Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Protein ialah biopolimer yang terdiri atas banyak asam amino yang berhubungan satu dengan lainnya lewat ikatan amida (peptida). Protein memainkan beberapa peran dalam sistem biologis. Beberapa protein merupakan komponen utama dari jaringan struktur (otot, kulit, kuku, rambut). Protein lain mengangkut molekul dari satu bagian ke bagian lain dalam makhluk hidup. Masih ada lagi yang bertindak sebagai katalis dalam banyak rekasi biologis yang diperlukan untuk mempertahankan hidup. Protein memegang peranan penting dalam makhluk hidup, perannya yaitu dalam struktur, fungsi dan reproduksi makhluk hidup dan merupakan salah satu bahan makanan yang sangat penting. Unsur-unsur utama yang membangun molekul protein adalah karbon, nitrogen, dan oksigen. Molekul protein mengandung pula unsur fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Untuk berbagai keperluan, kadar suatu protein dapat ditentukan. Penentuan kadar protein dapat ditentukan. Penentuan kadar dalam bahan makanan pada umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris atau secara tidak langsung, karena pembentukan kadar protein secara absolut sukar dilakukan sehingga metode tersebut hanya dilakukan untuk keperluan yang mendasar saja. Penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan berbagai metode bergantung pada jenis sampel dan ketersediaan alat serta bahan (pereaksi). Metode yang paling umum digunakan adalah metode Kjeldahl, Lowry dan Biuret.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan 1.2.1 Maksud Percobaan Mempelajari dan memahami cara penentuan kadar protein dengan menggunakan metode Lowry. 1.2.2 Tujuan Percobaan Menentukan kadar protein dalam suatu sampel melalui metode Lowry dengan menggunakan spektronik 20D+.

1.3 Prinsip Percobaan Menetukan kadar protein dengan metode lowry A dan lowry dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triftofan (merupakan residu protein) dan akan menghasilkan warna biru. Intensitas warna diukur pada panjang gelombang maksimum dengan spektronik 20D+.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Disamping berat molekul yang berbeda-beda. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar larut dalam air. Rambut dan kuku adalah suatu protein yang sukar larut dalam air dan tidak mudah bereaksi, sedangkan protein yang terdapat dalam putih telur mudah larut dalam air dan mudah bereaksi (Poedjiadi, 1994). Protein umumnya terbagi kedalam 2 golongan utama yaitu serat dan globular. Protein serat adalah material struktural hewan dan dengan demikian bersifat tidak larut dalam air, selanjutnya protein serat terbagi lagi menjadi tiga kategori umum yaitu keratin yang menyusun jaringan pelindung seperti rambut, kuku, kulit, bulu dan cakar. Kolagen yang membentuk jaringan ikat, seperti tulang rawan, tendon dan pembuluh darah. Keratin dan kolagen memiliki struktur helixs, sedangkan sutera mempunyai struktur lembaran terlipat. Sebagian besar gugus R yang melekat pada kerangka ini tergolong non polar, yang menyebabkan ketidak larutan protein ini dalam air (Hart, dkk., 2003). Protein globular sangat berbeda dengan protein serat, protein ini cenderung larut-air dan bentuknya hampir membulat. Protein bukanlah protein struktural tetapi melakukan berbagai fungsi biologis lainnya. Contohnya adalah sebagai enzim, hormon, protein penyangkut, dan sebagai protein penyimpan. Protein globulur memiliki lebih banyak asam amino dengan rantai samping polar atau ionik dibandingkan protein serat yang tidak larut air. Enzim dan protein globulur melakukan fungsinya terutama medium berair (Hart, dkk., 2003).

Langkah pertama dalam pengenalan secara lengkap dari protein

atau

peptida adalah menentukan struktur primer dan urutan dari asam amino, bila peptida yang diisolasi itu homogen atau tidak siklik maka cara utama untuk menentukan asam amino adalah pemisahan dari ikatan disulfida dengan gugus-SH dan mentup semua gugus tersebut, analisis gugus samping, hidrolisa partial dari peptida dilanjutkan dengan identifikasi dari bagian-bagiannya dan mementukan urutannya (Fessenden, 1997) Ada empat struktur dasar dari protein, yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuarterner. Struktur primer menunjukkan jumlah jenis dan urutan sama amino dalam molekul protein. Oleh karena ikatan antar asam amino ialah ikatan peptida maka struktur primer protein juga menunjukkan ikatan peptida yang urutannya diketahui. Untuk mengetahui jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam protein dilakukan analisis yang terdiri dari beberapa tahap yaitu (Poedjiadi, 1994) : 1. Penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri 2. Pemecahan ikatan antara rantai polipeptida 3. Pemecahan masing-masing rantai poliptida 4. Analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida. Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan protein sederhana dan protein gabungan. Yang dimaksud dengan protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam amino, sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid atau asam nukleat. Protein sederhana dapat dibagi dalam dua

bagian menurut bentuk molekulnya yaitu protein fiber dan protein globular. Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau serabut sedangkan protein globular berbentuk bulat (Poedjiadi, 1994). Stuktur primer protein merupakan rangkaian asam amino dan rangkaian prostetik pembentuk protein, iakatan peptida merupakan faktor utama dalam menentukan konformasi peptida. Ikatan hidrogen, tolakan keruagan, tarikan van der waals, dan solvasi menunjang konformasi tiga matra protein

(Pine, dkk., 1988). Struktur tersier menunjukkan kecenderungan popeptida membentuk lipatan atau gulungan dan dengan demikian membentuk struktur yang lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan dengan adanya beberapa ikatan antara gugus R pada molekul asam amino yang membentuk protein. Beberapa ikatan tersebut misalnya ikatan elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi hidrofob antara rantai sampingg non polar, interaksi dipol-dipol dan ikatan disulfida yaitu suatu ikatan kovalen (Poedjiadi, 1994). Struktur kuartener menunjukkan derajat unit-unit protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk suaru struktur, contohnya enzim fosforilase terdiri atas dua unit protein yang bila terpisah tidak memperlihatkan aktivitas enzim, tetapi bila bersekutu membentuk enzim yang aktif, karena kedua unit protein ini sama, maka disebut struktur kuartener homogen dan apabila unitunit itu tidak sama, misalnya virus mozaik tembakau, disebut kuatener heterogen. Protein yang terdiri atas beberapa unit atau disebut oligomer pada umunya mengalami konsentrasi tinggi (Pedjiadi, 1994).

Sifat-sifat protein salah satunya adalah ionisasi yang protein yang larut dalam air akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak kearah elektroda positif maupun negatif apabila ditematkan di antara dua elektroda (Poedjiadi, 1994) Protein merupakan suatu polimer heterogen dari molekul-molekul asam aminoProtein yang terkandung dalam biji kedelai merupakan protein globuler. Dalam protein globuler, rantai-rantai samping hidrofilik, polar, berada di bagian luar dan rantai samping hidrofobik, non polar, tersusun pada permukaan dalam (Septiani, 2004). Protein gabungan adalah protein yang berikatan dengan senyawa bukan potein. Gugus bukan protein ini disebut gugus prostetik. Ada beberapa jenis protein gabungan antara lain mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein dan nukleoprotein. Mukoprotein adalah gabungan antara protein dan karbohidrat dengan kadar lebih dari 4 % dihitung sebagai heksoamina. Glikoprotein juga terdiri atas protein dan karbohidrat, tetapi dengan kadar heksoamina kurang dari 4%. Likoprotein adalah gabungan antara protein yang larut dalam air dengan lipid. Likoprotein terdapat dalam serum darah, dalam otak dan jaringan saraf. Nukleoprotein terdiri atas protein yang bergabung dengan asam nukleat. Asam nukleat ini terdapat dalam inti sel (Poedjiadi, 1994). Protein dan struktur-struktur yang terkait yang disebut polipeptida merupakan polimer dari asam amino. Protein merupakan polimer dari 50 atau lebih asam amino, beberapa protein mengandung lebih dari 800 unit asam amino. Polipeptida adalah molekul kecil yang mengandung kurang dari sekitar 50 asam

amino. Beberapa polipeptida hormon penting dengan fungsi fisiologis seperti nyeri dan kontrol tekanan darah mengandung 9 unit asam amino (Oullette, 1997).

BAB III METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan induk (BSA 1 mg/mL), Lowry B (Na2CO3 2 % dalam NaOH 0,1 N, larutan Na-K-Tartrat 2 % dan larutan CuSO4.5H2O), Lowry A (larutan Follin Clocalteus dan akuades), larutan sampel M-150, akuades, tissu roll dan kertas label. 3.2 Alat Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret 50 mL, statif, rak tabung, tabung reaksi, gelas kimia 500 mL, pipet skala 0,2 mL dan 1 mL, pipet volume 1 mL, pipet ukur 5 mL, filler pipet, labu semprot, gelas ukur 100 mL, pipet tetes, kuvet, spektrometer 20 D+, dan bulb. 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Pembuatan Larutan Induk Pada pembuatan larutan dilakukan dengan membuat larutan BSA (Bovine Serum Albumin) 1 mg/mL dimana tiap 0,01 gram dilarutkan dengan 10 mL akuades.

3.3.2 Pembuatan Larutan Standar Tabung reaksi 6 buah disiapkan. Larutan standar dibuat di dalam 6 buah tabung reaksi tersebut dengan pengenceran larutan induk, seperti pada tabel di berikut ini:

Tabel 1. Pembuatan larutan standar Konsentrasi (M) 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 Volume larutan induk (mL) 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20 0,24 Volume aquades (mL) 1,96 1,92 1,88 1,84 1,80 1,76 Volume Total (mL) 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00

3.3.3 Preparasi Sampel Untuk pengenceran 100X, preparasi sampel dilakukan dengan memipet sampel sebanyak 0,02 mL kemudian diencerken sampai menjadi 2 mL dengan cara ditambahkan akuades sebanyak 1,98 mL.

3.3.4 Pembuatan Pereaksi 3.3.4.1 Pereaksi Lowry A Pada pembuatan pereaksi Lowry A yakni dengan pencampuran antara follin-clocalteus dengan akuades dengan perbandingan 1 : 1, dimana diambil larutan follin-clocalteus sebanyak 1,5 mL dan akuades sebanyak 1,5 mL kemudian dihomogenkan.

3.3.4.2 Pereaksi Lowry B Pembuatan Lowry B dilakukan dengan pencampuran antara Na2CO3 2% dalam NaOH 0,01 N, larutan CuSO4.5H2O 1%, dan larutan Na-K-Tartrat 2%

dengan perbandingan 100 : 1 : 1. Dalam percobaan ini, diambil larutan Na2CO3 2% dalam NaOH 0,01 N sebanyak 25 mL, ditambahkan dengan 0,25 mL larutan CuSO4.5H2O 1% dan ditambahkan lagi dengan 0,25 mL Na-K-Tartrat 2%, dikocok-kocok agar larutan homogen.

3.3.4 Penentuan Kadar Protein Tabung reaksi 6 buah yang berisi 2 mL larutan standar pada konsentrasi berturut-turut 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 dan 1,2 mg/mL, 1 buah tabung reaksi yang diisi blanko sebanyak 2 mL dan 1 buah tabung reaksi yang diisi 2 mL larutan sampel, masing-masing ditambah dengan 2,75 mL reagen Lowry B, kemudian dikocok dan didiamkan selama 10 menit. Setelah itu ditambah lagi dengan 0,25 mL larutan Lowry A, dikocok dan didiamkan pada suhu kamar selama 20 menit. Lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum yaitu pada panjang gelombang 710 nm.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini akan ditentukan kadar protein dalam suatu sampel dengan menggunakan metode Lowry. Penentuan kadar protein ini didasarkan pada reaksi protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan warna biru yang mana intensitas dari warnanya bergantung pada konsentrasi dari protein tersebut. Berdasarkan hal inilah sehingga kita dapat mengukur absorbannya dengan menggunakan spektrofotometer. Pada percobaan ini dilakukan tiga persiapan yang utama sebelum diukur yakni mempersiapkan larutan standar, larutan sampel dan pereaksi yang akan digunakan. Sebelum mengukur absorban dari masing-masing larutan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum. Larutan yang digunakan untuk menentukan panjang gelombang maksimum yaitu larutan standar dengan konsentrasi 0,06 mg/ml. Data panjang gelombang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Data Penentuan Panjang Gelombang Maximum:
No 1 2 3 4 5 6 7 8. Panjang Gelombang (nm) 630 640 640 640 640 640 Absorban 0,278 0,281 0,287 0,288 0,292 0,294 0,289 0,287

Grafik 1. Panjang Gelombang Maksimum


0.296 0.294 0.292 0.29 0.288 0.286 0.284 0.282 0.28 0.278 0.276 620 640 660 680 700 720 740

Dari grafik diatas maka daapat dilihat bahwa panjang gelombang maksimumnya yaitu 650 nm. Jadi pengukuran absorban dilakukan dengan panjang gelombang 650 nm. Hasil pengukuran absorbansi larutan sampel dan larutan standar dengan menggunakan spektronik 20 D+ adalah sebagai berikut : Tabel 3. Data Penentuan Kadar Protein
No 1 2 4 5 6 7 Larutan Contoh (mg/mL) 0,02 mg/mL 0,04 mg/mL 0,08 mg/mL 0,10 mg/mL 0,12 mg/mL Sampel X Absorban ( =685) 0,156 0,380 0,480 0,582 0,674 0,222

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh grafik hubungan konsentrasi dengan absorban sebagai berikut:
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 y = 3.7614x + 0.0799 R = 0.9168

Berdasarkan grafik hubungan konsentasi dan absorbansi, diperoleh persamaan garis lurus Y= 3,761X + 0,079, sehingga kadar protein dalam sampel dapat dihitung: y = 3,761X + 0,079

1,100 = 3,761X + 0,079 x = = 0,2715 Kadar protein dalam sampel = x . FP = 0,2715 x 100 = 27,15 mg/mL Dari hasil perhitungan, maka dapat diketahui bahwa kadar protein yang terkandung dalam sampel M150 yaitu sebesar 27,15 mg/mL. Larutan standar yang digunakan dalam percobaan kali ini berasal dari larutan induk (BSA 1 mg/mL) yang telah disediakan sebelumnya, yang

diencerkan dengan konsentrasi yang berbeda. Larutan standar ini dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitui 0,02 mg/mL, 0,04 mg/mL, 0,06 mg/mL, 0,08 mg/mL, 0,10 mg/mL, dan 0,12 mg/mL. Dalam pembuatan larutan sampel, dilakukan pengenceran dengan faktor pengenceran sebesar 100 kali. Pada pembuatan pereaksi Lowry A digunakan larutan follin-clocalteus yang diencerkan dengan menggunakan akuades dengan perbandingan 1 : 1. Asam fosfotungstatfosfomolibdat disini berfungsi memberikan warna pada larutan, yaitu warna biru, dimana intensitas warnanya bergantung pada konsentrasi dari protein itu sendiri. Sedangkan pada permbuatan pereaksi Lowry B yaitu dengan pencampuran antara Na2CO3 dalam NaOH 0,1 N, CuSO4.5H2O 1%, dan Na-K-tartrat 2% dengan perbandingan 100 : 1 : 1. Bahan-bahan dalam pereaksi Lowry B ini memiliki fungsi yang berbeda-beda dimana CuSO4 disini mereduksi fosfomolibdat dan fosfotongstat, Na-K-Tartrat berfungsi mencegah terjadinya pengendapan kupro oksida dalam reagen lowry B, sedangkan Na2CO3 digunakan sebagai garam yang mengkoordinasikan reaksi dalam suasana basa bersama dengan NaOH. Setelah mempersiapkan bahan-bahan, kemudian reagen Lowry B dicampurkan pada larutan sampel, larutan sampel dan blanko kemudian dihomogenkan agar bercampur dengan baik dan didiamkan selama 10 menit agar reaksinya berjalan dengan sempurna. Setelah itu ditambahkan reagen Lowry A, dihomogenkan dan didiamkan selama 20 menit, pada suhu kamar. Hal ini dilakukan agar reaksi berjalan dengan sempurna. Setelah itu diukur dengan menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang maksimum (710 nm) yang ditujukan untuk mengetahui absorban dari protein dengan menghitung %T yang diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah kadar protein yang terkandung dalam larutan sampel adalah 21,49 mg/mL.

5.2 Saran 5.2.1 Saran Untuk Laboratorium Saran untuk laboratorium yakni sebaiknya bulb filler yang rusak dapat diganti dan diperbanyaknya kuantitasnya, agar proses praktikum dapat berjalan dengan lancar.

5.2.2 Untuk Percobaan Saran yang dapat saya berikan kepada percobaan yakni ada baiknya jika kita juga menggunakan metode yang lain dalam menentukan kadar protein dalam larutan sampel. .

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden, J.R., dan Fessenden S.J.,1997, Dasar-Dasar Kimia Organik, Binarupa Aksara, Jakarta Hart, H., Craine, L.E., dan Hart, J.D., 2003, Kimia Organik edisi kesebelas, diterjemahkan oleh Suminar Setiati Achmadi, Erlangga, Jakarta. Pine, H.S., Hendricson, B.J., Cram, J.D., 1988, Kimia Organik, ITB, Bandung Poedjadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta. Oullette, R.J., 1997, Organic Chemistry, Macmillan Publishing Company, New York.

Septiani, Yona., Tjahjadi P., Artini P., 2004, Kadar Karbohidrat, Lemak, dan Protein pada Kecap dari Tempe, Bioteknologi 1, vol (2), 48-53, (http://www.google.com), diakses tanggal 6 Maret 2014, pukul. 16.00 WITA.

LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 7 Maret 2014 Asisten Praktikan

(Sartika)

(Yunita Pare Rombe)

PERHITUNGAN 1. Larutan Induk BSA 1 mg/mL 1 mg 1 mL x 10 mL x 0,01 g dilarutkan dalam labu ukur 10 mL hingga batas tanda. 2. Larutan Standar a. Konsentrasi = 0,02 mg/mL V1M1 V1 .1 mg/mL V1 V1M1 V1 .1 mg/mL V1 = V2M2 = 2 mL. 0,02 mg/mL = 0,04 mL

a. Konsentrasi = 0,04 mg/mL = V2M2 = 2 mL. 0,04 mg/mL = 0,08 mL

b. Konsentrasi = 0,06 mg/mL V1M1 V1 1 mg/mL V1 = V2M2 = 2 mL. 0,06 mg/mL = 0,12 mL

c. Konsentrasi = 0,08 mg/mL V1M1 V1 1 mg/mL V1 = V2M2 = 2 mL. 0,08 mg/mL = 0,16 mL

d. Konsentrasi = 0,10 mg/mL V1M1 V1 = V2M2 = 0,20 mL

V1 1 mg/mL = 2 mL. 0,10 mg/mL e. Konsentrasi = 0,12 mg/mL V1M1 V1 = V2M2 = 0,24 mL

V1 1 mg/mL = 2 mL. 0,12 mg/mL

Anda mungkin juga menyukai