Oleh : Sumartono
(Mahasiswa Program Magister : SPD)
A. Latar Belakang
Masyarakat tidak begitu saja muncul seperti sekarang ini, tetapi terjadi karena
adanya perkembangan yang dimulai dari masa lampau dan terdapat masyarakat
yang mewakili masa tersebut. Masyarakat ini kemudian berkembang mengikuti
perkembangan zaman sehingga kemajuan yang dimiliki masyarakat sejalan dengan
perubahan yang terjadi secara global, tetapi ada pula masyarakat yang berkembang
tidak seperti mengikuti perubahan zaman melainkan berubah sesuai dengan konsep
mereka tentang perubahan itu sendiri.
Jacobus Ranjabar (2008, 176) juga menguatkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi perubahan sosial adalah unsur-unsur budaya. Kadar perubahan
sosial sangatlah berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Kondisi
lingkungan yang dapat memberikan tekanan pada suatu individu atau kelompok
masyarakat dapat menimbulkan pengaruh terhadap pola pikir masyarakatnya.
Tekanan kondisi lingkungan tersebut misalnya, geografis, kondisi alam, penduduk,
rendahnya tingkat ekonomi masyarakat. Aktualisasi pola pikir sangat mempengaruhi
perilaku budaya masyarakat. Rendahnya tingkat ekonomi masyarakat yang
terwujud dalam bentuk kemiskinan pada masyarakat pedesaan di Jawa, mampu
2
mempengaruhi pola pikir individu dan kelompok masyarakat untuk usaha mengatasi
kemiskinan tersebut dengan melakukan tindakan migrasi dengan tujuan mencari
pekerjaan atau mata pencaharian yang lebih baik ke daerah lain. Menurut Everet S.
Lee (1979), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sesorang individu melakukan
migrasi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor-faktor yang ada di daerah asal;
Faktor-faktor di daerah asal meliputi faktor-faktor yang bersifat positif dan
negatif. Faktor negatif merupakan faktor yang tidak menyenangkan di daerah
asal, bersifat memberi dorongan (push factor) kepada calon migran sebagai
motivasi melakukan migrasi. Faktor positif sebagai faktor yang menyenangkan,
menyebabkan individu menginginkan tetap tinggal di daerah asal. Misalnya :
rasa keterikatan dengan keluarga, dsb.
2. Faktor-faktor yang ada di daerah tujuan;
Terdiri dari faktor positif dan faktor negatif. Faktor positif di daerah tujuan
merupakan faktor yang menarik (pull factor) bagi calon migran agar termotivasi
melakukan migrasi. Misalnya: informasi tentang kemudahan memperoleh
pendapatan yang lebih baik. Faktor negatif di daerah tujuan merupakan faktor
yang menyebabkan calon migran kurang atau tidak mempunyai motivasi
melakukan migrasi. Misalnya: daerah tujuan ternyata tidak aman, dsb.
3. Faktor penghalang (barrier);
Faktor penghalang adalah faktor yang dapat menghambat keinginan calon
migran untuk melakukan migrasi. Misalnya : hambatan transportasi, keuangan
dsb.
4. Faktor individu.
Faktor individu adalah faktor yang sangat menentukan. Betapapun susahnya
hidup di daerah asal atau bagaimanapun menariknya di daerah tujuan, kalau
tidak mempunyai keberanian individu, maka peristiwa migrasi tidak terjadi.
Dengan demikian dari ke empat faktor tersebut, yang paling menentukan terjadinya
peristiwa migrasi pada seseorang adalah faktor individu/pribadi. Sifat-sifat individu
yang melekat pada dirinya seperti keberanian, percaya diri, motivasi yang kuat dsb
sangat berpengaruh terhadap kepastian seseorang melakukan migrasi. Faktor yang
3
paling dominan seseorang melakukan migrasi adalah karena tekanan/kebutuhan
ekonomi. Akan tetapi yang lebih menentukan keberhasilan seseorang setelah
migrasi adalah kemampuan berinteraksi orang tersebut dengan orang atau pihak
lain. Berdasarkan teori Social Exchange, dalam pergaulan hidup manusia terdapat
suatu kecenderungan yang kuat bahwa kepuasan atau kekecewaan bersumber
pada perilaku pihak lain terhadap dirinya sendiri. Para sosiolog menyatakan bahwa
seseorang akan berinteraksi dengan pihak lain, oleh karena hal itu dianggapnya
menguntungkan karena akan memperoleh imbalan (Soerjono Soekanto 1982, 9).
Oleh karena itu, agar perilaku orang/pihak lain dapat memberikan keuntungan
kepada diri kita sendiri, maka memelihara hubungan dan interaksi antara kedua
belah pihak menjadi sangat penting.
4
yang dapat merubah struktur sosial masyarakat. Setiap orang dapat menjadi migran
untuk melakukan aktivitas ekonomi. Selain karena pertanian yang tidak lagi dapat
menjamin kebutuhan ekonomi masyarakat, ada kebutuhan status dan harga yang
lebih ingin dicari oleh para migran. Para tenaga kerja Indonesia yang semakin lama
kian merasakan kesejahteraan yang didapatkannya dari pekerjaannya sebagai
migran, memiliki kebutuhan akan mengejar nilai status atau modal kekuasaan untuk
berada dalam masyarakatnya (www. Learning-of.slametwidodo.com).
Tenaga kerja migran berawal dari individu dan dilanjutkan dengan kelompok
masyarakat, telah menjadi pekerjaan bahkan status sosial idola di mata masyarakat
pedesaan Jawa. Tenaga kerja migran telah mampu merubah kelas sosial mereka
dalam masyarakat. Perolehan ekonomi yang dikirim dari hasil pekerjaan sebagai
tenaga kerja migran yang disebut remiten telah mampu meningkatkan
kesejahteraan mereka. Mereka mampu membuat rumah permanen yang baik.
5
Mereka mampu menghidupi keluarganya dengan baik, bahkan lebih baik daripada
kelompok keturunan ningrat yang tidak berhasil dalam kehidupan sosial
ekonominya. Keberhasilan aspek ekonomi rakyat biasa pada masyarakat pedesaan
Jawa ini menyebabkan terjadinya pergeseran struktur sosial, dimana mereka akan
berada pada lapisan sosial yang lebih tinggi dari sebelumnya. Perubahan paradigma
terhadap pandangan kelas sosial yang terjadi pada masyarakat pedesaan di Jawa,
nampak adanya suatu pergeseran. Pada kejayaan zaman kerajaan, keturunan
ningrat yang biasa disebut darah biru mempunyai kelas sosial yang tinggi. Setelah
itu bergeser pada kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi. Namun pada
zaman reformasi sekarang ini, keberhasilan ekonomi menjadi indikator yang ikut
menentukan kelas sosial dalam masyarakat.
C. Kesimpulan
Migrasi sebagai suatu bentuk proses sosial telah merubah kondisi sosial ekonomi
keluarga tenaga kerja migran menjadi lebih baik. Sebagian besar keluarga
masyarakat migran di pedesaan Jawa telah merasakan peningkatan kondisi sosial
ekonominya. Keberhasilan migran ditentukan oleh kemampuan interaksi sosial,
karena pada hakikatnya keberhasilan tergantung interaksi terhadap orang lain.
Migrasi keluar negeri yang temporer merupakan alat untuk mencapai status dan
kedudukan yang lebih tinggi seperti halnya priyayi. Seperti mimpi indah di ruang
global kembali ke desa kebutuhan akan kepuasan mencapai status dalam
kedudukan tinggi dalam konteks tradisional Jawa terpenuhi manakala telah berhasil
meraih keberhasilan ekonomi, meskipun identitas “Jawa” masih tetap ada.
Keberhasilan kaum migran telah merubah paradigma kelas atas pada lapisan
masyarakat pedesaan Jawa yang bergeser dari keturunan ningrat, berpendidikan
tinggi menuju masyarakat yang berpendapatan tinggi.
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Lee, Everet S. 1979, Suatu Teori Migrasi, Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
2. Ranjabar, Jacobus,S.H.,M.Si., 2008, Perubahan Sosial Dalam Teori Makro,
Pendekatan Realitas Sosial, Bandung, Alfabeta.
3. Soekanto, Soerjono, SH, MA, Dr, 1982, Teori Sosiologi tentang Pribadi Dalam
Masyarakat, Jakarta, Ghalia Indonesia.
4. www. Learning-of.slametwidodo.com