Anda di halaman 1dari 6

Blok 16 UP 2 *Enteritis Pada Sapi

Unit Pembelajaran 2

Learning Objective: Menjelaskan tentang enteritis dengan agen infeksi bakteri, virus dan parasit, meliputi: Etiologi, patologi, gejala klinis, diagnosa, prognosa, terapi dan saran.

Pembahasan Learning Objective: ENTERITIS A. 1. a. Bakteri Eschericia coli (Kolibasilosis) Etiologi Kolibasilosis disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, E.coli termasuk bakteri gram negatif, tidak tahan asam, tercat uniform, tidak membentuk spora, berukuran 2-3 x 0,6 , mempunyai flagella peritrikus, bentuk koloni sirkuler, konveks, halus, memfermentasi laktosa, sukrosa dan memproduksi hemolisin. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu antara 10-46 0C, pertumbuhan baik pada suhu 20-40 0C dan pertumbuhan optimum pada suhu 37 0C (Howard et al,1987). Koloni yang tumbuh berbentuk bulat, halus, cembung dan berwarna merah-hitam atau berwarna hijau mengkilap atau biru kehitaman sampai coklat dengan pendar methalic sheen pada media Eosin Methylene Blue (EMB) (Quinn et al., 2002). b. Patologi Escherichia coli diklasifikasikan berdasarkan sifat karakteristik dari virulensinya dan tiap kelompok menyebabkan penyakit dengan mekanisme yang berbeda, yaitu Enterophatogenik E. coli (EPEC), Enterotoxigenik E. coli (ETEC), Enterohemorragic E. coli (EHEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enteroagregative E. coli (EAEC). 1) Enterophatogenic E. coli ( EPEC) Merupakan penyebab penting terjadinya diare. EPEC melekat pada sel mukosa usus halus. Hilangnya mikrovili (effacement), pembentukan filamentous actin atau struktur seperti cangkir, dan biasanya EPEC masuk ke dalam mukosa. Karakteristik lesi dapat dilihat diatas mikograf elektron dari lesi biopsi usus halus. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare yang cair, biasanya susah diatasi namun tidak kronis. Diare EPEC berhubungan dengan berbagai serotipe spesifik dari E. coli. Strain diidentifikasi dengan antigen O dan seringkali dengan antigen H. Waktu diare EPEC dapat diperpendek dan diare kronis dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik. 2) Enterotoxigenik E. coli (ETEC)
Page 1 of 6

Merupakan penyebab umum diare. Enterotoxigenik E.coli memiliki antigen perlekatan K99 dan F41 untuk melekat pada dinding usus halus dan memproduksi enterotoksin yang mampu menstimulir hipersekreisi usus. Merupakan strain yang paling umum dijumpai pada pedet yang mengalami kasus diare. Toksin yang dihasilkan berpotensi menimbulkan diare yang terus menerus (profus), tinja dengan konsistensi encer, dehidrasi, shock, bahkan kematian, Diare seperti ini adalah salah satu yang diare yang dapat muncul pada umur pedet dibawah 3 hari. (Chotiah, 2008). 3) Enterohemorragic E. coli (EHEC) Memproduksi verotoksin, dan dinamakan berdasarkan efek sitotoksik pada sel vero. EHEC banyak dihubungkan dengan hemoragik kolitis, sebuah bentuk diare yang parah, dan dengan sindrom uremik hemolitik, mikroangiopathi hemolitik anemia, dn trombositopenia. Enterotoksin ini dapat menyebabkan keruskan pembuluh darah didaerah kolon yang dapat mengakibatkan hemoragik enterokolitis yang ditandai dengan adanya darah pada feses (Chotiah, 2008). 4) Enteroinvasive E. coli (EIEC) Strain EIEC memfermentasi laktosa dengan lambat atau tidak memfermentasi laktosa dan tidak motil. EIEC menyebabkan penyakit dengan menyerang sel epithelial mukosa usus 5) Enteroagregative E. coli (EAEC) Patogenesis EAEC penyebab diare tidak begitu dipahami dengan baik, meskipun demikian dinyatakan bahwa EAEC melekat pada mukosa intestinal dan menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya adalah mukosa rusak, pengeluaran sejumlah besar mukus dan terjadinya diare (Quinn et all, 2002). Septicemic - Jenis ini bekerja mirip bakteri Salmonella. Metodanya adalah dengan menginfeksi aliran darah dan masuk kedalam jaringan tubuh sehingga menyebabkan infeksi global. Luka dan jejak dari infeksi bakteri jenis ini biasanya tidak tampak secara jelas. Ini merupakan jenis E. coli yang ganas, seringkali menyebabkan kematian tanpa gejala klinis diare terlebih dahulu. Pedet yang tidak mendapat atau dihentikan pemberian kolostrum, biasanya mati karena jenis septisemik ini. E. coli biasanya menjangkiti pedet yang baru berusia dibawah 14 hari, banyak kasus terjadi pada usia kurang dari 1 minggu. E. coli sering ditemukan sebagai infeksi lanjutan dari infeksi rotavirus dan coronavirus c. Gejala klinis Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini disebabkan poleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri akibat pertumbuhan dan multiplikasi. Invasi primer terjadi pada sistem pernafasan dan sistem gastrointestinal. Gejala klinis dari kolibasilosis tidak spesifik dan berbeda-beda tergantung umur, lamanya infeksi, organ yang terlibat dan terlihat adanya septisemia akut, kematian akibat periode anoreksia dan inaktivitas. Tanda-tanda ayam yang terserang kolibasilosis adalah kurus, bulu kusam, nafsu makan turun dan murung, pertumbuhan terganggu, diare, bulunya kotor atau lengket disekitar pantatnya (Quinn et all, 2002) d. Diagnosa
Page 2 of 6

Sulit untuk dipastikan bahwa E. coli yang dapat diisolasi merupakan penyebab primer untuk terjadinya diare. Untuk lebih meyakinkan, meskipun juga masih kurang sempurna, kalau ada hewan lain yang sakit, hewan tersebut perlu dietanasi dan segera diperiksa. Hasil pemeriksaan patologi dari hewan sekandang yang sakit, mungkin dapat digunakan untuk menerangkan penyebab hewan yang lain (Subronto, 2008). Colibasilosis neonatal merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri enterotoksigenik E.coli yang mempunyai antigen perlekatan K99, F41. Anak sapi yang terinfeksi ETEC menderita diare terus menerus (profus), tinja encer seperti air berwarna putih kekuningan, dehidrasi, kehilangan elektrolit dan mati (Supar et all, 1989). e. Prognosa

f.

Terapi dan saran Terapi surpotif yang berupa adstringensia, protektiva dan cairan faali maupun elektrolit, sangat dianjurkan untuk diberikan. Sudah diutarakan bahwa kolibasilosis dapat menyebabkan dehidrasi yang sangat lansung dapat mengancam kehidupan. Perlu diingat pemberian antibiotika yang diberikan melalui mulut dapat membunuh kuman secara lansung, dan selanjutnya endotoksin yang dibebaskan akan dapat menyebabkan shock endotoksin (Subronto,2004). Pencegahan Pedet seharusnya diberi colostrum setelah lahir karena di dalam colostrum terdapat antibodi yang dapat mencegah colonisasi di intestinum oleh bakteri patogen E.coli Lingkungan harus selalu dibersihkan Manajemen pakan yang baik dan bersih Vaksinasi (Quinn et all, 2002).

2. a.

Salmonella sp (Salmonelosis) Etiologi Salmonella typhimurium dan S. dublin, kadang-kadang S. heidelberg dan S. saint pauli sering dilapiorkan menyerang pedet maupun sapi dewasa. Pada pedet, kuman-kuman tersebut dapat diisolasi dari penderita yang berumur 6-14 hari(Ogilvie, 1998).

b.

Patologi Setelah berhasil memasuki tubuh penderita kuman akan memperbanyak diri di dalam usus. Dalam waktu yang relatif singkat infeksi tersebut akan menyebabkan septisemia (sepsis), yang dalam waktu pendek akan dapat menyebabkan kematian penderita. Apabila yang terjadi hanya bakteriemia, mungkin kumankuman hanya akan menyebabkan radang usus akut. Pada yang sifatnya kronik, kuman dapat diisolasi dari kelenjar-kelenjar limfe di sekitar usus, hati, limpa dan kantong empedu. Kuman kadang-kadang
Page 3 of 6

dibebaskan dari tubuh melalui tinja atau air susu. Pada injeksi yang bersifat laten, kuman akan berkembangbiak di dalam tubuh bila keadaan umumnya menurun. Penurunan kondisi tubuh mungkin disebabkan karena stres pengangkutan atau oleh faali yang lain. Keberhasilan infeksi Salmonella ditunjang oleh adanya sejumlah faktor virulensi seperti 1) 2) 3) 4) Kemampuan untuk menginvasi sel Kelengkapan kapsel lypopolysakharida Kemampuan melakukan replikasi intraselular Kemungkinan perlepasan toxin. Setelah Salmonella tertelan, mikroorganisme ini melakukan kolonisasi di ileum dan kolon, invasi ke epithel intestinal, dan melakukan proliferasi didalam epithelium dan folikel limpoid.

Organisme masuk bersama makanan (tertelan)

Kolonisasi di intestinal bawah (ileum dan caecum)

Invasi ke mukosa Cytotoxin

Inflamasi akut ulcerasi systesis prostaglandin enterotoxin cytokines

Activasi adenyl cyclase Cyclic AMP

Produksi cairan (buang air besar atau kecil)

Page 4 of 6

Diare

Dari skema dan gambar diatas terlihat bahwa setelah penyerbuan pada epitel, mikroorganisme berbiak secara intraselular dan kemudian menyebar ke lymph-nodes mesenteric dan keluar dari tubuh melalui sirkulasi sistemik. Mikroorganisme kemudian ditangkap oleh sel retikuloendotelia yang berperan mengontrol penyebaran mikroorganisme. Setelah invasi ke mukosa intestinal, Salmonella merangsang terjadinya respon inflamasi akut yang dapat menyebabkan ulcerasi. Hal ini terkait dengan pelepasan cytotoxin yang berperan menghambat sintesa protein. Kontribusi cytotoxin terhadap rangsangan terjadinya inflamasi dan atau terjadi ulcerasi tidak banyak diketahui. Diduga adanya invasi ke mukosa telah menyebabkan sel epitel mensintesis dan melepaskan bermacam cystokines seperti IL-1, Il-6, IL-8, TNF-2, IFN-U, MCP-1 dan GM-CSF (Zein, 2004). c. Gejala klinis Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan klinis (Chotiah, 2003). d. Diagnosa

Isolasi dari darah atau organ parenkim (Septicaemia) Inoculasi Sallmonella dari feses,bagian intestinal Specimen di cultur pada BG dan XLD agar kemudian di identifikasi Serological test dengan ELISA dan teknik aglutinasi DNA probes dapat digunakan untuk melihat jumlah sample feses untuk Sallmonella (Quinn et al, 2002) e. Prognosa

f.

Terapi dan saran

3. a. b. c. d. e. f.

Clostridium perfringens Etiologi Patologi Gejala klinis Diagnosa Prognosa Terapi dan saran
Page 5 of 6

4. a. b. c. d. e. f.

Paratuberculosis Etiologi Patologi Gejala klinis Diagnosa Prognosa Terapi dan saran

B. C. a

Parasit Virus

Page 6 of 6

Anda mungkin juga menyukai