Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami menyadari berkat penyertaannya, kami Mahasiswa Universitas Katolik De La Salle Manado khususnya dalam Fakultas Keperawatan telah dapat menyelesaikan tugas Makalah yang diberikan dalam mata kuliah Sistem Perkemihan dengan pembahasan materi tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Penyakit Batu Ginjal. Dalam penyusunan tugas makalah ini masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya, diharapkan tugas ini menjadi suatu bagian pembelajaran bagi kita sebagai mahasiswa, agar lebih baik lagi dalam pembuatan. Kritik dan saran yang konstriktif, sangat kami harapkan.

Manado, Februari 2014

Kelompok 4

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..1 DAFTAR ISI.....2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.....3 1.2 Tujuan Penulisan..3 1.3 Manfaat Penulisan4 1.4 Sistematika Penulisan...4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi..5 2.2 Anatomi Fisiologi.....5 2.3 Etiologi.....8 2.4 Patofisiologi.11 2.5 Manifestasi Klinik12 2.6 Komplikasi13 2.7 Pemeriksaan Diagnostik...13 2.8 Penatalaksanaan...14 2.9 Patoflow...15 2.10 Askep Teori16

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan..24 3.2 Saran....24 DAFTAR PUSTAKA..25

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penyakit batu ginjal atau nefrolithiasis merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemui dan dialami oleh banyak masyarakat Indonesia yang umumnya dialami pria. Pada umumnya penyakit pada ginjal disebabkan oleh rutinitas pekerjaan yang membuat pola makan menjadi tidak teratur, adanya factor keturunan yang juga memiliki peranan penting karena jika terdapat keluarga yang memiliki penyakit ginjal, resiko diturunkan penyakit ginjal pada anak 6 kali lebih besar, kurangnya konsumsi air putih, jarang buang air kecil atau sering ditahan, banyak mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung bahan kimia, bahan pengawet dan lingkungan suhu udara di sekitar tempat tinggal dan tempat bekerja yang tidak mendukung aktivitas sehari-hari. Penyakit batu ginjal memang banyak melanda orang asia dan afrika khususnya Indonesia yang diliputi berbagai macam kultur, suhu udara yang cenderung sering kali berubah tidak menentu, pola hidup dan gaya hidup yang kadang salah, dsb. Penyakit ginjal memang lebih dominan menyerang kaum pria disbanding wanita, hal ini terbukti dari survey yang diperkirakan bahwa pria yang berusia 70 tahun keatas memiliki resiko lebih besar terserang penyakti ginjal hingga 80% disbanding wanita.

1.2

Tujuan Penulisan Tujuan Umum Pembaca mengetahui tentang penyakit batu ginjal atau nefrolithiasis. Tujuan Khusus Pembaca terlebih khusus mahasiswa keperawatan mengetahui landasan teoritis dari penyakit batu ginjal sehingga kedepannya dapat membuat asuhan keperawatan berkaitan dengan penyakit ini.
3

1.3

Manfaat Penulisan Melalui makalah ini pembaca mendapat lebih banyak pengetahuan mengenai landasan teoritis tentang penyakit batu ginjal serta sebuah contoh askep beserta diagnose yang timbul pada klien dengan penyakit ini, sehingga pembaca bisa mendapat gambaran tentang bagaimana penyakit batu ginjal tersebut.

1.4

Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari empat bab dimulai dari bab satu pendahuluan, bab dua tinjauan pustaka, bab tiga askep kasus yang memuat mengenai contoh askep dari penyekit batu ginjal, dan terakhir bab empat penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Batu ginjal atau kalkulus adalah batu yang terdapat di saluran kemih, batu yang seing dijumpai tersusun dari Kristal-kristal kalsium. ( Elizbeth J. Corwin, 2009). Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal dalam ginjal yang mengandung komponen Kristal dan matriks organik. (Suyono, 2001). Batu ginjal adalah batu yang terbemtuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi. (Purnomo, 2000, hal. 68-69). 2.2. Anatomi dan Fisiologi Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria. Ginjal (Ren) Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan

keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Fascia renalis terdiri dari ; a). fascia (fascia renalis), b). Jaringan lemak peri renal, dan c). kapsula yang sebenarnya

(kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal. Struktur Ginjal. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubanglubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minor. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius. Proses pembentukan urin Tahap pembentukan urin. a. Proses Filtrasi ,di glomerulus. Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus. b. Proses Reabsorbsi. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa

ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. c. Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar Ureter. Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari: a. b. c. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) Lapisan tengah lapisan otot polos. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih. Vesika Urinaria (Kandung Kemih). Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Dinding kandung kemih terdiri dari: a. b. c. Lapisan sebelah luar (peritoneum). Tunika muskularis (lapisan berotot). Tunika submukosa.

d. Uretra.

Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari: a. b. Urethra pars Prostatica Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter

urethra externa) c. Urethra pars spongiosa.

Urethra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan: a. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos

dari Vesika urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup. b. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung

pembuluh darah dan saraf. c. 2.3 Etiologi Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dnegan gangguan aliran urin, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik yaitu: 1). Faktor intrinsik, meliputi: Herediter : diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Lapisan mukosa

Umur

: paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

Jenis kelamin : jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. 2). Faktor ekstrinsik, meliputi: Geografi : pada beberapa daerah menunjukkan angka

kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu). Iklim dan temperatur. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral

kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. Diet : diet tinggi purin, oksalat dan kalsium

mempermudah terjadinya batu saluran kemih. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang

pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life). Ada beberapa teori tentang terbentuknya Batu saluran kemih adalah: (Masjoer, dkk; 2000) 1). Teori nukleasi (inti nucleus): Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih. 2). Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat

mengendapnya kristal-kristal batu. 3). Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif. 1). Batu Kalsium Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah: Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus

(hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.

10

Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat. 2). Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. 3). Batu Urat Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria. 2.4 Patofisiologi Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui secara pasti, akan tetapi ada beberapa buku yang menyebutkan proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.

11

b. Adanya inti (nidus) misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimanan tukak ini menjadi inti pmbentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut. c. Perubahan pH atau adanya koloid lain didalam air seni akan menetralkan muatan dan menyebabkan terjadinya pengendapan. Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urin atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsisn dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal). (Price & Wilson, 1995).

2.5

Manifestasi Klinik Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di didalam perut kandung bagian kemih bisa

menyebabkan

nyeri

bawah.

Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan

12

menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.

2.6

Komplikasi 1. Sumbatan atau obstruksi akibat adanya pevahan batu. 2. Infeksi, akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi. 3. kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan atau pengangkatan batu ginjal.

2.7

Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine). Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen). Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen. Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.

13

2.8

Penatalaksanaan Menurut Elizabeth J. Corwin, 2009; a.Peningkatan asupan cairan meningkatkan aliran urin dan membantu mendorong adanya batu. b.Modifikasi makanan yang dapat mengurangi kadar pembentuk batu bila kandungan batu teridentifikasi. c.Ubah pH urin sedemikian untuk meningkatkan pemecahan batu. d.Litotripsi (terapi gelombang kejut) ekstrakorporeal/ di luar tubuh atau terapi laser yang digunakan untuk memecah batu. e.bila diperlukan lakukan tindakan bedah untuk mengangkat batu yang besar atau untuk meningkatkan setelah disekitar batu untuk mengatasi obstruksi.

14

2.9

Patoflow

Faktor intrinksik-ekstrinsik

Pengendapan bahan-bahan pembentuk batu

Pembentukan batu

Obstruksi saluran kemih Keterbatasan kognitif

mk : Kurang pengetahuan Aliran urin terhambat Dieresis Penurunan stimulasi kandung kemih mk : Kurang vol cairan mk :Perubahan eliminasi urin Peningkatan frekuensi/ dorongan kontraksi ureteral

mk : Nyeri

15

2.10

Askep Teori A. Pengkajian

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik: berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: Aktivitas/istirahat: Gejala : Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama) Sirkulasi Tanda : Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat Eliminasi Gejala : Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya Penurunan volume urine Rasa terbakar, dorongan berkemih Diare Tanda : Oliguria, hematuria, piouria Perubahan pola berkemih Makanan dan cairan: Gejala : Mual/muntah, nyeri tekan abdomen Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup Tanda : Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus Muntah Nyeri dan kenyamanan: Gejala : Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan) Tanda : Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

16

Keamanan: Gejala : Penggunaan alcohol Demam/menggigil Penyuluhan/pembelajaran: Gejala : Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen

sebelumnya, hiperparatiroidisme Penggunaan bikarbonat, antibiotika, alopurinul, antihipertensi, fosfat, tiazid, natrium pemasukan

berlebihan kalsium atau vitamin.

B.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan penyakit batu ginjal menurut Marilynn E. Doengoes, dkk, 1999 dan Judith M. Wilkinson, 2002 adalah : 1. Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema, iskemik seluler. Intervensi : 1) Kaji TTV Rasional: Mengetahui tanda-tanda vital pasien. 2) Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar. Rasional: Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas.

17

3) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi. Rasional : Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas. 4) Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang). Rasional: Meningkatkan relaksasi dan menurunkan

ketegangan otot. 5) Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik. Rasional: Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot 6) Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung. Rasional: Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya. 7) Perhatikan abdomen. Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut. 8) Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi: Analgetik, (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri

meningkatkan relaksasi otot/mental.

18

Antispasmodik, menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri. Kortikosteroid, mungkin digunakan untuk

menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu. 9) Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan. Rasional: Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi. 2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan. Intervensi : 1) Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu. Rasional: Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan

identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi. 2) Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi. Rasional: Batu saluran kemih dapat menyebabkan

peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan

uretrovesikal. 3) Dorong peningkatan asupan cairan. Rasional: Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu. 4) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran. Rasional: Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP. 5) Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin).

19

Rasional: Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal. 6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim),

Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam. Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon

(Higroton), Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam. Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (SalHepatika), Menurunkan pembentukan batu fosfat. Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim), Menurnkan produksi asam urat. Antibiotika, Mungkin diperlukan bila ada ISK. Natrium bikarbonat, Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu. Asam askorbat, Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin. 7) Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi Rasional: Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya 8) Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi. Rasional: Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu.

3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah


(iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi. Intervensi : 1) Awasi asupan dan haluaran. Rasional : Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal. 2) Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.

20

Rasional : Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka

menghubungkan kedua ginjal dengan lambung. 3) Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari. Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar. 4) Awasi tanda vital. Rasional : Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. 5) Timbang berat badan setiap hari. Rasional : Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi. 6) Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit. Rasional : Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi. 7) Berikan cairan infus sesuai program terapi. Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup). 8) Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien. Rasional : Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu

mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi. 9) Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin). Rasional : Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah. 4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang

akurat/lengkapnya informasi yang ada. Intervensi :

21

1) Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari. Rasional : Pembilasan sistem ginjal menurunkan

kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu. 2) Kaji ulang program diet sesuai indikasi. Rasional : Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan. 3) Diet rendah purin. Rasional : Idem. 4) Diet rendah kalsium. Rasional : Idem. 5) Diet rendah oksalat. Rasional : Idem. 6) Diet rendah kalsium/fosfat. Rasional : Idem. 7) Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas. Rasional : Idem. 8) Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria). Rasional : Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu. 9) Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter bila ada. Rasional : Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian.

C.

Intervensi Keperawatan

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal.

22

Pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun.

D.

Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan dengan cara mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari perencanaan tercapai atau tidak. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi semua proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut evaluasi hasil.

23

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Batu ginjal atau kalkulus adalah batu yang terdapat di saluran kemih, batu yang seing dijumpai tersusun dari Kristal-kristal kalsium. ( Elizbeth J. Corwin, 2009). Dan adapun diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan penyakit batu ginjal adalah : 1. Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema, iskemik seluler. 2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.

3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi


saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya

informasi yang ada. 3.2 Saran 1. Bagi mahasiswa Diharapkan agar mahasiswa semakin rajin untuk meningkatkan pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang ada saat ini. 2. Bagi dunia keperawatan Diharapkan agar asuhan keperawatan setiap harinya terus diperbaiki kekurangannya sehingga dapat menambah pengetahuan yang lebih baik lagi bagi dunia keperawatan.

24

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC Purnomo, BB (2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta Price & Wilson (1995). Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed. 4, EGC, Jakarta Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 20052006 Definisi dan Klasifikasi. Jakarta. Prima Medika http://mediailmukeperawatan-susanto.blogspot.com/2009/03/askepbatu-ginjal.html

25

26

Anda mungkin juga menyukai