Anda di halaman 1dari 18

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 V.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengetahuan mengenai bahan baku dalam proses pembuatan produk pangan adalah suatu kebutuhan mendasar yang harus dikuasai. Hal ini menjadi penting karena merupakan suatu pengetahuan awal sebelum melangkah dalam proses pengolahan produk pangan. Pada praktikum ini dilakukan pengujian terhadap bahanbahan baku yang meliputi bahan dasar dari kembang gula, cokelat, roti dan kue.

5.1 Uji Daya Serap Terigu Tepung terigu akan membentuk jaringan dan kerangka dari roti sebagai akibat dari pembentukan gluten oleh adanya penambahan air. Air akan mengikat protein yang terkandung pada tepung terigu. Perbedaan kandungan protein dalam tepung terigu mengakibatkan perbedaan terhadap daya serapnya dan juga akan menentukan jenis produk pemanggangan yang ingin dibuat, seperti tepung terigu dengan kadar protein tinggi cocok untuk pembuatan roti karena mempunyai kandungan gluten yang tinggi, sedangkan tepung berprotein rendah cocok untuk pembuatan kue dan pastry. Kemampuan tepung terigu dalam menyerap air disebut dengan Water Absorption. Kemampuan daya serap air pada tepung terigu berkurang bila kadar air dalam tepung terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab. Water absorption sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkannya. Dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie dan biskuit (Sutomo, 2010). Tiga jenis tepung yang dikenal diantaranya : tepung terigu Cakra Kembar berprotein tinggi memiliki kemampuan daya serap air yang sangat tinggi, tepung terigu Kunci Biru berprotein rendah memiliki daya serap air yang rendah sedangkan Segitiga Biru adalah terigu berprotein sedang, jadi daya serap airnya juga sedang. Pada praktikum dilakukan pengujian terhadap ketiga jenis tepung tersebut untuk melihat perbandingan antara teori yang ada dengan prakteknya. Pengujian dilakukan dengan menambahkan air sedikit-sedikit lalu dilihat banyak air yang dibutuhkan hingga adonan elastis. Jumlah air yang terhitung dibagi dengan berat tepung dan dikalikan 100 %, maka akan diperoleh nilai daya serapnya. Bila tepung

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 pertama kali dibasahi dengan air, protein yang ada berada dalam keadaan tersebar acak, selanjutnya ketika terjadi pencampuran maka rantai protein berorientasi pada posisi sejajar yang menyebabkan adonan berubah dan memperlihatkan kehalusan sifat adonan.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Karakteristik Terigu Pada Uji Daya Serap Air Sampel Warna Tekstur Berat Tepung (gram) 25 Jumlah Air (mL) Daya Serap Air

Tepung Terigu Segitiga Tepung Terigu Kunci Tepung Terigu Cakra Kembar

Kuning muda

Kenyal

13

52%

Putih krem

Kalis

25

15

60%

Putih kekuningan

Halus, kenyal

25

16

64%

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014) Pengujian daya serap terigu dilakukan dengan menimbang 25 gram tepung terigu kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga adonan tidak lengket. Jika dilihat dari karakteristiknya semua sampel terigu memiliki warna yang sama yaitu putih kekuningan, bertekstur berpasir, dan memiliki aroma khas tepung yang menyengat. Setelah ditambahkan dengan air, aroma dari tepung tersebut menjadi agak berkurang dan teksturnya menjadi lengket tetapi pada warna hanya tepung cakra kembar saja yang berubah menjadi semakin putih kekuningan. Selanjutnya pada pengujian daya serap air, berat tepung yang digunakan tidak sesuai dengan seharusnya sehingga dalam perhitungan daya serap air tidak dapat

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 dibandingkan secara langsung berdasarkan data yang ada. Namun terdapat rumus untuk menghitung daya serap air, yaitu :
Daya serap air = jumlah air yang digunakan / berat terigu

Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi) Dipasaran lebih dikenal dengan terigu Cakra Kembar. Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya 11-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan (Sutomo, 2010). Medium Wheat (Terigu Protein Sedang). Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11% protein. Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna, di pasaran lebih dikenal dengan sebutan tepung Segitiga Biru. Dibuat dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan muffin (Sutomo, 2010). Soft Wheat (Terigu Protein Rendah). Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah. Cocok untuk membuat kue kering, biskuit, pastel dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Di pasaran tepung ini lebih dikenal dengan nama terigu Cap Kunci biru (Sutomo, 2010). Protein yang tinggi akan membentuk gluten yang tinggi pula sehingga untuk mengaduk adonannya diperlukan energi yang besar. Semakin rendah protein terigu semakin kecil energi yang perlu diberikan. Jika jumlah energi yang diberikan saat

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 pengadukan tidak berimbang dengan jumlah protein maka hasil roti dapat dipastikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebagai contoh : jika protein tinggi diberikan energi kecil maka hasil roti kecil, keras, kasar, warna daging rotinya tidak putih, tidak tahan lama, dan aroma roti asam. Sebaliknya, Jika protein rendah diberikan energi besar maka hasil roti akan melebar dan tipis, mudah keras, serat roti kasar, warna daging roti tidak putih, roti akan mengecil dan permukaan roti keriput. Dalam mengaduk adonan roti tidak hanya sekedar mengaduk saja. Kita harus lebih memperhatikan kadar protein yang terkandung di dalam tepung terigu dan pemberian energi saat pengadukan juga harus disesuaikan. Berdasarkan hasil pengamatan, didapat bahwa terigu cakra kembar memiliki daya serap air yang paling tinggi dibandingkan kedua terigu lainnya, yang diikuti oleh terigu kunci biru dan terigu segitiga biru. Hal ini sesuai dengan teori, dimana semakin tinggi kandungan protein semakin tinggi pula daya serap airnya. Menurut Bennion (1980), dua pertiga bagian dari kelembaban gluten merupakan akibat absorpsi air. Besarnya daya serap air dipengaruhi oleh kadar gluten dari masingmasing jenis tepung terigu. Gluten merupakan senyawa yang terdapat pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik, yang dapat menentukan kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak telur supaya tidak mudah robek.

5.2 Uji Aktivitas Ragi/Khamir Protein tepung gandum adalah unik, bila tepung dicampur air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang platis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang. Diantara ketiga jenis terigu (tepung gandum) yang ada, terigu Cakra Kembar memiliki sifat berkemampuan baik menahan gas, daya pengembangan tinggi serta mudah difermentasikan. Jenis tepung ini banyak digunakan dalam pembuatan roti, karena membutuhkan daya pengembangan yang tinggi. Dimana pengembangan ini juga dipengaruhi oleh banyaknya gas yang terperangkap dalam adonan.

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 Gas yang dihasilkan oleh yeast (ragi) ini adalah gas karbondioksida (CO2). Yeast berperan dalam pengembangan adonan, memudahkan pembentukan gluten dan juga memberikan aroma pada roti. Pengembangan roti oleh yeast terjadi dalam masa fermentasi. Dalam masa tersebut yeast akan bereaksi dengan gluten kompleks dari adonan menghasilkan gas maksimum Media tumbuh yang dipakai agar khamir ini dapat hidup dan bisa dipergunakan dalam pembuatan roti adalah tepung Cakra Kembar, Segitiga Biru dan Kunci Biru. Pengamatan dilakukan terhadap adonan yang telah jadi dan diletakkan didalam gelas ukur, hal ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas sel khamir (pengembangan adonan) secara tepat dengan pembacaan tinggi skala setiap 10 menit selama 1 jam pengamatan. Pada praktikum ini dilakukan pengujian aktivitas ragi yang telah dipenuhi persyaratan untuk tumbuhnya yaitu dengan adanya terigu dan air yang hangat. Digunakan air yang hangat karena ragi aktif pada suhu sekitar 40oC. Berdasarkan kriterianya, rata-rata ketiga jenis tepung ini memiliki warna putih kekuningan dengan aroma khas ragi. Setelah didiamkan selama 1 jam aroma khas ragi dari adonan tersebut semakin menyengat. Sedangkan berdasarkan teksturnya, ketiga jenis tepung tersebut memiliki tingkat kelengketan yang sama, yaitu menempel di tangan yang disebabkan oleh perbandingan tepung dan liquid, yaitu 1:1 sehingga campuran tersebut disebut dengan pour batter. Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Ragi Tepung Terigu Aroma Awal Warna Tekstur Aroma Akhir Warna Tekstur Volume (ml) t0 = 110 Khas terigu, Segitiga agak asam t10 = 166 Putih gading Lengket Asam ++ Putih kekuningan Lengket + Berongga + t20 = 210 t30 = 234 t40 = 250

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 t50 = 255 t60 = 275 t0 = 120 t10 = 176 Agak asam, khas ragi Kenyal, Putih agak kekuningan kental t20 = 206 Asam Putih kekuningan Lengket Berongga t30 = 212 t40 = 218 t50 = 190 t60 = 198 t0 = 138 t10 = 182 t20 = 224 Cakra Putih kekuningan Asam + Berongga ++ Putih kekuningan Lengket t30 = 252 t40 = 274 t50 = 284 t60 = 292 Sumber: Dokumentasi pribadi (2014)

Kunci

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8

Kurva Aktivitas Ragi


300

250
Volume (ml) 200 150 100 50 0 0 10 20 30 40 50 Waktu (menit) 60 70 Tepung Segitiga Tepung Cakra Tepung Kunci

Gambar 1. Kurva Aktivitas Ragi

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, aktivitas ragi tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah adonan tepung terigu protein tinggi - tepung terigu protein sedang - tepung terigu protein rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang telah diulas di atas, dimana seharusnya semakin tinggi kadar protein maka semakin tinggi pula daya pengembangannya. Secara keseluruhan, hasil yang diperoleh menyatakan bahwa ragi fermipan sangat aktif, dapat mengembangkankan volume adonan hingga tiga kali lipat. Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa setiap 10 menit, terjadi peningkatan volume adonan. Peningkatan volume adonan ini mengindikasikan bahwa ragi roti bekerja secara efektif dalam mengembangkan adonan. Peningkatan adonan yang terjadi cenderung konstan hingga akhir pengamatan. Hanya saja pada sampel tepung kunci pada menit ke-50 terjadi penurunan.

5.3 Uji Gluten Gluten adalah senyawa yang terdapat dalam tepung terigu yang memiliki sifat elastis apabila dicampurkan dengan air. Desrosier (2008) menyatakan bahwa pada

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 gandum, kandungan gluten tidak tersebar merata pada keseluhuran butiran endosperm biji gandum, tetapi berpusat didalam bagian badan protein yang mengandung jaringan lemak. Bagian ini bertindak sebagai pusat untuk sintesis gliadin dan glutenin. Tepung gandum mengandung kurang lebih 0,5% hingga 0,8% pentosa yang larut dalam air dan kurang lebih 0,8% lipida bebas serta 1,0% lipida yang terikat. Gluten basah yaitu jenis adonan tepung terigu yang telah dicampuri dengan air sehingga tidak terlalu encer atau tidak terlalu padat. Gluten basah bisa dihitung kadar beratnya, yaitu dengan cara ditimbang dengan timbangan yang telah ditetapkan. Gluten basah bertekstur kenyal dan mengandung amilopektin dan protein dari gliadin dan banyak digunakan dalam pembuatan mie basah. Hal ini sesuai dengan literatur Moehyl (1992), yang menyatakan bahwa pada peristiwa gelatinisasi tepung, viskositas bahan akan meningkat karena air telah masuk kedalam butiran tepung dan tidak bisa bergerak bebas lagi.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Gluten Sampel Tepung Terigu Segitiga Tepung Terigu Kunci W1 (g) 37 W2 (g) 6 Warna Putih kekuningan Kekenyalan Kenyal

37

Adonan : kuning Gluten : kuning keruh

Gluten : kenyal, elastis

Tepung Terigu Cakra Kembar

43

Adonan : kuning Gluten : kuning keruh

Gluten : elastis (+)

Tepung Mocaf

20

Adonan : putih gading

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 Tepung beras 83 0 Adonan : Putih keruh Adonan : Putih

Tepung Tapioka

62

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014) Pengujian gluten basah dilakukan dengan menimbang 50 gram tepung terigu kemudian ditambahkan air hingga adonan menjadi kalis lalu dibentuk bola dan didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, adonan dicuci dengan air mengalir hingga air cucian menjadi jernih. Pengamatan terhadap pengujian gluten basah ini dilakukan sebelum dan setelah pencucian yang meliputi warna, kekenyalan, berat awal, dan berat akhir adonan. Sebelum pencucian, tepung beras, tepung mocaf, dan tepung tapioka berwarna putih sementara untuk jenis tepung kunci biru, segitiga biru, dan cakra kembar berwarna putih kekuningan. Sedangkan untuk berat tepung, masing-masing beratnya tidak sesuai dengan yang diperintahkan dan datanya dapat dilihat pada tabel 3. Setelah dicuci, tepung cakra kembar, segitiga biru, dan kunci biru memiliki tekstur yang kenyal atau lebih elastis dibandingkan dengan tepung beras, tapioka, dan mocaf. Hal ini menunjukkan adanya kandungan gluten pada tepung kunci biru, segitiga biru, dan cakra kembar karena menurut Parker pada tahun 2003, glutein yang telah diekstrak dari adonan melalui pencucian akan menyebabkan adonan memiliki sifat yang elastis dan kohesi. Pada pengujian gluten ini tepung yang diujikan tidak hanya tepung terigu, melainkan ada pula tepung mocaf, tepung beras dan tepung tapioka. Dari hasil percobaan uji gluten pada berbagai jenis tepung diperoleh hasil yaitu hanya pada tepung terigu saja yang memiliki kandungan gluten. Hal tersebut terjadi karena gluten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya) beberapa serelia terutama gandum, gandum hitam dan jelai. Dari ketiganya gandumlah yang paling tinggi kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 protein dalam tepung dan terdiri dari glutenin dan gliadin. Gluten membuat adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Sedangkan baik tepung mocaf, tepung beras maupun tepung tapioka tidak memiliki glutenin dan gliadin sehingga tidak dapat membentuk gluten.

5.4 Pengujian Gula Selain pengujian terhadap bahan dasar pembuatan roti dan kue, pada praktikum ini juga dilakukan pengujian terhadap bahan dasar pembuatan kembang gula dan cokelat yaitu gula. Hampir semua pembuatan kembang gula dimulai dengan

memasak/memanaskan gula sampai terbentuk sirup gula. Suhu pemanasan sirup gula sangat berpengaruh terhadap kualitas kembang gula yang terbentuk; terutama terhadap tekstur, kekerasan dan warnanya. Langkah pertama dalam pengujian ini adalah pembuatan larutan gula yang dilakukan dengan cara dipanaskan. Pada beberapa titik pemanasan yaitu pada suhu 1050C, 1150C, 1270C, 1380C, 1540C dilakukan pengamatan karakteristik gula yang terbentuk. Karamel dihasilkan jika gula dipanaskan pada suhu 160-2000C pada pH 4,0 dan mula-mula akan terbentuk gula invert lalu selanjutnya terbentuk karamel. Karamel merupakan pigmen berwarna cokelat sampai hitam, pembentukannya dipengaruhi juga oleh pH. Tabel 4. Pengamatan Pengujian Sirup Gula T (oC) 105 115 Coklat Coklat + Warna Tekstur Rapuh + Rapuh Aroma Khas gula Khas gulali Khas gulali gosong + Khas gulali gosong Rasa Manis + Manis agak gosong Pahit + Pahit ++

122 138

Coklat ++ Coklat kehitaman

Agakkeras Keras

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 ++ 154 Coklat kehitaman ++ Keras + Gosong Pahit +++

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014) Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat dilihat bahwa semakin lama waktu pemanasan atau semakin tinggi suhu, maka gula yang dihasilkan akan memiliki karakteristik yang kurang baik. Warna pada sirup gula semakin lama menjadi semakin coklat karena dimulainya proses karamelisasi dan aroma serta rasanya pun semakin lama menjadi semakin menjadi manis. Berdasarkan percobaan, proses karamelisasi mulai terjadi pada suhu 115o C. Namun bila dibandingkan dengan literatur dari Tjahjadi (2008), karamel dihasilkan jika gula dipanaskan pada suhu 160200o C pada pH 4. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh jenis gula dan pH dari gula yang digunakan. Untuk tekstur pun, semakin lama menjadi semakin keras. Hal tersebut dikarenakan sirup gula memiliki fase-fase tertentu berdasarkan suhu pemasakannya, yang akan semakin mengeras seiring dengan meningkatnya suhu pemasakan. Menurut Tjahjadi (2008) gumpalan sirup gula dalam air es semakin keras mulai dari suhu 118o C. Berdasarkan bentuk gumpalannya, pada suhu 105o C permukaan gumpalan masih berserat. Semakin tinggi suhu pemanasannya maka semakin baik bulatan yang terbentuk dari gula tersebut dan semakin padat. Pada suhu 154o C, dihasilkan karamel yang gosong. Hal ini tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya, pada suhu 154o C belum mengalami gosong. Hal ini dapat disebabkan oleh suhu api yang terlalu besar sehingga gula cepat mengalami gosong.

5.5 Uji Kelarutan Gula Tabel 5. Pengamatan Pengujian Kelarutan Gula Sampel Gula Batu Kemudahan Kelarutan dalam Air +

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 Pasir Halus Kubus Sumber: Dokumentasi pribadi (2014) Berdasarkan hasil pengamatan, gula kubus dan gula batu merupakan yang paling sulit dilarutkan karena kedua gula ini memiliki ukuran kristal paling besar diantara yang lainnya. Selain itu biasanya kedua gula ini harus melalui proses perebusan atau dengan menggunakan air mendidih untuk melarutkannya. Sementara gula pasir masih sedikit mudah larut jika dibandingkan dengan gula batu dan gula kubus. Dari keempat jenis yang diamati, gula halus merupakan gula yang paling cepat larut hal ini dikarenakan ukuran partikel dari gula halus ini yang sangat kecil sehingga mudah terlarut dalam air. Keempat jenis gula tersebut memiliki komponen penyusun yang sama yaitu sukrosa. Namun yang membedakannnya adalah bentuk kristal dan berat jenis dari gula tersebut. Pada gula tepung memiliki bentuk kristal yang paling kecil, bahkan sangat halus, sehingga mudah larut dalam air. Selain itu, berat jenis dari gula tepung sangat kecil. Sedangkan pada gula pasir memiliki ukuran kristal yang medium sehingga kelarutannya pun lebih mudah dibanding gula batu dan gula kubus. Gula kubus dan gula batu yang memiliki komposisi yang sama, gula kubus memiliki kristal yang lebih kecil namun padat dibanding gula batu yang memiliki kristal yang besar, sehingga kelarutannya pun kecil. Berdasarkan literatur (Tjahjadi, 2008), daya larut gula dipengaruhi oleh : 1. Suhu semakin tinggi, maka daya larut gula semakin tinggi 2. Padatan terlarut dalam system akan menyebabkan kenaikan kelarutan. Namun pada praktikum ini digunakan suhu, dan hanya melarutkan dalam suhu ruang. Sirup merupakan suatu larutan yang sangat kental berupa gula dalam air. Kandungan gula berkisar 50-80%. Pada praktikum ini akan dipelajari mengenai sirup glukosa, fruktosa dan sirup sukrosa. Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh dari proses hidrolisis pati dengan bantuan katalis, kemudian dilakukan +++ ++++ ++

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 netralisasi dan pemekatan sampai tingkat tertentu. Sirup glukosa saat ini secara komersial diproduksi dari pati singkong dan jagung, untuk memenuhi peningkatan kebutuhan akan sirup glukosa maka diperlukan sumber- sumber pati lain yang memiliki potensi yang melimpah di Indonesia. Sirup glukosa merupakan sirup kental, tidak berwarna atau bening, tidak dapat mengkristal, oleh karena itu, bentuknya beku seperti agar. Kadar gulanya 410 - 460B. Rasanya pun kurang manis bila dibandingkan sirup fruktosa dan sukrosa. Sirop gula ini sering digunakan dalam pembuatan hard candy. Pasar gula diserang oleh harga sirup, sehingga dengan adanya sirup glukosa dan dikombinasikan dengan pemanis buatan akan dapat dibuat barang barang dengan harga murah. Sirup fruktosa memiliki warna putih gading, sedangkan sirup sukrosa memiliki warna putih kecoklatan. Sirup sukrosa lebih manis dibandingkan sirup fruktosa.

5.6 Uji Pelelehan Cokelat Tabel 6. Pengamatan Pengujian Pelelehan Cokelat Sampel Milk Chocolate Karakteristik Warna Rasa Aroma Tekstur Coklat + Manis Cokelat pahit Keras Coklat + Pahit Cokelat pahit Keras Putih Manis susu Susu Keras Dark Chocolate White Chocolate

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014) Tabel 7.Uji Pelelehan Cokelat Setelah Dilelehkan Sampel Milk Chocolate Dark Chocolate

White Chocolate

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 Karakteristik Warna Rasa Aroma Waktu Coklat Manis Cokelat menyengat 757 Coklat Pahit Cokelat pahit + 225 Putih Manissusu Susu + 1033

Tekstur

Kental

Kental, lebihencerdariMilk Kental ++ Chocolate

Sumber: Dokumentasi pribadi (2014) Dalam proses melting atau pelelehan cokelat, baik di mulut maupun di panci dengan menggunakan kompor, Nampak bahwa cokelat dapat meleleh dengan cepat dalam mulut. Hal ini disebabkan titik leleh lemak terletak pada di bawah suhu normal tubuh manusia, sehingga cokelat tersebut sangat mudah melting. Lumernya lemak kokoa yang terkandung dalam cokelat menimbulkan sensasi yang lembut dan khas dalam mulut. Bahkan dalam mulut pun dapat terasa bahwa titik leleh setiap cokelat berbeda, tergantung dari jenis masing masing cokelat tersebut. Proses melting dengan menggunakan kompor ternyata memberikan hasil yang berbeda. Padahal ketika melakukan melting cokelat benar benar dijaga agar tidak hangus dan terkena uap air, karena cokelat sangat sensitif terhadap air dan uap air. Jika terkena setetes air pun, cokelat bisa mengalami chocolate seize, yaitu penggumpalan cokelat dan pengerasan cokelat. Cokelat dipotong sekecil mungkin agar lebih cepat leleh dan panasnya merata. Bahkan suhu dari air yang digunakan pun dijaga agar tidak mencapai 540C, karena jika lebih dari suhu tersebut maka cokelat akan gosong dan menggumpal. Sehingga dapat dilihat dari literatur (Tjahjadi, 2008) bahwa melting cokelat sangat dipengaruhi oleh jenis cokelat tersebut yaitu: Titik leleh dark chocolate: 45-50 C; titik beku: 28-29 C Titik leleh milk chocolate: 40-45 C; titik beku: 27-28 C Titik leleh white chocolate: 40 C; titik beku: 24-25 C

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 Titik leleh white dan milk cokelat lebih rendah karena kandungan milk solids cukup tinggi (milk solids lebih cepat leleh dan hangus dibanding cocoa solids). Dalam peleburan cokelat, panci tidak boleh langsung terkena api karena panas yang dihasilkan jika panci langsung terkena api akan sangat tinggi suhunya, sehingga besar kemungkinan dapat merusak komponen cokelat, seperti protein pada cokelat. Tingginya suhu juga akan menghasilkan peleburan cokelat menjadi cairan yang terlalu encer. Tetapi pada praktikum kali ini, white chocolate mengalami waktu pelelehan yang paling besar diikuti dengan milk chocolate dan dark chocolate. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan gula pada sampel. Kandungan gula pada white chocolate lebih tinggi, sehingga waktu pelelehan semakin lama.

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8 VI. KESIMPULAN

Perbedaan kandungan protein dalam tepung terigu mengakibatkan perbedaan terhadap daya serapnya. Terigu Kunci Biru berprotein rendah memiliki daya serap air yang rendah, sedangkan Terigu Cakra Kembar berprotein tinggi memiliki daya serap air yang tinggi pula.

Yeast berperan dalam pengembangan adonan, memudahkan pembentukan gluten dan juga memberikan aroma pada roti. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, aktivitas ragi tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah adonan tepung terigu protein tinggi tepung terigu protein sedang tepung terigu protein rendah.

Jika adonan terlalu lama diuleni maka gas CO2 yang telah terbentuk akan keluar, hal inilah yang mengakibatkan terigu kurang mengembang. Semakin lama waktu pemanasan atau semakin tinggi suhu, maka gula yang dihasilkan akan memiliki karakteristik yang kurang baik. Timbul warna kecokelatan pada saat pemanasan gula, hal ini terjadi karena adanya proses karamelisasi pada gula. Kelarutan gula tergantung dari suhu pelarut dan ukuran gula. Waktu pelelehan pada white chocolate paling lama diikuti dengan milk chocolate dan dark chocolate.

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Seputar Tepung Terigu. Available at : http://www.bogasari.com. (Diakses pada 22 Maret 2014). Bennion, Marion. 1980. The Science of Food. John Wiley and Sons : New York Tjahjadi, C., S. Rahimah, dan H. Marta. 2008. Teknologi Pengolahan Cokelat dan Kembang Gula. Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Desrosier, N.W., 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Penerjemah, M. Miljohardjo. UI-Press, Jakarta. Moehyl, S., 1992. Penyelenggara Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bathara, Jakarta. Parker, R., 2003. Introduction to Food Science. Delmar Thompson Learning, United States. Sutomo, B. 2010. Mengenal Jenis & Kegunaan Tepung Terigu. Available at: http://myhobbyblogs.com/food/2010/08/03/mengenal-jenis-kegunaan-tepungterigu/. (Diakses pada 23 Maret 2014).

Alvita Rassya Tritikaningtyas 240210110059 Kelompok 8

LATIHAN SOAL

1. Apa nama protein yang terdapat dalam tepung terigu? Jawab : Gliadin dan glutenin

2. Mengapa pada proses pengujian aktivitas ragi digunakan tiga jenis terigu ? apakah yang mempengaruhi perbedaan tekstur adonan yang dihasilkan pada setiap jenis terigu pada uji aktivitas ragi? Jawab : Pada proses pengujian aktivitas ragi, digunakan tiga jenis tepung terigu karena setiap jenis terigu berbeda aktivitas ragi terhadap adonan. Kandungan protein adalah hal yang mempengaruhi perbedaan tekstur adonan yang dihasilkan. Tekstur adonan yang dihasilkan berbeda-beda karena kemampuan masing-masing adonan untuk menahan gas CO2 bervariasi berdasarkan kandungan glutennya. Tepung Cakra Kembar dengan kadar protein tinggi akan lebih berpori dan mengembang dibanding terigu jenis lain.

3. Pada teori cara pengujian gula, setiap tahapan, suhu pemanasan gula dapat dibedakan dari tekstur gula yang terbentuk. Beri komentar mengenai hal tersebut berdasarkan hasil pengamatan saudara! Jawab : Menurut pengamatan saya, suhu pemanasan berpengaruh pada tekstur gula yang akan terbentuk karena gula memiliki titik leleh yang berbeda-beda dan waktu pengkristalisasiannya yang berbeda pula. Berdasarkan pengamatan tampak bahwa semakin tinggi suhu pemasakan sirup gula, maka tekstur gula akan semakin menggumpal. Hal ini sesuai dengan teori yang membedakan tekstur gula berdasarkan suhu menjadi sebagai berikut: pada suhu 105oC long thread stage, soft ball stage pada suhu 115oC, hard ball stage pada suhu 122oC, small crack stage pada suhu 138oC, dan hard crack stage pada suhu 154oC.

Anda mungkin juga menyukai