Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Parotitis merupakan penyakit infeksi anak-anak yang pada 30-40% kasusnya merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus dan terjadi anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun sebelum penyebaran imunisasi. Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung percikan ludah. Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan epidemic secara umum [1]. Dalam perjalannnya parotitis dapat menimbulkan komplikasi walaupun jarang terjadi. Komplikasi yang terjadi berupa meningensepalitis, arthritis, pancreatitis, myokarditis, orchitis, dan mastitis [2] Insidensi parotitis adalah 1:15.000. sekitar 10% dari kasus ini penderitanya kurang dari 20 tahun. Angka rata-rata kematian akibat parotitis meningensepalitis adalah 2%. Kelainan pada mata akibat komplikasi parotitis dapat berupa neutitis opticus. Gangguan pendengaran akibat parotitis biasanya bersifat unilateral, namun dapat pada bilateral dan gangguan ini bersifat permanen [1].

1.2 Tujuan Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai parotitis, mulai dari etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnose banding, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan, dan prognosis serta memberikan sebuah ilustrasi kasusnya

1.3 Manfaat Memberikan pengetahuan bagi para pembaca untuk mendiagnosa pasien dengan parotitis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penyakit parotitis atau gondongan adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah [2]. Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh [2].

2.2 Epidemiologi Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85%

kasus). Penyebaran virus terjadi dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Bayi sampai umur 6 8 bulan tidak dapat terjangkit parotits epidemika karena dilindungi oleh anti bodi yang dialirkan secara transplasental dari ibunya.3 Insiden tertinggi pada umur antara 5 sampai 9 tahun, kemudian diikuti antara umur 1 sampai 4 tahun, kemudian umur antara 10 sampai 14 tahun [1].

2.3 Etiologi [1] Agen penyebab parotitis adalah anggota dari kelompok Paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 300 m. Virus telah diisolasi dari ludah, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu kamar . Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus
2

masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa lokal dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum masuk masa pembengkakan dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.

2.4 Patofisiologi Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agen penyebab parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat [2]: Percikan ludah Kontak langsung dengan penderita parotitis lain Muntahan Urin

Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus paramyxovirus pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis kemudian terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis [2]. Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus parmyxovirus dapat diisoler dari saliva, darah dan air seni [2].

2.5 Manifestasi Klinis Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit. Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut. Masa inkubasi penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa inkubasi dapat digambarkan sebagai berikut [2]: a. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38,5 40o C), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang [3]. b. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar parotis yang diawali dengan

pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis. c. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria dewasa adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.

2.6 Diagnosa Banding [4] a) Adenopati tonsilofaringitis : telinga tidak terangkat oleh pembengkakan, inflamasi faring nyata. b) Difteri/bullneck : pembengkakan tidak nyeri, inflamasi faring dan pseudomembran c) Salivary calculus : batu menyumbat saluran parotis yang sering ductus submandibular. d) Tetanus karena trismusnya: mudah dibedakan karena tidak ada kaku otot lain. 2.7 Komplikasi Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang efektif (menurut Nelson 2000) [5] : 1. Meningoensepalitis Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi. Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
4

2. Ketulian Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen 3. Orkitis Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil, mual, nyeri perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis. Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa epidedimitis. Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari setelah masa sakit. Keadaan ini dapat berlangsung dalam 3 14 hari. Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata lamanya 4 hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena menjadi atrofi. 4. Ensefalitis atau Meningitis Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah [6]. 5. Pankreatitis Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total. Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada parotitis. Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan pusing, mual, muntah, demam tinggi, menggigil, lesu, merupakan tanda adanya pankreatitis akibat infeksi virus. 6. Tiroiditis Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan difus dapat terjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai parotitis dengan perkembangan selanjutnya antibodi antitiroid pada penderita. 7. Artritis Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi
5

menarik pada parotitis adalah poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-2 minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu dan sembuh sempurna.

2.8 Penatalaksanaan Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan istirahat selama penderita panas dan kelenjar (parotis) membengkak. Dapat digunakan obat pereda panas dan nyeri (antipiretik dan analgesik) [3] misalnya Parasetamol dan sejenisnya, Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye (Pengaruh aspirin pada anak-anak) [7]. Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani istirahat tirah baring ditempat tidur. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan melakukan kompres Es pada area testis yang membengkak tersebut. Sedangkan penderita yang mengalami serangan virus apada organ pancreas (pankreatitis), dimana menimbulkan gejala mual dan muntah sebaiknya diberikan cairan melalui infuse [4]. Penyakit gondongan sebenarnya tergolong dalam "self limiting disease" (penyakit yg sembuh sendiri tanpa diobati). Penderita penyakit gondongan sebaiknya menghindarkan makanan atau minuman yang sifatnya asam supaya nyeri tidak bertambah parah, diberikan diet makanan cair dan lunak [5] Jika pada jaman dahulu penderita gondongan diberikan blau (warna biru untuk mencuci pakaian), sebenarnya itu secara klinis tidak ada hubungannya. Kemungkinan besar hanya agar anak yang terkena penyakit Gondongan ini malu jika main keluar dengan wajah belepotan blau, sehingga harapannya anak tersebut istirahat dirumah yang cukup untuk membantu proses kesembuhan [4].

2.9 Pencegahan [6] Pencegahan terhadap parotitis dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan imunisasi aktif. 1. Pasif Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau mengurangi komplikasi. 2. Aktif
6

Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis yang hidup tapi telah dirubah sifatnya atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan. Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella. Pemberian vaksinasi dengan virus ini, sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi terhadapparmyxovirus pada individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai 95%. Proteksi yang baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili, rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak. Pemberian vaksin gondongan dianjurkan pada: Anakanak usia 12 hingga 15 bulan dengan pemberian kedua pada usia 4 hingga 6 tahun. Imunisasi ulang pada kelompok ini penting karena gondongan masih dapat menginfeksi populasi yang telah mendapat imunisasi. Usia pubertas, dewasa muda dan dewasa yang belum pernah mendapat vaksinasi gondongan. Pada saat imunisasi kelompok usia prepubertas dan dewasa muda sebaiknya status imunnya dievaluasi. Anak, dewasa muda dan dewasa yang lahir setelah tahun 1956 sebaiknya dilakukan imunisasi gondongan (biasanya MMR) sebelum melakukan perjalanan wisata karena gondongan masih merupakan panyakit endemis diberbagai belahan dunia. Pada kelompok usia yang lahir sebelum tahun 1957 tidak dianjurkan mendapatkan vaksinasi kecuali adanya dugaan risiko terinfeksi, dari pemeriksaan seronegatif.

Tetapi imunisasi gondongan bukan merupakan kontra indikasi pada kelompok ini bila status serologinya tidak diketahui pasti. Efek samping yang ditimbulkan dengan menggunakan vaksin virus dilemahkan (live virus vaccine) jarang dilaporkan. Kadang timbul reaksi relatif ringan misalnya kejang demam, nerve deafnes, parotitis, meningitis, encephalitis, rash, pruritus dan purpura yang mungkin bukan merupakan hubungan sebab langsung. Reaksi alergi juga dilaporkan jarang terjadi. Pemberian vaksin gondogan mempunyai kontraindikasi pada beberapa keadaan antara lain: Penderita penyakit berat dan serius sebaiknya tidak dilakukan imunisasi, tetapi bila hanya penyakit ringan tanpa demam (misalnya Infeksi saluran nafas atas akut)
7

Alergi terhadap komponen vaksin (misalnya Neomisin) kadang dapat timbul. Reaksi alergi berat seperti anafilaksis jarang didapatkan, anak dengan alergi telur dapat diberikan vaksin MMR dengan cukup aman.

Penerima imunoglobulin, karena pada kelompok ini secara teori dapat timbul netralisasi terhadap vaksin yang diberikan dan menghambat keberhasilan imunisasi. Sebaiknya vaksin gondongan diberikan minimal 2 minggu atau 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.

Penderita dengan imunokompromais berat, mendapat terapi imunosupresif, antimetabolit, alkylating agent atau radiasi sebaiknya tidak diberikan vaksin gondongan. Pada penderita HIV yang tidak imunokompromais berat dapat diberikan vaksin ini. Penerima terapi imunosupresan diberikan vaksin setelah 3 bulan, tetapi pada pemberian kortikosteroid lebih dari 14 hari tanpa tanda imunokompromaise vaksin dapat diberikan 1 bulan setelah terapi dihentikan.

Wanita hamil sebaiknya tidak divaksin MMR, karena diduga virus dapat menginfeksi melalui plasenta. Konsepsi dianjurkan sebaiknya ditunda 3 bulan setelah imunisasi MMR. Penerima vaksin monovalen dianjurkan tidak hamil minimal 30 hari setelah penyuntikan.

Pada saat ini sedang dikembangkan kombinasi vaksin measles, mumps, rubella dan varisela.

2.10 Prognosis [7] Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit. Namun komplikasi bisa terjadi tergantung kondisi anak dan penyakit lain yang menyertai.

BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Skenario Kasus Seorang ibu datang ke UGD RSUD Moh.Saleh Probolinggo bersama putranya yang berumur 9 tahun. Saat itu ibunya sangat cemas melihat anaknya yang panas naik turun sejak 6 hari yang lalu disertai nafsu makan yang menurun. Menurut ibunya, demam timbul ketika 1 hari sesudah anaknya mendapat PIN (Pekan Imunisasi Nasional) di sekolah. Namun, sejak kemarin ditemukan adanya bengkak yang tidak nyeri pada bagian rahang bawah, dan tidak ada nyeri dibelakang telinga saat menguyah makanan. Anak itu mengaku terkadang mengeluh pusing, mual muntah saat anaknya demam. Anak itu tidak mengeluh batuk, pilek, sesak, dan nyeri telan. Pasien juga mengeluh tidak bisa BAB selama 3 hari dan BAK masih biasa.

3.2 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan hal sebagai berikut: keadaan umum lemah, kesadaran lemah, Tax 3870C, RR 32x/menit, HR 80x/menit, TD 100/50 mmHg, berat badan 18 kg, tinggi badan 124 cm, status gizi moderate malnutrisi (75%) Kulit Kepala/leher : pink : a/i/c/d (-/-/-/-) moniliasis (-)

Bengkak pada parotid sinistra Tonsil T0/T0, faring hiperemi (-), pembesaran KGB (-), pseudomembran (-) Mata THT Dada Paru Jantung Abdomen : simetris dan tidak ada cairan : simetris, tidak ada cairan, dan tidak ada kelainan : gerak napas simetris, retraksi (-) : ronchi (-), wheezing (-) : S1-S2 tunggal, tidak ada suara tambahan jantung : meteorismus (-), bising usus (+), abdomen supel, tidak ada pembesaran hati dan limfa Genetalia Ekstremitas : tidak ada kelainan : akral hangat, ptekia (-), CRT 2 detik
9

3.2 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium Hb Leukosit Diff.Count PCV Trombosit 3.3 Diagnosa Parotitis (Mumps) 10 4.100 1/-/8/50/33/3 32 315.000 L=40-54; P=35-47 150.000-450.000 L=13-18; P=12-16 g/dl 4000-11000

3.4 Penatalaksanaan 1. Simptomatis Norages 3 x 200 mg iv

2. Suportif Kompres hangat atau dingin pada pembengkakan

10

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Status Pasien 4.1.1 Anamnesis Seorang ibu datang ke UGD RSUD Moh.Saleh Probolinggo bersama putranya yang berumur 9 tahun. Saat itu ibunya sangat cemas melihat anaknya yang panas naik turun sejak 6 hari yang lalu disertai nafsu makan yang menurun. Menurut ibunya, demam timbul ketika 1 hari sesudah anaknya mendapat PIN (Pekan Imunisasi Nasional) di sekolah. Namun, sejak kemarin ditemukan adanya bengkak yang tidak nyeri pada bagian rahang bawah, dan tidak ada nyeri dibelakang telinga saat menguyah makanan. Anak itu mengaku terkadang mengeluh pusing, mual muntah saat anaknya demam. Anak itu tidak mengeluh batuk, pilek, sesak, dan nyeri telan. Pasien juga mengeluh tidak bisa BAB selama 3 hari dan BAK masih biasa.

I. Identitas Pasien Nama penderita Jenis Kelamin Nama Ayah Pekerjaan Umur Nama Ibu Pekerjaan Umur Agama Suku Alamat Tanggal MRS : An. Aditya : laki-laki : Tn. Boyok : Swasta : 45 tahun : Ny. Sri. : Ibu rumah tangga : 43 tahun : Islam : Probolinggo : Jl. Wijaya Kusuma Probolinggo : 30 November 2012 Jam: 11.10 WIB

11

II. Riwayat Penyakit Keluhan Utama: Panas

Riwayat Penyakit Sekarang: Seorang ibu datang ke UGD RSUD Moh.Saleh Probolinggo bersama putranya yang berumur 9 tahun. Saat itu ibunya sangat cemas melihat anaknya yang panas (demam) naik turun sejak 6 hari yang lalu disertai nafsu makan yang menurun. Namun, sejak kemarin ditemukan adanya bengkak yang tidak nyeri pada bagian rahang bawah, dan tidak ada nyeri dibelakang telinga saat menguyah makanan. Anak itu mengaku terkadang mengeluh sakit kepala, mual muntah saat anaknya demam. Anak itu tidak mengeluh batuk, pilek, sesak, dan nyeri telan. Pasien juga mengeluh tidak bisa BAB selama 3 hari dan BAK masih biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak pernah mengalami seperti ini

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak pernah mengalami seperti ini

Riwayat Lingkungan sosial: Teman sekelas pernah gondongan 2 minggu yang lalu

Riwayat Pola makan: Makan sedikit dan jarang

12

4.1.2 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan hal sebagai berikut: keadaan umum lemah, kesadaran lemah, Tax 38,70C, RR 32x/menit, HR 80x/menit, TD 100/50 mmHg, berat badan 18 kg, tinggi badan 124 cm, status gizi moderate malnutrisi (75%) Kepala/leher : a/i/c/d (-/-/-/-) moniliasis (-)

Bengkak pada parotid sinistra Tonsil T0/T0, faring hiperemi (-), pembesaran KGB (-) pseudomembran (-) Mata THT Dada Paru Jantung Abdomen : simetris dan tidak ada cairan : simetris, tidak ada cairan, dan tidak ada kelainan : gerak napas simetris, retraksi (-) : ronchi (-), wheezing (-) : S1-S2 tunggal, tidak ada suara tambahan jantung : meteorismus (-), bising usus (+), abdomen supel, tidak ada pembesaran hati dan limfa Genetalia Ekstremitas : tidak ada kelainan : akral hangat, ptekia (-), CRT 2 detik

3.2 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium Hb Leukosit Diff.Count PCV Trombosit 10 4.100 1/-/8/50/33/3 32 315.000 L=40-54; P=35-47 150.000-450.000 L=13-18; P=12-16 g/dl 4000-11000

13

4.2 Pembahasan Kasus 4.2.1 Hasil Interpraetasi Anamnesa 1. Keluhan utamanya: panas (demam). Alasannya ibu datang ke rumah sakit karena anaknya selama 6 hari panas naik turun dan disertai pusing, mual, muntah saat itu. 2. Keluhan lain adanya pembengkakan pada parotid sebelah kiri sejak kemaren namun tidak nyeri telan ataupun nyeri dibelakang telinga saat menguyah [4]. 3. Untuk mencari diagnosa dari kasus ini adalah mencari penyebab terjadinya panas dan hubungan bengkak pada parotid. Demam diartikan sebagai respon fisiologis tubuh terhadap penyakit yang di perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat tubuh dan aktivitas kompleks imun. Demam merupakan gejala yang menyertai beberapa penyakit infeksi (oleh bakteri atau virus) maupun penyakit radang non infeksi [3]. Pada neonatus standar suhu untuk bisa dikatakan demam adalah >380C dan suhu normalnya 36,50C 37,50C [5]. 4. Adanya pembengkakan pada parotid sinistra (unilateral) terjadi karena terinfeksi virus dan yang terkena aalah kelenjar parotis. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis kemudian terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis [5]. 5. Menurunnya nafsu makan akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari. Disamping itu timbul sakit kepala dan terkadang disertai nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan (namun tidak semua ditandai dengan gejala seperti ini). 6. Menanyakan riwayat lingkungan social juga penting untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penularan penyakit. Seperti yang diketahui, parotitis merupakan penyakit menular melalui kontak air ludah. Dari hasil anamnesa bahwa teman sekelasnya pernah menderita penyakit gondong atau dalam bahasa medis parotitis [7]. 4.2.2 Hasil Interpretasi Pemeriksaan Fisik 1. Dari pemeriksaan tanda vital sign, bahwa pasien ini dalam keadaan demam sedangkan dilihat dari pemeriksaan Respirate Rate (RR), Heart Rate (HR), dan tekanan darahnya dalam

14

batas normal. Artinya, sistem kardiovaskular dan respirasi tidak ada masalah dalam klinis. Sedangkan perhitungan status gizi, pasien ini memiliki status moderate malnutrition (75%). 2. Pemeriksaan kepala dan leher, tidak ditemukan moniliasis, pseudomembran, faring hiperemi, pembesaran tonsil, dan telinga terangkat ketika ada pembengkakan parotid. Artinya dari hasil pemeriksaan ini dapat disingkirkan diagnosa adenopati karena tonsilitis dengan tanda telinga tidak terangkat akibat pembengkakan dan tanda-tanda radang pada faring [4]. 3. Pada pemeriksaan thorax tidak ditemukan gangguan respirasi dan tidak terdengar (auskultasi) suara wheezing, ronchi, dan suara tambahan jantung serta tidak ada retraksi costa. 4. Pada pemeriksaan abdomen tidak ada meteorismus dan bising usus (+) walaupun belum BAB selama 3 hari, tapi belum bisa dikatakan sebagai konstipasi. Disebut konstipasi jika BAB minimal 2 kali seminggu. 5. Pada pemeriksaan ekstremitas, akral masih hangat, CRT (Capillary Refill Time) 2 detik menandakan tidak adanya dehidrasi ataupun syok. 4.2.3 Hasil Interpretasi Pemeriksaan Penunjang Untuk diagnosa Parotitissebenarnya tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium, namun dilihat dari hasilnya semua dalam batas normal.

15

BAB IV KESIMPULAN

1. Parotitis (Mumps) disebabkan oleh virus (Paramyxovirus) dan dapat menular melalui Percikan ludah, Kontak langsung dengan penderita parotitis lain, Muntahan, dan Urin 2. Tanda khas dari diagnose parotitis adalah adanya pembengkakan pada parotid (unilateral/bilateral), telinga terangkat karena pembengkakan, tidak ada radang pada faring, dan terkadang disertai pusing, mual muntah dan nafsu makan menurun. 3. Dalam menentukan diagnosa tidak perlu melakukan tes laborat. 4. Komplikasinya adalah meningoensepalitis, ketulian, orkitis, ensefalitis atau meningitis, pankreatitis, tiroiditis, dan arthritis. 5. Pengobatannya dapat dilekukan dengan simptomatis saja yaitu pemberian paracetamol (antipiretik dan analgesic) 6. Pencegahannya dengan melakukan vaksin mumps

16

DAFTAR PUSTAKA 1. DBrun, Fulginiti, Kempe, Silver: Current Pediatric, Diagnosis, and Treatment. Ed IX. 1988. 817-818 2. A.H. Markum, 1996, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I.Jakarta : Gaya Baru. 3. Susanti N. 2012. Efektifitas Kompres Dingin dan Hangat pada Penatalaksanaan Demam. Sainstis. Volume 1 (1):55-10 4. Plotkin SA, Wharton M. Mumps Vaccine. In: Plotkin SA, Orensten WA (ed) Vaccines 3 ed. WB Saunders Company 1999 Philadelphia. 267-286. 5. Pickering LK et al (ed). Mumps. In: Red Book 2000 : Report of the committee on Infectious Disease 25th ed. Elk Grove Village, II : American Academy of Pediatrics; 2000 : 405-8. 6. Santibanez TA, Zimmerman RK. Immunization in adulthood. Primary Care; Clinics in Office Practise WB Saunders Comp Sept 2002 (29) ; 3 : 1-13 7. Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC. http://jatiarsoeko.blogspot.com/2012/01/makalah-askep-sepsis-neonatus.html di akses tanggal 23 November 2012 15.10

17

Anda mungkin juga menyukai