4/2011
I. PENDAHULUAN Total loss circulation sering terjadi pada formasi karbonat, diantaranya adalah Formasi mid mean carbonat. Hal ini akan sangat merugikan sekali ketika formasi sedang menembus formasi ini. Sebagai contoh, waktu yang diperlukan untuk menanggulangi total loss circulation dan akibat yang muncul akibat total loss circulation (misalnya: reaming, trip, stuck pipe, fishing job). Selain waktu yang cukup lama untuk menanggulangi total loss circulation, dibutuhkan juga biaya yang banyak akibat dari pemakaian loss circulating material (LCM), semen, biaya untuk penyemenan, biaya tambahan untuk sewa peralatan maupun jasa seperti rig, MLU, Mud Eng, dan Top Drive. Penggunaan glass bubble diharapkan sekali dapat meningkatkan performa dari fluida pemboran sekaligus mengeliminasi biaya yang tidak produktif. Setelah mengaplikasikan glass bubble ini di lapangan bukan berarti tugas kita telah selesai sebagai engineer, tetapi lebih
daripada itu diharapkan terus dilakukan evaluasi yang mendalam terhadap performance sumur yang digunakan sehingga ke depannya pemboran akan berjalan efektif dan dapat menghemat biaya. Salah satu metode untuk mengevaluasi kinerja dari lumpur pemboran yang kita gunakan adalah metode mud quality index (MQI) yang terbaru, di mana dengan metode ini kita dapat membandingkan kinerja dari lumpur yang kita gunakan dengan lapangan lain yang berbeda jauh ataupun berbeda lokasi tanpa terhalang oleh faktor kompleksitas dari sumur. II. MID MEAN CARBONATE Sebelum kita beranjak lebih jauh dalam pembahasan evaluasi penggunaan glass bubble pada sumur X, kita akan mengawalinya dengan pokok persoalan yang menyebabkan penggunaan glass bubble di lapangan. Pada kenyataannya formasi ini sangat merugikan karena kemungkinan terjadi total loss circulation ketika menembus formasi ini cukup besar. Berdasarkan proses pembentukannya batuan karbonat 197
Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly
termasuk kedalam batuan sedimen, dimana batuan ini terbentuk sebagai akibat pengendapan material-material dari batuan beku. Selain itu batuan karbonat juga termasuk kedalam batuan sedimen non klastik yang merupakan batuan yang terbentuk dari proses kimiawi yaitu material yang larut dalam air, terutama air laut. Lingkungan pengendapan dari mid main carbonat ini pada low energy edge shelf sampai dengan outer energy edge shelf. Hal ini berarti bahwa batuan mid main carbonate terbentuk pada lingkungan marine dimana daerah low energy shelf merupakan daerah lautan dalam sedangkan high energy shelf merupakan daerah batas benua dengan daerah marine. Batuan ini memiliki karakteristik berupa porositas intergranular dan juga vuggy (Gambar 1). Hal ini akan membuat batuan karbonat memiliki saluran-saluran dan gerowong-gerowong yang apabila dilalui oleh fluida pemboran maka akan menyebabkan sebagian atau banyak fluida pemboran yang mengalir pada daerah tersebut.
air. Sedang pada air dapat pula dibagi menjadi air asin tak jenuh dan jenuh. Istilah oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%. Invert emulsions mempunyai komposisi minyak 50 -70% (sebagai fasa kontinu) dan air 30 - 50% (sebagai fasa terdispersi). b. Reactive solids Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite menghisap (absorp) air tawar dan membentuk lumpur. Istilah "yield" digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu to clay agar viskositas lumpurnya 15 cp. Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonit mengabsorp air tawar pada permukaan partikelpartikelnya, hingga kenaikan volumenya sampai 10 kali atau lebih, yang disebut "swelling" atau "hidrasi". Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik diair tawar atau di air asin dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan "salt water muds". Baik bentonite ataupun attapulgite akan memberi kenaikan viskositas pada lumpur. Untuk oil base mud, viskositas dinaikkan dengan penaikan kadar air dan penggunaan aspal. c. Inert solids (zat padat yang tidak bereaksi) Biasanya berupa barit (BaSO4) yang digunakan untuk menaikkan densitas lumpur, ataupun galena atau bijih besi. Inert solids dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa lumpur seperti rijang, pasir atau lempung non swelling, dan padatanpadatan seperti ini secara tidak sengaja memberikan kenaikan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (bisa menyebabkan abrasi, kerusakan pompa dll).
Keberhasilan operasi pemboran sangat bergantung pada fluida dari pemboran. Sehubungan dengan pengaplikasian glass bubble sebagai aditif non reaktif ke dalam base mud yang kita gunakan, penting bagi kita untuk mengenal aditif dan komponen yang terdapat dalam lumpur pemboran. Fungsi utama dari fluida pemboran ini antara lain mengimbangi tekanan formasi, melumasi bit, dan media pengangkatan cutting ke permukaan. Secara umum lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat komponen atau fasa antara lain:
a. Fasa cair Ini dapat berupa minyak atau air. Air dapat pula dibagi dua, tawar dan asin. Tujuh puluh lima persen lumpur pemboran menggunakan 198
d. Fasa kimia Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat-sifat lumpur, misalnya dalam dispersion (menyebarnya partikel-partikel lempung) atau flocculation (berkumpulnya partikelpartikel lempung). Efeknya terutama tertuju pada peng "koloid"an lempung yang bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang digunakan untuk menurunkan viskositas, mengurangi water loss, dan mengontrol fasa koloid (disebut surface active agent). Zat-zat kimia yang mendispersi (thinner = menurunkan viskositas/mengencerkan). IV. ADITIF LUMPUR PEMBORAN Di dalam fluida pemboran terdapat aditif-aditif dengan fungsinya masing-masing fungsi, fungsifungsi aditif tersebut antara lain 1. Fluid loss control: menjaga integritas lubang dan mengurangi fluid loss dalam formasi produktif, contoh wyoming bentonite, starch, CMC, X-C
Polymer 2. Thinner (pengencer), contoh: air, phospates, lignins, dan tannin 3. weighting agent (bahan-bahan pemberat): Memiliki specify gravity yang tinggi untuk menaikan densitas fluida, contoh: barite, galena, calcium carbonat, brine solution 4. pH adjuster (pengatur pH): Untuk menetralkan pH, dikarenakan pada umumnya aditif bersifat asam, contoh: Sodium Hydroxide (caustic soda), potassium Hydroxide, calcium h ydroxide. 5. Lost Circulation Materials: Aditif yang ditambahkan untuk mencegah lost circulation, contoh: fibrous material, walnut shell dan ground mica. V. LOW DENSITY AGENT (LDA) ATAU GLASS BUBBLE SPHERE Hampa, uniseluler, soda-lime borosilikat glass merupakan materi yang sangat unik (Gambar 2). Ukuran partikelnya bervariasi antara 8 sampai dengan 125 mikron dan 90% ukurannya adalah 8-85 micron (Gambar 3). Aditif ini mempunyai ketebalan dinding rata-rata sebesar 1-2 mikron (Gambar 4). Berdasarkan fungsinya, glass bubble sphere dapat dikategorikan sebagai loss circulation material (Gambar 5) dan juga sebagai penurun densitas. Material pembentuk glass bubble sphere terdiri dari Soda Lime Boro Silicate Glass (SiO2, CaO, B2O3, NaO2).
Gambar 5. Efek pada zona loss (Burnett, 2003) 5.1 Komponen Pembentuk Glass bubble Sphere 199
Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly
Ada beberapa komponen dalam pembuatan glass bubble, diantaranya adalah: 1. Silika sebagai pemberi warna bening pada glass bubble 2. Diboron trioksida sebagai zat yang memperkuat ikatan kaca 3. Soda sebagai zat untuk menurunkan titik didih silica 4. Kapur zat yang digunakan sebagai pelindung dari kaca agar kaca tidak bereaksi dengan zat-zat lainnya. 5.2 Silika Secara kimia, material silikat yang paling sederhana adalah silikon dioksida atau silica (SiO2). Secara struktur membentuk ikatan 3 dimensi yang dihasilkan ketika setiap sudut dari atom oksigen dalam tetrahedron saling berikatan dengan atom oksigen lain yang berdekatan. Akibat hal tersebut material ini bersifat netral dan mempunyai struktur elektronik yang stabil. Dibawah kondisi ini, perbandingan antara atom Si dan O adalah 1 : 2, sesuai dengan rumus kimianya (Gambar 6).
Gambar 6. siliconoxygen tetrahedron (SiO44-) (Callister, 2007) Jika tetrahedral ini disusun maka akan terbentuk struktur kristal. Terdapat tiga bentuk kristal yang dapat terbentuk antara lain : kuarsa, kristobalit, dan tridimit. Strukturnya menjadi berantakan dan terbuka. Atomnya juga tidak terbungkus dengan rapi. Sebagai akibatnya silika kristal mempunyai densitas yang rendah sebagai contohnya kuarsa yang mempunyai densitas 2,65 gr/cm3. Ikatan antar atomnya mempunyai temperatur yang tinggi untuk memutuskannya yaitu 17100C. 5.3 Kaca Silika Silika dapat juga dibentuk tanpa struktur kristal atau bisa dikatakan kaca. Kaca silika mempunyai penyebaran atom yang merata yang merupakan karakteristik dari fluida. Bahan dasar pembuatan kaca silika yang terbaik adalah dengan menggunakan SiO44-. Perlu ditambahkan oksida lainnya seperti B2O3 dan GeO2 untuk pembentuk ikatan. Kaca inorganik seperti kaca yang digunakan pada kontainer, jendela, dan juga kaca silika juga ditambahkan material seperti CaO dan Na2O. Oksida ini tidak membentuk ikatan berupa polyhedral. Sebaliknya oksida ini memperbaiki ikatan antar SiO4 4-, untuk itulah oksida ini dapat dikatakan sebagai pengubah ikatan (Gambar 7).
Gambar 8. Struktur kaca sodium silica (Callister, 2007) 5.4 Kalsium Oksida Disebut juga kapur atau kapur bakar, biasa digunakan pada reaksi-reaksi kimia. Berwarna putih, sangat merusak, bersifat alkali kristalin dan berbentuk padatan pada suhu kamar. Kalsium oksida biasanya dibuat dengan dekomposisi secara termal dari batu kapur yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3) pada dapur pengering. Hal ini dapat dijalankan dengan memanaskan hingga mencapai suhu 8250C, prosesnya dinamakan calcination atau pembakaran kapur, untuk membebaskan molekul CO2. Kapur ini tidak stabil dan ketika didinginkan secara spontan akan bereaksi dengan CO2 dari udara maka akan kembali ke bentuk kalsium karbonat. 5.5 Sodium Karbonat Dikenal juga sebagai soda pembersih atau abu soda, Na2CO3 adalah garam sodium dari asam
200
karbonat. Zat ini dapat diekstraksi dari berbagai macam abu tanaman. Secara sintetis dibuat dari garam dapur dan batu kapur dengan proses yang dinamakan solvay. Industri gelas merupakan aplikasi terpenting dari zat ini. Ada beberapa cara untuk menghasilkan zat ini, diantaranya: 1. Metode Nicolas Leblanc: NaCl + H2SO4 Na2SO4 + 2 HCl Na2SO4 + CaCO3 + 2 C Na2CO3 + 2 CO2 + CaS 2. Proses Solvay: 2 NaHCO3 Na2CO3 + H2O + CO2 CaO + H2O Ca(OH)2 Ca(OH)2 + 2 NH4Cl CaCl2 + 2 NH3 + 2 H2O 5.6 Diboron Trioksida Zat ini merupakan salah satu oksida dari Boron. Berwarna putih, berupa kaca padatan yang memiliki formula B2O3. Banyak dijumpai dalam bentuk kaca, meskipun demikian zat ini dapat dikristalkan dengan proses pendinginan. Zat ini merupakan salah satu zat yang paling sulit untuk dikristalkan. Kaca boron oksida dibentuk dari cincin boroxol yang mempunyai 6 komponen, yaitu 3 kordinat boron dan 3 kordinat oksigen. Model ini masih merupakan kontroversi, tetapi karena belum ada model yang mendeskripsikan densitas yang tepat. Boron trioksida dibuat dengan perlakuan terhadap asam sulfat dan tungku pencampuran. Asam boraks akan dibentuk menjadi uap air dan asam metaborik HBO2 pada suhu sekitar 1700C dan pemanasan sampai dengan suhu 3000C akan menghasilkan Boron Trioksida. Reaksinya seperti dibawah ini: H3BO3 HBO2 + H2O 2HBO2 B2O3 + H2O 5.7 Komponen Tambahan Cullet: merupakan pecahan-pecahan kaca atau kaca yang berasal dari produk tak lolos quality control. Cullet berfungsi untuk menurunkan temperatur leleh dari bahan baku. Cullet yang diumpankan sebanyak 25% dari total bahan baku. Borax: menurunkan koefisien ekspansi dan menaikkan ketahanan terhadap bahan kimia. Feldspar: mempunyai formula umum: R2O, Al2O, 6 SiO2 di mana R2O dapat berupa Na2O
abu K2O abu campuran dari kedua oksidasi tersebut. Bahan stabilizer: merupakan bahan yang mampu menurunkan kelarutan di dalam air, tahan terhadap serangan bahan kimia lain termasuk materi-materi lain yang terdapat di atmosfer. Contoh bahan stabilizer: 1. Kalsium karbonat, membuat produk akhir menjadi tidak larut di dalam air. 2. Barium karbonat, meningkatkan berat spesifik dan indeks bias. 3. Timbal oksida, membuat produk menjadi transparan, mengkilat, dan memilikiindeks bias yang tinggi. 4. Seng oksida, membuat gelas tahan terhadap panas yang mendadak, memperbaiki sifatsifat fisik dan mekanik, dan meningkatkan indeks bias. Aluminium oksida, meningkatkan viskositas gelas, kekuatan fisik, dan ketahahan terhadap bahan kimia. VI. PROSES PEMBUATAN GLASS BUBBLE SPHERE Setelah mengetahui komponen-komponen penyusun glass bubble sphere, maka pembuatan dari glass bubble sphere sangat mirip sekali dengan proses pembuatan kaca untuk kebutuhan sehari-hari, yang membedakan hanyalah proses pembentukannya. Sebelum kita menuju proses pembuatan ada beberapa sifat-sifat fisik dari kaca yang perlu diketahui dalam kaitannya pembentukan material tersebut,sifat-sifat fisik ini penting untuk diketahui untuk memaksimalkan hasil yang diperoleh dari pembuatan kaca tersebut. Sifat fisik tersebut antara lain: 1. Melting Point: Temperatur dimana viskositas mencapai 10 Pa-s (100 P); pada kondisi ini kaca bisa dianggap sebagai fluida. 2. Working Point: Temperatur dimana vikositas bernilai 103 Pa-s (104 P); kaca akan mudah dibentuk pada viskositas ini. 3. Softening Point: Temperatur dimana viskositas bernilai 4 x 106 Pa-s (107P); merupakan temperatur maksimum dimana lembaran gelas dapat dibentuk tanpa menyebabkan beberapa perubahan. 4. Annealing Point: Temperatur dimana viskositas bernilai 1012 Pa-s (1013 P); pada tempratur ini, penggabungan atom-atom berlangsung secara cepat dimana stress yang tersisa dapat dihilangkan dalam waktu sekitar 15 menit. 5. Straint Point: Tempertatur dimana viskositas bernilai 3 x 1013 Pa-s (3 x 1014 P); untuk tempratur dibawah straint point, akan terjadi retakan pada permulaan perubahaan secara plastik. Temperatur transisi gas akan berada diatas straint point. Dalam pembuatan kaca diperlukan penurunan tekanan yang optimum dan sangat dihindari 201
Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly
terjadinya kristal (Gambar 9). Terdapat beberapa jenis kaca yang umum pada industri-industri, Gambar 10 menunjukan sifat-sifat fisik beberapa material.
Na2SO3 Na2O + CO2 CaCO3 CaO + CO2 Na2SO4 Na2O + SO2 MgCO3.CaCO3 MgO + CaO + 2CO2 Reaksi antara SiO2 dengan Na2CO3 pada suhu 6300C 7800 C Na2CO3 +aSiO2 Na2O.aSiO2 + CO2 Reaksi antara SiO2 dengan CaCO3 pada suhu 600o C CaCO3 +bSiO2 CaO.bSiO2 + CO2 Reaksi antara CaCO3 dengan Na2CO3 pada suhu di bawah 600o C CaCO3 + Na2CO3 Na2Ca(CO3)2 Reaksi antara Na2SO4 dengan SiO2 pada suhu 884o C Na2SO4 + nSiO2 NaO.nSiO2 + SO2 + 0.5O2 Reaksi utama: aSiO2 + bNa2O + cCaO aSiO2.bNa2O.cCaO.dMgO + dMgO
Gambar 10. Sifat-sifat fisik gelas (Callister, 2007) Setelah mengetahui temperatur optimum dalam pembuatan glass, maka akan mudah untuk kita melakukan atau mendapatkan bentuk yang kita inginkan. Proses tersebut antara lain: 1. Persiapan bahan baku (batching) Pada tahap ini dilakukan penggilingan, pengayakan bahan baku serta pemisahan dari pengotor-pengotornya. Serbuk bahan baku ditimbang sesuai komposisi, termasuk bahanbahan aditif lain yang diperlukan seperti zat pewarna atau zat-zat sesuai dengan produk kaca yang dikendaki. Pengadukan campuran bahan baku dalam suatu mixer dilakukan agar campuran menjadi homogen sebelum dicairkan. 2. Pencairan (melting/fusing) Bahan baku yang sudah homogen, diayak dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tungku (furnace) bersuhu sekitar 1500oC sehingga campuran akan mencair. Selama proses pencairan, masing-masing bahan baku akan saling berinteraksi membentuk reaksi-reaksi kimia berikut: Reaksi-reaksi penguraian: 202
3. Pembentukan (forming/shaping) Bahan kaca yang berbentuk cair lalu dialirkan ke dalam alat-alat yang berfungsi untuk membentuk kaca padat sesuai yang diinginkan. Ada beberapa jenis dalam proses pembentukan kaca: 1. Proses Fourcault Bahan cair dialirkan secara vertikal ke atas melalui sebuah bagian yang dinamakan "debiteuse". Bagian ini terapung di permukaan kaca cair dengan celah sesuai dengan ketebalan kaca yang diinginkan. Di atas debiteuse terdapat bagian sirkulasi air pendingin yang akan mendinginkan kaca hingga 650 670oC. Pada suhu tersebut kaca berubah menjadi pelat padat dan akan bergerak dengan didukung oleh roda pemutar (roller) yang menarik kaca tersebut ke atas. 2. Proses Colburn (Libbey-Owens) Jika proses Fourcault, gerakan kaca berlangsung secara vertikal, maka pada prosesColburn kaca akan bergerak secara vertical kemudian diikuti gerakan horizontal setelah melewati roda-roda penjepit yang membentuk leburan gelas menjadi lembaranlembaran. 3. Proses Pilkington (float process) Bahan cair dialirkan ke dalam sebuah kolam berisi cairan timah (Sn) panas. Kecepatan aliran bahan cair ini merupakan pengatur tebal tipisnya kaca lembaran yang akan diproses. Kaca akan mengapung di atas cairan timah karena perbedaan densitas di antara keduanya. Kaca ini tetap berupa cairan
dengan pasokan panas yang berasal dari pembakar di bagian atas kolam. Pengendalian temperatur di dalam kolam dilakukan agar kaca tetap rata di kedua sisinya serta pararel. Bahan yang biaanya digunakan untuk keperluan ini adalah gas nitrogen murni. Selanjutnya, aliran kaca melewati daerah pendinginan (masih di dalam kolam) dan keluar dalam bentuk kaca lembaran bersuhu 600o C. 4. Proses tiup (blow) Proses ini digunakan untuk membuat botol kaca, gelas kemasan, atau aneka bentuk kaca seni lainnya. 5. Proses Foaming (Gambar 11) Cara ini merupakan cara untuk pembuatan Glass bubble Sphere dimana udara hasil dari pembakaran berupa CO2 akan dimanfaatkan untuk pembentukan kaca yang berbentuk bola-bola kecil yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk aditif lumpur Pemboran (Gambar 12).
pada kaca yang tidak merata sehingga dapat menimbulkan kepecahan. Termasuk kedalam tahap ini adalah proses pendinginan. KEUNTUNGAN GLASS BUBBLE SPHERE Struktur kimia ini sangat stabil sehingga tidak dapat dipecahkan (insoluble) dalam air maupun minyak serta bersifat non-compressible. Sifat alkalinitasnya yang rendah membuat glass bubble sphere cocok dengan sebagian besar resin. Glass bubble sphere berbentuk bulat sempurna (spherical) dengan luas permukaan yang minimum sehingga meningkatkan aliran dan non abrasive (Ball Bearing Effect). Glass bubble sphere mampu menghasilkan densitas 0,38 0,66 gr/cc. Keuntungan lain dari glass bubble sphere yaitu incompressible sehingga mampu menghasilkan densitas yang stabil, bisa digunakan untuk measurement while drilling (MWD), menjaga kesatabilan lubang bor, mempunyai hole cleaning yang baik, meminimalisasi differential sticking, mengurangi loss circulation, mengurangi kerusakan formasi, mudah diproses, dan compatible / cocok dengan surface cleaning equipment (Solid control equipment) VIII. APLIKASI GLASS BUBBLE SPHERE DI LAPANGAN Di lapangan, Glass bubble sphere digunakan dengan mencampurkan base mud dengan aditif glass bubble sphere pada hopper (Gambar 14). VII.
Drilling Fluid
Glass Bubbles
LDDF
Gambar 14. Prinsip low density agent (Arco et al., 2000) Proses pencampurannya terdiri dari dua cara, cara pertama adalah dengan mencampurkannya secara gravitasi kedalam mixing tank sedangkan cara kedua adalah dengan menggunakan diaphragm pump yang dihubungkan ke dalam hopper. Kedua cara tersebut telah berhasil digunakan namun apabila menggunakan cara pencampuran secara gravitasi akan banyak menghemat waktu. Prosedur dengan pencampuran secara gravitasi adalah sebagai 203
Gambar 12. Proses masuknya udara ke dalam gelas (Laimbock, 1998) 6. Annealing Fungsi tahapan ini adalah untuk mencegah timbulnya tegangan-tegangan antar molekul
Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly
berikut, pertama bag (Gambar 15) yang berisi glass bubble sphere didatangkan. Bag ini dilapisi dengan polyethilene plastic film untuk melindungi dari air hujan. Segera setelah itu dialirkan kedalam mixing tank dengan dialirkan udara ke dalamnya (Gambar 16) untuk memudahkannya bergerak. Dengan metoda ini akan terjadi pentransportasian material sejumlah 700 lb bag dalam waktu 6 menit. Segera setelah ada kontak dengan lumpur pada hopper (Gambar 17) maka glass bubble sphere akan segera menyebar. Cara kedua adalah dengan menggunakan diaphragm pump (Gambar 18) yang dilengkapi suction wand yang digunakan untuk memudahkan glass bubble sphere untuk bergerak ke dalam mixing hopper. Ternyata glass bubble sphere yang masuk ke dalam hopper tidak terlalu banyak dan tidak kontinu sehingga akan memakan lebih banyak waktu, namun metoda ini memiliki keuntungan dimana pemasangan diaphragm pump cukup mudah. Gambar 17. Glass sampai pada Hopper (Devadass, 2010)
Gambar 18. Diaphragm pump (Devadass, 2010) IX. METODOLOGI PENELITIAN 9. 1 Pencarian Pengukuran Performance dari Fluida Pemboran Selama beberapa tahun belakangan telah banyak usaha untuk menemukan Indeks Kunci Pengukuran Performa (KPI) yang memungkinkan untuk melakukan perbandingan aktivitas pemboran pada lokasi yang berbeda. Pada kasus dimana tidak model dari fluida pemboran yang telah dapat diterima secara universal dan pengukuran terhadap aktivitas ini telah menuntun pada cara mudah untuk mendapatkan cost/m atau cost/m3 per setiap interval yang dibor pada basis kampanye dari sumur pada suatu lapangan tertentu. Biaya untuk fluida pemboran berkisar antara 525% dari biaya total pembangunan. Jika kita 204
melanjutkan pada indeks harga tradisional kemudian pada bagian bawah dari range ini tidak ada rangsangan untuk mengurangi biaya ini dan untuk itu tidak ada penggerak untuk mengukur peningkatan perfrmance dari banyak lokasi kita. Penggerak untuk meningkatkan performa terletak pada dampak pada sumur secara kesluruhan dan pengembangan lapangan yang ekonomis dalam kaitannya dengan Non Productive Time (NPT) dan penundaan produksi dan ini bisa menjadi sangat signifikan. Dari data yang ada, akan ditentukan Mud Quality Index (MQI) dari masing-masing sumur dengan langkah-langkah berikut ini: 1. Tentukan Perkirakan Kualitas Lumpur TerbaikBiaya lumpur untuk sumur diasumsikan sama dengan biaya aktual yang digunakan untuk bahan kimia lumpur pemboran dengan tidak adanya bahan yang terbuang dari pengontrolan bahan kimia pada lapanganQMC = Mud Chemical Cost (MCC) + Waste Disposal Cost (MWC) + Equipment/Engineering Cost 2. Tentukan Actual Drilling Mud Cost QMC = Mud Chemical Cost (MCC) + Waste Disposal Cost (MWC) + Equipment/Engineering Cost 3. Tentukan Mud Related NPT Cost
Shell Well Engineers Data Model (EDM) versi 2006 mengidentifikasi 4 level pada NPT yang menyangkut pada problem dari lumpur antara lain: Masalah yang berhubungan dengan lumpur: 1. Lost Circulation - Formation 2. Lost Circulation Self induced 3. Bore Hole Actual Drilling Chemical Cost Termasuk ke dalam biaya ini adalah bahan kimia pembersihan lubang sumr dan juga biaya servis. Menentukan Mud Impairment Cost (MDC) Biaya ini adalah biaya yang terbuang akibat tertundanya produksi. Biaya terbuang ini dapat diakibatkan oleh biaya untuk fracture dalam kaitannya untuk penanggulangan damage. Tetapi dikarenakan tidak ada waktu untuk penanggulangan damage maka MDC = 0. Mud Quality Index (MQI) MQI = ( )
4.
5.
6.
Dari prosedur di atas akan dibandingkan kedua sumur yang memiliki perlakuan yang berbeda terutamaq dalam penggunaan glass bubble. Prosedur perhitungan selengkapnya dari MQI dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Diagram alir penentuan MQI (Osode et al., 2007) 205
Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly
X. HASIL DAN PEMBAHASAN 10.1 Evaluasi Hasil Pemakaian LDA dalam Sistem Lumpur LDM Pemboran lapisan MMC di Sumur X-06 dilakukan dengan menggunakan pahat PDC 6 + BHA DD + MWD sedangkan lumpur yang digunakan adalah sistem LDM .Jenis LDA yang digunakan adalah HGS 8000X. Hasil penggunaan LDA di sumur RDL-06 dalam pemboran trayek 6. 1. SG lumpur yang digunakan 0,83 0,85, rate dynamic loss 0,2-0,3 bpm, sedangkan rate static loss 0,18 bpm. Total lumpur yang hilang selama pemboran lapisan MMC sampai penyemenan liner 4-1/2 adalah 912 bbls (lumpur yang hilang selama pemboran trayek 6 yaitu 514 bbls selama 28 jam). Dalam pemboran ini masih terjadi loss circulation meskipun sudah menggunakan LDM dikarenakan SG yang digunakan adalah 0.84 sedangkan hasil perhitungan SG yang diharapkan berdasarkan tekanan reservoir sumur-sumur referensi adalah 0,747 0,788.
Hal ini masih lebih baik dibandingkan dengan pemboran sumur sebelumnya (X-05) dimana terjadi total loss circulation (tidak ada aliran balik sama sekali) yang harus ditanggulangi dengan pemompaan LCM sebanyak 38 kali dengan berbagai jenis LCM dan konsentrasi serta penyemenan plug balance sebanyak 5 kali namun tetap belum berhasil mengatasi total loss circulation. 2. Pemboran lapisan MMC sumur X-06 dengan lumpur LDM jauh lebih cepat dibandingkan dengan pemboran lapisan MMC sumur X-05 dengan lumpur KCl Polymer. Perbandingan waktu pemboran untuk sumur X-06 dan X-05 dapat dilihat di Tabel 1 dan 2. Dari Tabel 1 dan 2 terlihat perbedaan waktu yang sangat signifikan dimana untuk sumur X-06 hanya memerlukan waktu 102 jam sedangkan untuk sumur RDL-05 memerlukan waktu 911 jam (286,5 jam untuk combating loss, semen plug 34,5 jam).
Tabel 1. Waktu pada setiap kegiatan Sumur X-06 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Activity Drilling Actual Circ-Hole Clean Circ-Cond Mud Trips-Drilling BHA Prepare BHA Wireline-Prep Wireline Job Pipe Sticking NPT-Operator Material/tools Total Status PT PT PT PT PT PT PT NPT NPT Code 2a 5a 5b 6a 6c 11a 11b 20c 21f Hours 30,5 11,5 3,5 25,5 1,0 2,0 6,0 18,0 4,0 102,00 Days 1,27 0,48 0,15 1,06 0,04 0,08 0,25 0,75 0,17 4,25
No. 1 2 3 4 5 6 206
Tabel 2. Waktu pada setiap kegiatan pada Sumur X-05 Activity Status Code Hours Drill actual PT 2a 62,0 Reaming Circulate Hole Clean Trip - Drilling BHA Trip - Prepare BHA Cut off Drilling Line PT PT PT PT PT 3 5a 6a 6c 9 155,0 3,5 24,0 1,0 2,0
7 8 9 10 11 12
Cement Plug Back Combating Loss Pipe Sticking Fishing Job NPT - Top Drive NPT - Operator Material/tools Total
3. Biaya pemboran lapisan MMC di sumur X-06 jauh lebih murah dibandingkan dengan sumur X-05. Untuk sumur X-06 biayanya US $ 500.607,28 (selama 102 jam) sedangkan untuk sumur X-05 biayanya US $ 1.877.754.45 (selama 911 jam). Biaya yang sangat mahal ini
adalah akibat dari total loss circulation yang menyebabkan munculnya permasalahanpermasalahan yang lain yaitu combating loss, stuck pipe, severing job, whipstock untuk side track, dan fishing job. Lihat pada Tabel 3 dan Table 4.
Tabel 3. Biaya yang dikeluarkan untuk Sumur X-06 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 Jenis Kegiatan Lumpur,bahan kimia, dan service Top Drive Directional drilling dan Survey MLU Pengawasan Bahan Bakar dan Lubricant Service Line dan Komunikasi Kontrak Rig OW - 700/40 Total Biaya Biaya ($) 365640,12 14664,53 23205,08 1980 1344,76 24818,95 95,24 68758,59 500507,27 Tabel 4. Biaya Pemboran Sumur X-05 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jenis Kegiatan Kontrak Rig NT-45/II Lumpur, Bahan Kimia, dan Engineering Service Bit Top Drive Whipstock Fishing Job Directional Drilling dan Survei Penyemenan Plug balance Back Off Operation Biaya ($) 367032,19 225987,46 23700 127111,98 95000 35689 71355,2 56880,6 22990,63 Persentase(%) 19,55 12,03 1,26 6,77 5,07 1,9 3,8 3,14 1,22 207 Persentase(%) 73,04 2,93 4,64 0,4 0,27 4,98 0,02 13,74 100
Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly
10 11 12 13 14 15
Logging GR-CCI untuk Sidetrack Loss pada Lubang MLU Pengawasan Fuel dan Lubricant Service Line dan Komunikasi Total
4. Nilai MQI yang terbaik adalah yang paling mendekati satu. Apabila terlalu kecil maka mengindikasikan banyak waktu yang terbuang selama proses pemboran. Apabila nilainya terlalu besar maka mengindikasikan bahwa pendesainan sumur tidak baik atau dapat dikatakan memiliki safety factor dalam desain yang terlalu besar. 5. Keberhasilan dari prediksi dengan metode KPI ini sangat dipengaruhi oleh desain biaya awal yaitu QMC, dikarenakan biaya ini sebagai biaya pembanding dan disinilah titik tumpu dari penggunaan MQI dengan KPI yang terbaru.
6. Penggunaan KPI ini sangat membantu dalam perhitungan terutama tingkat kekompleksannya sangat rendah dan dapat mengeliminasi parameter-parameter kekompleksannya. 7. Penggunaan KPI terbaru ini dapat memicu untuk mengoptimalkan waktu pemboran dan mereduksi biaya untuk lumpur pemboran 8. Dari hasil Perhitung MQI didapat bahwa sumur X-6 memiliki MQI 0.94 sedangkan sumur X-5 bernilai 0.5. Hal ini menunjukan bahwa kinerja glass bubble di lapangan dalam menanggulangi total loss circulation sangat baik dan dapat mengeliminasi banyak Non productive Time.
SG 0,83-0,85
Tabel 5. Properties dari lumpur X-6 dengan glass bubble Gels 10 Gels 10 Vis PV YP PH sec Min 50-58 15-17 17-19 6-7 14-16 9
API FL 4,9-5,4
Mud Cake 1
XI. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Mud Quality Index yang baru dapat membandingkan performa satu sumur dengan sumur lain tanpa terkendala oleh kekompleksan dari sumur, lokasi, dll. 2. Performa glass bubble sphere dalam menanggulangi loss circulation sudah cukup baik dan dapat mengeliminasi non productive time (NPT) pada saat pemboran berlangsung. 3. Perlu penyempurnaan dalam glass bubble sphere baik dari segi materi, diameter, dll sehingga nantinya dapat digunakan untuk menanggulangi total loss circulation. DAFTAR PUSTAKA 1. Arco, M. J., Blanco, J. G., Marquez, R. L., Garavito, S. M., Tovar, J. G., Farias, A. F., and Capo, J. A., 2000. Field Application of Glass bubble Sphere as a Density-Reducing Agen, presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, 1-4 October 2000, Dallas, Texas (paper SPE 62899).
Burnett, D., Improving Performance of Low Density Drill in Fluid with Hollow Glass Sphere , (paper SPE 82276). 3. Callister, W.D., 2007. Materials Science and Engineering an Introduction. Seven Edition, America. 4. Devadass, M., 2010. Tambun Field LDA Drilling Program, presentation. 5. 3M, Product Information, 3M Glass bubbles HGS Series. 6. Drilling Dept., 2010. Standard Operting Procedur Pemboran. 7. Drilling Dept., 2010. Laporan Akhir Pemboran Sumur RDL-06. 8. Drilling Dept., 2010. Laporan akhir Pemboran Sumur RDL-05. 9. Laimbock, P., 1998. Foaming of Glass Melts, Technische Universiteit Eindhoven. 10. Medley, Jr., George, H., William. C., and Garkasi, A. Y., 1995. Use of Hollow Glass for Underbalance Drilling Fluids, presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, 22-25 October 1995, Dallas, Texas (paper SPE 30500). 11. Medley, Jr., George, H., Haston, J. E., Richard, L., Martindale, I. D., and Duda, J.
2.
208
R., 1997. Field Application of Light Weight Hollow Glass Sphere Drilling Fluid, presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, 5-8 October 1997, San Antonio, Texas (paper SPE 38637) 12. Osode, P., Mohamed A. F., and Stevenson, E., 2009. Quest for a Pragmatic Drilling Fluid Performance Index-Key to Improving Fluid Performance and Optimising Quality Well Delivery Economics, presented at the SPE Middle East Oil and Gas Show and Conference, 15-18 March 2009, Bahrain, (paper SPE 120646). 13. Quintero, L., 1997. Formation Stability and Formation damage of gas oil in water
emulsion, presented at the 1997 SPE International Symposium on Oilfield (paper SPE 37290). 14. Thyagaraju, B. A., Pratap, K. K., Pangtey, K. S., Trivedi, Y. N., Georges, G. P., Goff, D. A., and Deadass, M., 2009. Case Study Using Hollow Glass Microsphere to Reduce the Density of Drilling Fluid in the Mumbai High, India and Subsequent Field Trial at GTI Catoosa Test Facility, presented at the SPE/IADC Middle East Drilling Technology Conference & Exhibition, 26-28 October 2009, Manama, Bahrain (paper SPE/IADC 125702).
209
Bonar Tua Haloman Marbun, Peter Benson, Satria Kumala Putra, Samuel Zulkhifly
210