Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

Komplikasi Perdarahan, Penanganan dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue

PEMBIMBING dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD

PENYUSUN Fitri Nur Laeli 030.09.093

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 4 NOVEMBER 2013 11 JANUARI 2014
0

LEMBAR PENGESAHAN

Nama NIM Universitas Fakultas Tingkat Bidang Pendidikan Judul Referat

: : : : : : :

Fitri Nur Laeli 030.09.093 Trisakti Kedokteran Program Pendidikan Profesi Dokter Ilmu Penyakit Dalam Komplikasi Perdarahan, Penanganan dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue

TELAH DIPERIKSA dan DISETUJUI TANGGAL : Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Co-assistan

Pembimbing

Fitri Nur Laeli

dr.Pujo Hendriyanto, Sp.PD

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa karena atas kasih, karunia dan rahmat-Nya Penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Komplikasi Perdarahan, Penangan dan Patofisiologi pada Demam Berdarah Dengue dengan baik serta tepat pada waktunya. Adapun referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Kota Semarang Periode 4 November 2013 11 Januari 2013 dan juga bertujuan untuk menambah informasi bagi Penulis dan pembaca tentang Demam Berdarah Dengue. Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas ini. Hal ini tidak terlepas dari dukungan serta keterlibatan berbagai pihak dan pada kesempatan ini Penulis ingin berterimakasih kepada : 1. 2. dr. Susi Herawati,M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang dan Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. 3. dr. Syaifun Niam, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD kota Semarang. 4. dr. Diana Novitasari,Sp.PD selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. 5. Semua pihak yang telah membantu penulis sampai terselesaikannya referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan Penulis agar referat ini dapat menjadi lebih baik. Penulis juga memohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam referat ini. Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga referat ini dapat memberikan manfaat. Semarang, Desember 2013

Penulis
2

DAFTAR ISI
BAB I BAB II Pendahuluan 4 Tinjauan Pustaka 1. Etiologi 5 2. Cara Penularan 5 3. Patogenesis .. 6 4. Manifestasi Klinis 10 5. Pemeriksaan Laboratorium .. 12 6. Diagnosa . 14 7. Komplikasi .. 16 8. Tata Laksana 16 BAB III Daftar Pustaka .. 20

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit demam berdarah atau Dengue hemorrhagic fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir diseluruh pelosok Indonesia. Penyakit DHF ini disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DENV 1, DENV 2, DENV 3, DENV 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthopod borne viruses (arbovirus). Infeksi oleh salah satu jenis serotype ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DBD dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Keempat type virus ini telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Penularan virus ini terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya yang berasal dari penderita demam berdarah lainnya. Demam berdarah ini sering terjadi di daerah tropis, lingkungan yang lembab dan pada musim penghujan. Penyakit DHF sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus, hal ini disebabkan karena virus dengue yang menyebabkan DHF bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain, oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap, diagnosis DHF serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1. ETIOLOGI

Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue dari genus flavivirus dan family Flaviviridae, ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dengan bintik

hitam putih pada tubuhnya. Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal, genus flavivirus dari family Flaviviridae, terdiri atas 4 tipe virus yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4.1 Struktur antingen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing masing tipe virus tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar tipe virus, tetapi juga di dalam tipe virus itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DENV-3 merupakan serotype terbanyak. Serotype DENV-3 merupakan serotype dominan dan diasumsikan banyak menunjukkan manifestasi klinis yang berat. Perantara pembawa virus dengue, dalam hal ini nyamuk Aedes disebut vector. Biasanya nyamuk Aedes yang menggigit tubuh manusia adalah nyamuk betina, sedangkan nyamuk jantannya lebih menyukai aroma yang manis pada tumbuh tumbuhan.2

2. CARA PENULARAN Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vector perantara. Virus dengue dtularkan kepada manusia melalui gigian nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di dalam tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas 4 7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
5

bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.3 3. PATOGENESIS

Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat ini masih dianut. Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan menderita DBD/DHF apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu tertentu yang berkisar antara 6 bulan 5 tahun. Pada saat infeksi yang pertama, di dalam tubuh pasien sudah terbentuk antibody spesifik terhadap satu serotype namun tidak untuk serotype yang lain, sehingga bila manusia terinfeksi dengan serotype yang lainnya, menyebabkan virus tidak di netralisasi dan bebas bereplikasi di dalam sel makrofag.2

Hipotesis kedua dikarenakan antibody dependent enhancement. Suatu proses yang meningkatkan infeksi dan replikasi virus di dalam makrfag. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok

Patogenesis Penyakit Dengue

Virus dengue dengan strain yang berbeda akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibody yang berikatan dengan Fc reseptor pada makrofag. Oleh karena antibody heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh dan bebas melakukan replikasi di dalam makrofag. Protein non structural NS1 pada virus jumlahnya meningkat di dalam plasma, sehingga membuat Clusterin (pembloking aktivasi komplemen pada orang sehat)

tidak berfungsi, dan membuat aktivasi komplemen sangat meningkat, dan menyebabkan plasma leakage (perembesan plasma).4

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan respon antibody yang berlainan akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG ani dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertansformasi berakibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini mengakibatkan terbentuknya virus antibody kompleks yang selanjutya akan mengakibatkan aktivasi system komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular.

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30%, perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan didalam rongga serosa (efusi pleura, asites) syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakhir fatal.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, ju ga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga

terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.3

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

4. MANIFESTASI KLINIS Infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan tanpa gejala (asimptomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness/viral syndrome), demam dengue, demam berdarah dengue, dan sindrom syok dengue.5 a. Klasifikasi dengue fever

10

b. Perjalanan penyakit dengue fever

a. febrile pasien mengalami peningkatan suhu tubuh dengan cepat, dalam 2-7 hari, disertai dengan eritema kulit, sakit pada seluruh tubuh, myalgia, arthalgia, headache, sore throat, pharynk and conjuctival injection, anorexia, nausea, vomiting. Test tourniquet positif. Manifestasi hemorragie ringan seperti petechiae dan perdarahan mukosa hidung dan gusi. Vaginal bleeding, gastrointestinal bleeding dapat terjadi tetapi tidak selalu ditemukan pada pasien. Hati mengalami pembesaran dan nyeri tekan beberapa hari setelah demam.
11

Terjadi penurunan jumlah leukosit (AL) secara progresif, yang merupakan penanda dengue fever.6

b. critical suhu tubuh mengalami penurunan 37,5-38oC atau kurang pada hari ke 3-7 dari sakit. Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang berhubungan dengan meningkatnya Hmt, yang merupakan tanda awal dari fase kritis. Pada periode ini terjadi kebocoran plasma secara signifikan pada 24-48 jam. Terjaadi leukopenia progressif diikuti penurunan Ht secara cepat sebelum kebocoran plasma. Kebocoran plasma menyebabkan banyak volume plasma yang hilang sehingga terjadi syok. Hal ini ditandai oleh warning sign. Suhu tubuh dapat menjadi subnormal ketika syok. Prolong syok dapat menyebabkan hipoperfusi sehingga tejadi gangguan organ, asidosis metabolik dan DIC. DIC selanjutnya dapat menyebabkan severe hemorrhagic dan menyebabkan penurunan Ht dan terjadi syok.6

c. recovery jika pasien dapat bertahan 1-2 hari dari fase kritis, reabsorbsi cairan ekstravaskular secara pelahan-lahan terjadi dalam 48-72 jam. Secara umum kondisi tubuh akan membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil dan terjadi diuresis. Terdapat pruritus, perubahan EKG, bradikardi, HMT stabil atau mungkin menurun akibat efek dilusi dari reabsorbsi cairan. Jumlah sel darah putih akan meningkat dengan segera namun recovery dari platelet berlangsung lebih lama daripada sel darah putih. Dapat terjadi respiratory distress karena efusi pleura yang besar maupun terapi cairan intravena yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan edema pulmonari dan CHF.6

5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM a) Jumlah trombosit normal selama fase awal demam. Penurunan trombosit yang sangat tajam terjadi saat akhir dari fase demam. Perubahan jumlah trombosit yang <100.000 terjadi di akhir ase demam, sebelum onset syok terjadi. Jumlah penurunan trombosit berbanding lurus dengan keparahan grading demam berdarah. b) Jumlah hematokrit masih normal pada awal fase demam, penngkatan hematokrit terjadi setelah terjadinya trombositopenia. Hematokrit menunjukkan adanya proses perembesan plasma (plasma leakage).
12

c) Leukosit jumlahnya masih normal pada fase awal demam yang didominansi oleh netrofil. Kemuudian jumlahnya akan turun bersamaan dengan netrofil pada akhir fase demam. Perubahan jumlah leukosit (<5000 cells/mm3) dan jumlah netrofil < limfosit menggambarkan tingkat keparahan dari demam berdarah (fase kritis) d) Keadaan hipoproteinemia / albuminemia dapat terjadi disebabkan pemebesan plasma (plasma leakage), dan peningkatan serum aspartate aminotransferase dengan ratio SGOT : SGPT > 2 e) Terkadang ditemukannya eritrosit pada feses f) Pada sebagian besar kasus, ditemukan penurunan dari faktor koagulasi dan faktor fibrinolitik. Seperti penurunan fibrinogen, protrombin, faktor XIII, faktor XII dan antitrombin III. g) Pada kasus berat, dijumpai disfungsi hati, seperti penurunn kelompok vitamin Kdependent protrombin seperti faktor V, VV, IX, dn X. h) Waktu PT dan APTT memanjang1

13

6. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis klinis untuk Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue, berdasarkan WHO tahun 2011:

Manifestasi Klinik 1. Demam : onset akut, demam tinggi dan continue, dua hingga tujuh hari di kebanyakan kasus 2. Terdapat manifestasi perdarahan seperti positifnya Tourniquet, petechiae, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan pada gusi, hematemesis dan melena 3. Pembesaran hati (hepatomegali) 4. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah, penurunan tekanan nadi, hipotensi kaki dan tangan dgin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah1

Laboratoris Trombositopenia ( 100.000 cells per mm3 or less) Hemokonsentrasi; peningkatan hematokrit >20%

Dua dari manifestasi klinik disetai dengan trombositopenia dan peningkatan hematokrit, sudah dapat menegakan diagnosis klinik demam berdarah dengue. Hepatomegali disertai dua criteria klinik juga curiga diagnosis klinik sebelum terjadinya onset perembesan plasma. Efusi Pleura, merupakan tanda objektif dari terjadinya perembesan plasma dimana hipoalbuminemia menyertai keadaannya. Dua keadaan ini berguna untuk diagnosis dari demam berdarah dengue pada kondisi pasien : a) Anemia b) Perdarahan berat c) Tidak ada batasan nilai hematokrit yang jelas d) Peningkatan hematokrit yang <20% dikarenakan rehidrasi intravena segera Pada kasus dengan syok, tingginya hematokrit dan trombositopenia membantu diagnosis dari Sindrom Syok Dengue1

14

Derajat Penyakit (WHO 2011)

15

7. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi biasanya merupakan kelanjutan dari eadaan syok, seperti asidosis metabolic, perdarahan yang dapat menyebabkan DIC dan multi organ failure seperti disfunfs hati dan ginjal. Yang lbih penting, terdapat komplikasi akibat terapi cairan yang berlebihan, menyebabkan terjadinya efusi yang massif yang dapat menyebabkan depresi dari pernapasan, oedem pulmonal hingga gagal jantung. Kelainan elektrolit dan metabolik juga dapat ditemui seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan hiperglikemia.5 8. TATA LAKSANA Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburukdantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.3

Protokol 1 dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di puskesmas atau IGD RS untuk dipakei sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat

16

17

Yang harus dimonitor saat pasien demam berdarah dengue dirawat adalah : 1. Keadaan umum, nafsu makan, frekuensi muntah, perdarahan dan gejala lainnna 2. Adekuatnya perfusi ke perifer, cepat terlihat, dan dapat digunaan sebagai indicator dari keadaan syok 3. Tanda-tanda vital, setiap 2-4 jam pada pasien yang tidak shock, dan setiap 1-2 jam pada pasien syok 4. Pemeriksaa hematokrit berkala sedikitnya tiap 4-6 jam pada pasien yang stabil, dan lebih sering frekuensinya pada pasien yang tidak stabil atau dengan perdarahan. 5. Memonitor urin output dari pasien, untk menhindari terjadinya overload cairan1

a. Keadan pasien dengan perdarahan massif, spontan, tanpa syok Perdarahan spontan dan masif pada pasien DBD dewasa misalnya perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberi tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis melena, hematoskezia), perdarahan saluran kencing (hematuria) dan perdarahan lainnya. Protokol penatalaksanaannya dapat berupa:3

18

b. Keadaan pasien dengan perdarahan spontan dan syok Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD sangat penting, karena angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat dibandingkan pasien DBD tanpa syok. Protokol penatalaksanaannya :3

19

BAB III DAFTAR PUSTAKA

1. Plianbangchang, Samlee. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2011. Available at:

www.searo.who.int/entity/vector.../index.html

2. Suhendro, Nainggoln L, Chen K, Pohan H. Demam Berdarah Dengue.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. 2006. Chapter 390. FK UI : Jakarta (p1731-1735) 3. S R Hadinegoro, Soegiyanto S, Wuryadi S. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. 2006. Depkes RI Indonesia : Jakarta 4. Kuroshu T. Mechanism of dengue virus to induce its pathogenicity. 2012. Thailand. Available at : www. DENV%20patof%20ade.html. 5. Sri Rezeki Hadinegoro, Susetyo H. Purwanto, Firmansyah Chatab. Dengue Shock Syndrome: Clinical Manifestations, Management and Outcome A Hospital Based Study in Jakarta, Indonesia. WHO Dengue Bulletin Vol. 23 Desember 2005. 6. The First International Conference on Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever, Abstract Book. Chiang Mai, Thailand 2000.

20

Anda mungkin juga menyukai