Anda di halaman 1dari 15

Filariasis Limfadenitis

Oleh : Kelompok F 6

Jessica Susanto (102011032) Dionisius (102011073) Angela Merici Sengo Bay (102011145) Givela Harsono (102011244) Aditya Wicaksono (102011372) Grace Stephanie Manuain 9102011266) Meldina Sari Simatupang ( 102011362 ) Elen E.L.W (102011416)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Page

Pendahuluan Filariasis adalah penyakit yang mengenai kelenjar dan saluran limfe yang disebabkan oleh parasit golongan nematoda yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filarial ini termasuk family Filaridae, yang bentuknya langsing dan ditemukan didalam system peredaran darah limfe , otot, jaringan ikat atau rongga serosa pada vertebrata. Cacing bentuk dewasa dapat ditemukan pada pembuluh darah dan jaringan limfe pasien. Masa inkubasi penyakit ini cukup lama lebih kurang 1 tahun, sedangkan penularan penyakit ini melalui vector nyamuk sebagai hospes perantara, dan manusia atau hewan kera dan anjing sebagai hspes defenitif. Microfilaria W. bancrofti ditemukan umumnya malam hari ( nocturnal ) di bagian belahan bumi bagian Indonsia, sedangkan didaerah pasifik ditemukan siang dan malam ( nonperiodik ). Lingkaran hidup filaria meliputi : pengisapan mikrofilaria dari darah atau jaringan oleh serangga pengisap darah, metamorfosis mikrofilaria didalam hospes perantara serangga, dimana mulamula membentuk larva filariform yang aktif, penularan larva invektif ke dalam kulit hospes baru, melalui probosis serangga menggigit, dan kemudian pertumbuhan larva masuk kedalam luka gigitan sehingga menjadi cacing dewasa. Kekebalan alami atau yang didapat pada manusia terhadap infeksi filaria belum diketahui banyak. Cacing filaria mempunyai antigen yang spesifik untuk spesies dan spesifik untuk satu kelompok, memberi reaksi silang antara berbagai spesies dan nematoda lainnya. Dalam makalah ini, kelompok kami akan membahas mengenai struktur anamnesis, pemeriksaan, diagnostik sampai pda prognosis mengenai filariasis limfadenitis.

Anamnesa Tidak seperti dokter hewan, maka seorang dokter manusia harus melakukan wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat

Page

wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap

mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran,

pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya keadaan gawat-darurat, afasia akibat strok dan lain sebagainya.1 Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Anamnesis pada penyakit filariasis : 1. Keluhan utama Seorang laki-laki berusia 40 tahun dengan bengkak pada tungkai kirinya sejak 1 bulan yang lalu. Bengkak awalnya muncul mulai dari telapak kaki kemudian membesar sampai ke tungkai dan lama-lama terasa nyeri sampai menyebabkan pasien sulit berjalan. 2. Keluhan tambahan Selain bengkak, pasien juga sering demam naik turun setiap 3 hari namun tidak terlalu tingi serta pada saat BAK kencingnya berwarna keputihan seperti susu. 3. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebaiknya, ditanyakan penyakit filariasis limfadenitis yang pernah diderita pasien karena penyakit filariasis mungkin sudah ada sejak lahir. 4. Riwayat Keluarga Perlu dipastikan apakah dari keluarga ada yang mengalami penyakit filariasis yang sama. 5. Riwayat Obat Jenis dan lama obat yang sedang diminum pasien harus diketahui. Obat adalah kausa yang penting pada sejumlah besar kasus erupsi.

Pemeriksaan 1. Pemeriksaan fisik1 Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan :


Page

Suhu

: 37,2oC

Nadi RR Tekanan darah Extremitas Nyeri tekan

: 90x/menit : 20x/menit : 110/70 mm Hg : edema non pitting di tungkai kiri : (+)

2. Pemeriksaan penunjang

Diagnosis Parasitologi o Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi Knott, membran filtrasi. Pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00) mengingat periodisitas microfilaria umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi, kadangkadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor. o Teknik biologi molekur dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA parasit dengan menggunakan reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain Reaction / PCR). Teknik ini mampu memperbanyak DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi parasit pada cryptic infection.2

Radiodiagnosis o Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna terutama untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk infeksi filaria oleh W.bancrofti.
Page

yang ditandai dengan zat radioktif menunjukkan adanya abnormalitas

o Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin

sistem

limfatik

sekalipun

pada

penderita

yang

asimptomatik

mikrofilaremia.2 Diagnosis Imunologi Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang menggunakan antibody monoclonal telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen W.bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun microfilaria tidak ditemukan dalam darah. Deteksi antibody dengan menggunakan antigen rekombinan telah dikembangkan untuk mendeteksi antibody subklas IgG4 pada filariasis Brugia. Kadar antibody IgG4 meningkat pada penderita mikrofilaremia. Deteksi antibody tidak dapat membedakan infeksi lampau dan infeksi aktif. Pada stadium obstruktif , microfilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah. Kadang-kadang microfilaria tidak dijumpai di dalam darah, tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.2

Diagnosis Diagnosis Banding Secara klinis diagnosis banding untuk filariasis yang dapat dipertimbangkan adalah Limfadenitis tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa menyerang saluran limfe di daerah leher. Benjolan bisa terdapat di daerah leher, daerah di bawah dagu, sampai ke kelenjar di daerah ketiak. Gejala lain adalah demam, berat badan turun, lemas, dan kadang disertai keringat malam. Batuk jarang ditemukan kecuali bila bersamaan dengan TB paru, kadang tanpa gejala sama sekali.3 Adapula Brugia malayi dan timori, dimana gejala klinis brugia malayi dan timori serupa. Namun berbeda dengan filariasis bankrofti. Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya

bekerja berat diladang atau sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh

Page

mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita

tanpa pengobatan. Kadang-kadang peradangan pada kelenjar limfe ini menjalar kebawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas untuk filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis dapat pula berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha ini, bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya. Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, berbada dengan filariasis bankrofti. Limfedema biasanya hilang lagi setelah gejala peradangan menyembuh, tetapi dengan serangan berulang kali, lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang setelah gejala peradangan sembuh, sehingga timbullah elephantiasis. Selain kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain dibagian medial tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia, elephantiasis hanya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadangkadang lengan bawah dibawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia.2

Diagnosis kerja Penyebab dari limfadenitis filariasis itu sendiri adalah karena terdapatnya Wuchereria bancrofti, khususnya cacing betina yang mengeluarkan microfilaria yang bersarung. Penyakit ini menunjukkan adanya kerusakan saluran limfe. Disebabkan karena cacing dewasa hidup dan menyumbat saluran limfe sehingga terjadi dilatasi pada saluran limfe. Sumbatan sirkulasi limfatik menyebabkan limfedema di daerah yang terkena. Microfilaria hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja.2 Diagnosis dapat dibuktikan dengan menemukan microfilaria di dalam darah tepi dengan cara pembuatan sediaan darah tipis dan tebal yang dipulas dengan Giemsa.1
Page

Penatalaksanaan a) Medika mentosa Pengobatan Infeksi. Fokus pengobatan yang terbukti efektif adalah pengobatan di komunitas. Hal ini dilakukan melalui penurunan angka mikrofilaremia dengan pemberian dosis satu kali per tahun. Pengobatan perorangan ditujukan untuk menghancurkan parasit dan mengeliminasi, mengurangi, atau mencegah kesakitan. Hingga saat ini, Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan Dietilcarbamazine (DEC) sebagai satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Pengobatan dilakukan dengan pemberian DEC 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari. Pengobatan ini dapat diulang 1 hingga 6 bulan kemudian bila perlu, atau DEC selama 2 hari per bulan (6-8 mg/kgBB/hari). Obat lain yang dapat digunakan adalah Ivermektin. Meski Ivermektin sangat efektif menurunkan kadar mikrofilaremia, tampaknya tidak dapat membunuh cacing dewasa (non-makrofilarisidal), sehingga terapi tersebut tidak dapat diharapkan menyembuhkan infeksi secara menyeluruh. Albendazol bersifat makrofilarisidal untuk W.bancrofti dengan pemberian setiap hari selama 2-3 minggu. Namun, dari penelitian dikatakan obat ini masih belum optimal. Jadi untuk mengobati individu, DEC masih dugunakan. Efek samping dari DEC dibagi dalam 2 jenis. Yang pertama bersifat farmakologis, tergantung dosisnya, angka kejadian sama baik pada yang terinfeksi filariasis maupun tidak. Yang kedua adalah respon dari hospes yang terinfeksi terhadap kematian parasit, sifatnya tidak tergantung pada dosis obatnya tapi pada jumlah parasit dalam tubuh hospes. Ada 2 jenis reaksi: 1) Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, sendi-sendi, pusing, anoreksia, lemah, hematuria transien, reaksi alergi, muntah, dan serangan asma. Reaksi ini terjadi karena kematian filarial dengan cepat dapat menginduksi banyak antigen sehingga merangsang sistem imun dan dengan demikian menginduksi berbagai reaksi. Reaksi ini terjadi beberapa jam setelah pemberian DEC dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari. Demam dan reaksi sistemik jarang terjadi dan tidak terlalu hebat pada dosis kedua dan seterusnya. Reaksi ini akan hilang dengan sendirinya.
Page

2) Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, transien limfedema, hidrokel, funikulitis, dan epididimitis. Reaksi ini cenderung terjadi kemudian

dan berlangsung lebih lama sampai beberapa bulan, tetapi akan menghilang dengan spontan. Reaksi lokal cenderung terjadi pada pasien dengan riwayat adenolimfangitis, berhubungan dengan keberadaan cacing dewasa atau larva stadium IV dalam tubuh hospes. Efek samping pada pemberian ivermektin, patogenesisnya sama dengan pada pemberian DEC, hanya lebih ringan pada penderita filariasis malayi dibandingkan filariasis bankrofti.4 Pengobatan penyakit. Hidrokel besar yang tidak mengalami regresi spontan sesudah terapi adekuat harus dioperasi dengan tujuan drainase cairan dan pembebasan tunika vaginalis yang terjebak untuk melancarkan aliran limfe. Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.4

b) Non medika mentosa Untuk mengurangi serangan akut oleh infeksi bakteri dan jamur serta mencegah perkembangan lanjut, maka pada penderita limfadenitis filariasis dianjurkan untuk melakukan cara-cara sebagai berikut: o Pencucian dengan sabun dan air terutama di saerah lipatan kulit dan sela jari dua kali per hari o Menaikkan tungkai yang terkena pada malam hari o Ekstremitas yang terkena digerakkan teratur untuk melancarkan aliran o Menjaga kebersihan kuku o Memakai alas kaki o Bila ditemukan luka harus segera diobati dengan krim antiseptik atau antibiotic. 4

Page

Gejalah klinis5 Wucheria bancrofti Manifestasi dini penyakit ini adalah peradangan, sedangkan bila sudah lanjut akan menimbulkan gejalah obstruktif. Perjalanan penyakit filariasis dapat dibagi dalam beberapa stadium : 1. Stadium mikrofilaremia Pada penderita mikrofolaremia tanpa gelajah klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi menunjukkan adanya kerusakan saluran limfe. Cacing dewasa hidup dan dapat menyumbat saluran limfe dan terjadi dilatasi pada saluran limfe disebut lymphangiekstasia. Jika jumlah cacing dewasa banyak dan lymphangiekstasia terjadi secara intensif, menyebabkan disfungsi system limfatik.setelah itu, lumem tertutup dan cacing mengalami kalsifikasi. Sumbatan sirkulasi limfatik terus berlanjut pada individu, sampai semua saluran limfatik tertutup, menyebabkan terjadinya limfedema di daerah yang terkane. 2. Stadium akut Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa limfadenitis , disertai dengan dengan demam dan malaise. Gelajah peradangan tersebut hilang timbul beberapa kali dalam setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu dua minggu lamanya. 3. Stadium menahun Pada stadium menahun, paling sering dijumpai adalah hidrokel. Dapat pula dijumpai gejalah limfadema dan elephantiasis yang mengenai seluruh tungkai, payudara dan vulva. Kadangkadang terjadi kiluria, yaitu urin yang berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pada pembulih limfe pada system ekskretori dan urinary. Brugia malayi dan brugia timori

Page

tersebut berbeda dengan gejalah klinis filariasis bancrofti.

Gejalah klinis filariasis malayi sama dengan gejalah klinis timori, dimana kedua penyakit

Stadium akut, ditandai dengan serangan demam dan peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang imbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat. Pada stadium ini, tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gelajah limfedema yang dapat berkembang menjadi bisul, lalu pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha ini, bila sembuh akan meninggalkan bekas sebagai jaringan parut dan tanda ini merupakan salah satu obyektif filariasis limfatik. Patofisiologi 6 1. Wucheria bancrofti Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat inflamasi yang ditimbulkan cacing dewasa, bukan microfilaria. Cacing dewasa hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyababkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan odema keras terjadi pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filariasis ini disebabkan oleh efek langsung oleh ccing ini dan oleh respon imun pejamu terhadap penyakit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening.diduga bahwa pembuluh-pembulih tersebut tetap paten selama cacing tetap hidup dan bahwa kematian cacing tersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian, terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik.

2. Brugia malayi dan Brugia timori Gejala klisnis filariasis limfatik disebabkan oleh microfilaria dan cacing dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Cacing jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe. Bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Microfilaria ini hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktuwaktu tertentu saja, jadi mempunyai periodisitas. Pada umumnya, microfilaria W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya microfilaria hanya terdapat di dalam darah tepi pada waktu

Page

10

malam. Pada siang hari, microfilaria terdapat di kapiler alat dalam paru, jantung, ginjal dan sebagainya. Di daerah Pasifik, microfilaria W. bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurnal. Microfilaria terdapat di dalam darah siang dan malam, tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu siang. Di Muangthai terdapat suatu daerah yang mikrofilarianya yang bersifat subperiodik nokturna.

Etiologi2 Penyakit filariasis bancrofti dapat ditularkan melelui gigitan nyamuk. Vektor yang berperan dalam penularan filariasis bancrofti adalah culex quinquefasciatus (daerah perkotaan), Anopheles/aedes (di pedesaan). Parasit yang dapat menyebabkan filariasis bancrofti adalah wuchereria bancrofti, dimana cacing dewasa dan betina hidup disaluran limfe, bentuknya halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65-100 mm x 0,25 mm dan jantan 40 mm x 0,1 mm. cacing betina mengeluarkan microfilaria yang bersarung 250-300 mikron x 7-8 mikron. Microfilaria hidup didalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu waktu tertentu saja. Microfilaria W.bancrofti bersifat periodisitas nokturna di dalam darah tepi. Pada siang hari microfilaria terdapat dikapiler alat dalam(paru, jantung, ginjal dan sebagainya). Di daerah pasifik, microfilaria W.bancrofti mempunyai periodesitas subperiodik diurnal. Microfilaria terdapat didapat di dalam darah siang dan malam hari, tetapi jumlahnya lebih banyak pada siang hari. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk culex quiquefasciatus. Dipedesaan, vektornya nyamuk anopheles atau nyamuk aides. Hospes pelantara dari filaria, yaitu nyamuk mendapatkan infeksi dengan menelan mikrofilaria dalam darah yang diisapnya. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I (L1) dalam waktu 3 hari. Dalam waktu kurang lebih seminggu larva ini bertukar kulit tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II (L2). Pada hari ke 10-14 selanjutnya larva ini bertukar kulit sekali lagi tumbuh makin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III (L3) yang merupakan bentuk infektif dan dapat dijumpai di dalam selubung probocis nyamuk. Larva bermigrasi ke alat tusuk nyamuk dan masuk ke dalam kulit hospes definitif melalui luka tusukan ketika sedang mengisap darah dan bersarang di

Page

11

saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes, larva mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium 4 lalu stadium 5 atau cacing dewasa.

Epidemologi2 Wucheria bancrofti

Filariasis bancrofti dapa dijumpai di perkotaan atau di pedesaan. Di Indonesia, parasit ini lebih sering dijumpai di daerah pedesaan daripada di perkotaan dan penyabarannya bersifat fokal. Kelompok umur dewasa muda merupakan kelompok penduduk yang sampai menderita,

terutama mereka yang tergolong penduduk yang berpenghailan rendah. Oleh karena itu, penduduk perlu dididik untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk. di dalam. Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasatus. Di perdesaan vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Parasit ini tidak ditularkan oleh nyamuk Mansonia. Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang panjang. Masa pertumbuhan parasit di dalam nyamuk kurang lebih 2 minggu. Pada manusia, masa pertumbuhan belum diketahui secara pasti tetapi diduga kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini di dalam Presbytis cristata (lutung).

Brugia malayi dan Brugia timori

Brugia malayi dan Brugia timori hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak dapat berkembangbiak di perkotaan. Brugia malayi hamya hidup pada manusia sedangkan Brugia timori biasanya terdapat pada daerah persawahan, sesuai dengan perindukan vektornya yaitu Anopheles barbirostris. Penyebaran Brugia malayi bersifat fokal, dari Sumatra sampai kepulauan Maliku, sedangkan Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur yaitu, NTT dan TimorTimur.

Page

12

Komplikasi Wuchereria bancrofti dapat menimbulkan beberapa komplikasi, dapat berupa kiluria, yaitu urin berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pada pembuluh limfe pada system eksretori dan urinari. Selain itu filariasis bancrofti dapat menyebabkan hidrokel. Hidrokel, adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Hidrokel merupakan pengumpulan cairan di dalam kantung yang terletak di sekitar kantong kemaluan atau lipat paha, sedang hernia adalah masuknya lapisan perut (kadang-kadang disertai dengan isi perut, seperti usus) ke dalam kantong kemaluan atau lipat paha. Hidrokel sering ditemukan pada bayi baru lahir. Pencegahan Pencegahan masal Kontrol penyakit pada populasi adalah melalui vektor (nyamuk). Namun hal ini terbukti tidak efektif mengingat panjangnya masa hidup parasit (4-8tahun). Baru-baru ini, khususnya dengan dikenalnya pengobatan dosis tunggal, sekali per tahun, 2 regimen obat (Albendazol 400 mg dan Ivermectin 200 mg/kgBB cukup efektif. Hal ini merupakan pendekatan alternatif dalam menurunkan jumlah mikrofilaria dalam populasi. Pada pengobatan masal (program pengendalian filariasis) pemberian DEC dosis standar tidak dianjurkan lagi mengingat efek sampingnya. Untuk itu, DEC diberikan dengan dosis lebih rendah (6 mg/kgBB), dengan jangka waktu pemberian yang lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama misalnya dalam bentuk garam DEC 0,20,4% selama 9-12 bulan. Atau pemberian obat dilakukan seminggu sekali, atau dosis tunggal setiap 6 bulan atau 1 tahun.4

Pencegahan Individu Kontak dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui penggunaan obat oles anti nyamuk, kelambu, atau insektisida.

Page

13

Strategi WHO untuk Membasmi Filariasis Limfatik Strategi Global Progamme to Eliminate Lymphatic Filariasis memiliki 2 komponen : 1). Menghentikan penyebaran infeksi (contoh: interupsi transmisi). Untuk interupsi transmisi, daerah endemik filaria harus diketahui, kemudian program pengobatan masal diterapkan untuk mengobati populasi berisiko. Di banyak negara, program dilakukan dengan pmberian dosis tunggal 2 obat bersamaan 1 kali per tahun. Obat yang diberikan adalah Albendazole dan DEC atau Ivermektin. Dosis ini harus diberikan selama 4-6 tahun. Alternatif lain adalah penggunaan garam terfortifikasi dengan DEC selama 1 tahun; 2). Meringankan beban penderita (contoh: kontrol mordibitas). Untuk mengurangi beban akibat penyakit diperlukan edukasi untuk meningkatkan kewaspadaan pada pasien yang mengalami infeksi. Dengan edukasi ini diharapkan pasien akan meningkatkan higiene lokal sehingga mencegah episode inflamasi akut.

Prognosis Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edema tungkai, prognosis lebih buruk.5

Penutup Filariasis merupakan penyakit yang menyebabkan penderitaan baik fisik maupun psikologis. Walaupun insiden penyakit ini jarang tetapi kita tetap perlu memikirkan filariasis sebagai salah satu penyebab bila menemukan kasus limfedema. Ketelitian diagnostik diperlukan untuk mencegah berkembangnya penyakit ini ke stadium yang lebih lanjut. Oleh karena itu diperlukan kerjasama multi disiplin untuk melakukan pendekatan diagnostik dan penanganan penyakit, sehingga penyebaran filariasis dapat terhambat.

Page

14

Daftar pustaka 1. Welsby, philip d. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesa Klinis.Jakarta: EGC .2006.Hal 182-3. 2. Susanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Edisi 4. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta ; 2008 : 32-41. 3. Hadidjaja P, Margono Sri S. Dasar parasitologi klinik. Ed 1. Jakarta:FKUI, 2007. Hal 204-11. 4. Sudoyo Aru W, Alwi Idrus, Bambang Setiyohadi. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 2230, 2931-6 5. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdy, editors. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2007. 6. 4. Garcia LS. Diagnostik parasitologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2006: 187-92

Page

15

Anda mungkin juga menyukai