Anda di halaman 1dari 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Limbah Cair Limbah pabrik pengolahan kelapa sawit mempunyai kandungan hara yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan kelapa sawit, sehingga untuk menghindari pencemaran lingkungan dan untuk mengatasi kebutuhan pupuk, limbah PKS memungkinkan untuk dimanfaatkan pada lahan perkebunan kelapa sawit. Menurut Loebis dan Tobing (1989) limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit mengandung unsur hara yang tinggi seperti N, P, K, Mg, dan Ca, sehingga limbah cair tersebut berpeluang untuk digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman kelapa sawit, di samping memberikan kelembaban tanah, juga dapat meningkatkan sifat fisikkimia tanah, serta dapat meningkatkan status hara tanah.

2.2

Pengertian Pupuk Organik Cair Limbah biogas dapat digunakan sebagai pupuk. Limbah biogas, kotoran

ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang sangat dibutuhkan tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulosa, dan lignin tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Dengan demikian kita juga bisa mengurangi anggaran untuk membeli pupuk (Can, 2008). Saat ini terutama masyarakat kelas menengah ke atas semakin peduli akan pentingnya kualitas produk. Tuntutan untuk produk berkualitas telah mengarah ke berbagai sektor, termasuk pertaninan. Belakangan ini terdapat tendensi kebutuhan konsumen yang mengarah pada produk pertanian organik serta memperbaiki kondisi tanah. Penggunaan Pupuk Organik di percaya membawa manfaat lebih bagi produk-produk pertanian. Produk menjadi lebih sehat, lebih ramah lingkungan dan sedikit banyak mengurangi dampak negatif dari bahan kimia yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Pupuk organik dan pembenah tanah mulai digandrungi petani, karena selain dapat meningkatkan produksi usaha tani juga dinilai lebih ramah lingkungan. Oleh karena itu, dalam kebijakan pengembangan industri pupuk di Indonesia disertakan pula program pengembangan pupuk organik. Pemerintah memberikan fasilitas untuk

mendorong pengembangan pupuk organik oleh swasta maupun melalui kemitraan swasta dan BUMN dengan memanfaatkan fasilitas distribusi BUMN. Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/ Pert/ Hk.060/ 2/ 2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah, yang dimaksud dengan pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk menyuplai bahan organik serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sedangkan pembenah tanah adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sebelum berkembangnya rekayasa pembuatan pupuk organik oleh industri pupuk, pengertian tentang jenis pupuk organik mencakup: Kompos, merupakan zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah/ seresah tanaman dan adakalanya pula termasuk bangkai binatang;Pupuk hijau, yaitu tanaman atau bagian-bagian tanaman yang masih muda terutama yang termasuk famili Leguminosa, yang dibenamkan ke dalam tanah dengan maksud agar dapat meningkatkan tersedianya bahan-bahan organik dan unsur-unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diusahakan;Pupuk kandang, yaitu pupuk yang berasal dari kotoran ternak.Sekarang, pupuk organik telah banyak diproduksi dalam bentuk hasil rekayasa dari berbagai sumber bahan baku. Proses pembuatannya bervariasi, baik menggunakan teknik konvensional dengan skala usaha rumah tangga maupun menggunakan teknik modern dalam bentuk produk pabrikan dengan skala usaha industri menengah. Berdasarkan bentuknya, produk pupuk yang dikenal masyarakat umumnya berupa pupuk padat/ granula dan pupuk cair. Sedangkan berdasarkan kandungannya, dikenal dua jenis pupuk yaitu pupuk organik (organic fertilizer) dan pupuk hayati (bio-fertilizer). Usaha pupuk organik layak untuk dilaksanakan, mengingat kesadaran masyarakat yang semakin tinggi atas kebutuhan produk-produk yang sehat dan ramah lingkungan. Artinya permintaan pupuk organik akan semakin meningkat seiring dangan kesadaran masyarakat akan produk-produk berkualitas.

2.3

Pengertian Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan (Anonim, 2008). Biogas sebagian besar mengandung gs metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) serta hydrogen dan (H2), nitrogen yang kandungannya sangat kecil (Wahyuningsih, 2009). Tetapi secara umum rentang komposisi biogas adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Komposisi Biogas Komponen Metana (CH4) Karbon dioksida (CO2) Nitrogen (N2) Hidrogen (H2) Hidrogen sulfida (H2S) Oksigen (O2) Sumber : id. Wikipedia.org, 2007 Perkembangan proses anaerobik digestion telah berhasil pada banyak aplikasi. Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah / limbah yang keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai. Aplikasi anaerobik digestion telah berhasil pada pengolahan limbah industri, limbah pertanian limbah peternakan dan municipal solid waste (MSW). Umumnya, apabila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar (Wahyuningsih, 2009). % 55-75 25-45 0-0,3 1-5 0-3 0,1-0,5

Adapun khusus mengenai gas CH4 perlu diperhatikan adanya kemungkinan ledakan. Karakteristik lain dari CH4 murni adalah mudah terbakar. Kandungan metana dengan udara akan menentukan pada kandungan berapa campuran yang mudah meledak dapat dibentuk. Pada lower explosion limit (LEL) 5,4 vol % metana dan upper explosion limit (UEL) 13,9 vol %. Dibawah 5,4 % tidak cukup metana sedangkan diatas 14% terlalu sedikit oksigen untuk menyebabkan ledakan. Temperatur yang dapat menyebabkan ledakan sekitar 650750 oC , percikan api dan korek api cukup panas untuk menyebabkan ledakan ( Iqbal, 2008).

2.4

Sejarah Biogas Gas CH4 (metana) terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik oleh

bakteri metana atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik sehingga terbentuk gas metana (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Gas metana sama dengan gas LPG (Liquidified Petroleum Gas), perbedaannya adalah gas metana mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. (Rahman, 2005). Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Adapun orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta pada tahun 1776. Pada tahun 1806 Willam Henry

mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai CH4, lalu Becham pada tahun 1868, murid Louis Pasteur dan Tappeiner memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan CH4. Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM (Bahan Bakar Minyak) semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun

1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit biogas dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk (Nandiyanto, 2007) Dengan teknologi tertentu, gas metana dapat dipergunakan untuk

menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas metana dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya LPG (Rahman, 2005).

2.5

Faktor yang Berpengaruh Pada Proses Anaerobik Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana tergantung pada

faktor: 2.5.1 Temperatur Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 7 oC, bakteri mesophilic pada temperatur 13 40 oC sedangkan thermophilic pada temperatur 55 60 oC Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30 35 oC, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi methana di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40oC produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur

berkisar antara 2 oC/ jam, bakteri mesophilic 1 oC/jam dan bakteri thermophilic 0.5
o

C/jam (Fry, 1973).

2.5.2

Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan

mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5 9. Nilai pH yang dibutuhkan untuk digester antara 7 8,5. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahannya pada keadaan alkali (basa). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7 8,5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik. Derajat keasaman dari bahan didalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana kerja digester. Untuk bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil dari keluaran/effluent digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan sampel (Fry, 1974).

2.5.3

Ketersediaan Unsur Hara Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang

mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt. Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik tanpa adanya efek toksik (Amaru, 2004)

2.5.4 Alkalinitas Alkalinitas limbah cair dapat dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat(CO32-) dan bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium dan amonia.

Alkalinitas limbah cair membantu mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Selain itu, alkalinitas juga mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi serta dibutuhkan sebagai nutrisi bagi mikroba. Kadar alkalinitas diperoleh dengan menitrasi sampel dengan larutan standar asam dan diperoleh hasil dalam satuan mg/L CaCO3 (Amaru, 2004) 2.6 Tahapan Metabolisme dalam Degradasi Anaerobik Umumnya, proses anaerob terjadi pada empat tahapan utama, yaitu : hidrolisis, fermentasi, asetogenesis, dan metagenesis. Setiap tahapan melibatkan populasi mikroba yang berbeda.

2.5.1

Hidrolisis Material organik polimerik dihidrolisis menjadi monomer seperti glukosa,

asam lemak dan asam amino oleh bakteri hidrolitik. Proses hidrolisis adalah proses yang sangat penting pada limbah organik tinggi. Solubilisasi melibatkan proses hidrolisis dimana senyawa senyawa organik kompleks dihidrolisis menjadi monomer monomer. Lemak dihidrolisis menjadi asam asam lemak atau gliserol; protein dihidrolisis menjadi asam asam amino atau peptida sedangkan karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida dan disakarida. Reaksi hidrolisis dapat dilihat sebagai berikut: Lemak Protein Polisakarida asam lemak rantai panjang, gliserol asam-asam amino, peptida rantai pendek monosakarida, disakarida

2.6.2

Fermentasi (Asidogenesis) Pada tahap ini produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam

lemak volatil, alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam asam organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerat. Reaksi asidogenesis dapat di lihat di bawah ini: C6H12O6 glukosa C6H12O6 + 2 H2 CH3CH2CH2COOH asam butirat CH3CH2COOH + 2 H2O + 2 CO2 + 2 H2

glukosa

asam propionat

2.6.3

Asetogenesis Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat

digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam-asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga temasuk pada produksi asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Kadang-kadang proses asidogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja. Reaksi asetogenesis dapat dilihat di bawah ini: CH3CH2COOH asam propionat CH3CH2CH2COOH asam butirat CH3COOH + CO2 + 3 H2 asam asetat 2 CH3COOH + 2 H2 asam asetat

2.6.4

Metagenesis Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama adalah

mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme asetropik dan cara lainnya adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan hidrogen oleh organisme hidrogenotropik. Metanogen yang dominan digunakan pada reaktor biogas adalah Methanobacterium, Methanothermobacter,

Methanobrevibacter, Methanosarcina dan Methanosaeta. Reaksi metanogenesis dapat dilihat dibawah ini: CH3COOH CO2 + 4H2 CH4 + CO2 CH4 +2H2O (Lang, 2007)

5% Komponen organik kompleks (Karbohidrat, protein, lipid) Hidrolisis Komponen organic sederhana (Gula, asam amino, peptida)
Asidogenesis

20 %

10 %

35 %

Asam-asam lemak rantai panjang (Propionat, butirat dan lain-lain)


13 % 17 %

H2, CO2
28 % 72 %

Asetat

CH4, CO2

Gambar 2.1 Skema fermentasi metana pada proses anaerobik (Speece, 1996)

2.8

Palm Oil Mill Effluent (POME) Palm oill mill effluent (POME) berasal dari air kondensat pada proses

sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah pabrik, dan keadaan peralatan klarifikasi. Limbah cair POME mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak kelapa sawit (Siregar, 2009). Komposisi kimia limbah cair POME dan komposisi asam amino limbah cair segar disajikan pada Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Komposisi Kimia Limbah Cair POME

Komponen Ekstrak dengan ether Protein (N x 6,25) Serat Ekstrak tanpa N Abu P K Ca Mg Na Energi (kkal / 100 gr) Sumber : Siregar, 2009

% Berat Kering 31.60 8.20 11.90 34.20 14.10 0.24 0.99 0.97 0.30 0.08 454.00

Limbah cair POME umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Parameter yang menggambarkan karakteristik limbah terdiri dari sifat fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisik meliputi suhu, kekeruhan, bau, dan rasa, berdasarkan sifak kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, chemical oxygen demand (COD), sedangkan berdasakan sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Siregar, 2009). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup ada 6 (enam) parameter utama yang dijadikan acuan baku mutu limbah meliputi : a. Tingkat keasaman (pH), ditetapkannya parameter pH bertujuan agar

mikroorganisme dan biota yang terdapat pada penerima tidak terganggu, bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima. b. BOD, kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan organik. Semakin tinggi nilai BOD air limbah, maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima akan semakin tinggi.

c. COD, kelarutan oksigen kimiawi adalah oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar dari BOD. d. Total suspended solid (TSS), menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid. Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi. e. Kandungan total nitrogen, semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada biota. f. Kandungan oil and grease, dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobic (Siregar, 2009). Adapun karakteristik dari limbah POME yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini: Tabel 2.3 Karaktersitik Limbah POME dan Baku Mutu Limbah Parameter BOD5 (mg/L) COD (mg/L) Soluble COD (mg/L) TVFAs (mg acetic acid/l) SS (mg/L) Oil and grease (mg/L) Total N (mg/L) pH Sumber : Zinatizadeh, et al, 2007 Berdasarkan data di atas, ternyata semua parameter limbah cair POME berada diatas ambang batas baku mutu limbah. Jika tida dilakukan pencegahan dan pengolahan limbah, maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran air yang mengganggu bahkan meracuni bota perairan, menimbulkan bau, dan menghasilkan gas metan dan CO2 yang merupakan emisi gas penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan (Siregar, 2009). Komposisi 23000-26000 42500-55700 22000-24000 2500-2700 16500-19500 4900-5700 500-700 3,8-4,4

2.8

Pengaruh Sistem Recycle Terhadap Proses Pengolahan POME

Laju dekomposisi COD yang tinggi dapat menghasilkan biogas yang lebih banyak. Dari penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa untuk meningkatkan laju dekomposisi COD dapat dilakukan dengan meningkatkan Sludge Retention Time (SRT) dengan mengembalikan lumpur dari digester ke reaktor. Oleh karena itu pengaruh dari fermentasi POME dengan sistem recycle sludge diharapkan dapat meningkatkan laju dekomposisi COD di atas 80%. Konversi Volatile Solid menjadi gas adalah fungsi dari SRT. Pada fermentasi POME dengan digester anaerobik berpengaduk HRT sama dengan SRT tetapi pada kondisi fermentasi dengan recycle HRT tidak sama dengan SRT. SRT yang lama akan meningkatkan laju dekomposisi VS pula (Burke, 2001). Selain parameter-parameter yang mengukur efisiensi suatu proses anaerob dari segi kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan, parameter yang menjadi indikator kualitas cairan fermentasi yang dikeluarkan atau discharged slurry juga sangat penting dan harus memperhatikan baku mutu limbah buangan industri yang berlaku. Parameter yang paling sering digunakan dalam hal ini adalah COD (chemical oxygen demand), yakni ukuran tak langsung dari jumlah senyawa organik, baik yang dapat terbiodegradasi maupun yang tidak dapat terbiodegradasi. Pengujian COD biasanya dilakukan dengan mengukur kemampuan kalium dikromat untuk mengoksidasi senyawa organik. Dari penelitian yang pernah dilakukan diperoleh data bahwa : 1. Produksi gas pada fermentasi dengan recycle sludge ataupun non recycle memberikan tren yang hampir sama namun pada fermentasi dengan recycle sludge produksi gas lebih tidak stabil dibanding fermentasi non recycle sludge dikarenakan adanya penumpukan amonium yang berlebihan. Dari hasil yang diperoleh di dalam penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa mikroba di dalam fermentor untuk fermentasi dengan recycle sludge terus berproduksi dan berkembang, namun pada akhir masa fermentasi mengalami keracunan karena nutrisi yang diberi tidak dapat diserap secara keseluruhan. Sehingga hendaknya dilakukan pengurangan pemberian amonium bikarbonat. 2. semakin lama waktu tinggal sludge dalam reaktor akan meningkatkan laju dekomposisinya pada HRT yang sama dengan cara mengembalikan lumpur ke dalam reaktor (recycle sludge).

3. disimpulkan bahwa fementasi dengan recycle sludge memiliki performa lebih baik dibandingkan fermentasi non recycle sludge. 4. disimpukan bahwa fermentasi anaerobik dengan recycle sludge lebih meningkatkan laju dekomposisi COD yang berarti limbah buangan yang dihasilkan lebih rendah konsentrasinya dan memenuhi standar baku mutu limbah buangan. Laju dekomposisi COD yang diperoleh dari penelitian ini telah memenuhi persyaratan CDM yaitu laju dekomposisi COD > 80%. (senafati&amalia, 2009)

2.9 Deskripsi Proses dan Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk Berdasarkan kajian literatura yang telah dipaparkan pada sub-sub bab sebelumnya, berikut ini disajikan deskripsi proses dan sifat-sifat dari bahan baku dan produk.

2.9.1

Deskripsi Proses Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Kelapa Sawit. Palm Oil Mill Effluent (POME) ditampung di dalam Bak Penampungan (BP-

01) untuk persediaan selama satu minggu, selanjutnya POME dipompa menuju Bak Neutralisasi (M-101) untuk dicampur dengan NaHCO3, FeCl2, NiCl2 dan CoCl2. Penambahan senyawa NaHCO3 dilakukan untuk menetralkan pH POME karena fermentasi berlangsung dengan baik dalam pH 6-8, sedangkan penambahan senyawa FeCl2, NiCl2 dan CoCl2 bertujuan sebagai nutrisi bagi inokulum. Setelah itu, POME dari (M-01) dialirkan ke Bak Pencampur (M-02) untuk dicampur dengan aliran recyle dari Tangki Sedimentasi (RC-01/RC-02). Umpan POME dialirkan ke fermentor. Suhu di dalam fermentor dijaga 550C, dimana bakteri yang digunakan adalah bakteri thermofilik. Proses yang terjadi meliputi proses hidrolisis, asidifikasi, dan proses pembentukan metana dengan hydraulic retention time 6 hari. Dari fermentor, limbah yang tidak terolah ditampung kedalam (RC01/RC-02) untuk diendapkan, sebagian dari limbah pada (RC-01/RC-02) di recyle kembali ke (M-02) dan sisanya dialirkan ke Bak Penampung (BP-02) untuk diolah lanjut dengan proses arobik untuk dijadikan pupuk cair organik. Proses ini berlangsung hampir sama dengan proses pembuatan biogas. POME dari Bak Penampung (BP-02) akan dialirkan ke tangki fermentor (R-03), hasil keluaran gas

akan disalurkan ke water trap (DT-01), sementara hasil padatan dan cairan akan dikumpulkan di tangki pengendap (RC-02) dan direcycle kembali. Selanjutnya akan dikumpulkan ke tangki pencampur nutrisi (M-03) untuk ditambah nutrisi dan akhirnya akan dikumpulkan di tangki penampung (TT-01) untuk disimpan. Biogas yang dihasilkan terdiri atas CH4, CO2, H2S dan H2O. Biogas yang dihasilkan dialirkan ke Water Trap (DT-01) untuk memisahkan air yang terkandung di dalam biogas. Gas H2S yang terdapat di dalam biogas perlu dihilangkan, karena gas ini dapat memepengaruhi kinerja dari Generator listrik apabila tidak dihilangkan. Proses desulfurisasi (penghilangan sulfur) dari gas dilakukan dengan penyerapan di dalam adsorber Tangki Desulfurisasi (D-01) menggunakan adsorben zinc oxide (ZnO) yang bekerja pada suhu 60 OC dan tekanan 1 atm.

2.9.2

Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk

2.9.2.1 Ferro Klorida (FeCl2) Fungsi: sebagai sumber nutrisi bagi mikroba 1. Berat molekul : 126,751 gr/mol 2. Titik lebur : 677 0C 3. Kelarutan dalam air : 64,4 gr/100 ml pada 10 0C 4. Densitas : 3,16 gr/cm3 5. Agen flokulan dalam pengolahan air limbah buangan 6. Tidak larut dalam tetrahidrofuran 7. Merupakan padatan paramagnetik (Wikipedia, 2012)

2.9.2.2 Natrium karbonat (NaHCO3) Fungsi : sebagai agen penetral pH. 1. Berat molekul : 84,0079 gr/mol 2. Titik lebur : 500 C (323 K) 3. Densitas : 2,159 gr/cm3 4. Kelarutan dalam air : 7,89 g / 100 ml pada 180 C 5. Tingkat kebasaan (pKb) : -2,43 6. Berwarna padatan putih 7. Merupakan senyawa ampoterik

(Wikipedia, 2012) 2.9.2.3 Nikel(II)Clorida (NiCl2) Fungsi : sebagai nutirisi bagi mikroba 1. Berat molekul : 129,599 gr/mol 2. Titik lebur : 10010 C 3. Densitas : 3,55 gr/cm3 4. Kelarutan dalam air : 64 g / 100 ml pada 250 C 5. Berwarna padatan hijau muda 6. Memiliki struktur kristal monoclinic 7. Bersifat eksotermis (Wikipedia, 2012) 2.9.2.4 Kobalt (II)Klorida (CoCl2) Fungsi : sebagai nutirisi bagi mikroba 1. Berat molekul : 129,839 gr/mol 2. Titik lebur : 735 0C 3. Titik didih : 1049 oC 3. Densitas : 3,356 gr/cm3 4. Kelarutan dalam air : 52,9 g / 100 ml pada 200 C 5. Berwarna coklat kemerahan 6. Memiliki koordinat geometri oktahedral (Wikipedia, 2012) 2.9.2.5 Metana (CH4) Fungsi : merupakan komponen unsur terbesar di dalam biogas. 1. Berat Molekul : 16,043 g/mol 2. Temperatur kritis : -82,7oC 3. Tekanan kritis 4. Fasa padat Titik cair Panas laten 5. Fasa cair Densitas cair : 500 kg/m3 : -182,5oC : 58,68 kJ/kg : 45,96 bar

Titik didih Panas laten uap 6. Fasa gas Densitas gas

: -161,6oC : 510 kJ/kg : 0,717 kg/m3

Faktor kompresi : 0,998 Spesifik graviti : 0,55 Spesifik volume : 1,48 m3/kg CP CV Viskositas Kelarutan (Wikipedia, 2012) 2.9.2.6 Karbon Dioksida (CO2) Fungsi : merupakan salah satu komponen di dalam biogas. 1. Berat Molekul : 44,01 g/mol 2. Temperatur kritis : 31oC 3. Tekanan kritis : 73,825 bar 4. Densitas kritis : 464 kg/m3 5. Fasa padat Densitas padat : 1562 kg/m3 Panas laten : 196,104 kJ/kg 6. Fasa cair Densitas cair : 1032 kg/m3 Titik didih : -78,5oC Panas laten uap : 571,08 kJ/kg Tekanan uap : 58,5 bar 7. Fasa gas Densitas gas : 2,814 kg/m3 Spesifik graviti : 1,521 Spesifik volume : 0,547 m3/kg CP : 0,037 kJ/mol.K CV : 0,028 kJ/mol.K : 0,035 kJ/mol.K : 0,027 kJ/mol.K : 0,0001027 poise : 0,054 vol/vol

Viskositas : 0,0001372 poise Kelarutan : 1,7163 vol/vol (Wikipedia, 2012)

Anda mungkin juga menyukai