndrome)5 Patofisiologi: Teori Antigen Antibodi Virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi, kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilaktosisn C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat peningkatan permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma.

Teori Sistem Koagulasi, fibrinolisis, kinin, dan komplemen Sistem koagulasi disusun oleh faktor-faktor koagulasi berupa protein inaktif yang beredar dalam darah. Apabla terjadi aktivasi normal maupun abnormal, maka faktor koagulasi akan diaktifkan secara berurutan sesuai dengan kaskade yang diawali oleh aktivasi faktor XII menjadi XIIa, makin lama makin banyak sehingga terbentuk fibrin. Faktor XIIa mengaktifkan sistem fibrinolisis ialah perubahan plasminogen menjadi plasmin melalui proses enzimatik. Plasmin memiliki sifat proteolitik dengan sasaran fibrin. Fibrin polimer akan dipecah menjadi fragmen X dan Y. Fragmen Y akan dipecah menjadi 2 fragmen D dan 1 fragmen E yang dkenal sebagai D-dimer. Degradasi fibrin memiliki sifat antikoagulan, sehingga bila jumlahnya cukup banyak akan menghambat

homeostatis. Aktivasi dari koagulasi dan fibrinolisis yang berkepanjangan berakibat menurunnya faktor koagulasi seperti fibrinogen II,V,VII,VIII,IX, dan X serta plasminogen. Keadaan ini yang memperberat perdarahan pada DBD ditambah dengan trombositopenia. Sistem kinin diaktifkan juga oleh faktor XIIa yang mengubah prekallikrein menjadi kallikrein (enzim proteolitik). Kallikrein akan mengubah kinin menjadi bradikinin, suatu zat yang berperan dalam proses spesifik diantaranya pada peradangan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah. Faktor XIIa akan mengaktifkan sistem komplemen yang hasil aktivasinya terjadi lisis dari sel-sel sasaran atau suseptibel. Disamping itu terbentuk anafilaktosin yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.

2.2.2 Syok Kardiogenik 1,2,4


Syok kardiogenik adalah ganggguan fungsi sirkulasi mendadak dan kompleks yang mengakibatkan hipoksia jaringan akibat berkurangnya curah jantung pada keadaan volume intravaskular yang cukup. Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian utama pada pasien yang dirawat dengan infark miokard akut. Syok kardiogenik dapat terjadi sebagai komplikasi dari (1) disfungsi jantung yang berat, sering menyertai pembedahan, (2) septikemia, (3) luka bakar berat, (4) penyakit imunologis, (5) perdarahan atau dehidrasi, (6) kelemahan berat, (7) gangguan sistem saraf sentral berat. Syok ini ditandai dengan curah jantung rendah dan hipotensi yang mengakibatkan perfusi jaringan tidak cukup.

Tabel: Etiologi syok kardogenik Manifestasi klinis syok kardiogenik timbul akibat gangguan fungsi sistolik dan diastolik. Gangguan fungsi sistolik mengkibatkan curah jantung akan menurun, sedangkan akibat gangguan fungsi diastolik mengakibatkan bendungan di paru atau sistemik. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan tubuh

melakukan kompensansi dengan cara takikardi, vasokonstriksi, retensi cairan dan garam, dan melepas hormon-hormon tertentu. Kondisi ini apabila berlangsung terusmenerus akan memperburuk kondisi jantung yang ditambah dengan terdapatnya kelainan bawaan. Secara klinis anak akan tampak pucat, lemas, badan dingin, takikardia, hipotensi, berkurangnya perfusi perifer, akral dingin asidosis, dan oliguria serta penurunan kesadan. Syok kardiogenik ditandai dengan hipoperfusi sistemik akibat terjdinya depresi berat dari indeks kardiak dan hipotensi tekanan sistolik arterial menetap (<90mmHg), disamping terjadinya peningkatan tekanan biji kapiler paru >18mmHg.

Patofisiologi Terjadinya infark miokard dapat mengakibatkan terjadinya aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan meningkatnya kadar iNOS, NO, dan peroksinitrit, dimana semuanya memiliki efek buruk multiple seperti: a. Inhibisi langsung kontraktilitas miokard

b. Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemi c. Efek terhadap metabolisme glukosa d. Efek proinflamasi e. Penurunan responsivitas katekolamin f. Merangsang vasodilatasi sistemik.

Anamnesis: Keluhan timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik. Passien dengan infark miokard akut akan datang dengan keluhan tipikal nyeri dada yang akut dan kemungkinan sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang menurun hingga < 90mmHg, dan dapat menurun hingga <80 mmHg apa bila tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Denyut jantung umumnya dapat meningkat akibat stimulasi simpatis, demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti diparu. Pada pemeriksaan dada ditemukan adanya ronkhi. Pada sistem kardiovaskular yang dapat diievaluasi seperti vena-vena dileher sering meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi perikardial atau tamponade. Irama gallop muncul pada disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.

Pemeriksaan Penunjng Elektrokardiografi (EKG) Gambaran dari EKG dapat membantu menentukan etiologi syok krdiogenik. Misal pada infark miokard aut akan tampak ST elevasi pada gambaran EKG. Begitu juga bila terdapat aritmia atau gangguan irama jantung yang menjadi etiologinya, maka akan tampak gangguan tersebut pada gambaran EKG.

Foto Rontgen Dada

Pada foto rontgen polos akan tampak kardiomegali beserta tanda-tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti pru yang tidak disertai kardiomegali

Ekokardiogrfi Pemeriksaan ini relatif cepat, aman, dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur pasien. Pada pemeriksaan ini dapat dinilai fungsi ventrikel kana dan kiri, fungsi kaup-katup jantung, tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misal adannya defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.

Saturasi Oksigen Pemantauan saturasi oksigen bermanfaat untuk mendeteksi adanya defek septal ventrikel. Bila terdapat pintas darah maka oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan akan terjadi saturasi yang step up bla dibanding saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.

2.2.3 Syok Obstruktif 2,6


Tension Pneumotoraks Diakumulasikan sebagai akumulasi udara pada rongga pleura, sebuah cavitas merupakan hal normal dengan sedikit cairan pleura. Itu dapat terjadi secara spontan atau penyakit sekunder dari gangguan pada paru, seperti trauma, asma, fibrosis kistik, dan pneumonia. Bisa juga dimasukkan kedalam kategori iatrogenik dikarenakan barotrauma sepanjang tekanan ventilasi positif atau sepanjang kateter vena sentral terpasang pada pembuluh darah bagian toraks. Pneumotoraks dapat di toleransi oleh sebagian pasien, gejala dan tanda syok obstruktif dapat dikendalikan jika pneumotoraks masih dibawah tekanan.

Tamponade Jantung Peningkatan tekanan intrapericardial membatasi aliran balik vena ke jantung dikarenakan kompresi ventrikel kiri. Terjadi penurunan progressif pada

volume akhir diastol sehingga curah jantung memburuk. Pada tamponade jantung yang parah aliran vena dapat kembali dan menekan ventrikel kiri, sehingga curah jantung semakin berkurang. Tekanan perikardial semakin meningkat dan melampaui tekanan ventrikular saan akhir diastol, volume ventrikular akan menjadi sedikit dan sedikit sehingga curah jantung memburuk.

Gambar: Patofisiologi Syok Obstruksi

2.2.4 Syok Distribusi 2,7


2.2.4.1 Syok Anafilaktik Terdapat dua fase yang berlangsung selama proses terjadinya syok anafilaktik, yaitu fase sensitasi dan fase aktivasi. Dimana fase sensitasi merupakan awal dari terjadinya syok anafilktik. Dimulai dari alergen yang memapari tubuh tetapi tidak memberikan respon sistemik. Antigen akan dilawanoleh APC (antigen precenting cel), yang terdiri dari sel B, makrofag, dan sel dendritik. APC akan menghasilkan CD4 TH2 tipe sel T-helper.Set T akan mengaktifkan sel B untuk mengalihkan IgM menjadi produksi alergen speesifik IgE yang akan bersirkulasi keseluruh tubuh. Fase aktivasi dimana alergen kembali memapari tubuh, sehingga IgE akan teraktifasi. Hal ini menyebabkan terlepasnya mediator inflamasi seperti histamin, proteoglikan, nitric oxide, sitokin, TNF-, prostaglandin, PAF (platelet actinating factor). Histamin mengikat H1 dan H2 reseptor yang mengakibatkan terjadinya urtikaria, pruritus, flushing, sakit kepala, bronkospasme, hipotensi dan takikardi. Sedangkan Nitric oxide menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan

permeabilitas pembuluh darah.

2.2.5 Syok Sepsis 2,8,9,10


Penemuan bakteri ada biakan darah yang disebut bakteremia, dapat menjadi fenomena sementara yang tidak disertai penyakit atau perluasan serius dari infeksi bakteri invasif yang berasal dari saluran gastroisntestinum (Salmonella, Pseudomonas, Escherichia coli, Klebsiella-Enterobacte,

Enterococcus), saluran genitourinarius (E.coli, Klebsiella enterobacter, Proteus, Neisseria), atau saluran pernapasan (Pneumococcus, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus) atau kulit (S. aureus, S.epidermidis, Streptococcus pyogenes). Bakteremia dapat muncul mendahului atau bersamaan dengan infeksi fokus metastatis lokal spesifik, misal bakteremia yang terjadi bersamaan dengan meningitis, osteomielitis, endokarditis, epigotitis, atau selulitis wajah. Bakteremia dapat terjadi tanpa gejala atau dengan sedikit gejala, tetapi apabila bakteri tidak

10

dibrsihkan secara efektif oleh mekanisme pertahanan hospes, respon radang sistemik mulai terjadi dan dapat progresif tanpa tergantung infeksi asalnya. Infeksi dengan virus, bakteri, jamur, protozoa, dan riketsia dapat berakibat sepsis. Sepsis merupakan salah satu penyebab sindrom respons radang sistemik (SRRS). Jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, maka kondisi ini dapat berkembang mencapai kondisi syok sepsis.

Gambar: Definisi syok septik

Patofisiologi dan Patogenesis 1. Inflamasi tidak terkontrol Beberapa sitokin yang menyebabkan SIRS ( Systemic Inflammatory Response Syndrome) dan sepsis yaitu: tumor necrosis factor- (TNF-), interleukin (IL-1, IL-8, IL-6, IL-10, IL-4, IL-13), interferon dan transforming growth factor- (TGF-). IL-10, IL-4, TGF- adalah sitokin anti inflamasi. TNF-, IL-1, IL-8, IL-6, IL-10 mempunyai hubungan dengan morbiditas dan mortalitas sepsis. Sitokin ini akan berinteraksi satu sama lain membentuk jaring-jaring dan saling menguatkan. Dilepasnya sitokin ini akan memacu kaskade mediator non-protein lainnya yaitu platelet activating factor (PAF), prostaglandin, nitric oxide, acute phase protein yang menyebabkan trombosis di mikrovaskular, peningkatan permeabilitas kapiler, menurunnya tahanan pembuluh darah sistemik, apoptosis sel endotel dan epitel. Berubahnya aliran darah regional dan trombosis mikrovaskuler dapat menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. 2. Kegagalan sistem imun

11

Pada penderita sepsis terjadi gambaran imunosupresif, termasuk delayed hypersensitivity, ketidakmampuan untuk menghilangkan infeksi, dan predisposisi terjadinya infeksi nosokomial. Apabila sepsis terus berjalan maka akan terjadi pergeseran kearah anti inflamasi dan imunosupresif. Mekanisme imunosupresis pada sepsis: Perubahan dari respons inflamasi (Th1) ke anti inflamasi(Th-2) Anergi Apoptosis (hilangnya CD4 sel T, Sel B, dan sel dendrit. Hilangnya ekspresi makrofag MHC-II dan molekul ko-stimulasi. 3. Faktor genetik Polimorfisme reseptor TNF, IL1, Fc, dan TLR mempunyai peranan dalam angka kematian penyakit infeksi. Polimorfisme gen sitokin dapat menentukan konsentrasi sitokin pro- dan anti-inflamasi dan mempengaruhi respon hiper- atau hipoinflamasi terhadap suatu infeksi.. 4. Disfungsi endotel pada sepsis Disfungsi endotel dan aktivasi endotel dapat disebabkan oleh bakteri patogen atau lipopolisakarida dari dinding bakteri yang menyebabkan berubahnya fungsi endotel dari anti- ke pro-koagulan. Hal in dihubungkan dengan menurunnya sintesis trombomodulin, menurunnya tissue-type plasminogen activator dan heparan, meningkatnya ekspresi tissue factor dan plasminogen activator inhibitor -1, dilepasnya mikropartikel yang mengekspresikan TF, molekul adhesi seperti P-selektin, E-selektin,

intracellular adhesion molecule-1 (ICAM), vascular cell adhesion molecule-1 transmigrasi ketempat adanya jejas. Aktivasi sel endotel akan menyebabkan melekatnya trombosit pada dinding pembuluh darah. Vasodilator seperti nitric oxide, prostacyclin dan vasokonstriktor: endotelin, tromboksan, platelet-activating factor menyebabkan terjadinya

12

perubahan pada keseimbangan vasokonstriktor dan vasodilator. TNF- menyebabkan peningkatan permeabilitas sel endotel secara invitro dan invivo, dan pada akhirnya terjadinya hipovolemia, hemokonsentrasi, dan statis aliran darah. Apoptosis sel endotel akan menyebabkan terjadinya peningkatan respon pro-inflamasi. Rangsangan ICAM-1, VCAM-1 oleh IL-1 meningkatkan produksi reactive prostasiklin, dan aktivasi komplemen. Disfungsi organ akan terus berlangsung sebagai akibat dari respons

infllamasi yang terjadi terus menerus, koagulasi, interaksi sel, yang meneyebabkan oklusi mikrovaskuler, hipoksia, dan disfungsi organ.

Diagnosis Sepsis Definisi sepsis pada anak berdasarkan konsensus internasional SIRS (2 dari 4 kriteria, 1 diantaranya harus terjadi suhu abnormal atau jumlah leukosit yang abnormal) 1. Temperatur > 38.50C atau < 360C 2. Takikardi 3. Takipneu 4. Leukositosis atau neutrofil immature >10% SEPSIS : SIRS + infeksi dugaan atau terbukti Severe Sepsis : Sepsis + 1 gejala dibawah 1. Disfungsi kardiovaskular 40 ml/kg cairan isotonik intravena dalam 1 jam Hipotensi <5th presentil pada umurnya, tekanan sistolik <2 SD dibawah normal. Atau Dibutuhkan obat vasoaktif untuk mengatur tekanan darah. Atau 2 dari : Metabolik asidosis yang tidak dapat dijelaskan Oliguria (urin <0.5 ml/kg/jam Perpanjangan Capillary refill time5 detik 2. Acute respiratory distress syndrome

13

PaO2 ratio

300 mmHg, infiltrat bilateral pada pemeriksaan rontgen

toraks, dan tdak ada gejala gagal jantung kanan. Atau, Sepsis ditambah 2 atau lebih gagal disfungsi organ. Septic Shock : Sepsis + disfungsi organ kardiovaskular. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) : Berubahnya fungsi organ dimana homeostatis tubuh tidak dapat mengendalikan lagi tanpa intervensi obat.

Manifestasi Klinis Tanda-tanda dan gejala primer syok septik adalah demam, kedinginan menggigil, hiperventilasi, takikardia, hipotermia, lesi kulit (petekie, ekimosis, ektima gangrenosum, eritema difusa, selulitis), dan perubahan status mental seperti rancu, agitasi, kecemasan, eksitasi, letargi, pengumpulan (obtundasi), atau koma. Sedangkan manifestasi sekundernya adalah hipotensi, sianosis, gangren perifer simetris (purpura fulminan), oliguria atau anuria, ikterus, dan tanda-tanda gagal jantung.

Pemeriksaan Laboratorium Biakan darah positif, pengecatan gram, Wright, bitu metilen, atau akridin orante buffy coat atau lesi petekie yang menampakkan mikroorganisme; asidosis metabolik; trombositopenia; waktu trombin dan tromboplastin yang lama; kadar fibrinogen serum turum; anemia; kenaikan PaO2 dan penurunan PaCO2; perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Pda pemeriksaan serebrospinal dapat menampakkan neutrofil dan bakteri.

2.3 Penatalaksanaan 2,4,10


1. Pernapasan Mempertahankan pernapasan dengan oksigen yang cukup merupakan langkah awal tatalaksana setiap kegawatdaruratan. Pada kasus syokk sepsis adakalanya dibutuhkan ventilator. 2. Cairan Resusitasi

14

Resusitasi cairan dilakukan dengan bolus kristaloid sebanyak 20-60 mL/kgBB dalam 10 menit (pada sumber yang lainnya dikatakan dapat dilakukan dalam waktu 30 menit) sambil dievaluasi apakah terdapat tanda tanda overload dengan cara melakukan perabaan hepar berulang atau mendengarkan ronkhi. Apabila ditemukan tanda-tanda kelebihan cairan maka pemberian cairan resusitasi dihentikan. Pemberian koloid dapat dipertimbangkan apabila kebutuhan cairan resusitasi sangat besar. Pada pasien dengan syok sepsis dilakukan pemeriksaan gula darah, apabila terdapat hipoglikemi atau hiperglikemi dapat dilakukan pengkoreksian. Khusus pada syok kardiogenik cairan diberikan dengan volume yang lebih sedikit yaitu, 5-10 mL/kgBB. Dan pada syok hipovolemik dikarenakan terjadi perdarahan, maka pasien akan diberikan transfusi darah atas indikasi gejala. 3. Inotropik dan obat vasoaktif Apabila syok belum teratasi setelah pemberian cairan resusitasi maka dapat digunakan obat-obatan inotropik dan vasoaktif. Pemilihan obat dilakukan dengan melihat gambaran klinis dari pasien. Pada anak dengan penurunan curah jantung, dan peningkatan resistensi vaskular sistemiik dapat bermanisfestasi dengan akral dingin, penurunan produksi urin, dan tekanan darah yang normal setelah resusitasi dapat diberikan dobutamin. Resistensi vaskular sistemik yang rendah ditandai dengan akal yang hangat, tidak ada sianosis perifer, dan waktu isian kapiler yang pendek dapat digunakan epinefrin. Pada pasien dengan anafilktih syok, American Heart Association menganjurkan penggunaan epinefrin dengan dosis 0.1 mg dengan konsentrasi 1:10.000 unit dengan kecepatan sedang IV selama 5 menit. Diikuti dengan posisi trendelenburg. Tabel: Obat penatalaksanaan syok Obat Dopamin Efek Menguatkan kontraksi Dosis Keterangan

Dosis sedang: 5- Meningkatkan resiko disritmia

Meningkatkan tekanan 15 g/kg/min darah ginjal

(dosis Dosis tinggi: 15- pada dosis tinggi

15

ringan/sedang) Vasokonstriksi tinggi) Epinefrin Meningkatkan jantung (dosis

25 g/kg/min

detak 0.05-3.0 dan g/kg/min

Dapat mengurangi perfusi dikarenakan penggunaan O2 ginjal

menguatkan kontraksi

yang tinggi pada jantung. Vasokonstriksi ampuh Dobutamin Meningkatkan kontraksi jantung Memberi efek sedikit pada denyut jantung. Vasodilator perifer Norepinefrin Vasokonstriktor kuat Memberi efek yang yang 0.05-1.5 g/kg/min 1-20 g/kg/min yang Beresiko disritmia Vasokonstriktor yang lemah Baik pada kardiogenik digunakan syok tinggi

lemah pada kekuatan konstriksi jantung Phenylephrine Vasokonstriktor kuat yang 0.5-2.0 g/kg/min Dapat menyebabkan hipertensi tiba-tiba Dapat digunakan pada pasen takikardi Dapat menyebabkan peningkatan konsumsi O2. Milrinone Inotropin yang ampuh Loading g/kg/min Vasodilator perifer dari 15 menit 50 lebih

16

0.5-1 g/kg/min

4. Terapi Antibiotik Terapi ini berlaku secara khusus dalam penatalaksanaan syok sepsis. Diamana terapi ini diberikan dengan segera 1 jam setelah ditegakkannnya diagnosa sepsis dan kultur darah. Terapi antibiotika empiris spektrum luas dosis inisial penuh satu atau beberapa obat sesuai dengan dugaan kuman penyebab dan dapat berpenetrasi kedalam sumber infeksi. Antibiotika golongan beta-lactams seperti penicillin, carbamazepam seperti

meropenem, imepenem, cephalosporin, dan aminoglycosida. Extended spectrum penicillin yaitu carboxy-penicillin dan ureidoo penicillin diberikan untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa atau bakteri gram negatif lainnya. Carboxy-penicillin dapat juga diberikan pada infeksi klebsiella. Evaluasi penggunaan antibiotika dilakukan sesudah 48-72 jam

berdasarkan data klinis dan mikrobiologi. Lama pemberian antibiotika 710 hari dipandu oleh respon manifestasi klinis.

17

Gambar: Algoritma Penatalaksanaan Syok

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Syok Sepsis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Kristen Indonesia Ed IV Jilid I. 2. Kliegman. Shock. Nelson Textbook of Pediatrics on MD Consult Ed 18. Chapter 68 3. Hobson, Michael J; Chima, Ranjit S. Pediatric Hypovolemic Shock. The Open Pediatric Journal. 2013. hal 10-15 4. Dokter Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI RSCM. Tatalaksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat Pada Anak. FK UI Dep. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: 2013 5. Rezeki, Sri; Satari, Hindra Irawan. Demam Berdarah Dengue. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. Hal 47-51 6. Morgan, Carrie; Wheeler, Derek S. Obstructive Shock. The Open Pediatric Medicine Journal. 2013. Hal 37 47 7. Gottesman, Brent. Anaphylaxis. Emergency Medicine Reports Vol. 32 3 January 2011. 8. Enrione, Maria Annette; Powell,Keith R. Sepsis Shock. Nelson Textbook of Pediatrics on MD Consult Ed 18. Chapter 176 9. Dellinger, R Phillip and friends. Surviving Sepsis Campaign: International Gudelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock. 2012 10. Setiatati, Tatty Ermin. Penatalaksanaan Syok Septik Pada Anak. Simposium Nasional Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005.

19

Anda mungkin juga menyukai