+
= dxdy e y x f F
y x j
2 1
). , ( ) , (
2 1
e e
e e
dimana F(e
1
,e
2
) adalah fungsi dalam domain frekwensi
f(x,y) adalah fungsi spasial atau citra
e1 dan e2 adalah frekwensi radial 0 2.
Transformasi Fourier semacam ini disebut dengan continuous fourier transform,
dan sulit dikomputasi karena ada operasi integral dan sifat kontinunya itu
sendiri.
(3) Filter Wiener
Dalam filter Wiener biasanya digunakan model dekonvolusi prediktif.
Dekonvolusi prediktif mengasumsikan x(t) sebagai masukan dan (t + )
merupakan nilai prediktif pada waktu tertentu, yang mana adalah prediction
lag. Hal ini dapat menunjukkan bahwa filter digunakan untuk mengestimasi x(t
+ ) yang dapat dihitung menggunakan persamaan matriks yang ditunjukkan
sebagai berikut :
Jika ditentukan 5 titik masukan deret waktu xi yang mana i = 0,1,2,3,4 dan =
2, autokorelasi dari xi dihitung sebagai berikut :
11
Sedangkan crosscorelation antara keluaran x(t+2) dan masukan x(t) ditunjukkan
sebagai berikut :
Dengan membandingkan perhitungan untuk autokorelasi dan crosscorelation, serta
mengingat ahwa gi = ri + , r = 2, dan 0,1,2,3,4, persamaan matriks untuk
dekonvolusi prediktif dapat ditulis sebagai berikut :
Sedangkan koefisien filter prediksi ai, yang mana i = 0,1,2,3,4, dapat dihitung
melalui matriks tersebut. Keluaran dari filter prediksi (t) dengan masukan
untuk menghitung keluaran y(t) adalah sebagai berikut :
Sehingga dapat dilakukan prediksi bentuk waktu dari masukan dengan keluaran
yang merupakan estimasi dari deret xi + , yang mana = 2. Deret error
prediksi ditunjukkan sebagai berikut :
12
Hasil dari matriks tersebut menunjukkan bahwa deret error dapat
ditentukan secara langsung dengan konvolusi deret masukan dengan koefisien
filter (1,0,-a0,-a1,-a2,-a3,-a4) seperti ditunjukkan sebagai berikut :
Deret (a0,a1,a2,a3,a4) sebagai filter prediksi dan deret (1,0,-a0,-a1,-a2,-a3,-a4)
disebut sebagai filter error prediksi. Dengan mengaplikasikan hal tersebut pada
deret masukan, filter akan menghasilkan deret error dalam proses prediksi.
Filter prediksi menghasilkan komponen prediksi dari tras seismik dan juga
menghasilkan bagian yang tidak dapat diprediksikan, sehingga deret error
merupakan hasil deret refleksi (Yilmaz, 1998). Filter n-long prediction dan
long prediction lag dapat dihitung sebagai berikut :
c. Volkanologi seismologi
Data geofisika deformasi dan seismik hingga saat ini masih merupakan
komponen utama dalam monitoring gunungapi. Sehubungan dengan hal tersebut
maka eksploitasi pengolahan data secara lebih spesifik akan sangat berguna.
Pengolahan data seismik untuk gunungapi ini merupakan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Akhmad Jufriadi, Sukir Maryanto, Adi Susilo, B. Heri Purwanto,
13
M.Hendrasto dengan judul Analisis Sinyal Seismik untuk Mengetahui Proses Internal
Gunung Ijen Jawa Timur.
Analisis sinyal seimik pada gunungapi dapat memberikan informasi mengenai
keterkaitan sinyal seismik yang satu dengan yang lain, sehingga dapat diteliti proses
internal yang terjadi pada gunungapi tersebut (dalam hal ini merupakan Gunung
Ijem). Pada analisis karakteristik ini, pertama yang dilakukan adalah menganalisis
bahwa event terpilih dari semua stasiun diduga berasal dari sumber yang sama
dengan membandingkan pola waveform, spektral ataupun spektrumnya, seperti
Gambar 1.2,
Gambar 1.2 Kemiripan spektral event 20111201025723
Dari Gambar 1.2, dapat dilihat bahwa ketiga spektral terlihat memiliki pola
spektral yang sama, sehingga bisa dinyatakan bahwa sinyal seismik yang terekam
oleh ketiga stasiun berasal dari sumber yang sama. Data rekaman seismik yang
terbukti berasal dari sumberer yang sama kemudian dianalisis berdasarkan
waveform dengan menggunakan software swarm untuk mengetahui waktu tiba
gelombang P, waktu tiba gelombang S, amplitudo, frekuensi dominan, spektrum,
dan energi gelombang seismik, seperti pada gambar 1.3,
14
Gambar 1.3 Kenampakan sinyal, spektral, dan spektrum Gempa Vulkanik
Penentuan posisi sumber gempa menyangkut pada 2 hal penting, yaitu posisi
sumber pada kedalaman tertentu, yang sering disebut sebagai hiposenter dan posisi
di permukaan, yang tegak lurus dengan posisi hiposenter, yang sering disebut
sebagai episenter. Metode penentuannya adalah dengan menganalisis beda waktu
tiba gelombang P dan S antar masing-masing stasiun, sesuai dengan persamaan
berikut :
dengan : i = 1, 2, 3, dan 4 (stasiun ke-i)
(X,Y,Z)0 = koordinat sumber gempa yang tidak diketahui, (X,Y,Z)I = koordinat
stasiun seismograf, k = koefisien jarak yang tidak diketahui. ti= waktu tiba
gelombang P, t0 = waktu terjadinya gempa yang tidak diketahui. Konstanta jarak (k)
merupakan konstanta Omori, yang digunakan dalam perhitungan hiposenter,
dirumuskan sebagai berikut :
Dengan cara matematis ini, sebelumnya harus ditentukan terlebih dulu koordinat
masing-masing stasiun dan dianggap semua stasiun tersebut terletak pada satu
bidang datar. Untuk memudahkan perhitungan dan menghindari kesalahan yang
selalu timbul, pada waktu akan dilakukan pengamatan dipilih dulu stasiun seismik
yang hampir sama ketinggiannya atau bila mungkin yang terdapat pada ketinggian
15
yang sama. Bila hal ini tidak mungkin, dapat diambil ketinggian rata-rata dan dari
ketinggian tersebut kedalaman gempa mulai dihitung.Untuk memudahkan
penjelasan, diumpamakan koordinat titik sumber adalah S yaitu Xi, Yi, Zi. Dan
koordinat stasiun diumpamakan titik H yaitu X,Y,Z. Dengan kedua koordinat
tersebut, dapat dihitung panjang garis SH atau D, yaitu :
Analisis dengan cara diatas memerlukan ketelitian pembacaan beda waktu tiba
antara gelombang P dan S, atau lebih dikenal dengan istilah (S-P). Sehingga akan
didapatkan posisi hiposenter yang akurat. Dimana posisi hiposenter ini akan
mempengaruhi bagaimana analisis terhadap pergerakan magma dari masing-masing
tipe gempa vulkanik sebagai dasar untuk mengetahui bagaimana proses internal
yang terjadi di Gunungapi Ijen.
Penjalaran gelombang seismik dalam aplikasi gunungapi dapat dinyatakan
dalam bentuk umum persamaan gelombang, misalkan persamaan dalam kasus
perjalaran gelombang 1-D dapat dinyatakan dalam persamaan diferensial parsial
orde 2 bersama kondisi syarat batas dan awal berikut (Powers,1999) :
Solusi persamaan elastodinamik di atas dapat dinyatakan dalam persamaan
potensial displacement(dapat juga dinyatakan dalam vektor potensial displacement)
secara berturutturut untuk gelombang P dan S (Lay dan Wallace, 1995) :
Dimana F(t) adalah gaya sumber, = kecepatan gelombang P =
dan = kecepatan gelombang , = modulus rigiditas, = konstanta
Lame, = densitas medium perambatan gelombang, misalnya potensial
displacement kompresi Ap= Ap k (untuk kasus gaya sumber gempa berarah sumbu
16
z), As = As k dimana hubungan antara potensial displacementdengan displacement
itu sendiri adalah sebagai berikut :
Persamaan diferensial orde 2 potensial displacementdi atas mempunyai solusi
dalam bentuk integral konvolusi berikut (Lay dan Wallace, 1995) :
Dalam kasus data seismik, yaitu sumber gempa berasal dari gempa gunungapi,
fungsi F(t)dapat dihubungkan dengan bentuk sinyal sumber gunungapi. Dinamika
erupsi gunungapi diharapkan diperoleh dengan cara mengetahui variasi besar dan
arah gaya maupun stress (momen tensor) dari sumber gempa gunungapi yang
mengakibatkan erupsi. Dalam Gunawan (2008) telah dicontohkan alternatif solusi
persamaan (1) dalam bentuk diskritisasi persamaan diferensial. Pada pembahasan
subbab berikutnya akan diturunkan hubungan parameter-parameter sumber gempa
dengan besarnya displacement(seismogram) yang terekam di permukaan secara
analitik.
Displacement akibat gelombang seismik tipe P (kompresi) dapat dinyatakan
sebagai berikut (Stein dan Wysession, 2003) :
keterangan :
cp: ***
3
*r
: densitas medium (batuan)
r : jarak antara sumber gempa dan stasion perekam gempa
: kecepatan gelombang seismik kompresi t : waktu
M/t : seismic moment rate function atau source time function
Untuk gelombang S (shear wave) displacement dinyatakan dalam udan u :
17
keterangan :
cp : ***3*r
: densitas medium (batuan)
r : jarak antara sumber gempa dan stasion perekam gempa
: kecepatan gelombang seismik kompresi
t : waktu
M/t : seismic moment rate function atau source time function
18
BAB II
KESIMPULAN DAN SARAN
2.1 Kesimpulan
Fungsi, dalam istilah matematika merupakan pemetaan setiap anggota
sebuah himpunan (dinamakan sebagai domain) kepada anggota himpunan yang lain
(dinamakan sebagai kodomain). Dalam aplikasi di bidang seismologi, fungsi matematis
sangat berkaitan dengan proses pengolahan data maupun pemodelan bawah permukaan
untuk interpretasi data seismik. Aplikasi tersebut biasanya terdapat dalam bidang
eksplorasi geothermal, oil and gas, dan volkano seismologi.
2.2 Rekomendasi
Diharapkan dengan pengetahuan mengenai aplikasi fungsi matematis dalam bidang
seismologi dapat menjadi dasar pengetahuan secara teori untuk pengolahan data maupun
interpretasi.
19
Daftar Pustaka
Gunawan, H. 2008. Analisis Data Geofisika Monitoring Gunungapi Berdasar Pengembangan
Pemodelan Analitik dan Diskrit. Buletin Vulkanologi.
Lay, T dan Wallace, T.C. 1995. Modern global Seismology. Academic Press, 521 pp.
Powers, D.L. 1999. Boundary value problems. Harcourt-Academic Press,528 pp.
Russell, et al. 2005. AVO Workshop Part 1 & 2. A CGG Veritas Company, CGG Veritas.
Stein, S., dan Wysession, M. 2003. An Introduction to Seismology, Earthquake, and Earth
Structure. Blackwell Publishing, 498 pp.