Anda di halaman 1dari 57

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia.

Gagasan dasarnya sederhana untuk dipahami, caranya beragam, mulai dari cara sederhana sampai yang agak rumit dari segi kerja dan peralatan, dan metode ini dipakai untuk setiap jenis senyawa. Metode ini pemanfaatannya secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan cara lama, digunakan secara luas, terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Kromatografi lapis tipis lebih unggul bila sejumlah kondisi pemisahan yang berbeda-beda diperlukan untuk menangani penetapan kadar seluruh cuplikan, karena sejumlah bejana pengembang yang berisi berbagai sistem pelarut dapat lebih hemat dipakai. Keuntungan lain, tiadanya gangguan pelarut pada penyelidikan secara fotometri karena pelarut sebagai fase gerak telah diuapkan. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul, pada sistem kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam keadaan sedemikian rupa sehingga komponen-komponennya harus menunjukkan dua dari ketiga sifat tersebut yaitu kelarutan, adsorbsi, dan keatsirian.

I.2 Maksud dan Tujuan I.2.1 Maksud Percobaan Untuk mengetahui dan memahami cara-cara pemisahan dan identifikasi kation dan anion dengan menggunakan kromatografi lapis tipis. I.2.2 Tujuan Percobaan Memisahkan dan mengidentifikasi kation dan anion yang terdapat dalam suatu sampel dengan metode KLT. I.3 Prinsip Percobaan Penentuan jenis kation dan anion yang terkandung dalam suatu sampel dengan metode KLT berdasarkan kecepatan partisi dan adsorbsi dari zat uji ke dalam eluen dengan parameter nilai Rf dari noda yang terbentuk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Teori Umum Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana. Pada Kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas serupa dalam hal fase diamnya berupa lapisan tipis dan fase geraknya mengalir karena kerja kapiler. Perbedaannya dalam sifat dan fungsi fase diam. Pada KLT, fase cair lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri dari bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tapi dapat pula terbuat dari pelat polimer atau logam. Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya CaSO4 atau amilum (pati) (1). Pada KLT, zat penyerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang umumnya dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbsi, partisi atau kombinasi kedua efek, tergantung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan (2). KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran hampir sama, dengan menotolkan zat uji dan

baku pembanding pada lempeng yang sama. Perbandingan visual ukuran bercak yang dapat digunakan untuk memperkirakan kadar secara semikuantitatif (2). Titik tempat campuran ditotolkan pada ujung pelat atau lembaran disebut titik awal dengan cara menempatkan cuplikan itu disana disebut penotolan. Garis depan pelarut adalah bagian atas fase gerak atau pelarut ketika ia bergerak melalui lapisan, dan setelah pengembangan selesai , merupakan tinggi maksimum yang diperoleh pelarut. Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem kromatografi tertentu dinyatakan dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan membagi jarak yang ditempuh oleh bercak linarut dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pelarut. Keduanya diukur dari titk awal dan harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1 (1). Ada dua metode kuantitasi analit dalam KLT (cocok untuk bahan anti radioaktif). Pertama melibatkan sejumlah cara pengukuran langsung pada lempeng seperti pengukuran luas, perbandingan keterlihatan, atau densitometri. Kedua melibatkan pergerakan analit dari lempeng, diikuti dengan tahap kuantitasi. Masing-masing metode mempunyai keuntungan dan kerugian dan mempunyai kedudukan tersendiri dalam KLT kuantitatif. Teknik ini terutama ditekankan pada densitometri (3).

II.2 Uraian Bahan 1. Asam asetat (4 ; 41) Nama resmi : Acidum aceticum Sinonim : Asam cuka RM / BM : CH3COOH / 60,05 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam tajam. Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol 95 % Pdan dengan gliserol P. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Khasiat : Zat tambahan Kegunaan : Pereaksi 2. Benzen (4 ; 658) Nama resmi : Benzen Sinonim : Benzena RM / BM : C6H6 / 78,11 Pemerian : Cairan tidak berwarna, transparan, mudah terbakar. Kelarutan : Larut dalam air Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Khasiat : Zat tambahan Kegunaan : Pereaksi/eluen 3. Kloroform (4 ; 151) Nama resmi : Chloroform Sinonim : Kloroform RM / BM : CHCl3 / 119,38 Pemerian : Cairan mudah menguap, tidak berwarna, bau khas,rasa manis dan membakar. Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, bersumbat kaca, terlindung dari cahaya. Khasiat : Anestetik umum, pengawet, zat tambahan Kegunaan : Reagensia/eluen 4. Karbon tetraklorida (4 : 695) Nama resmi : Karbon tetraklorida RM / BM : CCl4 / 153,82

Pemerian : Cairan jernih mudah menguap, tidak berwarna, baukhas. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol mutlak dan dengan eter. Penyimpanan : Dalam wadah bersumbat kaca. Khasiat : Sebagai obat bius Kegunaan : Reagensia/eluen 5. Asam nitrat (4 : 650) Nama resmi : Acidum nitricum Sinonim : Asam nitrat RM / BM : HNO3 / 63,01 Pemerian : Cairan berasap, sangat korosif, bau khas sangat merangsang. Kelarutan : Larut dalam air. Khasiat : Zat tambahan Kegunaan : Pereaksi 6. Dithizone (4 : 671) Nama resmi : Difenilkarbazon Sinonim : Difeniltiokarbazon RM / BM : C6H5N=NCSNHNH5H6 / 256,32 Pemerian : Serbuk halus, kristal hitam. Kelarutan : Larut dalam etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup, bersuhu sejuk. Khasiat : Pereaksi spesifik Kegunaan : Pereaksi 7. Parasetamol (4 : 37) Nama resmi : Acetominophenum Sinonim : Acetominofan, Parasetamol RM / BM : C8H9NO2 / 151,16 Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)p, dalam 13 bagian aceton p, dan dalam 40 bagian gliserol p Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, berlindung dari cahaya Kegunaan : sebagai sampel 8. Asetosal (4 : 43) Nama resmi : Acidum acetylsalicylicum Sinonim : Asetosal, Asam asetil salisilat RM / BM : C9H8O4 / 180,16 Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau hamper tidak berbau; rasa asam

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95%) p; larut dalam kloroform p dan dalam eter p Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Kegunaan : sebagai sampel 9. Asam salisilat (4 : 56) Nama resmi : Acidum salycylicum Sinonim : Asam salisilat RM / BM : C7H6O3 / 138,12 Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hamper tidak berbau; rasa agak manis dan tajam Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) p; mudah larut dalam kloroform p dan dalam eter p; larut dalam larutan ammonium asetat p,dinatrium hidrogenfosfat p, kalium sitrat p dan natriumsitrat p Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Khasiat : Keratolitikum, anti fungi Kegunaan : Sebagai sampel 10.Antalgin (4 : 369) Nama resmi : Metampyronum

Sinonim : Metampiron, Antalgin RM / BM : C13H16N3N4O4S.H2O / 357,37 Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Kegunaan : Sebagai sampel 11.Sulfadiazin (4 : 579) Nama resmi : Sulfadiazinum Sinonim : Sulfadiazin RM / BM : C10H10N4O2S / 250,27 Pemerian : Serbuk putih, putih kekuningan atau putih agak merah jambu; hampir tidak berbau, tidak lama Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) p dan aseton p Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya Kegunaan : Sebagai sampel 12.Kafein (4 : 125) Nama resmi : Coffein Sinonim : Kafein

RM / BM : C6H10N4O2 / 197,19 Pemerian : Serbuk atau hablur bentuk jarum, mengkilat, biasanya menggumpal putih; tidak berbau; rasa pahit Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol (95%) p;mudah larut dalam kloroform p; dan sukar larut dalam eter p Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Kegunaan : Sebagai sampel II.3 Prosedur Kerja Buatlah eluen benzena-CCl4 dan benzena-kloroform dengan perbandingan 10:1. Buatlah sampel 0,1 % sebanyak 10 ml dengan air suling. Siapkan chamber dan jenuhkan dengan eluen yang akan digunakan. Tambahkan beberapa tetes asam asetat sampai pH 5 dengan menggunakan kertas pH universal. Buatlah 10 ml larutan ditizon 0,1 % dalam kloroform. Masukkan sampel dengan corong pisah, kemudian masukkan juga larutan ditizon 0,1 %. Kocok dengan sekali-kali tutupnya dibuka. Kemudian diamkan beberapa saat agar terpisah dengan baik. Pisahkan larutan, kemudian yang berada di bagian bawah masukkan lagi ke dalam corong pisah. Masukkan 10 ml HNO3 0,02 N dalam corong pisah, lalu kocok dengan sekali-sekali tutupnya dibuka, kemudian diamkan dan pisahkan. Tampung larutan bagian bawah dalam botol vial dan totolkan pada lempeng kemudian elusi. Catat spot yang terbentuk dan hitung nilai Rf yang terbentuk.

BAB III METODE KERJA III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Botol eluen, Corong pisah, Gelas chamber dan penutupnya, Gelas phiala, Gelas ukur 10 ml, Lempeng kromatografi (silika gel), Penotol, Pinset, Vial III.1.2 Bahan-bahan yang digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Air suling, Eluen Benzena-CCl4 10:1, Etanol 95 % , Kertas saring, Kertas pH, Larutan asam nitrat 0,02 N, Larutan Dithizon 0,1 % dalam kloroform

III.2 Cara Kerja 1. Dibuat eluen benzena-CCl4 dengan perbandingan 10:1 2. Disiapkan chamber dan dijenuhkan dengan eluen benzena-CCl4 3. Dibuat sampel 0,1 % sebanyak 10 ml dengan air suling 4. Diukur pH larutan sampel dengan kertas pH 5. Dimasukkan ke dalam corong pisah sampel dan larutan ditizon 0,1 % dalam kloroform sebanyak 10 ml. Dikocok dengan sekali-kali tutupnya dibuka. Lalu larutan didiamkan beberapa saat agar terpisah dengan baik.

6. Larutan dipisahkan. 7. Larutan yang berada dibawah dimasukkan lagi ke dalam corong pisah 8. Dimasukkan ke dalam corong pisah 10 ml HNO3 0,02 N dalam corong pisah, lalu dikocok dengan sekali-sekali tutupnya dibuka, kemudian didiamkan dan dipisahkan. 9. Ditampung larutan di bagian bawah dalam botol vial dan ditotolkan pada lempeng kemudian dielusi. 10.Dicatat spot yang terbentuk dan dihitung nilai Rf yang terbentuk.

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil pengamatan IV.1.1 Data Pengamatan No. 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah noda 1 2 2 2 3 Kode zat I X Y S R Warna noda Merah muda Coklat Coklat muda Merah muda Coklat Ungu Merah muda Orange Coklat Merah muda Jarak noda 3,2 0,9 4,8 3,2 4,0 4,6 3,8 4,8 4,5 3,7 Jarak eluen 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5

IV.1.2 Perhitungan Jarak yang ditempuh oleh noda Rf = Jarak yang ditempuh oleh eluen Kode sampel I Rf = 3,2 / 5,5 Rf = 0,581 (noda merah muda) Kode sampel X Rf = 0,9 / 5,5 Rf = 0,163 (coklat) Rf =4,8 / 5,5 Rf = 0,872 (coklat muda) Kode sampel Y

Rf = 3,2 / 5,5 Rf = 0,581 (merah muda) Rf = 4,0 / 5,5 Rf = 0,727 (coklat)

Kode sampel S Rf = 4,6 / 5,5 Rf = 0,836 (ungu) Rf = 3,8 / 5,5 Rf = 0,690 (merah muda)

Kode sampel R Rf = 4,8 / 5,5 Rf = 0,873 (orange) Rf = 4,5 / 5,5 Rf = 0,818 (coklat) Rf = 3,7 / 5,5 Rf = 0,627 (merah muda)

IV.2 Pembahasan Pada percobaan ini dilakuakan pengidentifikasian kation dan anion dengan menggunakan kromatografi lapis tipis berdasarkan kecepatan partisi dan adsorbsi dari zat uji ke dalam eluen dengan parameter Rf dari noda yang terbentuk. Lempeng yang digunakan menggunakan adsorben yang terbuat dari silika gel.

Peralatan yang digunakan pada KLT ini meliputi suatu lempeng tipis. Dengan batuan alat ini bahan sorben dapat dibuat rata pada pelat dan dapat dilapiskan dengan ketebalan yang diinginkan. Pelat ini memungkinkan sejumlah larutan diperiksa dan larutan pembanding ditotolkan padab titik awal. Selain pelat juga digunakan bejana kromatografi dari bahan tembus cahaya dengan tutup rapat. Bejana dilapisi kertas saring dan sejumlah besar fase gerak dituangkan untuk penjenuhan kertas dan pada dasar bejana diisi dengan pelarut pengembang setinggi 1,5 ml. Ditutup dan dibiarkan jenuh dengan eluen. Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung bahan tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Silika gel digunakan sebagai adsorben untuk kromatografi senyawa-senyawa netral, asam dan basa. Selain itu silika gel mempunyai efek pemisahan melalui proses adsorbsi dan partisi. Larutan zat uji ditotolkan 2,5 cm dari bawah dan minimum 2 cm dari sisi pelat, sedemikian rupa sehingga terjadi noda teratur yang maksimum berdiameter 6 mm, tetapi pada percobaan ini syarat tersebut tidak diperhatikan sehingga lempeng yang digunakan lebernya sangat kecil. Penotol yang digunakan sebaiknya berdiameter 0,1 mm 1 mm, sehingga larutan zat uji yang digunakan juga sesuai dengan apa yang diinginkan.

Setelah ditotolkan, pelat diuapkan. Lalu pelat diletakkanvertikal dalam bejana kromatografi dan titik awal harus tetap berada disebelah atas permukaan fase mobil. Bejana ditutup dan disimpan pada suhu 20 25 oC. Jika fase gerak sudah melewati trayek yang diberikan dalam monografi, pelat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan diudara. Cara pengembangan pada KLT adalah menaik. Untuk KLT dapat digunakan metode identifikasi dengan menggunakan pereaksi kimia. Pereaksi yang sering digunakan asam sulfat pekat dalam bentuk yang disemprotkan. Akan terbentuk noda gelap senyawa yang dipisahkan karena terjadi pengarangan. Tetapi pada praktikum ini tidak digunakan pereaksi karena senyawa yang ingin dipisahkan sudah berwarna. Harga Rf merupakan parameter karasteritik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran karasteristikdan reproduksibel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Harga Rf dipengaruhi oleh faktor berikut :
o o o o

Pelarut yang digunakan Bahan pengemban (jenis dan ketebalan lapisan). Suhu. Kejenuhan ruangan akan pelarut.

o o o o o

Kelembaban udara. Konsentrasi dan komposisi larutan yang diperiksa. Panjang trayek migrasi. Senyawa asing dan pencemaran pelarut. Ketidakhomogenan lempeng.

Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka kesalahan dalam melakuakn peraktikum ini tetap mesti ada. Misalnya suhu udara padasaat praktikum dan kelembaban udara, karena pada saat praktikum diluar hujan. Selain itu Cuma digunakan satu jenis adsorben, sehingga pemisahan yang dilakukan kurang teliti karena harga Rf-nya dan warna bercak mungkin saja bisa sama.

BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah No. 1. 2. 3. 4. 5. VI.2 Saran Kode sampel I X Y S R Sampel yang digunakan CaCl2 Semua zat Pb asetat NaCl ZnCl2

Agar di dalam praktikum ini eluen yang digunakan berbagai jenis dan perbandingan serta lempeng yang digunakan mempunyai fase diam yang berbedabeda misalnya alumin dan selulosa, sehingga hasil yang diinginkan lebih teliti.

Daftar pustaka

http://addpharmacy.blogspot.com/2013/05/kromatografi-lapis-tipis.html Amal Reska penggunaan kromatografi lapis tipis kesehatan

LAPORAN KROMATOGRAFI LAPISAN TIPIS

I.

Tujuan : 1. Mengetahui pemakaian kromatografi lapisan tipis untuk pemisahan komponen komponen dalam senyawa atau campuran. 2. Mencari harga Rf dari beberapa komponen pada system fasa diam dan fasa gerak. 3. Untuk mengetahui fasa gerak (eluen) yang cocok dan bagus untuk memisahkan komponen komponen dalam suatu senyawa ataw campuran.

II. Teori Dasar

Kromatografi adalah suatu metoda pemisahan campuran senyawa atau komponen berdasarkan perbedaan distribusi senyawa atau komponen tersebut antara dua fasa, yaitu fasa gerak (eluen) dan fasa diam (adsorben). Kromatografi lapisan tipis dikembangkan oleh Egon Stahl dengan menempelkan absorbern pada lempengan gelas, sehingga merupakan lapisan. Selain plat kaca juga digunakan plat alumina. Distribusi fasa atau perpindahan molekul suatu komponen dari fasa yang bergerak menuju fasa diam yang dilaluinya merupakan suatu proses

kesetimbangan. Ada 2 macam distribusi fasa, yaitu : 1. Distribusi fasa partisi, yaitu distribusi fasa yang terjadi karena perbedaan kelarutan komponen-komponen dalam pelarur-pelarut yang tudak saling melarut. 2. Distribusi fasa adsorpsi, yaitu distribusi fasa yang terjadi karena adanya perbedaan daya adsorpsi komponen pada fasa padat,

Kromatografi lapisan tipis bekerja berdasarkan pada distribusi fasa adsorpsi cair padat. Sebagai fasa padat atau absorbennya berupa lapisan tipis bubur alumina , silica gel yang menempel pada permukaan selembar lempengan kaca atau lempengan alumina. Sedangkan sebagai fasa gerak atau eluen yang digunakan untuk membawa zat yang diperiksa bergerak melalui fasa padat. Eluen KLT ini berupa cairan yang mengelusi campuran komponen atau senyawa dari ujung yang satu ke ujung yang lain,yaitu dari bagian bawah plat ke bagian atas plat.

Larutan pekat senyawa yang diperiksa ditotolkan pada permukaan lapisan tipis bubur silika gel atau alumina pada sauatu garis yang sejajar. Lapisan tipis yang telah ditotolkan larutan pekat dari zat yang diperiksa dimasukkan ke dalam botol kromatografi yang telah berisi eluen. Komponen yang lebih kuat diserap oleh adsorben akan lebih lambat naiknya dan komponen yang kurang diserap oleh adsorben akan lebih cepat naiknya pada plat. Sehingga pada plat akan terdapat komponen-komponen yang tersusun sepanjang plat. Untuk mengidentifikasi komponen yang satu dengan yang lainnya dapat digunakan factor retensi Rf ( Reterdation factor = factor perintang lambatan ) Rf = Jarak yang ditempuh komponen (hk) Jarak yang ditempuh eluen (he)

-------ihj

he

hk

Bilangan Rf Kelincahan suatu senyawa dalam mengembang tertentu disebut dengan bilangan Rf dan menurut teori Rf merupakan cirri senyawa tersebut yang

terulangkan. Bilangan Rf didefenisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pengembang (diukur dari garis awal ). Karena itu, bilangan Rf hanya kira-kira saja terulangkan dibeberapa laboratorium dank arena alas an tersebut, adanya korelasi nyata dengan bilangan Rf pustaka harus dianggap sebagai petujuk identifikasi saja sebelum kedua senyawa tadi dikromatografi berdampingan pada kertas yang sama. III. Prosedur Kerja :

Alat-alat yang digunakan :


o o o o o o

Gelas piala 250 mL Mistar Alat tulis Pipa kapiler Pipet takar 10 mL Kaca arloji

Bahan-bahan yang digunakan : o Metilen Red o Rhodamin B o H2O

o Etanol p.a o Butanol p.a

Cara kerja : 1. Lapisan plat alumina diukur 1 cm dari bagian bawah dan 1 cm dari atas. 2. Disiapkan eluen I dan eluen II yaitu campuran dari : Eluen I : - H2O - etanol - butanol Eluen II : - H2O - etanol - butanol = 1 mL = 2 mL = 4 mL = 4 mL = 2 mL = 1 mL

3. Ditotolkan zat warna kelapisan tipis dengan 3 totolan yaitu : Totolan 1 = zat warna A (metilen red) Totolan 2 = zat warna B (rhodamin B) Totolan 3 = zat warna C (metilen red dan rhodamin B) 4. Dicelupkan ke dalam gelas piala yang telah berisi eluen, hindari noda jangan sampai terendam. 5. Diperhatikan kenaiakan eluen setelah beberapa saat. 6. Setelah eluen berhenti, lapisan tipis dikeringkan dan diukur hk dan he.

7. Kemudian dicari harga Rf nya.

IV.

Pengamatan :

Dari praktikum yang telah kami lakukan dapat diamati sebagai berikut : Untuk totolan A dan B

Daftar pustaka http://laporankulia.blogspot.com/ Emi Lia makalah kromatografi lapis tipis

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS I. TUJUAN Untuk menentukan jumlah komponen atau senyawa penyusun suatu campuran. II. TEORI Kromatografi adalah suatu metoda pemisahan campuran senyawa atau komponen berdasarkan pada percobaan distribusi senyawa atau komponen-komponen yakni antara dua fasa yaitu : a. Fasa diam (adsorben atau lapisan penyerap) Bertindak sebagai pemisah campuran. Contoh pelrut yang digunakan adalah silika gel, alumunium oksida, selulosa. Namun yamg paling banyak digunakan adalah slika gel dan alumunium oksida karena kadar air yang digunakan berpengaruh nyata terhadap daya. b. Fasa gerak (Eluen) Bertindak sebagai pembawa campuran. Komponen-komponen campuran akan bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda akibat hambatan dari fase diam sehingga terjadi pemisahaan. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari satu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip yang sama. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang berbeda pula.

Pelaksanaan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Gel silika atau alumina meupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultraviolet. Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis adalah dengan memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa. Partikel silika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air. Pada kromatografi lapis tipis, sebuah garis digambarkan dibagian atas dan bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna di tempatkan pada garis yang telah ditentukan. Diberikan penandaan pada garis dilempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika dilakukan dengan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram di bentuk. Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relatif f pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut: Rf = Jarak yang di tempuh komponen Jarak yang ditempuh pelarut Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karena itu Rf juga disebut faktor referensi. Faktor yang mempengaruhi gerak dan harga Rf: Sifat dari penyerap dan derajat aktivitas. Struktur kimia dari senyawa dipisahkan.

Kerapan dari satu pasang penyerap. Pelarut (derajat kemurnian) fase bergerak. Syarat-syarat pelarut yang diinginkan dalam KLT : Pelarut yang digunakan tergantung pada sifat zat yang akan dianalisa. Yang polar akan larut pada pelarut polar. Untuk komponen yang lebih polar.

Keuntungan KLT : 1. Waktu relatif singkat 2. Menggunakan inestasi yang kecil. 3. Paling cocok untuk analisis bahan alam dan obat. 4. Jumlah cuplikan yang dengan sedikit. 5. Kebutuhaan ruang minimum. 6. Penanganan sederhana. 7. Zat yang bersifat asam/basa kuat dapat dipisahkan dengan KLT. Kelemahan KLT : 1. Hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang cocok dengan pada kromatografi kolom 2. Noda yang terbetuk belum tentu senyawa murni.

III. PROSEDUR PERCOBAN 3.1. Alat dan Bahan A. Alat 1. Plat KLT digunakan sebagai media pada noda 2. 3. Pipa kapiler digunakan sebagai alat untuk meneteskan hasil soklet pada KLT Chamber digunakan untuk tempat proses pendorongan noda oleh eluen

B. 1. 2.

Bahan Hasil ekstrak soklet sebagai sampel yang akan di uji senyawanya Pelarut atau eluen digunakan untuk mendorong noda pada KLT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada praktikum yang telah dilakukan, digunakan hasil ekstraksi sampel buah naga yang telah dilakukan dengan cara sokletasi. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen berdasarkan kepolarannya. Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-

komponennya. Pelaksanaan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau aluminia yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastk yang keras. Gel silika (aluminia) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis sering kali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultraviolet. Namun, pada percobaan ini, plat kromatografi lapis tipis tidak mengeluarkan pendar flour. Ini bukan dikarenakan dalam buah naga terdapat komponenkomponen atau senyawa-senyawa, tetapi dalam kesalahan penyemprotan dengan larutan NaOH 1% dalam etanol : air (1:1). Eluen yang praktikan lakukan mengalami perbandingan 1 : 9 antara methanol : etil. Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis ini adalah dengan memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan.

Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan mudah terbawa oleh fase gerak tersebut. Jarak antara jalannya pelarut bersigat relative. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastika spot (noda) yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalag Rf. Nilai ini digunakan sbagai perbandingan relati antara sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fasa diam, sehingga nilai Rf sering juga di sebut faktor retensi. Namun, pada praktikum yang telah dilakukan, noda tak tampak sehingga tak dapat dilakukan perhitungan nilai Rf.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, prakktikan dapat menyimpulkan bahwa KLT merupakan suatu metoda pemisahan campuran senyawa atau komponen berdasarkan pada perbedaan distribusi senyawa atau komponen antara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Prinsip kerja dari KLT ini adalah dengan memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen, maka sampel akan mudah terbawa oleh fase gerak. Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan untuk memastikan noda yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut disebut dengan Rf. Dimana Rf merupakan jarak yang ditempuh substansi dibagi dengan jarak yang ditempuh pelarut. 5.2 Saran 1. Totolan pada batas bawah tidak boleh terendam pelarut 2. Usahakan chamber tidak berongga saat dilakukan penarikan noda oleh eluen

3.

Kuasai prosedur kerja dan jangan salah dalam penyemprotan NaOH 1% dalam etanol : air (1:1)

Daftar pustaka http://yolanisyaputri.blogspot.com/2012/01/kromatografi-lapis-tipis-i.html makalah kromatografi lapis tipis

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 2012 November 24 Posted by AW Trifany BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang Kromatografi merupakan metode analisis campuran atau larutan senyawa kimia dengan absorpsi memilih pada zat penyerap, zat cair dibiarkan mengalir melalui kolom zat penyerap, misalnya kapur, alumina dan semacamnya sehingga penyusunnya terpisah menurut bobot molekulnya, mula-mula memang fraksifraksi dicirikan oleh warna-warnanya (Puspasari, 2010, hal: 159). Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel

berdasarkan perbedaan kepolaran.Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Wikipedia, 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka pembahasan berikut akan membahas tentang cara pemisahan dengan metode kromatorafi lapis tipis (KLT) dan memisahkan pigmen warna dalam salah satu cuplikan dengan metode kromatograsi lapis tipis (KLT). 1. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada percobaan ini adalah: 1. Bagaimana cara mengetahui pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis? 2. Bagaimana cara memisahkan pigmen warna dalam suatu cuplikan pada metode kromatografi lapis tipis? 3. C. Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah: 1. Mengetahui cara pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis. 2. Mengetahui cara memisahkan pigmen warna dalam suatu cuplikan pada metode kromatografi lapis tipis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Istilah kromatografi berasal dari kata latin chroma berarti warna dan graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael

Tsweet (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tsweet dalam percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang diisikan ke dalam kolom kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan (Alimin, 2007, hal: 73). Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007). Kromatografi lapis tipis dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram, ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitive. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan. Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah silika gel, tetapi kadang kala bubuk selulosa dan tanah diatome, kieselgurh juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silika terhidrasi. Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorpsi digunakan suatu aplikator. Sekarang ini telah banyak tersedia kromatografi lapis tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube dan sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel (Khopkar, 2008, hal: 163 164). Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapis tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan. Pada penetesan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro). Sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi (sebanyak 0,01 10 g zat). Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat dapat diciptakan

dengan mengerok lapisan vertikal searah gerakan pelarut. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15 18 cm. Waktu yang diperlukan antara 20 40 menit. Semua teknik yang digunakan untuk kromatografi kertas dapat dipakai juga untuk kromatografi lapis tipis. Resolusi KLT jauh lebih tinggi dari pada kromatografi kertas karena laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi (Khopkar, 2008, hal: 164). Zat-zat berwarna dapat terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan reagent penyemprot untuk dapat melihat bercak suatu zat. Asam kromat sering digunakan untuk zat organik. Demikian juga penandaan secara radiokimia juga dapat digunakan, untuk menempatkan posisi suatu zat, reagent dapat juga disemprotkan pada bagian tepis saja. Bagian yang lainnya dapat diperoleh kembali tanpa pengotoran dari reagent dengan pengerokan setelah pemisahan selesai (Khopkar, 2008, hal: 164 165). Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut: Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan senyawa yang berbeda (Wikipedia, 2012). BAB III METODE PRAKTIKUM 1. A. Waktu dan Tempat

Hari/ Tanggal Pukul

: Kamis/ 10 Mei 2012 : 13.30 16.00 WITA

Tempat : Laboratorium Kimia Analitik, Lantai I, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 1. B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah: 1. Alat 1. Chamber 1 buah 2. Oven listrik 1 buah 3. Penotol 1 buah 4. Gelas kimia 250 mL 1 buah 5. Pinset 1 buah 6. Kaca 1 buah 7. Penggaris 1 buah 8. Pensil 1 buah 9. Botol semprot 1 buah 10.Bahan 1. Kloroform (CHCl3) : Etanol (C2H5OH) 2:3 2. Kloroform (CHCl3) : Etanol (C2H5OH) 3:2 3. Lempeng KLT 4. Tinta biru 5. Tinta merah 6. Tinta ungu 2. C. Prosedur Kerja Prosedur kerja pada percobaan ini adalah: 1. Memasukkan 3 mL pelarut ke dalam chamber. 2. Memanaskan KLT ke dalam oven listrik selama 10 menit. 3. Menyiapkan KLT, kemudian pada jarak 1 cm dari salah satu sisinya dibuat garis dengan pensil yang dibagi menjadi 3 bagian dan menandai dari nomor 1 sampai dengan nomor 3. 4. Menotolkan tinta berwarna merah, ungu dan biru ke masing-masing sekat yang telah dibuat.

3 mL 2 mL

5. Meletakkan KLT ke dalam chamber yang sudah disediakan dengan sisi plat yang mengandung tetesan-tetesan zat pada bagian bawah dan menjaga sehingga tetesan-tetesan tidak tercelup dalam larutan. Menutup chamber. 6. Setelah permukaan pelarut berjalan hingga bagian dari tinggi plat KLT tersebut, plat dikeluarkan dari chamber. Memberi tanda permukaan pelarut dengan pensil. 7. Memberi tanda pada noda-noda yang terbentuk dan menghitung Rf untuk zat standar dan cuplikan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. A. Hasil Pengamatan Warna Tinta Perbandingan Komponen warna eluen (kloroform: etanol) 3:2 0,12857 0,14285 0,25714 0,28571 0,07142 0,35714 0,17142 0,35714 0,76373 0,83516 0,81318 Rf Gambar

Ungu

a.ungub.biruc.ungu muda d.pink

Merah

3:2

a.merahb.pink

Biru Ungu

3:2 2:3

a.birub.biru muda a.ungub.biruc.biru tua d.ungu pink e.pink tua

0,71428 0,70329 a.merahb.pinkc.pink 0,82417 muda 0,76923 0,61538 0,83516 0,84615 1. B. Analisis Data

Merah

2:3

Biru

2:3

a.birub.biru muda

1. Ungu: Rf = 0,12857 2. Biru: Rf = 0,14285 3. Ungu muda: Rf = 0,25714 4. Pink: Rf = 0,28571 5. Merah: Rf = 0,07142 6. Pink: Rf = 0,22857 7. Biru: Rf = 0,17142

8. Biru muda: Rf = 0,35714 9. Ungu: Rf = 0,76373 10.Biru: Rf = 0,83516 11.Biru tua: Rf = 0,81318 12.Ungu pink: Rf = 0,71428 13.Pink tua: Rf = 0,70329 14.Merah: Rf = 0,82417 15.Pink: Rf = 0,76923 16.Pink muda: Rf = 0,61538 17.Biru: Rf = 0,83516 18.Biru muda:

Rf = 0,84615 1. C. Pembahasan

Pada percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis dan memisahkan pigmen warna dengan metode kromatografi lapis tipis. Dalam hal ini, tinta warna merah, ungu dan biru yang dijadikan sebagai sampel yang akan dipisahkan oleh pelarut cair yaitu kloroform (CHCl3) : etanol (C2H5OH) dengan nilai perbandingan 3:2 dan 2:3. Kloroform : etanol dimasukkan ke dalam chamber sebanyak 3 mL yang berfungsi sebagai pelarut nonpolar pada kromatografi lapis tipis. Setelah itu memasukkan lapis tipis ke dalam oven listrik selama 10 menit, lalu membuat garis pada jarak 1 cm dari salah satu sisinya yang berfungsi sebagai pembatas ketika lapis tipis dimasukkan ke dalam chamber yang berisi pelarut. Selanjutnya memberikan tiga sekat pada lapis tipis dan menotolkan tinta berwarna ungu, merah dan biru ke masing-masing antara sekat yang telah dibuat, dalam hal ini tinta berwarna berfungsi sebagai zat yang akan dipisahkan pigmen warnanya pada setiap tinta. Setelah itu meletakkan KLT ke dalam chamber yang telah disediakan dengan sisi plat yang mengandung tetesan-tetesan zat pada bagian bawah dan menjaga agar tetesan-tetesan tidak tercelup ke dalam pelarut, lalu menutup chamber. Setelah permukaan pelarut berjalan hingga bagian dari tinggi plat KLT tersebut, lalu mengeluarkan plat dari chamber dan member tanda permukaan pelarut serta noda-noda yang terbentuk pada plat dengan pensil yang berfungsi untuk mengetahui nilai Rf dari tiap noda yang terbentuk dari hasil pengukuran perbandingan antara panjang noda dan pelarutnya. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai Rf dari tiap noda yang terbentuk yaitu, untuk tinta ungu dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (3:2) membentuk noda ungu, biru, ungu muda dan pink dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,12857; 0,14285; 0,25714 dan 0,28571. Pada tinta merah dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (3:2) membentuk noda merah dan pink dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,07142; 0,35714. Pada tinta biru dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (3:2) membentuk noda biru dan biru muda dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,17142; 0,35714. Pada tinta ungu dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (2:3) membentuk noda ungu, biru, biru tua, ungu pink dan pink tua dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,76373; 0,83516; 0,81318; 0,71428 dan 0,70329. Pada tinta merah dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (2:3) membentuk noda merah, pink dan pink muda dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,82417; 0,76923; 0,61538. Pada tinta biru dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (2:3) membentuk noda biru dan biru muda dengan nilai Rf yang diperoleh

yaitu 0,83516 dan 0,84615. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin panjang ukuran noda pada setiap zat maka semakin besar pula nilai Rf yang diperoleh sebab panjang ukuran noda berbanding lurus dengan nilai Rf. Nilai Rf yang berbeda-beda tergantung pada noda-noda yang tampak karena noda-noda yang timbul pada KLT memiliki jarak masing-masing yang tidak akan sama dengan jarak noda yang lain dibagi dengan jarak pelarut (eluen) yang digunakan, dalam hal ini nilai pelarut yang baik berdasarkan teori yaitu akan menghasilkan nilai Rf antara 0,5 sampai 0,8. Dapat diketahui dari percobaan bahwa nilai Rf yang baik terdapat pada pelarut (eluen) kloroform:etanol (2:3) karena pada percobaan diperoleh nilai Rf sekitar 0,7 sampai 0,8.

BAB V PENUTUP 1. A. Kesimpulan Kesimpulan pada percobaan ini adalah: 1. Mengetahui cara pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis yaitu dengan memasukkan KLT yang telah diteteskan noda-noda ke dalam chamber yang berisi eluen, lalu beberapa saat kemudian pelarut dan nodanoda akan naik berdasarkan gaya kapiler dengan memisahkan komponenkomponenya. 2. Memisahkan pigmen warna dalam suatu cuplikan dengan metode kromatografi lapis tipis. 1. B. Saran Saran pada percobaan ini adalah sebaiknya dapat mengganti pelarut kloroform:etanol dengan pelarut benzena:etanol yang volumenya sama agar dapat

membandingkan seberapa cepat pelarut dapat memisahkan komponen-komponen tiap noda yang terbentuk.

Daftar pustaka http://awjee.blog.com/ makalah kromatografi lapis tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Laporan Praktikum Biokimia

I.

Tujuan

a. Dapat mengetahui dan memahami tehnik pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis. b. Dapat menentukan Rf komponen komponen yang dipisahkan dan mengidentifikasi zat yang dipisahkan II. Dasar Teori

Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan antara 2 fase,salah satunya yang merupakan fase diam (Stationer Phase),dan yang lainnya ialah fase gerak (Mobile Phase). Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fase gerak,komponen-komponen suatu campuran dapat dipisahkan.komponen yang kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih kuat terserap atau terabsorbsi pada fase diam akan tertinggal,sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang terserap akan bergerak lebih cepat.

Pada percobaan kali ini yang akan kita bahas adalah Kromatografi Lapis tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik pemisahan yang sederhana dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup. (Chamber) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ini mirip dengan kromatograafi kertas, hanya bedanya kertas digantikan dengan lembaran kaca tau plastik yang dilapisi dengan lapisan tipis adsorben seperti alumina, silike gel, selulosa atau materi lainnya. Lapisan tipis adsorben pada proses pemisahan berlaku sebagai fasa diam. Kromatografi lapis tipis lebih bersifat reproduksibel ( bersifat boleh diulang) dari pada kromatografi kertas. Sebagai fasa diam dalam KLT berupa serbuk halus dengan ukuran 5 50 mikrometer. Serbuk halus ini dapat berupa adsorben penukar ion. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan gel, alumina, dan serbuk selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidrosil dipermukaannya yang akan membentuk ikatan hydrogen dengan molekul molekul pokar.

Untuk membuat lapisan tipis pada KLT perlu dibuat bubur (slurry) ber air dari serbuk halus tadi. Zat pengikat dapat menggunakan gips, barium sulfat, polivenil alcohol atau kanji perlu ditambahkan, untuk membantu peletakan lapisan tipis pada penyangga. Bubuk halus ini kemudian ditebarkan pada papan penyangga (kaca, plastik atau aluminium), secara merata sehingga diperoleh ketebalan lapisan 0,1 0,3 mm. lapisan tipis adsorben diaktifkan dengan pengeringan didalam oven pada suhu 100 oC selama beberapa jam. (http://robbaniryo.com/ilmu-kimia/kromatografi-lapis-tipis-klt/) Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak ternentu.

III. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Alat Dan Bahan

Lempeng KLT Bejana KLT Kaca arloji Etanol Mikro pipet Mistar Pensil Tissue Zat warna tunggal I (Rodamin) Zat warna tunggal II (Yellow) IV. Cara Kerja

Jernihkan terlwebih dahulu bejana KLT dengan cara mengolesi bagian atas bejana dengan Vaselin dan ditutup 15 menit.

Totolkan masing-masing 5ml zat warna tunggal I , zat warna tunggal II , dan campuran zat warna I & II pada titik awal penotolan dengan diberi jarak 1cm

Eluasi menggunakan fase erak sampai batas akhir eluasi

Hitung Rf

V.

Data Hasil Pengamatan (Perhitungan)

Rf merah (zat tunggal I) Rf biru (zat tunggal II) Rf Campuran

= 0,89

terbawa oleh eluen (larut oleh eluen)

= 0,91

terbawa oleh eluen (larut oleh eluen)

Keterangan: Rf yang baik antara 0,3 0,7

VI.

Pembahasan

Analisis kuantitatif dengan KLT ada dua macam. Yang pertama noda cuplikan setelah dikembangkan diukur langsung luasnya atau kerapatannya (density). Secara manual atau menggunakan alat alat yang disebut densitometer. Tehnik ini disebut evaluasi in one. Luas atau kerapatan noda dibandingkan dengan kerapatan noda senyawa standar yang telah diketahui konsentrasinya. Cara yang kedua, noda diambil dengan cara dikerok atau diisap dengan suatu alat kemudian dilarutkan dalam suatu pelarut dan larutan terakhir diamati dengan spectrometer UV vis atau ditimbang (gravimetric) setelah pelarut diuapkan. Cara gravimetric hanya dapat dilakukan apabila jumlah cuplikan cukup besar. Cara ini tidak membutuhkan standar pembanding

Pada percobaan ini, tehnik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis (aluminium) yang berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan. Hal ini Inilah yang membedakan antara kromatografi kertas dengan kromatografi lapis tipis. Yang dimana pada KLT menggunakan plat tipis sedangkan pada KK menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses elusinya lebih lama (kira kira 10 20 menit lebih lama dari KLT). Perbedaan lainnya dari kedua kromatografi tersebut adalah pembentukan noda pada adsorbensnya dimana pada KLT noda yang dihasilkan lebih tajam dibandingkan noda yang nampak dalam KK. Hal ini disebabkan pada KK penyusun dari adsorbens berupa selulosa yang dapat mengikat air, sehingga ketika dielusi dengan suatu pelarut atau fase gerak maka noda yang dihasilkan mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus OH dalam adsorbens yang masih tertingal dalam fase diamnya sehingga penampakan nodanya terlihat lebih pudar dan bentuk nodanya tidak bulat. Sedangkan dalam KLT adsorbens yang digunakan berupa slika gel (SiO2) yang tidak mengikat molekul air, sehingga noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam.

Pada percobaan ini, didapatkan nilai Rf yang berbeda-beda dari tiap analit. Pada penentuan nilai Rf pada zat tunggal I & zat tunggal II secara berturut-turut adalah 0,89 , 0,625 dan Rf pada zat warna campuran adalah 0,91 & 0,625

VII.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dari percobaan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut yakni Tehnik pemisahan dengan kromatografi lapis tipis merupakan tehnik pemisahan kromatografi planar dimana zat zat dipisahkan berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat terlarut antara dua fase (fase gerak dan fase diamnya). Dimana fase diamnya/ adsorbensnya dilapisi dengan plat tipis (aluminium) sebagai penunjang adsorbennya dan nilai Rf yang didapatkan adalah nilai Rf pada zat tunggal I & zat tunggal II secara berturut-turut adalah 0,89 , 0,625 dan Rf pada zat warna campuran adalah 0,91 & 0,625

http://meliaivanawijaya.blogspot.com/2012/03/kromatografi-lapis-tipis-klt.html Melia ivana Wijaya makalah kromatografi lapis tipis

Kromatografi dan Aplikasinya pada Bidang Lain

Kata Kunci: kromatografi Ditulis oleh Muhammad Amin pada 24-06-2009 a. Pada Bidang Bioteknologi Dalam bidang bioteknologi, kromatografi mempunyai peranan yang sangat besar. Misalnya dalam penentuan, baik kualitatif maupun kuantitatif, senyawa dalam protein. Protein sering dipilih karena ia sering menjadi obyek molekul yang harus di-purified (dimurnikan) terutama untuk keperluan dalam bio-farmasi. Kromatografi juga bisa diaplikasikan dalam pemisahan molekul-molekul penting seperti asam nukleat, karbohidrat, lemak, vitamin dan molekul penting lainnya. Dengan data-data yang didapatkan dengan menggunakan kromatografi ini, selanjutnya sebuah produk obat-obatan dapat ditingkatkan mutunya, dapat dipakai sebagai data awal untuk menghasilkan jenis obat baru, atau dapat pula dipakai untuk mengontrol kondisi obat tersebut sehingga bisa bertahan lama. b. Pada Bidang Klinik Dalam bidang clinical (klinik), teknik ini sangat bermanfaat terutama dalam menginvestigasi fluida badan seperti air liur. Dari air liur seorang pasien, dokter dapat mengetahui jenis penyakit yang sedang diderita pasien tersebut. Seorang perokok dapat diketahui apakah dia termasuk perokok berat atau ringan hanya dengan mengetahui konsentrasi CN- (sianida) dari sampel air liurnya. Demikian halnya air kencing, darah dan fluida badan lainnya bisa memberikan data yang akurat dan cepat sehingga keberadaan suatu penyakit dalam tubuh manusia dapat dideteksi secara dini dan cepat. Sekarang ini, deteksi senyawa oksalat dalam air kencing menjadi sangat penting terutama bagi pasien kidney stones (batu ginjal). Banyak metode analisis seperti spektrofotometri, manganometri, atau lainnya, akan tetapi semuanya membutuhkan kerja ekstra dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil analisis dibandingkan dengan teknik kromatografi. Dengan alasan-alasan inilah, kromatografi kemudian menjadi pilihan utama dalam membantu mengatasi permasalahan dalam dunia bioteknologi, farmasi, klinik dan kehidupan manusia secara umum. c. Pada Bidang Forensik Aplikasi kromatografi pada bidang forensik pun sangat membantu, terutama dilihat dari segi keamanan. Masih lekat dalam ingatan kita, sebuah peristiwa Black September Tragedy mengguncang Amerika pada tanggal 11 September 2001 yang

ditandai dengan runtuhnya dua gedung kesayangan pemerintah Amerika Serikat. Demikian halnya di Indonesia yang marak dengan aksi peledakan bom yang terjadi di mana-mana. Perhatian dunia pun akhirnya mulai beralih dengan adanya peristiwa-peristiwa pengeboman/peledakan tersebut ke bahaya explosive (bahan peledak) dengan peningkatan yang cukup tajam. Kini kromatrografi menjadi hal yang sangat penting dalam menganalisis berbagai bahan-bahan kimia yang terkandung dalam bahan peledak. Hal ini didorong karena dengan semakin cepat diketahuinya bahan-bahan dasar apa saja bahan peledak, maka akan makin mempercepat diambilnya tindakan oleh bagian keamanan untuk mengatasi daerah-daerah yang terkena ledakan serta antisipasi meluasnya efek radiasi yang kemungkinan akan mengena tubuh manusia di sekitar lokasi ledakan. Lebih jauh lagi, efek negatifnya terhadap lingkungan juga bisa segera diketahui. Pada dasarnya setiap bahan peledak, baru akan meledak jika terjadi benturan, gesekan, getaran atau adanya perubahan suhu yang meningkat. Dengan terjadinya hal-hal seperti ini, memberikan peluang bahan peledak tersebut berubah manjadi zat lain yang lebih stabil yang diikuti dengan tekanan yang tinggi, yang bisa menghasilkan ledakan dahsyat atau bahkan munculnya percikan api. Ada banyak bahan kimia yang biasa digunakan dalam bahan peledak, baik bahan peledak yang kerkekuatan tinggi maupun rendah, beberapa diantaranya adalah 2,4,6-trinitrotoluene (TNT), siklonit (RDX), tetril, pentaeritritol tetranitrat (PETN) dan tetritol serta beberapa anion lain seperti perklorat, klorat, klorida, nitrat, nitrit, sulfate dan tiosianat. Bisa dikatakan bahwa analisis organic ion (ion organik) dan inorganic ion (ion anorganik) memainkan peranan yang sangat penting pada saat investigasi lokasi ledakan bom berlangsung. Pendeteksian ion-ion anorganik misalnya, setelah pengeboman berlangsung, akan memberikan harapan karena tidak semua material dari bahan peledak tersebut ikut meledak pada saat terjadi ledakan. Bahan-bahan anorganik seperti klorat, klorida, nitrat, nitrit, sulfate, tiosianat, dan perklorat adalah bahan-bahan kimia yang biasa digunakan sebagai oksidator untuk low explosive (bahan peledak berkekuatan rendah). Pada gambar 1A di bawah ini adalah kromatogram dari analisis menggunakan metode kromatografi ion pada sampel standar yang telah diketahui ion-ionnya serta konsentrasi yang terkandung di dalamnya dan gambar 1B adalah kromatogram dari ekstrak serpihan sebuah ledakan bom.

Gambar 1A: Sampel standar yang diketahui anion dan konsentrasinya : (1) Cl-, (2) NO2-, (3) ClO3-, (4) NO3-, (5) SO4-2, (6) SCN- dan (7) ClO4-

Gambar 1 B: Kromatogram dari ekstrak serpihan sebuah ledakan : (1) Cl-, (2) ClO3-, (3) SO4-2 dan (4) puncak yang tidak diketahui 1). Gambar 1 A dan 1B. Perbandingan kromatogram dari sebuah analisis menggunakan teknik kromatografi ion. d. Dalam bidang lingkungan Dalam masalah lingkungan, sebagai konsekuensi majunya peradaban manusia, berarti permasalahan pun semakin maju. Salah satu permasalahan serius yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dan utamanya negara maju adalah persoalan global warming (pemanasan global). Menurut survei National Institute for Environmental Studies, Japan, tahun 2006 lalu, bahwa masyarakat di Jepang memperkirakan tingkat pemanasan global merupakan masalah lingkungan paling serius dan tingkatannya hampir 7 kali lipat dari satu dekade yang lalu saat polling

kali pertama dilakukan pada tahun 19972). Seiring dengan hal itu, permasalahan lingkungan pun semakin meningkat. Disinilah, teknik kromatografi mengambil peran paling penting dalam environmental analysis (analisis lingkungan) ini. Pada dasarnya permasalahan lingkungan bisa dibagi ke dalam 3 bagian : water hygiene, soil hygiene dan air hygiene. Sebagai contoh, kualitas air (misal : air ledeng, air sungai, air danau, air permukaan) dapat diketahui salah satunya dengan mengetahui jenis anion dan kation yang terkandung dalam sampel air tersebut sekaligus jumlahnya. Apakah mengandung logam-logam berbahaya atau tidak. Demikian halnya pada daerah yang terkena acid rain (hujan asam). Antisipasi dini dapat dilakukan dengan mengetahui secara dini kandungan sulfate ion, SO42- (ion sulfat) dan nitrogen trioxide ion, NO3- (nitrogen trioksida) yang terdapat dalam air hujan tersebut. Terbentuknya hujan asam disebabkan gas sulfur oxide, SOx dengan uap air dan membentuk asam sulfat (H2SO4), demikian pula nitrogen oxide NOx dapat membentuk asam nitrat (HNO3) di udara. Reaksi-rekasi ini mengambil waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari di udara hingga akhirnya jatuh ke bumi dalam bentuk hujan asam. Di beberapa negara maju seperti Jepang, Amerika, Eropa, Kanada, dan beberapa negara lainnya, monitoring udara dan air hujan menjadi sangat penting tidak hanya untuk memperkirakan efek dari polusi itu tapi yang lebih penting lagi adalah memonitor progress (perkembangan) control polusi dari global ecology (ekologi global). Kontrol kondisi air hujan ini menjadi penting karena beberapa efek yang fatal yang mungkin bisa terjadi, di antaranya jatuhnya hujan asam dapat meningkatkan keasaman danau, sungai, bendungan yang pada akhirnya mungin dapat menyebabkan kematian pada kehidupan air. Demikian pula keasaman pada tanah dapat meningkat dan merembes ke air permukaan tanah yaitu sumber air minum sehari-hari. Gambar 2 mengilustrasikan sebuah kromatogram dari analisis air hujan yang diambil dari salah satu kota besar di Jepang dalam rangka memonitor kandungan

anion sebagai penyebab utama terjadinya hujan asam.

Gambar 2. Pemonitoran kandungan anion dalam sampel air hujan. Sampel A menunjukkan kromatogram untuk standar sampel yang diketahui ion dan konsentrasinya : (1) 0.6 mM Cl- ; (2) 0.2 mM SO42- dan (3) 0.2 mM NO3- . Sampel B menunjukkan kromatogram untuk sampel air hujan e. Aplikasi pada bidang yang lain Sebenarnya masih sangat banyak aplikasi kromatografi dalam bidang-bidang keilmuan lainnya. Beberapa aplikasi tersebut misalnya dalam industri kertas, pertambangan, proses logam, petrokimia, pertanian, kedokteran dan lain-lain. Namun karena keterbatasan ruang, dalam tulisan ini penulis hanya menampilkan beberapa contoh peran serta kromatografi dalam memudahkan dan mempercepat perolehan target data dalam beberapa bidang yang tersebut di atas.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografiion/kromatografi-dan-aplikasinya-pada-bidang-lain/

aplikasi kromatografi lapis tipis dalam kehidupan sehari-hari

duniaku Kamis, 14 Juli 2011 kromatografi lapis tipis Kromatografi adalah Suatu metoda untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen dibagi-bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan selagi gerak yang lain . Di dalam gas chromatography adalah gas mengangsur suatu cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan chromatography adalah campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan yang lain , suatu padat, atau suatu 'gel' agar. Mekanisme separasi komponen mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau mekanisme lain. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Chamber).

Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak tertentu. Adsorpsi Chromatography telah membantu untuk menandai komposisi kelompok minyak mentah dan produk hidrokarbon sejak permulaan abad ini. Jenis dan sanak keluarga jumlah kelas hidrokarbon tertentu di (dalam) acuan/matriks dapat telah a efek dalam pada atas pencapaian dan mutu dari produk hidrokarbon dan dua orang metoda test standard telah digunakan sebagian besar dari tahun ke tahun ( ASTM D2007, ASTM D4124). adsorpsi indikator Yang berpijar ( FIA) metoda ( ASTM D1319) telah melayani untuk di atas 30 tahun sebagai metoda pejabat dari minyak tanah industri untuk mengukur yang mengandung parafin, olefinic, dan isi bahan bakar pancaran dan bensin berbau harum. Teknik terdiri dari dalam pemindahan a mencicip di bawah iso-propanol memaksa melalui suatu kolom tanah kerikil 'gel' agar-agar ramai; sesak di (dalam) kehadiran tentang indikator berpijar dikhususkan untuk masing-masing keluarga hidrokarbon. Di samping penggunaan tersebar luas nya, adsorpsi indikator berpijar mempunyai banyak. Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT. Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem

kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT

http://mahardika-duniaku.blogspot.com/2011/07/kromatografi-lapis-tipis.html

Randi Mahardika aplikasi kromatografi lapis tipis dalam kehidupan sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai