Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang banyak menarik perhatian karena angka prevalensinya yang

bertambah meningkat, terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan pola pertambahan penduduk Indonesia saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk diatas 20 tahun sebanyak 178 juta, dengan asumsi prevalensi diabetes melitus sebanyak 4,6% maka diperkirakan akan terdapat 8,2 juta penderita diabetes melitus. Pada penggunaan obat antidiabetik dapat terjadi interaksi dengan obat-obat tertentu maupun obat antidiabetes lain yang digunakan oleh pasien sehingga menyebabkan terjadinya gejala hipoglikemia ataupun hiperglikemia yang merupakan efek samping paling berbahaya. Hipoglikemia dapat terjadi apabila glukosa darah kurang dari 2,2 mmol per liter, namun kadar glukosa darah yang dapat menyebabkan hipoglikemia mungkin bervariasi. Gejala hipoglikemia berupa berkeringat, tremor, takikardia, kesemutan, pandangan kabur, konsentrasi berkurang, ataksia, hemiplegia dan koma. Interaksi obat merupakan peristiwa yang terjadi karena perubahan efek obat pertama oleh pemberian obat lain sebelumnya atau secara bersamaan. Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit. Dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya interaksi obat antidiabetik dan

mengoptimalkan terapi, maka farmasis perlu memahami mengenai mekanisme dasar terjadinya interaksi obat, serta perubahan fisiologis dan patologis yang dapat mempengaruhi efek obat terhadap pasien dan respon pasien terhadap obat. Dengan pemahaman tersebut maka masalah interaksi obat yang berdampak buruk dapat diminimalkan atau diatasi.

BAB II ISI

A. INTERAKSI OBAT Interaksi Obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap obat lain, di dalam tubuh. Interaksi obat dapat terjadi pada farmakokinetik, atau farmakodinamik, atau gabungan keduanya. Interaksi obat in vitro (campuran pada larutan atau sediaan injeksi) disebut dengan drug incompatibilities, bukan interaksi obat.

B. DIABETES MELITUS 1. DEFINISI Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya (WHO,2006) . Menurut Richard (1989) Diabetes melitus adalah penyakit pada orang yang kelenjar pankreasnya gagal menghasilkan insulin dalam jumlah cukup atau tubuhnya tak dapat menggunakan insulin dengan baik. Insulin adalah hormon yang membawa gula dari darah ke sel tubuh yang membutuhkannya yang mengubahnya menjadi energi. Gejala diabetes yaitu : Rasa lapar yang berlebihan, Banyak buang ai kecil, Rasa haus yang berlebihan, Lesu, Letargi, Mengantuk, dan

Kehilangan berat badan.

2. Klasifikasi Diabetes Melitus DM tipe 1 Dibetes mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel pankreas (reaksi autoimun). Sel pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakansel pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 sebagian besar oleh karena proses autoimun dan sebagian kecil non autoimun. DM tipe 1 yang tidak diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type 1 idiopathic, pada mereka ini ditemukan insulinopenia tanpa adanya petanda imun dan mudah sekali mengalami ketoasidosis. (John,2006) DM tipe 2 Dibetes mellitus tipe 2 atau non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Bentuk DM tipe ini bervariasi antarala lain resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin. Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel . Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif. Kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini. DM tipe 2 umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam batas normal sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.3 Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan Makrovaskuler (John,2006). 3. Terapi Farmakologi Diabetes Melitus Banyak penderita diabetes dapat ditangani hanya denga mengatur kebiasaan makan dan bobot badan saja. Sebagian memerlukan pengobatan secara oral. Penderita diabetes berusia muda da penderita dewasa yang tak dapat diobati hanya dengan sediaan oral atau pengaturan makan membutuhkan suntikan

insulin setiap hari. Baik pil maupun insulin dapat menurunkan kadar gula darah. Pil bekerja dengan merangsang pankreas untuk menghasilkan lebih banyak insulin atau dengan menambah kemampuan tubuh menggunakan insulin. Suntikan insulindapat menutupi kekurangan insulin dalam tubuh. Diabetes yang tak ditangani atau diawasi dengan baik dapat menimbulkan efek merugikan dalam jangka panjang dan dapat menyebabkan krisis metabolik dan koma diabetik. mempunyai Biasanya penderita diabetes dalam keadaan berpuasa

kadar gula darah di atat 130mg/100ml dan setelah makan

kadarnya di atas 170 mg/ml. Penderita diabetes yang menggunakan obat lain yang mungkin berinteraksi sebaiknya selalu membawa permen atau sediaan glukosa seperti Monojel atau Glutose untuk dapat digunakan saat keadaan darurat (kadar gula darah turun mendadak) (Richard, 1989). Pasien dan dokter harus selalu memantau kadar gula dalam darah dan urin pada setiap pengobatan yang menggunakan senyawa yang berinteraksi. Untuk mendapatkan kadar gula darah yang mantap, dosis obat diabetes harus diatur paa saat obat lain tersebut diberikan. Dan setelah pemakaian obat berhenti, dosis obat diabetes harus disesuaikan kembali (Richard, 1989). a. Parenteral antidiabetes 1. Amylin analogues Pramlintide merupakan sintesis analog dari amylin, hormon pancreas merupakan hormone yang terlibat dalam homeostasis glukosa. hormone tersebut memperlmbat tingkat pengosongan lambung dan mengurangi nafsu makan. sebelum makan, dan digunakan pada pasien yang sudah menerima insulin (Stockley, 2008). 2. Incretin Mimetics Exenatide merupakan mimesis incretin yang bertindak sebagai glucagon-like peptide-1 (GLP-1) agonis reseptor. Hal ini Obat ini diberikan subkutan segera

meningkatkan sekresi insulin ketika glukosa tingkat tinggi. obat ini diberikan subkutan sebagai tambahan pada pasien diabetes tipe 2

yang sudah menerima metformin, sulfonilurea, atau keduanya (Stockley, 2008). 3. Insulin Insulin digunakan pada DM Tipe I untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah (Stockley, 2008). Efek kerja insulin adalah membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Dan insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun mineral. Insulin akan meningkatkan meningkatkan transport asam

metabolisme protein dan

lipogenesis, menekan lipolisis, serta

amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh (John,2006). b. Terapi Obat Hipoglikemik Oral Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: (Depkes RI, 2005) a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat

hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin). b) Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif. c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal

hyperglycemia).

1) Golongan Sulfonilurea Obat-obat golongan ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pancreas. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorpsi senyawasenyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin (7090%). Sulfonylurea memiliki interaksi obat yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu pemberian obat-obat hipoglikemik sulfonylurea antara lain: alkohol, insulin, fenformin, sulfonamide, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon, probenezisa, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO , guanetidin, steroida anabolic, fenfluramin dan klofibrat (Depkes RI, 2005). 2) Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pancreas. 3) Golongan Biguanida Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Depkes RI, 2005). 4) Golongan Tiazolidindion (TZD) Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenesis (Depkes RI, 2005).

5) Golongan Inhibitor -Glukosidase Senyawa-senyawa inhibitor -glukosidase bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor glukosidase juga menghambat enzim -amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus (Depkes RI, 2005).

C. Interaksi Obat Dengan Obat Diabetes Mellitus Interaksi obat merupakan modifikasi efek suatu obat yang diakibatkan oleh obat lain sehingga keefektifan dan toksisitas satu obat atau lebih berubah ( Fradgley, 2003). Mekanisme interaksi obat secara umum dibagi menjadi interaksi farmakokinetika dan farmakodinamika. Beberapa jenis obat belum diketahui mekanisme interaksinya secara tepat (unknown). Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau eksresi obat kedua sehingga kadar plasma kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektifitas obat tersebut. (Setiawati, 2007). Umumnya interaksi obat anti diabetes dengan obat lainya mengahasilkan peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah, sehingga hal tersebut dapat menganggu penanganan diabetes.

1. Interaksi menyebabkan hiperglikemi Hiperglikemia kronis pada diabetes melitus akan disertai dengan kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Walaupun pada diabetes melitus ditemukan gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidarat. Oleh karena itu diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar glukosa dalam plasma darah (John,2006)

a. Sulfonilurea- HCT Diuretik tiazid dapat menurunkan sensitivitas jaringan insulin,

menurunkan sekresi insulin, atau meningkatkan kehilangan kalium, menyebabkan hiperglikemia (Stockley, 2008). b. Sulfonilurea- Amlodipin Amlodipin dapat menginhibisi sekresi insulin dan menghambat sekresi glukagon, terjadi perubahan ambilan glukosa dari hati dan sel-sel lain, kadar glukosa dalam darah meningkat mengikuti pengeluaran katekolamin sesudah terjadinya vasodilatasi (Stockley, 2008). c. sulfonilurea- nifedipin Nifedipin dapat menginhibisi sekresi insulin dan menghambat sekresi glukagon, terjadi perubahan ambilan glukosa dari hati dan sel-sel lain, kadar glukosa dalam darah meningkat mengikuti pengeluaran katekolamin sesudah terjadinya vasodilatasi (Stockley, 2008). d. sulfonilurea- Fenitoin Jika di gunakan bersama, Fenitoin dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah, yang memerlukan dosis yang lebih tinggi dari sulfonilurea untuk mengontrol hiperglikemia (Stockley, 2008). e. Sulfonilurea- Furosemid Furosemide dapat menurunkan toleransi glukosa, mengakibatkan

hiperglikemia pada pasien yang sebelumnya mendapat terapi sulfonylurea (Stockley, 2008). f. Obat antidiabetes ( oral dan insulin) amfetamin Efek obat diabetes dilawan. Akibatnya: kadar gula darah tetap terlalu tinggi. Gejala hiperglikemia yang dilaporkan: (Richard. 1989) o Haus berlebihan o Pengeluaran urin banyak o Kehilangan berat badan o Lapar o Letargi o Mengantuk o Nanar g. Obat antidiabetes (oral dan insulin )- kortikosteroid

Efek obat diabetes dilawan. Akibatnya: kadar gula darah tetap terlalu tinggi. Gejala hiperglikemia yang dilaporkan: haus berlebihan,

pengeluaran urin banyak, kehilangan berat badan, lapar, letargi, mengantuk, dan kehilangan koordinasi. Kortikosteroid diberikan kepada pasien arthritis, alergi berat , asma, kelainan endokrin, leukemia, colitis, enteritis, serta berbagai penyakit kulit, paru-paru, dan mata

(Richard,1989). h. Obat antidibetes (oral dan insulin) - obat asma ( kelompok epinefrin) Efek obat diabetes dilawan. Akibatnya: kadar gula darah tetap terlalu tinggi. Gejala hiperglikemia yang dilaporkan: haus berlebihan, pengeluaran urin banyak, kehilangan berat badan, lapar, letargi, mengantuk, dan kehilangan koordinasi. Obat asma digunakan untuk mempermudah penderita asma bernapas (Richard,1989). Nama paten obat asma kelompok epinefrin ( nama generic dalam kurung): o Aerolone (isoproterenol) o Alupent (metaproterenol) o Astmanefrin (epinefrin) o Brethine (terbutaline) o Bricanyl (terbutaline) o Bronitin (epinefrin) o Dll i. Antidiabetes- anabolic steroids Nandrolone, methandienone, testosterone, dan stanozolol dapat

meningkatkan glukosa darah. Karena interaksi tersebut mengakibatkan penurunan efektivis insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah (Stockley, 2008). j. Antidiabetes antineoplastik Asparaginase dapat menginduksi sementara diabetes mellitus. Hal tersebut menunjukkan bahwa beberapa pasien dbetes perlu merubah dosis antidiabetesnya. Terdapat bukti bahawa pengontrolan diabetes dapat tergangu pada pasien yang diberikan cyclophophamida. Capecitabine dapat menyebabkann hiperglikemi sehingga dapat memperburuk diabetes (Stockley,2008).

k. Sulfonilurea- Bisoprolol Interaksi sulfonylurea dengan Bisoprolol dapat mengurangi efek hipoglikemik dari sulfonilurea sehingga dapat menyebabkan hiperglikemia (Richard. 1989). l. alpha-glucosidase inhibitors + charcoal atau digestive enzymes produsen dari akarbosa dan miglitol menyarankan bahwa adsorben intestinal (seperti charcoal) atau sediaan enzim digestive (seperti amylase, pankreatin) harus mwnghindari penggunaaan bersama alfa glukosidase inhibitor karena secara teori charcoal dan digestive enzymes dapat mengurangi efek dari alfa glukosidase inhibitor (Richard. 1989). m. Alfa-glukosidase inhibitor + antidiabetes lain beberapa penurunan kadar plasma glibenkalmid ( gliburid), metformin, dan rosiglitazon terjadi pada pemakaian dengan akarbosa atau miglitol, tetapi hal ini tidak memiliki relevansi secara klinis. Voglibosa tidak memiliki efek farmakokinetik terhadap glibenklamid. Alfa glukosidase inhibitor dapat meningkatkan efek penurunan kadar glukosa darah dengan penggunaan bersama antidiabetes lain, dan mungkin meningkatkan resiko hipoglikemia. Pada pasien yang menggunakan alfa-glukosidase inhibitor, penanganan hipoglikemia harus dengan monosakarida seperti glukosa (dextrose) atau glucagon, bukan disakarida seperti sukrosa. Pramlintid direkomendasikan untuk tidak digunakan pada pasien yang menggunakan alfa glukosidase inhibitor (Richard. 1989).
Bukti Klinis

a) Glibenklamid ( Glyburide ) Voglibose tidak mempengaruhi farmakokinetik dari glibenclamide dalam pengujisn terhadap 12 subjek laki-laki yang sehat . Dalam penelitian ini , subyek diberikan voglibose 5 mg lainnya atau plasebo tiga kali sehari selama 8 hari dan glibenclamide dengan dosis 1,75 mg pada pagi selama 8 hari, diambil pada waktu yang sama dengan dosis pertama dari voglibose atau placebo (Stokley, 2008).. Pada studi control placebo terhadap 28 pasien dengan diabetes

mellitus tipe 2, miglitol mengurangi kadar plasma glibenklamid dan

AUC nya masing-masing sebesar 16 dan 19 %. Pasien tersebut diberi glibenklamid 2,5 mg dua kali sehari dan miglitol 100 mg tiga kali sehari atau plasebo selama 2 hari . Namun demikian, kadar glukosa darah rata-rata berkurang lebih banyak pada kombinasi obat dibandingkan dengan glibenclamide saja : lebih dari 5 jam ada penurunan 15 % lebih besar , dan lebih dari 10 jam pengurangan lebih meningkat 9 % (Stockley, 2008). b) Metformin Sebuah penelitian dengan 6 subyek sehat menemukan bahwa acarbose 50 sampai 100 mg tiga kali sehari dapat mengurangi kadar serum maksimum dan AUC0 - 9 dari 1 g metformin 35 % , tetapi ekskresi urin 24 jam tidak berubah (Stockley, 2008). Studi lain dengan 19 pasien diabetes yang diberikan acarbose 50 atau 100 mg tiga kali sehari dan metformin 500 mg dua kali sehari , juga ditemukan bahwa acarbose menurunkan kadar metformin (AUC dikurangi dengan 12 sampai 13 % , plasma maksimum dikurangi dengan 17 sampai 20 % ) . Namun demikian , kombinasi obat mengurangi konsentrasi glukosa postprandial pada 3 jam dengan 15 % lebih dari pemberian metformin sendiri. Demikian pula , pada penelitian dengan subyek sehat, miglitol 100 mg tiga kali sehari selama 7 hari mengurangi AUC dan kadar maksimum pada dosis tunggal 1 g metformin masing-masing sebesar 12 % dan 13 % (Stockley, 2008). c) Pramlintide Pramlintide menunjukkan bahwa pramlintide tidak boleh digunakan pada pasien menggunakan obat yang memperlambat penyerapan nutrisi usus , seperti alpha -glukosidase inhibitors. Hal hal tersebut karena pramlintide memperlambat pengosongan lambung. Penelitian klinis diperlukan untuk melihat apakah ada efek penting jika obat digunakan bersama-sama (Stockley, 2008). d ) Rosiglitazone pengujian pada 16 subyek sehat menemukan bahwa acarbose 100 mg tiga kali setiap hari selama seminggu sedikit mengurangi penyerapan

dosis oral tunggal dari 8 mg rosiglitazone ( AUC dikurangi dengan 12%) (Stockley, 2008). Mekanisme Alasan untuk perubahan minor farmakokinetik tidak dapat

dibuktikan.(Stockley, 2008). Arti penting dan penanganan Perubahan farmakokinetik terllihat minor dan tidak memiliki relevansi secara klinis. Inhibitor alpha glucosidase seperti acarbose dan miglitol untuk sementara tidak menyebabkan hipoglikemia bila diberikan sendiri, mereka dapat meningkatkan efek penurun glukosa darah dari insulin dan sulfonylurea, sehingga mungkin perlu untuk mengurangi dosis mereka. Diperlukan pemantauan hasil ketika pemberian pertama kali acarbose, miglitol, atau voglibose. Setiap episode hipoglikemia harus ditangani dengan pemberian glukosa (dekstrosa), bukan sukrosa, karena inhibitor alpha glucosidase menunda pencernaan dan penyerapan disakarida

seperti sukrosa, tetapi tidak mempengaruhi monosaccharides. Pasien yang memakai inhibitor alpha-glucosidase tidak boleh menggunakan pramlintide sampai kombinasi telah diteliti secara klinis 2008). n. Obat diabetes (oral dan insulin) Sediaan flu/batuk yang mengandung senyawa pelega hidung Efek obat diabetes dilawan. Waspadalah karena obat hidung dapat diserap ke dalam aliran darah dan dapat menyebabkan interaksi (Richard. 1989). o. Obat diabetes (oral dan insulin) Kortikosteroida Kadar gula darah tetap tinggi. Kortikosteroid diberikan pada apsien artritis, alergi berat, asma, kelainan endokrin, dll (Richard. 1989). p. Obat diabetes (oral) Fenitoin (Dilantin) Kadar gula darah tetap tinggi. Digunakan untuk mengendalikan serangan pada kelainan seperti ayan. Fenitoin yang berinteraksi adalah Mesantoin dan Peganone (Richard. 1989). q. Obat diabetes (oral) Rifampin (Rifadin, Rimactane) Kadar gula darah tetap tinggi. Digunakan untuk menangani tuberkulosis dan dapat diberikan pada orang yang diduga pengidap meningitis (Richard. 1989). (Stockley,

r. Obat diabetes (oral dan insulin) Pil pelangsing (yang mengandung fenilpropanolamin) Kadar gula darah tetap tinggi. Fenilpropanolamin adalah plega hidung yang merupakan komponen utama dalam pil pelangsing bebas karena efek sampingnya yang dapat menekan napsu makan (Richard. 1989). s. Obat diabetes (oral dan insulin) Diuretika Kadar gula darah tetap tinggi. Diuretik menghilangkan kelebihan cairan dari tubuh dan digunakan untuk mengobti tekanan darah tinggi dan layu jantung (Richard. 1989). t. Obat diabetes (oral dan insulin) Metilfenidat (Ritalin) Efek obat diabetes dilawan. Kadar gula darah tetap terlalu tinggi. Diberikan untuk menangani perilaku hiperkinetik dan gangguan belajar pada anak, pasien narkolepsi, depresi ringan (Richard. 1989). u. Obat diabetes (oral dan insulin) Pemolin (Cylert) Kadar gula darah tetap terlalu tinggi. Untuk menagani hiperkinetik dan gangguan belajar (Richard. 1989). v. Obat diabetes (oral dan insulin) Obat Tiroid Efek obat diabetes dilawan. Kadar gula darah tetap tinggi. Dgunakan sebagai pengganti tiroid pada hipotoroidisme atau gonok (Richard. 1989).

2. Interaksi yang dapat menyebabkan hipoglikemi Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang.. Kurva toleransi glukosa normal dan pada penderita DM Tipe1. Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orangorang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita

diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggeris diperkirakan 2 4% kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin Depkes RI, 2005).

a. Insulin dengan obat hipoglikemis oral dan obat lainnya interaksi obat yang mungkin timbul dari pemakaian insulin dengan obat hipoglikemis oral atau dengan obat yang lain. (Depkes RI, 2005). Obat Amiodaron Litium Asparaginase Antipsikotik atipikal Niasin and asam nikotinat Beta-agonis Kafein Fenotiazin Calcium channel blockers Fenitoin Kontrasepsi oral Diuretika tiazida ++ + + ++ ++ +++ Efek + ++ ++

Keterangan (diadaptasi dari Bressler and DeFronzo, 1994): + : kemungkinan bermakna secara klinis. Studi/laporan terbatas

atau bertentangan. ++ +++ : bermakna secara klinis. Sangat penting pada kondisi tertentu. : berpengaruh bermakna secara klinis

Obat obat tersebut merupakan obat-obat yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah sehingga memungkinkan adanya kebutuhan peningkatan dosis insulin maupun obat hipoglikemik oral yang diberikan. (Depkes RI, 2005). b. Antidiabetes - ACE Inhibitor

Penggunaan bersamaan inhibitor ACE dan antidiabetics biasanya dapat menyebaban hipoglikemia , dibuktikan dari beberapa kasus yang telah terjadi pada sejumlah kecil penderita diabetes mengkonsumsi insulin atau sulfonilurea dengan captopril , enalapril , lisinopril atau perindopril. Di amerika pada Prospective Diabetes Study Group ( UKPDS ) tidak

menemukan perbedaan dalam kejadian hipoglikemia antara pasien yang menggunakan atenolol dan yang menggunakan kaptopril. Tidak ada interaksi farmakokinetik yang telah ditemukan pada penggunaan spirapril dan glibenclamide . Exenatide dengan pemberian subkutan tidak mempengaruhi farmakokinetika
(Stockley,2008). Bukti Klinis

lisinopril

dan

tidak

mengubah

keefektifnnya

Banyak laporan kasus , pada penelitian sebuah kasus kecil , dan penelitian farmakologis pada subyek sehat menunjukkan bahwa inhibitor ACE meningkatkan risiko hipoglikemia pada pasien yang menerima insulin atau obat antidiabetik oral , dan ini dirangkum dalam ' Tabel 13.2 ' , ( hal.472 ) . Sebaliknya beberapa penelitian yang besar dan dua studi terkontrol acak belum menemukan peningkatan secara signifikan risiko hipoglikemia dengan inhibitor ACE. United Kingdom Prospective Diabetes Study Group ( UKPDS ) , menemukan bahwa jumlah pasien yang mengalami hipoglikemia tidak berbeda antara pasien yang menerima atenolol 50 sampai 100 mg sehari atau captopril 25 sampai 50 mg dua kali sehari selama hypertension
(Stockley,2008).

Pada sebuah laporan singkat menyatakan bahwa spirapril tidak memiliki interaksi farmakokinetik dengan glibenclamide. Pada sebuah penelitian pada pasien hipertensi, exenatide 10 mikrogram dua kali sehari tidak mengubah AUC steady -state atau tingkat maksimum lisinopril 5 sampai 20 mg setiap hari , namun menunda waktu tercapainya kadar maksimum maksimum

selama 2 jam . Namun, exenatide tidak mengubah efek penurunan tekanan darah lisinopril (Stockley,2008).
Mekanisme

Tidak dipahami . Peningkatan penggunaan glukosa dan peningkatan sensitivitas insulin telah disarankan. Ada juga laporan hipoglikemia berat

persisten pada pasien nondiabetes terkait dengan terapi kombinasi antara captopril dan ramipril. Sebaliknya , aktivitas ACE yang tinggi menyebabkan peningkatan risiko terhadap hypoglycaemia berat. Pentingnya dan manajemen Interaksi ini tidak mapan atau dipahami, dan tetap subjek penelitian yang cukup besar dan perdebatan . Namun, beberapa kasus yang hipoglikemia parah tidak diragukan lagi terjadi karena penggunaan inhibitor ACE inhibitor oleh pasien diabetes . Namun demikian , beberapa penulis mempertimbangkan risiko hipoglikemia berat pada pasien diabetes yang diobati dengan inhibitor ACE sangat rendah dan diabaikan dibandingkan dengan manfaat dari obat diabetes kelas ini. Selain itu , beberapa pedoman baru pada pengobatan hipertensi pada diabetes merekomendasikan bahwa semua pasien dengan diabetes dan hipertensi harus diobati dengan ACE inhibitor. Untuk keamanan, akan lebih bijaksana untuk memperingatkan semua pasien yang menerima insulin atau obat antidiabetik oral yang baru mulai menggunakan ACE inhibitor ( meskipun hanya captopril ,enalapril , lisinopril dan perindopril) bahwa ada kemungkinan efek sampiing berupa hipoglikemia berat secara tidakk terduga. Masalahnya telah diatasi pada beberapa pasien dengan mengurangi dosis sulfonilurea sebanyak setengah sampai tiga perempat
(Stockley,2008).

Exenatide subkutan tidak memiliki interaksi farmakokinetik penting dengan lisinopril , dan karena itu tidak menimbulkan interaksi secara farmakokinetik dengan inhibitor ACE lain , meskipun hal ini perlu konfirmasi (Stockley,2008). c. Sulfonilurea-ACE inhibitor Terjadi peningkatan sensitivitas insulin oleh ACE inhibitor sehingga menyebabkan resiko hipoglikemia meningkat (Stockley, 2008). d. Gliklazid- Allopurinol Hipoglikemia dan koma dapat dialami oleh pasien yang mengkonsumsi gliklazid dan alupurinol. Terjadi kompetisis pada mekanisme eliminasi di tubulus ginjal (Stockley, 2008). e. Alpha-glucosidase inhibitors + Other antidiabetics Alpha glukosidase inhibitor menyebabkan penurunan gulukosa darah ketika digunakan dengan antidiabetik lain dan dapat meningkatkan resiko

hipoglikemia. Untuk menangani resiko hipoglikemia pada pasien yang menggunakan alpha glukosidase inhibitor dapat mengunakan monosakarida seperti glukosa atau glucagon, tetapi tidak dapat menggunakan disakarida seperti sukrosa, karena inhibitor alpha glucosidase menunda pencernaan dan penyerapan disakarida seperti sukrosa, tetapi tidak terhadap monosaccharides (Stockley, 2008). f. Antidiabetes dan alkohol Pasien diabetes yang menggunakan terapi insulin, obat antidiabetik oral atau diet saja tidak perlu menjauhkan diri dari alkohol, tetapi hanya minum secukupnya dan disertai dengan makanan. Alkohol membuat tanda-tanda hipoglikemia dan dapat menyebabkan hipoglikemia tertunda. Efek depresan SSP dari alkohol ditambah hipoglikemia dariobat yang digunakan dapat membahayakan. Reaksi kemerahan pada pasien yang memakai klorpropamid yang minum alkohol umum terjadi. pasien alkoholik mungkin memerlukan dosis di atas rata-rata terhadap tolbutamide (Stockley, 2008). hipoglikemia terjadi ketika simpanan glikogen hati rendah , hati merubah dari pembentukan glukosa baru menjadi asam amino ( glukoneogenesis ) . Glukoneogenesis ini dihambat oleh kehadiran alkohol sehingga penurunan kadar glukosa darah tidak dapat dicegah dan episode hipoglikemik terus berlangsung. Interaksi klorpropamid - alkohol , tampaknya berhubungan dengan reaksi disulfiram alkohol , dan disertai dengan kenaikan acetaldehyde darah (Stockley, 2008). Penurunan paruh tolbutamide pada pecandu alkohol terjadi karena rangsangan alkohol pada enzim hati mikrosomal .Interaksi phenformin dengan alkohol, berhubungan dengan aktivitas kompetitif isoenzim pada reaksi

pengkonversian alkohol menjadi asetaldehida, laktat dan pyruvat (Stockley, 2008). Efek samping yang mungkin terjadi pada interaksi ini adalah penurunan hebat kadar gula darah. Gejala hipoglikemi yang pernah terjadi antara lain: (Richard. 1989)

Gelisah Pingsan Lesu Berkeringat Bingung Aritmia jantung Nanar Gangguan penglihatan

Reaksi akut yang terjadi jika seorang peminum alkohol diobati dengan anti alkohol disulfiram lalu meminum alkohol antara lain : (Richard. 1989) Pusing Muka merah Napas pendek Sakit kepala hebat Palpitasi jantung

Interaksi dapat dicegah jika pemasukkan alkohol dibataasi sekecil mungkin (Richard. 1989). g. Antidiabetes angiotensin II receptor antaginos Glibenklamid (gliburide) menyebabkansedikit reduksi level plasma valsartan, tetapi tidak signifikan. Tidaka ada bukti yang relevan interaksi farmakokinetik yang terjadi antara tolbutamida dan irbesartan. Eprosartan tidak mengubah efikasi dari glibenkalmid. Losartan dan eprosartan mengurangi kesadaran akibata dari gejla hipoglikemia (Stockley, 2008). h. Antidiabetes antasida Tingkat absorpsi dari beberapa antidiabetes ditingkatkan dengan beberapa antasida, sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia (Stockley, 2008). i. Antidiabetes-antimalaria Hidrokloroquin mungkin mengurangi kebutuhan akan insulin sekitar 25% dan telah dilaporkan penggunaannya menyebabkan hipoglikemia. Reduksi glukosa atau hipoglikemia telah dilaporkan dengan mefloquin, quinidin, quinine, dan

sulfadoxin pirimetamin,. Malaria falciparum dapat menyebabkan hipoglikemia, dan hal tersebut mungkin disebkan oleh quinine (Stockley, 2008). j. Sulfonilurea- rifampisin Interaksi Sulfonilurea dengan rifampisin menyebakan metabolisme hepatik sulfonilurea meningkat, sehingga dapat menyebabkan hipoglikemia (Stockley, 2008). k. Metformin- cefadroxil Peningkatan efek metformin disebabkan sekresi metformin berkurang oleh adanya cefadroxil (Stockley, 2008). l. Acarbose + Miscellaneous Neomycin dapat meningkatkan efektivitas dan efek samping saluran pencernaan pada acarbose . Ada beberapa bukti tidak langsung bahwa acarbose dengan alkohol dapat meningkatkan hepatotoksisitas parasetamol ( acetaminophen ) . Ileus paralitik telah dilaporkan dari pasien Jepang yang diobati dengan acarbose dan promethazine , yang merupakan obat antimuscarinic. (Stockley, 2008). Bukti klinis , mekanisme , dan manajemen. (Stockley, 2008). 1) Antimuscarinics Seorang pria 69 tahun dengan gastrektomi parsial dan diabetes tipe 2 , diobati dengan insulin 24 unit dan acarbose 300 mg setiap hari , dirawat di rumah sakit dengan gangren diabetes . Setelah itu ia mengalami gejala flu ia diberi PL granul (salisilamid , parasetamol , kafein , promethazine metilen disalicylate) . Hari berikutnya ia tiba-tiba mengalami sakit perut , mual dan muntah , yang didiagnosis sebagai ileus paralitik . Dia diberi cairan intravena dan piperasilin . Asupan oral dan acarbose tidak diberikan dan ileus diselesaikan setelah 2 hari . Pada beberapa laporan ileus berkembang pada pasien Jepang dalam waktu 3 bulan pengobatan dengan alpha -glukosidase inhibitor seperti acarbose. Risiko meningkat dipengaruhi oleh usia , riwayat operasi perut , dan diet ala Jepang (tinggi karbohidrat dan serat ) daripada diet Barat . Namun, dalam hal ini pasien sudah memakai acarbose selama 15 bulan tanpa masalah dan mungkin efek antimuskarinik dari prometazin dalam PL granul berkontribusi terhadap perkembangan ileus. relevansi klinis yang umum pada kasus ini tidak dapat

dipastikan . Namun, ada pertimbangan bahwa pasien yang meiliki risiko tersebut harus dipantau jika mereka diberikan inhibitor alphaglucosidase, terutama jika dosisnya meningkat atau antimuskarinik juga diberikan(Stockley, 2008). 2). Neomycin Neomycin pada pemberian tunggal dapat mengurangi kadar glukosa darah postprandial dan dapat meningkatkan penurunan kadar glukosa postprandial jika diberikan bersama dengan acarbose (Stockley, 2008). Neomycin 1 g tiga kali sehari meningkatkan efek samping terhadap gastrointestinal ( seperti perut kembung, kram dan diare) dari acarbose 200 mg tiga kali sehari pada 7 subjek sehat. Jika terjadi efek samping yang parah maka dosis harus acarbose harus diturunkan. (Stockley, 2008). 3). Parasetamol Penelitian pada tikus telah menemukan bahwa pengobatan acarbose sendiri atau dalam kombinasi dengan alkohol dapat menyebabkan hepatotoksisitas dari paracetamol. Namun, (Stockley, 2008). m. Obat diabetes (oral) Antikoagulan Efek obat diabetes bertambah. Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Gejala hipoglikemia antara lain : (Richard. 1989) Gelisah Pingsan Lesu Berkeringat Bingung tidak dial tersebut tidak ketahui relevansi klinisnya.

efek antikoagulan dapat bertambah, antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. (Richard. 1989) n. Obat diabetes (oral) Antidepresan (Kelompok IMAO) Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Antidepresan IMAO digunakan untuk mengurangi depresii mental akan tetapi tidak begitu banyak digunakan lagi karena tersedia antidepresan trisiklik yang lebih aman seperti elavin dan sinequin (Richard, 1989).

o. Obat diabetes (oral dan insulin) Obat jantung ( - Blocker) Jika efek obat diabetes meningkat, kadar gula darah akan turun terlalu rendah. Gejala hipoglikemia yang dilaporkan akan menjadi lebih jelas bila dilakukan olah raga atau kegiatan jasmani yang melelahkan. Hati-hati karena gejalanya dapat bersembunyi bissa digunakan obat -blocker. (Richard. 1989) p. Obat diabetes (oral) Klorafenikol (Chloromycetin, Mychel) Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Kombinasi inia dapat pula menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol merupakan antibiotika yang diberikan untuk menangani infeksi (Richard. 1989). q. Obat diabetes (oral) Klofibrat (Atromid-S) Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Klofibrat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darahh yang meningkat (Richard. 1989). r. Obat diabetes (oral) Guanetidin (Esimil, Ismelin) Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Guanetidin digunakan untuk tekanan darah tinggi yang parah (Richard. 1989). s. Obat diabetes (oral dan insulin) Hormon pria (androgen) Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Hormon pria digunakan untuk menangani osteoporosis dan untuk beberapa jenis anemia (Richard. 1989). t. Obat diabetes (oral) Oksifenbutazon (Tanderil) Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Oksifenbutazon diberikan untuk kondisi radang akut seperti artrits atau bursitis (Richard. 1989). u. Obat diabetes (oral) Pepto Bismol Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Pepto bismol digunakan untuk obat diare, mengandung selnyawa salisilat yang berinteraksi seperti aspirin (Richard. 1989). v. Obat diabetes (oral) Fenilbutazon (Azolid, Butozolidin) Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Fenilbutazon diberikan untuk kondisi radang akut seperti artrits atau bursitis (Richard. 1989). w. Obat diabetes (oral) Probenesid (Benemid, ColBenemid)

Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Digunakan untuk pirai. (Richard. 1989) x. Obat diabetes (oral) Sulfonamida Mengakibatkan kadar gula darah turun terlalu rendah. Digunakan untuk melawan infeksi terutama pada saluran urin (Richard. 1989).

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Harkness, Richard. 1989. Interaksi obat. Bandung: ITB Fradgley, S. 2003. Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. Halaman 119 John. MF Adam. 2006. Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus yang Baru. Cermin Dunia Kedokteran; 127:37-40. Setiawati, A. 2007. Interaksi Obat. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta. Halaman 862- 867. Stockley, I.H. 2008. Drug Interactions eight edition. London: pharmaceutical press World Health Organisation. Diabetes mellitus : Report of a WHO Study Group. World Health Organisation. Geneva-Switzerland. 2006. S5

Anda mungkin juga menyukai