Anda di halaman 1dari 21

BAB 48.

Perawatan Pasca Anestesia


Konsep Utama
1. Pasien tidak dibenarkan meninggalkan kamar operasi kecuali jika jalan nafasnya stabil dan paten, ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, serta hemodinamik stabil. 2. Sebelum pasien berespon penuh, nyeri sering dimanifestasikan sebagai kegelisahan pasca bedah. Gangguan sistemik serius (seperti hipoksemia, asidosis, atau hipotensi , distensi kandung kemih, atau komplikasi pembedahan (seperti perdarahan intraabdominal tersembunyi harus selalu dipertimbangkan. !. "enggigil yang terus menerus menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen, produksi #$2, dan curah jantung. %fek&efek fisiologis ini seringkali tidak ditoleransi dengan baik oleh pasien&pasien dengan penyakit jantung atau paru sebelumnya. '. "asalah respirasi adalah komplikasi serius yang paling sering dijumpai di unit pera(atan pasca anestesia (postanesthesia care unit, PACU . )ebanyakan berkaitan dengan obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, atau hipoksemia. *. +ipoventilasi di P,#- hampir selalu disebabkan oleh efek sisa .at&.at anestesi yang mendepresi rangsangan nafas. /. Sumbatan jalan nafas, depresi sirkulasi, atau asidosis berat (p+ darah arteri 0 1,1* adalah indikasi intubasi endotrakea segera pada pasien&pasien yang mengalami hipoventilasi. 1. Setelah pemberian nalokson untuk meningkatkan respirasi, pasien harus dia(asi penuh kemungkinan terulangnya depresi nafas oleh opioid (renarkotisasi , mengingat nalokson mempunyai durasi yang lebih pendek daripada kebanyakan opioid. 2. Peningkatan pintas intrapulmoner dari kapasitas residual fungsional yang menurun jadi kapasitas menutup adalah penyebab utama hipoksemia setelah anestesi umum. 3. )emungkinan pneumothoraks pasca bedah harus selalu dipertimbangkan setelah pemasangan jalur sentral, blok interkostal, fraktur iga, diseksi leher, trakeostomi, nefrektomi, atau prosedur retroperitoneal atau intraabdominal lainnya (termasuk laparaskopi , terutama apabila kemungkinan diafragma tertusuk. 14. +ipovolemia adalah penyebab hipotensi tersering di P,#-. 11. 5angsangan noksius dari nyeri insisional, intubasi endotrakea, atau distensi kandung kemih biasanya menjadi penyebab hipertensi pasca bedah.

Perawatan Pasca Anestesia: Pendahuluan


5uang pemulihan sudah ada hampir *4 tahun di hampir semua pusat&pusat medis. Sebelumnya, banyak kematian dini pasca bedah terjadi segera setelah anesthesia dan pembedahan. "enyadari bah(a banyak kematian tersebut dapat dicegah, sehingga ditekankan perlunya pera(atan khusus segera setelah pembedahan. )ekuranangan pera(at di ,merika Serikat setelah Perang 6unia 77 mungkin juga yang menyebabkan sentralisasi pera(atan di ruang pemulihan, di mana satu atau lebih pera(at dapat menga(asi pasien secara ketat pada saat yang bersamaan. $leh karena prosedur pembedahan menjadi lebih kompleks dan dilakukan pada pasien yang sakitnya lebih berat, pera(atan ruang pemulihan sering diperpanjang daripada beberapa jam pertama setelah operasi, dan beberapa pasien dengan penyakit kritis ditahan di ruang pemulihan semalaman. )esuksesan ruang pemulihan mula&mula ini menjadi faktor utama evolusi unit pera(atan intensif bedah modern. 7ronisnya, ruang pemulihan mendapatkan status pera(atan intensif relatif belum lama ini di hampir semua rumah sakit, di mana disebut sebagai unit pera(atan pasaca anestesi atau postanesthesia care unit (PACU). 6i beberapa pusat medis P,#- berfungsi sebagai bed 7#- tambahan (untuk semalaman apabila 7#- penuh. Salah satu transformasi dramatis dalam pelayanan kesehatan selama dua decade terakhir adalah pergeseran dari bedah ra(at inap menjadi bedah ra(at jalan (disebut juga bedah sehari . 6iperkirakan /4& 148 prosedur pembedahan di ,merika Serikat dilakukan berbasis ra(at jalan. Pencetus utama perubahan ini adalah penghematan ekonomis dengan cara tidak mera(at pasien pada malam hari sebelum pembedahan atau mera(at pasien pada malam setelah pembedahan,. )euntungan lain dari bedah ra(at jalan termasuk pemulihan dini, kenyamanan pasien, dan mengurangi risiko infeksi nosokomial. Pada akhir setiap prosedur yang membutuhkan anesthesia, .at&.at anestetik dihentika, monitor dilepaskan, dan pasien (sering masih teranestesi diba(a ke P,#-. Setelah anestesi umum, bila pasien diintubasi dan ventilasi dinilai adekuat, pipa endotrakea biasanya dilepaskan sebelum pindah. Pasien juga

secara rutin diobservasi di P,#- setelah anestesi regional, dan dalam kebanyakan keadaan juga setelah pelayanan anestesi bermonitor (anestesi local dengan sedasi . )ebanyakan petunjuk prosedur yang mengharuskan seorang pasien dimasukkan ke P,#- setelah pemberian anesthesia jenis apapun, kecuali atas instruksi khusus dokter anestesi yang hadir. Setelah laporan lisan singkat kepada pera(at P,#-, pasien ditinggalkan di P,#- sampai efek utama anesthesia dinilai telah hilang. Periode ini ditandai dengan relative tingginya insidensi komplikasi respirasi dan sirkulasi yang mengancam nya(a. 6i beberapa pusat, pasien ra(at jalan dipulangkan ke rumah langsung dari P,#-9 pusat lainnya memisahkan P,#- dan area pasien ra(at jalan. ,rea tersebut juga berfungsi sebagai area preoperative dan area pemulihan pasca anesthesia tingkat dua (sebelum pindah . Sehingga, dua fase pemulihan dapat dikenali pada pasien ra(at jalan. :ase 1 adalah pemulihan tingkat pera(atan intensif segera yang mera(at pasien selama pengakhiran dan bangun dari anesthesia dan berlangsung terus sampai criteria P,#- standar terpenuhi (lihat )riteria Pemindahan di ba(ah ini 9 :ase 2 adalah pera(atan tingkat yang lebih rendah yang memastikan pasien siap untuk pulang. Fast-tracking untuk pasien&pasien ra(at jalan tertentu membolehkan pasien mele(ati pemulihan fase 1 dengan aman dan langsung masuk ke area fase 2. ;ab ini mendiskusikan komponen&komponen esensial P,#- modern, pera(atan umum pasien pulih dari anesthesia, dan komplikasi respirasi dan sirkulasi yang paling sering dijumpai.

UNIT PERAWATAN PA !A ANE TE IA "esain


P,#- harus terletak di dekat kamar operasi. <ang disukai adalah lokasi di tengah area operasi, karena hal tersebut memastikan pasien dapat segera didorong kembali ke kamar operasi jika diperlukan atau anggota kamar operasi dapat segera menghampiri pasien. )edekatan dengan bagian radiografi, laboratorium, dan fasilitas pera(atan intensif lainnya pada lantai yang sama juga sangat dikehendaki. Pemindahan pasien sakit kritis di lift atau melalui koridor panjang dapat membahayakan, oleh karena kedaruratan dapat terjadi sepanjang jalan. 6esain bangsal terbuka memfasilitasi observasi semua pasien secara simultan. Setidaknya jarak satu pasien diharapakan untuk pasien&pasien yang memerlukan isolasi untuk mengendalikan infeksi. -mumnya, rasio 1,* tempat tidur P,#- per kamar operasi. =arak tiap pasien harus cukup terang dan cukup lebar agar mudah mengakses pasien untuk pemberian pompa infus intravena, ventilator, atau peralatan radiografi9 petunjuk konstruksi menharuskan jarak minimum 1 kaki antar tempat tidur dan 124 kaki persegi tiap pasien. Stop kontak multiple dan sekurang&kurangnya satu keluaran oksigen, udara, dan pengisap harus berada di tiap jarak.

Peralatan
"onitor oksimetri pulsa (Sp$2 , elektrokardiogram (%)G , dan pengukur tekanan darah non invasive ototmatis (non invasive blood pressure, !"P untuk tiap jarak dikehendaki tapi tidak diharuskan. ,kan tetapi ketiga monitor tersebut harus segera tersedia untuk tiap pasien. ;eberapa P,#- hanya memonitor Sp$2 dan >7;P untuk tiap pasien pada fase a(al pemulihan dari anesthesia (pera(atan fase 1 9 %)G hanya digunakan untuk pasien&pasien dengan ri(ayat kelainan jantung sebelumnya atau yang menunjukkan kelainan %)G intra operatif. )adang&kadang perlu mengurangi monitor. )ebanyakan insiden P,#- yang menyebabkan morbiditas serius atau mortalitas berhubungan dengan monitor yang tidak adekuat. "onitor yang mampu mentransduksi setidaknya dua tekanan secara simultan harus tersedia untuk monitor tekanan arterial langsung, vena sentral, arteri pulmonalis, atau tekanan intracranial. )apnografi mungkin berguna untuk pasien yang terintubasi. Strip sensitive suhu mungkin berguna untuk mengukur suhu di P,#- akan tetapi secara umum tidak cukup akurat untuk memantau hipotermia atau hipertermia9 thermometer air raksa atau elektronik harus digunakan bila dicurigai ada kelainan dalam temperature. ,lat penghangat udara, lampu penghangat, dan selimut penghangat?pendingin harus tersedia. P,#- harus mempunyai sendiri peralatan emergensi, terpisah dari kamar operasi. @ermasuk di antaranya kanula oksigen, berbagai sungkup, jalan nafas oral dan nasal, laringoskop, pipa endotrakea, A",, dan kantung untuk ventilasi. )ateter untuk kanulasi vaaskuler (vena, arteri, vena sentral, atau arteri pulmonalis harus tersedia. )ateter pacu transvena dan sebuah generator harus ada juga. ,lat defibrilasi dengan kemampuan transkutaneus dan sebuah lemari dengan obat&obatan dan alat&alat untuk bantuan hidup lanjut (lihat ;ab '1 dan pompa infuse harus ada dan secara periodik diperiksa. @rakeostomi, pipa dada, dan peralatan vena seksi juga penting. Peralatan terapi respirasi untuk terapi bronkodilator aerosol, continuous positive air#a$ pressure (#P,P , dan ventilator harus berada dekat dengan ruang pemulihan. ;ronkoskopi untuk P,#- diharapkan tetapi tidak (ajib.

ta##

<ang menjadi staf P,#- hanyalah para pera(at yang terlatih khusus menangani pasien&pasien yang pulih dari anesthesia. "ereka harus ahli dalam manajemen jalan nafas dan ,#AS, begitu juga dengan masalah&masalah yang sering ditemukan pada pasien surgikal yang berkaitan dengan pera(atan luka, kateter drainase, dan perdarahan pasca bedah. P,#- harus diarahkan oleh dokter spesialis anestesi. Seorang dokter yang ditugaskan purna (aktu di P,#- dianjurkan di pusat&pusat yang sibuk tapi tidak (ajib di tempat&tempat yang fasilitasnya kecil. "anajemen pasien di P,#- tidak boleh berbeda dengan manajemen pasien di kamar operasi dan harus menunjukkan koordinasi antara dokter anestesi, ahli bedah, dan konsultan manapun. 6okter spesialis anestesi tetap menangani analgesia sebagaimana juga masalah jalan nafas, jantung, paru&paru, dan metabolic, sedangkan ahli bedah menangani masalah&masalah yang berkaitan langsung dengan prosedur pembedahan itu sendiri. ;erdasarkan asumsi bah(a rata&rata lama tinggal di P,#- adalah 1 jam dan rata& rata prosedur berlangsung 2 jam, rasio satu pera(at ruang pemulihan untuk dua pasien umumnya memuaskan. Pengorganisasian pera(at harus disesuaikan dengan kekhasan tindakan pada tiap&tiap fasilitas. =umlah minimum dua pera(at memastikan bah(a jika satu pasien memerlukan pera(atan kontinu, pasien& pasien lainnya akan tertangani adekuat. <ang terakhir ini juga penting secara medikolegal, oleh karena jumlah staf yang tidak adekuat sering disebut&sebut sebagai faktor utama penyebab masalah&masalah di P,#-. ,pabila kamar operasi secara reguler sering dijad(alkan untuk pasien&pasien pediatrik atau prosedur yang singkat, rasio satu pera(at untuk satu pasien sering dibutuhkan. )epala pera(at harus ditugaskan untuk memastikan pengorganisasian yang optimal sepanjang (aktu.

PERAWATAN PA IEN PEN$AK%IRAN ANE TE I U&U&


Pemulihan dari anestesi umum ataupun regional adalah saat terjadinya stress fisiologis yang besar bagi banyak pasien. Pengakhiran anestesi umum idealnya haruslah mulus dan bangun secara bertahap dalam suasana yang terkendalli. Sayangnya, seringkali bermula di kamar operasi atau selama perjalanan ke ruang pemulihan dan sering ditandai oleh obstruksi jalan nafas, menggigil, agitasi, delirium, nyeri, mual dan muntah, hipotermia, dan labilitas otonom. ;ahkan pasien yang mendapat anestesi spinal atau epidural dapat menunjukkkan penurunan tekanan darah yang nyata selama perjalanan atau pemulihan9 efek simpatolitik blok regional mencegah refleks vasokonstriksi kompensasi saat pasien dipindahkan atau saat duduk. Setelah anestesi berbasis inhalasi, kecepatan pengakhiran berbanding lurus terhaddap ventilasi alveolus tetapi berbanding terbalik terhadap kelarutan gas dalam darah (lihat ;ab 1 . ;ila durasi anesthesia meningkat, pengakhiran juga semakin bergantung kepada ambilan jaringan total, yakni fungsi kelarutan gas, rata&rata konsentrasi yang dipakai, dan lamanya terpapar anestesi. Pemulihan lebih cepat dengan desflurane dan nitro oksida dan lebih lambat bila anestesi dalam dengan halothane dan enflurane. +ipoventilasi memperlambat pengakhiran anestesi inhalasi. Pengakhiran anestesi intravena bergantung pada farmakokinetiknya. Pemulihan dari kebanyakan obat anestesi intravena lebih bergantung pada redistribusi daripada (aktu paruh eliminasinya. ;ila total dosis yang diberikan meningkat, efek kumulatif tampak dalam akhir anestesi yang berkepanjangan9 akhir kerja menjadi lebih bergantung pada eliminasi atau (aktu paruh metabolik. 6alam kondisi seperti ini, usia tua atau penyakit renal atau hati dapat memperpanjang pengakhiran (lihat ;ab 2 . Penggunaan obat&obat anestetik kerja singkat dan sangat singkat seperti propofol dan remifentanil secara nyata memperpendek pengakhiran, (aktu untuk bangun, dan pengeluaran pasien. @erlebih lagi, penggunaan "ispectral !nde% &cale (;7S (dan mungkin juga patient state inde% 'P&!( , lihat ;ab / mengurangi dosis obat total dan memperpendek pemulihan dan (aktu untuk memindahkan pasien. Penggunaan A", dapat juga membolehkan level anesthesia yang lebih dangkal yang dapat mempercepat pengakhiran. )ecepatan pengakhiran juga dipengaruhi oleh obat&obat pra bedah. Premedikasi dengan obat&obat yang (aktu kerjanya lebih lama daripada prosedur mungkin menyebabkan pengakhiran yang berkepanjangan. 6urasi pendek mida.olam membuatnya cocok untuk obat premedikasi untuk prosedur yang singkat. %fek obat tidur pra bedah atau minum obat (alkohol, sedatif dapat menambah efek .at&.at anestetik dan memperpanjang pengakhiran.

Pen'a(hiran Tertunda
Penyebab tersering pengakhiran tertunda (apabila pasien tidak menjadi sadar dalam !4&/4 menit setelah anestesi umum adalah efek sisa .at anestetik, sedatif, dan analgesia. Pengakhiran tertunda dapat terjadi sebagai akibat overdosis obat absolut atau relatif atau potensiasi .at&.at anestetik oleh pemakaian obat sebelumnya (alkohol . Pemberian nalokson (4,4' mg setiap kali dan fluma.enil (4,2 mg setiap kali dapat menghilangkan efek opioid dan ben.odia.epin. :isostigmin 1&2 mg dapat mengatasi efek .at&.at lain secara

parsial. Stimulator saraf dapat dipakai untuk menghilangkan blokade neuromuskular yang nyata pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik yang bernafas dengan volume tidal yang tidak adekuat. Penyebab lain pengakhiran tertunda yang lebih jarang di antaranya hipotermia, gangguan metabolik yang bermakna, dan stroke perioperatif. Suhu tubuh kurang dari !! o# memberikan efek anestetik dan berpotensiasi sangat besar dengan efek obat&obat yang mendepresi susunan saraf pusat. ,lat penghangat udara adalah yang paling efektif menaikkan suhu tubuh. +ipoksemia dan hiperkarbia dapat dikenali dari analisis gas darah. +iperkalsemia, hipermagnesemia, hiponatremia, dan hipoglikemia adalah penyebab& penyebab yang jarang, yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosisnya. Stroke periopoeratif jarang terjadi kecuali setelah pembedahan neurologis, jantung, dan serebrovaskuler (lihar ;ab 21 9 untuk diagnosisnya perlu konsultasi neurologis dan pemeriksaan radiologis.

PER)A*ANAN "ARI KA&AR +PERA I


Periode ini biasanya diperumit oleh tiadanya monitor yang adekuat, akses obat&obatan, dan peralatan resusitatif. Pasien tidak boleh meninggalkan kamar operasi kecuali jalan nafasnya sudah stabil dan paten, ventilasi dan oksigenasi adekuat, dan hemodinamik stabil. Suplemen oksigen harus diberikan selama perjalanan bagi pasien yang berisiko hipoksemia. ;eberapa penelitian menduga bah(a hipoksemia sementara (Sp$2 0 348 dapat terjadi pada !4&*48 pasien yang dianggap normal yang bernafas dengan udara kamar selama perjalanan9 suplemen oksigen dapat disarankan jika P,#- kurang dekat dengan kamar operasi. Pasien&pasien yang tidak stabil harus tetap terintubasi dan dipindahkan dengan monitor portabel (%)G, Sp$2, dan tensimeter dan suplai obat&obat emergensi. Semua pasien harus diba(a ke P,#- dengan tempat tidur atau dorongan yang dapat diposisikan kepala di ba(ah (@rendelenburg atau posisi kepala di atas. Posisi kepala di ba(ah berguna untuk pasien& pasien hipovolemik, sedangkan kepala di atas untuk pasien&pasien dengan disfungsi paru (lihat bab 22 . Pasien yang berisiko tinggi muntah atau perdarahan jalan nafas atas (mis, setelah tonsilektomi harus dipindahkan dalam posisi lateral. Posisi ini juga membantu mencegah obstruksi jalan nafas atas dan memfasilitasi drainase sekresi.

PE&U*I%AN RUTIN Anestesi Umum


Patensi jalan nafas, tanda&tanda vital, dan oksigenasi harus diperiksa segera saat tiba. Pengukuran tekanan darah, laju nadi, dan laju respirasi secara rutin dilakukan setidaknya tiap * menit selama 1* menit sampai stabil, dan selanjutnya tiap 1* menit. $ksimetri pulsa harus dipantau kontinu pada semua pasien yang sedang pulih dari anestesi umum, setidaknya sampai mereka kembali sadar. )ejadian hipoksemia tidak harus berkaitan dengan kesadaran. :ungsi neuromuskular harus dinilai secara klinis, misalnya mengangkat kepala. Setidaknya satu pengukuran suhu harus dilakukan. "onitor tambahan termasuk penilaian nyeri (mis, skala numeris atau deskriptif , ada atau tidaknya mual atau muntah, dan cairan keluar masuk termasuk aliran urine, drainase, dan perdarahan. Setelah tanda&tanda vital inisial dicatat, dokter anestesi harus memberikan laporan singkat kepada pera(at P,#- termasuk ri(ayat perioperatif (termasuk status mental dan setiap permasalahan komunikasi seperti masalah bahasa, ketulian, kebutaan, atau retardasi mental , kejadian& kejadian penting selama operasi (jenis anestesi, prosedur pembedahan, kehilangan darah, penggantian cairan, dan komplikasi lainnya , masalah pasca bedah yang akan timbul, dan instruksi pasca anesthesia (pera(atan kateter epidural, transfuse, ventilasi pasca bedah, dan lain&lain . Semua pasien yang pulih dari anestesi umum harus mendapatkan !4&'4 8 oksigen selama pengakhiran oleh karena hipoksemia sementara dapat terjadi pada pasien yang sehat sekalipun. Pasien& pasien yang berisiko tinggi hipoksemia, seperti yang dengan disfungsi paru atau yang menjalani prosedur abdmen atas atau thoraks, harus selalu dimonitor dengan oksimetri pulsa meski sudah berakhir dan mungkin perlu suplemen oksigen jangka panjang. )eputusan rasional bekenaan terapi oksigen kontinu pada saat mengeluarkan pasien dari P,#- didasarkan pada pengukuran Sp$ 2 dengan udara kamar. Pengukuran gas darah arteri dapat dilakukan untuk memastikan pembacaan oksimetri abnormal. @erapi oksigen harus diperhatikan penuh pada pasien&pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis atau dengan ri(ayat retensi #$2. Pasien harus dira(at dengan posisi kepala di atas apabila memungkinkan untuk mengoptimalkan oksigenasi. ,kan tetapi, mengangkat kepala tempat tidur sebelum pasien berespon dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Pada kasus&kasus seperti itu, jalan nafas oral dan nasal harus tetap dipasang sampai pasien bangun. Pasien juga harus disuruh menarik nafas dalam dan batuk secara periodik.

Anestesi Re'ional
Pasien&pasien yang disedasi secara penuh atau dengan hemodinamik tidak stabil setelah anestesi regional harus pula mendapat suplemen oksigen di P,#-. Aevel motoris dan sensoris harus dicatat secara periodik setelah anestesi regional untuk mendokumentasikan sejauh mana blok terjadi. Peringatan mungkin

perlu diberikan untuk mencegah cedera akibat gerakan lengan tak terkoordinasi setelah blok pleBus brakhialis. @ekanan darah harus selalu dia(asi ketat setelah anestesi spinal dan epidural. )ateterisasi kandung kemih mungkin perlu bagi pasien&pasien yang mendapat anestesi spinal atau epidural lebih dari ' jam.

Kontrol N,eri
Pemberian >S,76 pra bedah dengan atau tanpa asetaminofen secara nyata dapat menurunkan kebutuhan opioid pasca bedah untuk prosedur&prosedur tertentu. Penggunaan selective c$cloo%$genase-) inhibitors (mis, rofecoBib dan parecoBib mengurangi efek samping potensial pada fungsi platelet dan komplikasi gastrointestinal. +al serupa, infiltrasi luka dan blok saraf intra operatif (mis, ilioinguinal dan kaudal untuk prosedur&prosedur tertentu dapat pula mengurangi kebutuhn analgesia operatif. >yeri sedang hingga berat di P,#- dapat ditangani dengan opioid parenteral atau intraspinal, anesthesi regional, atau blok saraf tertentu (lihat ;ab 12 . ;ila menggunakan opioid, titrasi dosis kecil intravena pada umumnya aman. "eskipun bervariasi, kebanyakan pasien cukup sensitif terhadap opioid dalam jam pertama anestesi umum. ,nalgesia adekuat harus mengimbangi sedasi berlebihan. $pioid kerja sedang sampai panjang, seperti meperidin, 14&24 mg (4,2*&,* mg?kg pada anak&anak , hidromorfon 4.2*C4.* mg (4.41*C4.42 mg?kg pada anak&anak , atau morfin, 2C' mg (4.42*C4.4* mg?kg pada anak&anak , paling sering digunakan. %fek obat&obat analgesik biasanya mencapai puncak dalam '&* menit. 6epresi respirasi maksimal, khususnya dengan morfin dan hidromorfon, mungkin tidak tampak sampai 24&!4 menit kemudian. Saat pasien bangun penuh, patient-controlled analgesia (P#, dapat diberikan untuk pasien ra(at inap (lihat ;ab 12 . Pemberian opioid intramuskular memiliki kerugian berupa mula kerja yang lambat dan bervariasi (14&24 menit dan depresi respirasi tertunda (sampai 1 jam . ,pabila kateter epidural dipertahankan, pemberian fentanil, *4C144 g, sufentanil, 24C!4 g, atau morfin, !C* mg le(at epidural, dapat mengurangi nyeri dengan baik bagi orang de(asa9 akan tetapi risiko depresi respirasi tertunda denga morfin mengharuskan penga(asan khusus selama 12&2' jam setelahnya (lihat ;ab 12 . ,nestesi interkosta, interskalenus, femoral, epidural, atau kaudal sering berguna apabila analgesia opioid tidak memuaskan (lihat ;ab 12 .

A'itasi
Sebelum pasien berespon penuh, nyeri sering dimanifestasikan sebagai kegelisahan pasca bedah. Gangguan&gangguan sistemik yang serius (seperti hipoksemia, asidosis, atau hipotensi , distensi kandung kemih, atau komplikasi bedah (seperti perdarahan intraabdomen terselubung harus selalu diperhatikan. ,gitasi bermakna mungkin perlu untuk dilakukan pengikatan lengan dan kaki untuk mencegah cedera, terutama pada anak&anak. ,pabila gangguan fisiologis serius telah dikesampingkan pada anak&anak, kehadiran orang&orang yang dekat atau orang tua (jika mereka dibenarkan masuk P,#- seringkali menenangkan pasien pediatrik. :aktor&faktor lainnya dia antaranya ansietas pra bedah dan ketakutan sebagaimana juga efek samping obat (dosis obat&obat antikolinergik, fenotia.in, atau ketamin yang besar . :isostigmin 1&2 mg intravena (4,4* mg?kg pada anak&anak , paling efektif untuk mengatasi delirium akibat atropin dan skopolamin tetapi juga berguna untuk kasus lainnya. =ikalau gangguan sistemi serius dan nyeri dapat diatasi, agitasi persisten mungkin perlu diberikan sedasi mida.olam dosis intravena 4.*C1 mg (4.4* mg?kg pada anak&anak secara intermiten.

&ual dan &untah


"ual dan muntah pasca bedah (postoperative nausea and vo*iting, P$>D adalah masalah utama setelah anestesi umum, terjadi pada 24&!48 dari semua pasien. @erlebih lagi, P$>D dapat terjadi di rumah dalam 2' jam setelah pulang pada sejumlah pasien. %tiologi P$>D biasanya multifaktorial, termasuk .at&.at anestetik, jenis prosedur, dan faktor pasien. Penting untuk diketahui bah(a mual adalah keluhan utama yang dilaporkan pada a(al hipotensi, terutama setelah anestesi spinal dan epidural. @abel '2&1 menguraikan faktor&faktor yang biasa dikenali pada P$>D - Peningkatan insidensi mual dilaporkan setelah pemberian opioid selama anesthesia, bedah intraperitoneal (terutama laparaskopi , dan bedah strabismus. 7nsidensi tertinggi terjadi pada (anita muda9 penelitian&penelitian menduga mual lebih sering selama menstruasi. Peningkatan tonus vagal yang dimanifestasikan sebagai bradikardia mendadak umumnya mendahului atau berbarengan dengan muntah&muntah. ,nestesi propofol menurunkan insidensi P$>D, sebagaimana juga ri(ayat merokok pra bedah. ,ntagonis selective +-h$dro%$tr$pta*ine (serotonin receptor , (*&+@! seperti ondansetron ' mg (4,1 mg?kg pada anak&anak , granisetron 4,41C4,4' mg?kg, dan dolasetron 12.* mg (4,4!* mg?kg pada anak&anak juga sangat efektif mencegah P$>D dan mengatasi P$>D yang telah terjadi. Patut dicatat bah(a tidak seperti ondansetron, yang biasanya segera efektif, dolasetron membutuhkan 1* menit untuk mula kerja. @ablet oral ondansetron (2mg mungkin berguna untuk terapi dan profilaksis terhadap mual dan muntah setelah keluar dari P,#-. "etoklopramid 4,1* mg?kg

intravena kurang efektif tetapi merupakan alternatif baik untuk antagonis *&+@ !. ,ntagonis *&+@! tidak berkaitan dengan manifestasi ekstrapiramidal akut (distonik dan rekasi disfonik yang mungkin ditemukan dengan metoklopramid atau antiemetik tipe fenotia.in. Skopolamin transdermal efektif tetapi dapat menyebabkan efek samping pada beberapa pasien, seperti glaukoma eksaserbasi, retensi urine, dan kesulitan akomodasi visual. 6eksametason '&14 mg (4,14 mg?kg pada anak&anak , apabila dikombinasikan dengan antiemetik lain efektif terutama untuk mual dan muntah refrakter. @erlebih lagi, kelihatannya efektif sampai 2' jam sehingga mungkin berguna untuk mual dan muntah setelah keluar dari P,#-.droperidol intravena 4,/2*&1,2* mg (4,4*&4,41* mg?kg pada anak&anak , apabila diberikan intraoperatif, secara nyata menurunkan P$>D tanpa memperpanjang pengakhiran dan dapat dengan efektif sebagai terapinya. Sayangnya, droperidol kini mendapat peringatan Food and -rug Ad*inistration (F-A) oleh karena memperpanjang interval E@ dan telah dikaitkan dengan aritmia jantung yang fatal. $leh karena hal terakhir itu sangat jarang dan dikaitkan dengan dosis tinggi (F2* mg , peringatan :6, menjadi perdebatan dan banyak klinisi tak lagi menggunakan obat itu. Profilaksis non farmakologis terhadap P$>D termasuk memastikan hidrasi adekuat (24 mA?kg setelah puasa dan stimulasi titik akupuntur P/ (perelangan tangan . <ang terakhir ini termasuk penggunaan tekanan, aliran listrik, atau injeksi. Ta.el 48/0- 1a(tor2#a(tor Risi(o &ual dan &untah Pasca Bedah 1a(tor2#a(tor pasien -sia muda Ganita, terutama bila sedang menstruasi pada hari pembedahan atau pada trimester pertama kehamilan @ubuh besar 5i(ayat muntah&muntah pasca bedah sebelumnya 5i(ayat penyakit gerak Te(ni( anestesi ,nestesi umum $bat&obatan $pioid Gas volatile H >eostigmin Prosedur pem.edahan ;edah strabismus ;edah telinga Aaparoskopi $rchiopeksi Pengangkatan ovum @onsillektomi 1a(tor2#a(tor pasca .edah

>yeri pasca bedah +ipotensi

)ontroversi timbul tentang penggunaan profilaksis P$>D secara rutin untuk semua pasien. =elas semua pasien dengan faktor&faktor risiko multipel harus mendapat profilaksis. Sebagai tambahan, penggunaan dua atau lebih obat&obat antiemetik lebih efektif daripada satu obat. Penelitian hasil dan survei kepuasan menduga sedikit atau tidak ada perbedaan antara profilaksis rutin dan strategi terapi sesuai kebutuhan.

&en''i'il dan %ipotermia


"enggigil dapat terjadi di P,#- sebagai akibat hipotermia intraoperatif atau efek .at&.at anestetik. +al itu juga biasa terjadi pada periode a(al post partum. Penyebab terpenting hipotermia adalah redistribusi panas dari inti tubuh ke bagian perifer (lihat bab / . Suhu udara kamar yang dingin di kamar operasi, paparan luka besar yang lama, dan penggunaan cairan intra vena yang tidak dihangatkan dalam jumlah besar atau aliran kencang gas&gas yang tidak dilembabkan dapat menjadi faktor pendukung. +ampir semua obat anestetik, terutama gas volatile, menurunkan respon vasokonstriksi normal terhadap hipotermia. "eskipun .at&.at anestetik juga menurunkan ambang menggigil, kejadian menggigil umumnya ditemukan selama dan setelah pengakhiran anestesi umum. "enggigil dalam keadaan&keadaan seperti itu merepresentasikan usaha tubuh untuk meningkatkan produksi panas dan meningkatkan suhu tubuh dan dapat dikaitkan dengan vasokonstriksi intensif. Pengakhiran anestesi umum yang singkat sekalipun terkadang dihubungkan dengan menggigil. "eski menggigil dapat merupakan bagian dari tanda&tanda neurologist non spesifik (postur, klonus, tanda ;abinski yang terkadadang muncul selama pengakhiran, lebih sering itu terjadi akibat hipotermia dan hampir selalu berhubungan dengan gas anestetik volatile. ,papun mekanismenya, insidensinya muncul berkaitan dengan lamanya pembedahan dan penggunaan gas volatile konsentrasi tinggi. @erkadang, menggigil dapat sangat kuat untuk menyebabkan hipotermia (!2C!3I# dan asidosis metabolik yang nyata, keduanya segera hilang apabila berhenti menggigil. ;aik anestesi spinal maupun epidural juga menurunkan ambang menggigil dan respon vasokonstriksi terhadap hipotermi9 menggigil dapat juga ditemukan di ruang pemulihan setelah anestesi regional. Penyebab lain menggigil harus dikesampingkan seperti sepsis, alergi obat, atau reaksi transfuse. +ipotermis harus diterapi dengan penghangat udara, atau (yang kurang memuaskan dengan lampu penghangat atau selimut penghangat, untuk menaikkan suhu tubuh menjadi normal. "enggigil teru&menerus menyebabkan kenaikan konsumsi oksigen, produksi #$ 2, dan curah jantung. %fek&efek fisiologis ini seringkali kurang ditoleransi oleh pasien dengan kelaian jantung atau paru sebelumnya. +ipotermia dihubungkan dengan peningkatan insidensi iskemia miokard, aritmia, peningkatan kebuuhan transfuse, dan perpanjangan lama kerja pelemas otot. 6osis kecil meperidin intravena , 14&2* mg, secara dramatis dapat mengurangi bahkan menghentikan menggigil. Pasien&pasien yang terintubasi dan diventilasi secara mekanis dapat juga disedasi dan diberikan pelemas otot hingga menjadi normotemia dan efek&efek anesthesia hilang.

Kriteria Pen'eluaran
PA!U Semua pasien harus dinilai oleh dokter anestesi sebelum keluar dari P,#- kecuali ada kriteria pengeluaran yang ketat. )riteria pengeluaran pasien dari P,#- ditetapkan oleh departemen anestesiologi dan staf medis rumah sakit. "ereka boleh membenarkan pera(at P,#- untuk menentukan bila pasien dapat dipindahkan tanpa kehadiran dokter jika seluruh kriteria telah terpenuhi. )riteria dapat bervariasi, bergantung apakah pasien akan pindah ke unit pera(atan intensif, ruang pera(atan biasa, departemen ra(at jalan (pemulihan fase 2 , atau langsung pulang ke rumah. Sebelum keluar, pasien harus dipantau apakah ada depresi respirasi setidaknya 24&!4 menit setelah dosis narkotik parenteral terakhir diberikan. )riteria pengeluaran minimum lainnya untuk pasien yang pulih dari anestesi umm biasanya termasukJ (1 "udah dibangunkan (2 $rientasi penuh (! )emampuan mempertahanan dan menjaga jalan nafas (' @anda&tanda vital stabil sekurangnya selama 1*&!4 menit (* )emampuan meminta tolong bila diperlukan (/ @idak ada komplikasi bedah yang jelas (seperti perdarahan aktif

"engendalikan nyeri pasca bedah, mengendalikan mual dan muntah, dan mengembalikan normotermia sebelum keluar sangat diharapkan. Sistem skor secara luas dipakai. )ebanyakan menilai Sp$ 2 (atau (arna , kesadaran, sirkulasi, respirasi, aktivitas motor (@abel '2&2 . )ebanyakan pasien dapat memenuhi kriteria pengeluaran dalam /4 menit di P,#-. Pasien yang akan dipindahkan ke fasilitas pera(atan intensif lainnya tidak perlu memenuhi semuanya. Ta.el 48/3- (or Pemulihan Pasca Anestesia Aldrete- 043 Kriteria Asli Warna "erah jambu Pucat atau remang&remang Sianosis Respirasi 6apat bernafas dalam dan batuk ;ernafas dalam tapi adekuat ,pnea atau obstruksi ir(ulasi @ekanan darah berkisar 248 normal @ekanan darah berkisar 24C*48 normal @ekanan darah berkisar lebih F *48 normal Kesadaran ;angun, a(as, berorientasi "udah dibangunkan tetapi tidur kembali @idak ada respons A(ti5itas "enggerakkan semua ekstremitas "enggerakkan dua ekstremitas @idak ada gerakan Sama Sama Sama 2 1 4 ;angun penuh "udah dibangunkan kalau dipanggil @idak responsive 2 1 4 @ekanan darah K 24 mm +g normal @ekanan darah K 24C*4 mm +g normal @ekanan darah lebih dari K *4 mm +g normal 2 1 4 ;ernafas dalam dan batuk sendiri 6yspnea, dangkal atau terbatas ,pnea 2 1 4 Kriteria Termodi#i(asi +(si'enasi Sp$2 F 328 dengan udara kamar Sp$2 F 348 dengan oksigen Sp$2 0 348 dengan oksigen 2 1 4 Nilai Poin

;erdasarkan ,ldrete =,, )ronlik 6J , postanesthetic recovery score. ,nesth ,nalg 13149'3J32' and ,ldrete =,J @he post&anesthesia recovery score revisited. = #lin ,nesth 133*91J23.

7dealnya, pasien harus dikeluarkan bila skor total 14 tetapi minimum yang dibutuhkan 3.

Sebagai tambahan dari kriteria di atas, pasien&pasien yang mendapat anestesi regional harus selalu menunjukkan tanda&tanda pemulihan baik sensoris maupun motoris. Pemulihan sempurna dari blok umumnya dikehendaki untuk mencegah cedera akibat kelemahan motorik atau defisit sensoris9 beberapa pusat medis memiliki protokol pera(atan yang membolehkan pengeluaran dini ke area staf yang tepat. "encatat pemulihan blok adalah sangat penting. )egagalan blok spinal maupun epidural untuk pulih setelah / jam meningkatkan kemungkinan hematoma sunsum tulang belakang atau epidural, yang harus diketahui melalui gambaran radiologis. 6i beberapa pusat, pasien&pasien ra(at jalan yang memenuhi kriteria pengeluaran di atas saat mereka keluar dari kamar operasi dapat di&L.ast-trackM dan langsung diba(a ke area pemulihan fase 2. ;egitu juga dengan pasien&pasien ra(at inap yang memenuhi kriteria yang sama dapat dipindahkan langsung dari kamar operasi ke ruangan mereka. RAWAT )A*AN Sebagai tambahan terhadap pengakhiran dan bangun, pemulihan dari anesthesia setelah prosedur pasien ra(at jalan mencakup dua tahap tambahanJ siap pulang ke rumah (pemulihan fase 2 dan pemulihaan psikomotor lengkap. Sistem skor telah dikembangkan untuk membantu menilai kesiapan pulang ke rumah (@abel '2&! . Pemulihan propriosepsi, tonus simpatis, fungsi kandung kemih, dan kekuatan motoris adalah kriteria tambahan setelah anestesi regional. Sebagai contoh, propriosepsi yang intak terhadap jempol besar, perubahan ortostatik minimal, dan fleksi plantar normal adalah tanda&tanda penting pemulihan dari anestesi spinal. -rinasi sebelum keluar dan makan?minum sebelum keluar tidak lagi secara umum diharuskan9 pengecualian termasuk pasien dengan ri(ayat retensi urine dan diabetes. Ta.el 48/6- istem (or Pen'eluaran Pasca Anestesia 7Postanesthesia Discharge Scoring System [PADS]).1,2 Kriteria Tanda2tanda 5ital ;erkisar 248 dari garis dasar pra bedah ;erkisar 24C'48 dari garis dasar pra bedah F '48 dari garis dasar pra bedah Tin'(at a(ti5itas Gerakan baik, tidak pusing, seperti pra bedah Perlu bantuan @ak dapat bergerak &ual dan muntah "inimal, diterapi dengan obat oral "oderat, diterapi dengan obat parenteral ;erlanjut setelah pengobatan berulang N,eri: minimal atau tida( ada4 dapat diterima pasien4 ter(ontrol den'n o.at oral <a @idak 2 1 2 1 4 2 1 4 2 1 4 Poin

Kriteria

Poin

Perdarahan sur'i(al "inimalJ tidak perlu ganti perban "oderatJ sampai dua kali ganti perban ;eratJ tiga kali atau lebih ganti perban 2 1 4

;erdasarkan "arshall S7, #hung :J 6ischarge criteria and complications after ambulatory surgery. ,nesth ,nalg 1333922J*42.
2

Skor 3 boleh keluar.

Semua pasien ra(at jalan boleh pulang ke rumah dengan ditemani oleh orang de(asa yang dapat bertanggung ja(ab yang akan bersamanya semalaman. Pasien harus diberikan instruksi pasca bedah tertulis tentang bagaimana mendapatkan pertolongan emergensi dan untuk melakukan pera(atan ruitn. Penilaian kesiapan pulang ke rumah adalah tanggung ja(ab dokter, lebih diharapkan dokter anestesi, yang dekat dengan pasien. )e(enangan memulangkan pasien dapat didelegasikan kepada pera(at bila kriteria pemulangan yang telah disetujui dilaksanakan secara ketat. )esiapan pulang ke rumah tidak berarti pasien boleh membuat keputusan penting, mengendarai kendaraan, atau kembali bekerja. ,ktivitas ini memerlukan pemulihan psikomotor komplit, yang kadang tidak tercapai dalam 2'&12 jam pasca bedah. Semua pusat pasien ra(at jalan harus menggunakan beberapa sistem pemantauan pasca bedah yang mencakup penggunaan kuesioner pasien atau lebih diharapkan kontak telepon pada hari setelah pulang.

K+&P*IKA I RE PIRA I
"asalah respirasi adalah komplikasi serius yang paling sering dijumpai di P,#-. +ampir semua berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, atau hipoksemia. $leh karena hipoksemia adalah masalah umum terakhir yang mengarah kepada morbiditas serius dan kematian, monitor oksimetri pulsa secara rutin di P,#- dapat mengenali komplikasi ini secara dini dan memperkecil hasil yang buruk.

+.stru(si )alan Na#as


$bstruksi jalan nafas pada pasien&pasien yang tidak sadar pada umumnya disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang ke faring posterior (lihat ;ab * . Penyebab lainnya di antaranya laringospasme9 edema glottis9 sekresi, muntah, atau darah di jalan nafas9 atau tekanan eksternal terhadap trakea (hampir selalu oleh hematoma leher . $bstruksi jalan nafas parsial biasanya timbul sebagai pernafasan sonor. $bstruksi total menyebabkan penghetian aliran udara, tiadanya suara pernafasan, dan gerakan dada paradoksal. ,bedomen dan dada normalnya harus naik secara bersamaan selama inspirasi9 akan tetapi, dengan obstruksi jalan nafas, dada turun jika abdomen naik setiap inspirasi (gerakan dada paradoksal . Pasien&pasien dengan obstruksi jalan nafas harus mendapat suplemen oksigen sementara dilakukan koreksi. )ombinasi manuver dorong rahan dan tekan dahi menarik lidah ke depan dan membuka jalan nafas. 7nsersi jalan nafas oral atau nasal juga sering mengatasi masalah. =alan nafas nasal mungkin lebih ditoleransi oleh pasien selama pengakhiran dan dapat mengurangi kemungkinan trauma gigi bila pasien menggigit. =ikalau manuver&manuver di atas gagal, laringospasme perlu dipikirkan. Aaringospasme biasanya ditandai dengan suara bernada tinggi, tetapi bisa tanpa suara, dengan penutupan glottis sempurna. Spasme pita suara lebih sering terjadi setelah trauma, atau instrumentasi berulang, atau stimulasi oleh sekresi darah di jalan nafas. "anuver dorong rahang, terutama bila dikombinasikan dengan pemberian tekanan positif le(at sungkup muka yang ketat, biasanya menghilangkan laringospasme. 7nsersi jalan nafas oral atau nasal biasanya berguna untuk memastikan patensi jalan nafas di tingkat pita suara. Setiap sekeresi darah di hipofaring harus diisap untuk mencegah rekurensi. Aaringospasme refrakter harus diterapi secara agresif dengan dosis kecil suksinilkolin (14&24 mg dan ventilasi tekanan positif sementara dengan oksigen 1448 untuk mencegah hipoksemia berat atau edema paru tekanan negative. 7ntubasi endotrakea kadang&kadang

perlu untuk memastikan ventilasi9 krikotirotomi atau ventilasi jet trantrakea diindikasikan bila intubasi tidak berhasil dalam beberapa keadaan. %dema glottis setelah instrumentasi jalan nafas adalah penyeab penting obstruksi pada bayi dan anak kecil. )ortikosteroid intravena (deksametason 4,* mg?kg atau epinefrin rasemik aerosol (4,* mA larutan 2,2*8 dengan ! mA >a#l 4,38 dapat berguna dalam beberapa keadaan. +ematoma luka pasca bedah setelah prosedur kepala dan leher, tiroid, dan karotis dapat segera mempengaruhi jalan nafas9 pembukaan luka segera mengatasi kompresi trakea. <ang agak jarang, tampon kasa dapat tidak sengaja tertinggal di hipofaring setelah bedah mulut dan dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas komplit beberapa saat atau lama kemudian.

%ipo5entilasi
+ipoventilasi, yang biasanya didefinisikan sebagai Pa#$ 2 lebih besar daripada '* mm +g, adalah kejadian umum setelah anestesi umum. +ampir dalam semua kejadian, hipoventilasi sifatnya ringan, dan dalam banyak kasus terabaikan. +ipoventilasi nyata biasanya bermakna klinis hanya jika Pa#$ 2 lebih besar daripada /4 mm +g atau p+ darah arteri kurang dari 1,2*. @anda&tandanya bervariasi dan termasuk somnolen yang berat dan lama, obstruksi jalan nafas, laju respirasi yang lambat, takipnea dengan nafas dangkal, atau nafas yang berat. ,sidosis respirasi ringan hingga sedang menyebabkan takikardi dan hipertensi atau iritabilitas jantung (melalui stimulasi simpatis , tetapi asidosis yang lebih berat menyebabkan depresi sirkulasi (lihat bab !4 . =ika hipoventilasi nyata dicurigai, pengukuran gas darah arteri harus dilakukan untuk menilai seberat mana dan mengarahkan terapi selanjutnya. +ipoventilasi di P,#- paling sering diakibatkan oleh efek sisa obat&obat anestetik terhadap pusat nafas. 6epresi respirasi oleh opioid ditandai dengan laju nafas lambat, seringkali dengan volume tidal yang besar. Sedasi berlebihan juga sering menyebabkan, tetapi pasien masih berespon dan dapat meningkatkan nafas jika disuruh. Pola bifasik atau berulan dari depresi respirasi telah dilaporkan dengan semua opioid. "ekanisme yang diduga termasuk variasi dalam intensitas stimulasi selama pemulihan dan pelepasan opioid dari perifer yang tertunda seperti otot rangka (atau mungkin paru dengan fentanil saat pasien menghangat kembali dan mulai bergerak. Sekresi opioid yang diberikan secara intravena ke dalam cairan gaster setelah reabsorpsi telah dijelaskan akan tetapi tampaknya tidak dapat menjelaskannya oleh karena ekstraksi hepatik tinggi untuk sebagian besar opioid. Pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat, overdosis, hipotermia, interaksi farmakologis (seperti antara antibiotik misin dengan terapi magnesium , farmakokinetik yang berubah (akibat hipotermia, distribusi volume yang berubah, disfungsi renal atau hepatik , atau faktor&faktor metabolik (seperti hipokalemia atau asidosis respiratorik dapat menyebabkan paralysis otot residual di P,#-. ,papun penyebabnya, gerakan nafas tak terkoordinasi dengan volume tidal yang dangkal dan takipnea biasanya terjadi. 6iagnosis dapat ditegakkan dengan stimulator saraf pada pasien&pasien yang tidak sadar9 pasien& pasien yang bangun dapat diminta untuk mengangkat kepala. )emampuan untuk menahan kepala terangkat selama * detik boleh jadi merupakan tes sensitive untuk menilai adekuatnya pemulihan dari pelemas otot. >yeri sayatan dan disfungsi diafragma setelah bedah abdomen atas atau thoraks, distensi abdomen, atau perban abdomen yang ketat adalah faktor&faktor yang dapat menyebabkan hipoventilasi. Peningkatan produksi #$2 akibat menggigil, hipertermia, atau sepsis dapat juga meningkatkan Pa#$ 2 pada pasien normal sekalipun yang mendapat anestesi umum. +ipoventilasi dan asidosis respiratorik dapat terjadi apabila faktor&faktor tersebut memperberat ventilasi yang terganggu akibat penyakit paru, neuromuskular, atau nerulogis sebelumnya. TERAPI @erapi harus diarahkan pada penyebabnya, akan tetapi hipoventilasi selalu membutuhkan ventilasi terkendali sampai faktor&faktor penyebabnya teridentifikasikan dan terkoreksi. )etidaksadaran, depresi sirkulasi, dan asidosis berat (p+ 0 1,1* adalah indikasi untuk intubasi endotrakea segera. ,ntagonis depresi oleh karena opioid dengan nalokson adalah pedah bermata dua9 peningkatan ventilasi alveolus tiba&tiba biasanya dihubungkan juga dengan nyeri tiba&tiba dan rangsangan simpatis. <ang terakhir ini dapat mencetuskan krisis hipertensi, edema paru, dan iskemia atau infark miokard. ,pabila nalokson digunakan untuk meningkatkan respirasi, titrasi dengan dosis kecil (4,4' mg pada de(asa dapat mencegah komplikasi dengan cara membolehkan pemulihan dari depresi respirasi parsial tanpa banyak menghilangkan analgesia. Setelah diberikan nalokson, pasien harus dia(asi ketat untuk kemungkinan rekurensi depresi nafas oleh opioid (renarkotisasi , oleh karena nalokson memiliki lama kerja yang lebih singkat dibanding kebanyakan opioid. ,lternatifnya, pemberian bolus intravena doksapram /4&144 mg, diikuti 1&2 mg?menit dapat digunakan9 doksapram tidak menghilangkan analgesia, tetapi dapat menyebabkan hipertensi dan takikardia. =ika masih ada sisa pelumpuh otot, tambahan inhibitor kolinesterase dapat diberikan. Paralisis residual, meskipun sudah diberikan dosis penuh inhibitor kolinesterase, mengharuskan ventilasi terkendali hinggap

pemulihan spontan terjadi. Pemberian analgetik opioid (intravena atau intraspinal , anestesi epidural, atau blok saraf interkostal terkadang bermanfaat mengurangi nyeri setelah prosedur abdomen atas atau thoraks.

%ipo(semia
+ipoksemia ringan adalah umum pada pasien&pasien yang pulih dari anesthesia kecuali diberikan suplemen oksigen saat pengakhiran. +ipoksemia ringan hingga sedang (Pa$ 2 *4C/4 mm +g pada pasien sehat usia de(asa dapat ditoleransi dengan baik pada a(alnya, akan tetapi semakin lama dan semakin berat stimulasi simpatis inisial seringkali tampak tergantikan dengan asidosis progresif dan depresi sirkulasi. Sianosis yang jelas mungkin tak ada jika konsentrasi hemoglobin menurun. Secara klinis, hipoksemia dapat juga dicurigai dari kegelisahan, takikardia, atau iritabilitas jantung (ventrikel atau atrium . )etidaksadaran, bradikardia, hipotensi, dan henti jantung adalah tanda&tanda belakangan. Penggunaan oksimetri pulsa rutin di P,#- memfasilitasi deteksi a(al. Pengukuran gas darah arteri harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan mengarahkan terapi. +ipoksemia di P,#- biasanya disebabkan hipoventilasi, peningkatan pintas intrapulmoner kanan ke kiri, atau keduanya. Penurunan curah jantuing atau peningkatan konsumsi oksigen (seperti pada menggigil akan memperkuat hipoksemia. +ipoksia difusi (lihat ;ab 1 adalah penyebab hipoksemia yang tidak umum apabila pasien&pasien yang pulih diberikan suplemen oksigen. +ipoksemia akibat hipoventilasi murni juga tidak biasa pada pasien&pasien yang mendapat suplemen oksigen kecuali ada hiperkapnia yang berat atau peningkatan pintas intrapulmoner. Peningkatan pintas intrapulmoner dari kapasitas residual fungsional (.unctional residual capacit$, :5# yang menurun menjadi kapasitas penutupan adalah penyebab hipoksemia tersering setelah anestesi umum. Penurunan :5# yang besar terjadi setelah bedah abdomen dan thoraks. )ehilangan volume paru sering dikaitkan dengan mikroatelektasis, oleh karena atelektasis sering tak tampak di foto thoraks. Posisi setengah duduk membantu mempertahankan :5#. Pintas intrapulmonal dari kanan ke kiri yang bermakna ( S? @ F 1*8 biasanya berkaitan dengan kelainan gambaran radiologis seperti atelektasis paru, infiltrat parenkim, atau pneumothoraks besar. @ermasuk penyebabnya adalah hiopoventilasi intraoperatif dengan volume tidal yang rendah, intubasi endobronkial yang tak disengaja, kolaps lobus paru akibat obstruksi bronkus oleh sekret atau darah, aspirasi paru, atau edema paru. %dema paru pasca bedah paling sering dijumpai sebagai #hee/ing dalam /4 menit setelah pembedahan9 bisa jadi disebabkan oleh gagal ventrikel (kardiogenik , acute respirator$ distress s$ndro*e (,56S , atau pemulihan mendadak dari obstruksi jalan nafas berkepanjangan. ;erbeda dengan #hee/ing akibat edema paru, #hee/ing akibat penyakit paru obstruktif primer, yang juga sering berakibat peningkatan pintas intrapulmonal yang tinggi, tidak berhubungan dengan suara crackles pada auskultasi, cairan edema di jalan nafas, atau infiltrat pada foto thoraks. )emungkinan pneumothoraks pasca bedah harus selalu dipertimbangkan setelah pemasangan jalur sentral, blok interkostal, fraktur iga, diseksi leher, trakeostomi, nefrektomi, atau prosedur retroperitoneum atau intraabdomen lainnya (termasuk laparaskopi , terutama apabila diafragma mungkin tertusuk. Pasien dengan bleb subpleura atau bula yang besar dapat juga mengalami pneumothoraks selama ventilasi tekanan positif. TERAPI @erapi oksigen dengan atau tanpa tekanan jalan nafas positif adalah inti dari terapi. Pemberian !4& /48 oksigen secara rutin biasanya cukup untuk mencegah hipoksemia dengan hipoventilasi dan hiperkapnia yang sedang sekalipun. Pasien&pasien dengan penyakit paru atau jantung sebelumnya mungin memerlukan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi9 terapi oksigen harus dipandu dengan Sp$ 2 atau pengukuran gas darah arteri. )onsentrasi oksigen harus dikontrol ketat pada pasien&pasien dengan retensi #$ 2 yang kronis agar tidak mencetuskan gagal nafas akut. Pasien&pasien dengan hipoksemia berat atau persisten harus diberikan oksigen 1448 oBygen melalui sungkup nonrebreathing atau pipa endotrakea hingga penyebabnya diketahui dan terapi lainnya diberikan9 ventilasi mekanis terkontrol atau bantuan mungkin berguna. :oto thoraks (lebih disukai foto tegak sangat bermanfaat untuk menilai volume paru atau ukuran jantung dan menunjukkan pneumothoraks atau infiltrat paru. 7nfiltrat mungkin tidak tampak segera setelah aspirasi. @erapi tambahan harus ditujukan terhadap penyebabnya. Selang dada harus dipasang untuk setiap pneumothoraks simtomatis atau yang lebih besar daripada 1*&248. ;ronkospasme harus diterapi dengan bronkodilator aerosol dan mungkin dengan aminofilin intravena. 6iuretika harus diberikan untuk kelebihan cairan sirkulasi. :ungsi jantung harus dioptimalkan. +ipoksemia yang persisten dengan oksigen *48 umumnya menjadi indikasi untuk pemberian tekanan positif akhir ekspirasi ( positive end-e%pirator$ pressure 'P00P( atau #P,P. ;ronkoskopi sering berguna untuk mengembangkan kembali lobus yang atelektasis yang disebabkan sumbatan bronkus atau aspirasi partikel.

K+&P*IKA I IRKU*A I

Gangguan sirkulasi yang tersering dijumpai di P,#- adalah hipotensi, hipertensi, dan aritmia. )emungkinan kelainan sirkulasi akibat sekunder dari gangguan pernafasan harus selalu dipertimbangkan sebelum intervensi apapun.

%ipotensi
+ipotensi biasanya disebabkan penurunan curah balik vena ke jantung, disfungsi ventrikel kiri, atau yang kurang umum, vasodilatasi arteri berlebihan. +ipovolemia adalah yang paling sering menyebabkan hipotensi di P,#-. +ipovolemia absolut dapat diakibatkan penggantian cairan intraoperatif yang tidak adekuat, sekuestrasi cairan oleh jaringan yang berlanjut (Nruang ketigaM atau drainase luka, atau perdarahan pasca bedah. Denokonstriksi selama hipotermia dapat menutupi hipovolemia hingga suhu pasien mulai naik lagi9 venodilatasi yang terus menerus berakibat hipotensi tertunda. +ipovolemia relatif menyebabkan hipotensi akibat anestesi spinal atau epidural, venodilator, dan penghambat adrenergik 9 peningkatan kapasitas vena mengurangi curah balik vena meskipun volume intravascular sebelmunya normal. +ipotensi yang berhubungan dengan sepsis dan rekasi alergi biasanya diakibatkan oleh hipovolemia dan vasodilatasi. +ipotensi setelah pneumothoraks pentil atau tamponade jantung adalah akibat pengisian jantung yang kurang. 6isfungsi ventrikel kiri pada pasien yang sebelumnya sehat dihubungkan dengan gangguan metabolik berat (hipoksemia, asidosis, atau sepsis . +ipotensi akibat disfungsi ventrikel terutama ditemukan pada pasien&pasien dengan penyakit arteri koroner atau katup jantung sebelumnya, dan biasanya dicetuskan oleh kelebihan cairan, iskemia miokard, peningkatan a.terload, atau disritmia. TERAPI +ipotensi ringan selama pemulihan dari anesthesia adalah hal yang umum dan biasanya menunjukkan penurunan tonus simpatis yang berhubungan dengan tidur atau efek residual .at&.at anestetik9 biasanya tidak perlu diterapi. +ipotensi bermakna biasanya didefinisikan sebagai penurunan 24&!48 tekanan darah daripada tingkat dasarnya dan mengindikasikan keadaan serius yang memerlukan terapi. @erapi bergantung kepada kemampuan menilai volume intravascular. Peningkatan tekanan darah setelah bolus cairan (2*4&*44 cc kristaloid atau 144&2*4 cc koloid umumnya membuktikan hipovolemia. -ntuk hipotensi berat, vasopresor atau inotrop (dopamine atau epinefrin mungkin perlu untuk meningkatkan tekanan darah arteri sampai defisit volume intravaskuler setidaknya terkoreksi parsial. @anda&tanda disfungsi jantung harus dipikirkan pada pasien&pasien tua dan pasien&pasien yang diketahui mempunyai penyakit jantung. )egagalan pasien untuk berespon terhadap terapi mengharuskan pemasangan monitor hemodinamik invasif9 manipulasi preload jantung, kontraktilitas, dan a.terload diperlukan. ,danya pneumothoraks pentil, yang ditandai dengan hipotensi dan penurunan suara nafas unilateral, hipersonor, dan deviasi trakea, adalah indikasi untuk segera mengaspirasi pleura sebelum konfirmasi radiografi sekalipun. ;egitu juga hipotensi yang diakibatkan oleh tamponade jantung, biasanya setelah trauma dada atau operasi thoraks, seringkali mengharuskan dilakukannya perikoardiosentesis atau reeksplorasi.

%ipertensi
+ipertensi pasca bedah sering terjadi di P,#- dan biasanya terjadi dalam !4 menit setelah masuk. ;iasanya disebabkan oleh rangsangan yang menyakitkan dari luka insisi, intubasi endotrakea, atau distensi kandung kemih. +ipertensi pasca bedah juga menunjukkan aktivasi simpatis, yang mungkin menjadi bagian respon neuroendokrin terhadap pembedahan atau sebagai akibat sekunder hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis metabolik. Pasien&pasien dengan ri(ayat hipertensi sistemik cenderung mengalami hipertensi di P,#- meskipun tidak ada penyebab yang teridentifikasi. @ingkat pengendalian tekanan darah berbanding terbalik dengan insidensi hipertensi pasca bedah pada pasien&pasien tersebut. )elebihan cairan atau hipertensi intrakranial sekali&kali dapat juga timbul sebagai hipertensi pasca bedah. TERAPI +ipertensi ringan biasanya tidak perlu diterapi, akan tetapi penyebab yang reversibel harus ditemukan. +ipertensi bermakna dapat mencetuskan perdarahan pasca bedah, iskemia miokard, gagal jantung, atau perdarahan intrakranial. )eputusan tentang hipertensi derajat mana yang harus diterapi harus diindividualisasi. Pada umumnya, peningkatan tekanan darah lebih dari 24&!48 tekanan darah normal pasien atau yang berhubungan dengan efek samping tertentu (seperti iskemia miokard, gagal jantung, atau perdarahan harus diterapi. Peningkatan ringan hingga sedang dapat diterapi dengan penghambat adrenergik seperti labetalol, esmolol, atau propranolol9 penghambat saluran kalsium seperti nikardipin9 atau pasta nitrogliserin. >ifedipin sublingual dan hidrala.in juga efektif tetapi seringkali menyebabkan refleks takikardia dan dihubungkan dengan iskemia dan infark miokard. +ipertensi bermakna pada pasien&pasien dengan cadangan kardiak terbatas mengharuskan pemasangan monitor tekanan intraarteri direk dan harus

selalu diterapi dengan infus nitroprusida, nitrogliserin, nikardipin, atau fenoldopam secara intravena. @ujuan akhir terapi harus sesuai dengan tekanan darah normal pasien.

Aritmia
Penyebab aritmia jantung oleh karena gangguan respirasi, terutama hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis, jangan terlalu ditekankan. %fek sisa dari .at&.at anestetik, peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, kelainan metabolik lainnya, dan penyakit jantung dan paru sebelumnya juga dapat menyebabkan aritmia pada pasien&pasien di P,#-. ;radikardia sering menunjukkan efek sisa inhibitor kolinesterase (neostigmin , opioid sintetis poten (sufentanyl , atau penghambat adrenergik O (propranolol . @akikardia bisa jadi menunjukkan efek .at antikolinergik (atropine , obat vagolitik (pankuronium atau meperidin , agonis O (albuterol , refleks takikardia (hidrala.in , sebagai tambahan penyebab yang lebih sering seperti nyeri, demam, hipovolemia, dan anemia. @ambahan lagi, depresi fungsi baroreseptor oleh .at anestetik membuat laju jantung menjadi monitor volume intravaskular yang tidak dapat diandalkan di P,#-. 6enyut atrium dan ventrikel premature biasanya menunjukkan hipokalemia, hipomagnesia, peningkatan tonus simpatis, atau yang jarang, iskemia miokard. <ang terakhir ini dapat didiagnosis dengan %)G 12 lead. @akiaritmia supraventrikel termasuk takikardia supraventrikel paroksismal, .lutter arteri, fibrilasi arteri sering ditemukan pada pasien&pasien dengan ri(ayat aritmia&aritmia ini sebelumnya, dan lebih sering lagi ditemukan setelah bedah thoraks. Penatalaksanaan aritmia dibicarakan dalam ;ab 13 dan '1.

PR+1I* "A*A& PRAKTEK ANE TE I

Patricia Kapur, MD

Pemilihan Pasien2Pasien Pra Bedah untu( Bedah Rawat )alan


Persentasi bedah ra(at jalan dari total pembedahan sekarang mendekati 148 atau lebih di ,merika Serikat, dengan teknik pembedahan yang semakin canggih dan penatalaksanaan anestesia yang aman. <ang lebih penting adalah kriteria yang tepat diterapkan untuk mengidentifikasi bukan hanya pasien&pasien yang bisa mendapat manfaat dari efisiensi dan perhatian khusus dalam pera(atan perioperatif ra(at jalan, tetapi

juga bagi mereka yang mungkin berisiko tinggi apabila dipulangkan dan dira(at di rumah lebih a(al. ;atasan tambahan ditentukan oleh jarak fisik antara fasilitas pembedahan ra(at jalan dengan rumah sakit dengan pelayanan penuh apabila terjadi komplikasi. Pusat&pusat kesehatan yang berdiri sendiri mungkin tidak punya laboratorium dan farmasi yang lengkap, radiologi yang canggih, bank darah, bantuan terapi pernafasan, dan konsultan spesialis. Pera(atan bedah ra(at jalan yang biayanya mencakup semua dan memuaskan pasien dapat berakibat kebutuhan yang tinggi akan pelayanan yang harus diberikan dengan ke(aspadaan terus&menerus demi keamanan. ,sumsinya semua pasien siap dianestesi dan dioperasi segera, sehingga dokter anestesi dipersiapkan dan mampu menangani semua pasien, dan fasilitas diperlengkapi dan mempunyai staf untuk menstabilkan pasien dengan komplikasi&komplikasi sebelum dipindahkan ke fasilitas pera(atan yang lebih tinggi. Pera(atan perioperatif ra(at jalan secara rutin disediakan untuk pasien&pasien dengan status fisik ,S, ! dengan kriteria seleksi yang perlu. -sia yang ekstrim menjadi tantangan bagi pemilihan pasien. Pada fasilitas&fasilitas yang menerima bayi dan anak kecil, ri(ayat perinatal yang seksama dilakukan untuk mengevaluasi prematuritas dan?atau ri(ayat apnea atau spel bradikardia. ;ayi aterm tanpa ri(ayat seperti itu dapat diterima bila usianya lebih dari '' minggu setelah konsepsi apabila fasilitas tersebut memiliki staf dan peralatan yang memadai. ;ayi yang lahir prematur bisa ditolak jika usianya kurang dari *2 minggu setelah konsepsi atau lebih jika ada komplikasi. +al yang sama juga pada pasien tua, terutama yang berusia lebih dari 2* tahun, karena pada usia itu komplikasi perioperatif lebih besar frekuensinya daripada yang diperkirakan berdasarkan komorbiditas penyakit dan beratnya pembedahan. 5i(ayat sosial yang teliti harus pula ditanyakan pada pasien tua untuk menentukan apakah ada orang yang terkualifikasi untuk menemani pasien pulang dan memberikan pera(atan pasca bedah. Pengurangan dosis obat secara bijaksana harus dilakukan pra bedah, mengingat fungsi organ yang menurun sebagaimana juga kapasitas klirens dan metabolik pada orang tua, agar kembali ke level pra bedah asal. Pasien gemuk harus dinilai secara hati&hati oleh karena perubahan paru, jantung, jalan nafas yang mendadak dapat terjadi. Pasien&pasien seperti ini harus dapat menggunakan peralatan yang tersedia di fasilitas, diletakkan terlentang, dan dapat dinilai adanya apnea tidur obstuktif ( obstructive sleep apnea '1&A().berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis pembedahan, dan berat badan, Sabers et al 1 tidak dapat menemkan perbedaan pada penerimaan masuk rumah sakit yang tidak diantisipasi atau dalam kejadian lain yang tak diinginkan di antara pasien yang didiagnosis sebagai $S, yang diterapi dengan baik menjalani prosedur pembedahan ra(at jalan di pusar rujukan tersier. ;agaimanapun, penelitian tidak termasuk pembedahan jalan nafas dan ditemukan lebih sering pemakaian pipa endotrakea dan kurang memakai A", untuk pasien $S, dibandingkan kontrol. 6i antara komorbiditas yang potensial pada pasien&pasien bedah ra(at jalan, yang paling sering ditemukan adalah diabetes mellitus. Pasien diabetik yang stabil dengan obat hipoglikemik oral, terapi insulin intermiten, dan pompa insulin implant dapat dianestesi dengan aman untuk bedah ra(at jalan, dengan catatan mereka tidak punya komplikasi kardiovaskular dan prosedur yang dijalani tidak akan berakibat mual dan muntah pasca bedah yang berkepanjangan. 6engan pompa insulin implant, bangun yang cepat membuat pasien memprogram pompa mereka lebih a(al setelah pembedahan untuk mengantisipasi asupan oral. Pasien&pasien dengan gagal ginjal dapat dioperasi untuk penggantian pintas dan prosedur lainnya. Status volume intravaskulernya harus stabil, hasil laboratoriumnya termasuk kadar kalium harus yang terakhir, tekanan darahnya terkontrol, dan perpindahan cairan harus diantisipasi. Pasien&pasien dengan kardiovaskular yang stabil dapat dira(at jika gejala mereka terkontrol, fungsi ventrikel adekuat, dan ritme jantung stabil. @ampaknya pasien&pasien dengan disfungsi paru berat, fungsi miokard marginal, penyakit koroner berat, kelainan jalan nafas, atau apnea tidur berat tidak akan dipertimbangkan untuk dianestesi ra(at jalan. 6i sisi lain, pasien&pasien pasca transplantasi organ dapat dipertimbangkan apabila tidak ada tanda&tanda penolakan organ dan regimen imunosupresif dapat dipertahankan. Pasien&pasien yang terinfeksi melalui darah dapat diterima, mis. hepatitis dan +7D, oleh karena ke(aspadaan universal harus ada untuk semua pasien. ,kan tetapi, pasien&pasien dengan infeksi saluran nafas berat, seperti @; aktif, dapat ditolak karena pusat&pusat ra(at jalan ruangannya berdekatan dan tidak ada ruang isolasi. Pasien&pasien dengan kelainan mental dengan gangguan perilaku juga tak dapat diakomodasikan untuk semua pembedahan ra(at jalan. )omponen utama paradigma penyaringan pra bedah yang efektif termasuk definisi pasien&pasien yang sesuai dengan fasilitas, harapan pra bedah dari dokter yang merujuk, panduan uji pra bedah, dan panduan menangani pengobatan kronis pra bedah. Sebagai tambahan, fasilitas perlu mengumpulkan informasi yang dapat dipercaya dan sistem penjaluran sebagaimana juga peran yang jelas dan harapan untuk semua staf yang berpartisipasi pra bedah dan pada hari pembedahan. )omponen pemilihan tambahan untuk meminimalkan risiko adalah kompleksitas pembedahan dilakukan dalam ruangan bedah ra(at jalan. ,pabila pasien disaring dengan baik berdasarkan status medis mereka, penentuan lokasi ra(at inap atau ra(at jalan untuk pembedahan mereka didasarkan pada kompleksitas pembedahan dan kemampuan fasilitas. 6eBter dan ka(an&ka(an 2 telah menganjurkan bah(a

apabila pimpinan fasilitas menentukan level kompleksitas bedah mana yang dapat ditangani, A&A 2elative 3alue 4uide dapat membantu menentukan prosedur mana yang terkualifikasi. "isalnya, fasilitas punya kapasitas observasi 2! jam, sehingga rekomendasinya adalah A&A 2elative 3alue 4uide nilai 1 atau kurang, dengan mengantisipasi dira(at semalaman. )erjasama yang baik antara dokter anestesi, ahli bedah, dan dokter yang merujuk memungkinkan pasien&pasien menjalani pembedahan ra(at jalan dengan aman. Penyaringan yang ketat pada pasien perbatasan dapat sangat membantu mengidentifikasi peningkatan jumlah yang dapat dibedah secara ra(at jalan tanpa risiko, sebagaimana juga pemisahan mereka yang tetapi perlu disokong. 1. Sabers #, Plevak 6=, Schroeder 65, Garner 6$J @he diagnosis of obstructive sleep apnea as a risk factor for unanticipated admissions in outpatient surgery. ,nesth ,nalg 244!93/J1!22. PP"76J 12141122Q 2. 6eBter :, "acario ,, Penning 6+J 6evelopment of an appropriate list of surgical procedures of a specified maBimum anesthetic compleBity to be performed at a ne( ambulatory surgery facility. ,nesth ,nalg 244293*J12. PP"76J 124223'1Q

"I KU I KA U : "E&A& "AN TAKIKAR"I PA"A *AKI2*AKI "EWA A &U"A


Seorang laki&laki usia 13 tahun mengalami fraktur femur dalam kecelakaan sepeda motor. 6ia ditraksi ! hari sebelum operasi. Selama itu, didapati demam ringan yang terus&menerus (!1.*C!2.1I# suhu oral , hipertensi ringan (1*4C114?14C34 mm +g , dan takikardia (144C12/ kali?menit . +ematokritnya bertahan antara !48 dan !2,*8. ,ntibiotik spektrum luas sudah mulai diberikan. 6ia dijad(alkan untuk reduksi terbuka dan fiksasi internal untuk fraktur. Saat pasien diba(a ke kamar operasi, tanda&tanda vital sebagai berikutJ tekanan darah 1/2?3* mm +g, nadi 1*4 kali?menit, respirasi 24 kali?menit, dan suhu oral !2.1I#. 6ia berkeringat dan tampak gelisah meskipun telah diberi premedikasi dengan meperidin 1* mg dan prometa.in 2* mg. 6engan pemeriksaan yang teliti, didapatkan bah(a dia mengalami sedikit pembesaran kelenjar tiroid. %arus(ah Tim Bedah &ela(sana(an +perasi8 $perasi ini sifatnya elektif9 sehingga kelainan bermakna harus didiagnosis dan diterapi seperluna pra bedah, jika memungkinkan, agar pasien optimal untuk pembedahan. =ika pasien mengalami fraktur terbuka, risiko infeksi jelas mengharuskan operasi segera. Sekalipun fraktur femur tertutup, pembatalan atau penundaan yang tidak perlu harus dihindari oleh karena terapi non bedah menambah risiko tirah baring yang berkepanjangan (dengan traksi , termasuk atelektasis, pneumonia, trombosis vena dalam, dan tromboemboli paru yang berpotensi kematian. 6alam menentukan apakah operasi dapat dilaksanakan, dokter anestesi mesti menanyakan hal&hal berikutJ (1 ,pakah penyebab yang paling mungkin berdasarkan gejala klinisH (2 ,pakah, jika ada, pemeriksaan dan konsultasi tambahan bermanfaatH (! ;agaimana kelainan&kelainan ini dan hal&hal umum yang berkaitan dengannya mempengaruhi pengelolaan anestesiaH (' ,pakah interaksi anestesi cukup serius untu menunda pembedahan hingga penyebab yang dicurigai secara konklusif disingkirkanH @akikardi dengan laju nadi 1*4 kali?menit dan demam derajat rendah memerlukan pemeriksaan tambahan sebelum pembedahan

Apa(ah Pen,e.a. Ta(i(ardi dan "emam 9an' Palin' &un'(in pada Pasien Ini8 Kedua (elainan ini dapat mere#le(si(an satu proses atau entitas ,an' terpisah 7Ta.el 48/4 dan 48/:;- @erlebih lagi, meski banyak faktor seringkali dapat teridentifikasikan bersamaan, kontribusi relatifnya biasanya tidak langsung timbul. 6emam biasa terjadi setelah trauma besar9 faktor&faktor kontribusinya dapat termasuk reaksi inflamasi terhadap trauma jaringan, infeksi (umumnya luka, paru, atau saluran kemih , terapi antibiotik (reaksi obat , atau tromboflebitis. 7nfeksi harus dipertimbangkan secara serius pada pasien ini oleh karena risiko pertumbuhan dan infeksi bakteri pada alat fiksasi metal selama pembedahan. "eskipun takikardi umumnya berkaitan dengan demam derajat rendah, biasanya tidak dalam

kisaran demikian pada pasien berusia 13 tahun. >yeri sedang hingga berat, kecemasan, hipovolemia, atau anemia bisa jadi faktor&faktor kontribusi. %mboli lemak ke paru harus juga dipertimbangkan pada setiap pasien dengan fraktur tulang panjang, terutama bila terdapat hipoksemia, takipnea, atau perubaha status mental. <ang terakhir, kemungkinan pembesaran kelenjar tiroid, berkeringat, dan tampak gelisah bersamaan dengan demam dan takikardi mengarahkan kecurigaan tirotoksikosis. Ta.el 48/4- Pen,e.a. Ta(i(ardia Perioperati# )ecemasan >yeri 6emam (lihat @abel '2C* 5espirasi +ipoksemia +iperkapnia Sirkulasi +ipotensi ,nemia +ipovolemia Gagal jantung kongestif @amponade jantung PneumothoraB pentil @romboemboli -rug-induced Rat&.at antimuskarinik ,gonis adrenergik Dasodilator ,lergi Putus obat )elainan metabolik +ipoglikemia @irotoksikosis

:eokromositoma )risis adrenal (addisonian Sindroma karsinoid Porfiria akut

Ta.el 48/:- Pen,e.a. "emam Perioperati#7nfeksi Proses immunologis 5eaksi obat 5eaksi darah Penghancuran jaringan (penolakan Penyakit jaringan penyambung )elainan granulomatosa )erusakan jaringan @rauma 7nfark @rombosis )elainan neoplastik )elainan metabolic ;adai tiroid (krrisis tiroid )risis adrenal (addisonian :eokromositoma +ipertermia malignan Sindroma neuroleptik malignan Gout akut Porfiria akut

Apa(ah 7<i(a ada; Pemeri(saan Tam.ahan 9an' Berman#aat untu( &enilai "emam dan Ta(i(ardia8 Pemeriksaan gas darah arteri dan foto thoraks bermanfaat untuk menyingkirkan emboli lemak. Pengukuran hematokrit dan hemoglobin serial akan menyingkirkan anemia yang memburuk9 takikardia bermakna mungkin didapatkan bila hematokrit di ba(ah 2*&218 (hemoglobin 0 2 g?dA pada hampir semua pasien. 5espon terhadap pemberian cairan koloid intravena sebanyak 2*4&*44 mA mungkin bermanfaat9 penurunan laju jantung setelah pemberian bolus cairan menunjukkan kemungkinan besar hipovolemia. ;egitu juga respon laju jantung terhadap sedasi dan penambahan analgetik opioid dapat bermanfaat untuk menyingkirkan kecemasan dan nyeri sebagai penyebab. "eskipun diagnosis hipertiroidisme dapat ditegakkan secara klinis, untuk memastikannya perlu pengukuran hormon tiroid serum9 ini perlu (aktu 2'& '2 jam di hampir semua rumah sakit. @anda&tanda infeksi &seperti peningkatan inflamasi atau purulensi luka, sputum purulen, infiltrat di foto thoraks, pyuria, atau leukositosis dengan sel&sel darah putih prematur pada apus darah tepi (pergeseran ke kiri & harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur dan penundaan operasi hingga hasilnya didapatkan dan antibiotik yang tepat dikonfirmasi. Pasien dipindahkan ke P,#- untuk pemeriksaan lebih lanjut. %)G 12 lead memastikan sinus takikardia 1*4 kali?menit. :oto thoraks normal. Pengukuran gas darah arteri pada udara kamar normal (p+ 1,'', Pa#$2 '1 mm +g, Pa$2 21 mm +g, +#$!C 21 m%S?A . )onsentrasi hemoglobin ditemukan 11 g?dA. 6arah untuk pemeriksaan fungsi tiroid dikirim ke laboratorium. Pasien disedasi dengan mida.olam 2 mg dan fentanyl *4 Tg, serta diberikan *44 mA albumin *8. Pasien tampak relaks dan tidak nyeri tetapi laju jantung hanya turun sampai 1'' kali?menit. 6iputuskan untuk melakukan pembedahan dengan anestesi epidural lumbal kontinu memakai lidokain 28. %smolol 144 mg diberikan lambat hingga nadinya naik jadi 124 kali?menit, dan infus esmolol kontinu diberikan dengan kecepatan !44 g?kg?jam. Prosedur selesai dalam tiga setengah jam. "eski pasien tidak mengeluh nyeri selama prosedur dan diberikan sedasi tambahan minimal (mida.olam 2 mg , dia mengalami delirium saat masuk ke P,#-. 7nfuse esmolol dilanjutkan dengan kecepatan *44 g?kg?menit. 6ia juga mendapat propanolol 2' mg intravena. )ehilangan darah diperkirakan sebesar *44 mA, dan penggantian cairan terdiri atas 2 unit P5#, 1444 mA hestastarch, dan 3444 mA 5inger Aaktat. @anda&tanda vital sebagai berikutJ tekanan darah 14*?'4 mm +g, laju nadi 12' kali?menit, respirasi !4 kali?menit, dan suhu rektal !2.2I#. Pengukuran gas darah arteri sebagai berikutJ p+ 1,!1, Pa#$2 !1 mm +g, Pa$2 31 mm +g, +#$!C 22 m%S?A. Apa "ia'nosis 9an' Palin' &un'(in8 Pasien kini jelas dalam keadaan hipermetabolik yang dimanifestasikan dalam aktivitas adrenergik berlebihan, kebutuhan cairan yang sangat meningkat, dan status mental yang memburuk. @idak adanya asidosis metabolik dan tidak diketahui adanya paparan .at yang mencetuskan, menyingkirkan hipertermia malignan (lihar ;ab '' . )emungkinan lain termasuk reaksi transfusi, atau feokromositoma yang tak terdiagnosis. -rutan kejadian menunjukkan kedua kemungkinan pertama tidak cocok, dan penurunan hipertensi (yang kini digantikan hipotensi relative dan peningkatan suhu membuat kemungkinan terakhir juga tidak mungkin. Gejala&gejala klinis sekarang sangat kuat menunjukkan kemungkinan badai tiorid. Konsultasi Emer'ensi den'an Endo(rinolo'is "idapat(an4 9an' etu<u den'an "ia'nosis Badai Tiroid- Ba'aimana &en'elola Badai Tiroid8 ;adai (krisis tiroid adalah kega(at daruratan medis dengan angka kematian 14&*48. ;iasanya ditemukan pada pasien&pasien dengan penyakit Graves yang tidak terkontrol baik atau tidak terdiagnosis. :aktor&faktor pencetus di antaranya (1 stress pembedahan dan anestesia, (2 persalinan dan melahirkan, (! infeksi berat, dan yang jarang (' tiroiditis 1&2 minggu setelah pemberian iodium radioaktif. Gejala& gejalanya biasanya berupa perubahan status mental (iritabilitas, delirium, atau koma , demam, takikardia, dan hipotensi. ;aik aritmia atrium maupun ventrikel juga umum, terutama fibrilasi atrium. Gagal jantung kongestif terjadi pada 2*8 pasien. +ipertensi terdapat pada *48 pasien. )adar hormone tiroid tinggi di plasma tetapi kurang berhubungan dengan beratnya krisis. %ksaserbasi akut tirotoksikosis bisa jadi menunjukkan pergeseran cepat hormon dari ikatan protein ke status bebas atau peningkatan respons terhadap hormone tiroid pada level sel. @erapi ditujukan untuk membalikkan krisis dan komplikasi&komplikasinya. 6osis besar kortikosteroid (deksametason 14 mg dilanjutkan 2 mg setiap / jam menghambat sintesis, penglepasan, dan konversi perifer dari tiroksin (@' menjadi triiodotironin (@! . )ortikosteroid juga mencegah insufisiensi adrenal relatif akibat sekunder status hipermetabolik. Propiltiourasil /44 mg dilanjutkan 244 mg setiap 2 jam diberikan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. "eskipun metami.ol menghambat produksi hormone tiroid dan memiliki (aktu paruh yang lebih panjang, propiltiourasil lebih disukai karena juga menghambat

konversi perifer @'. Sediaan intravena tidak tersedia untuk kedua obat itu, sehingga harus diberikan secara oral atau melalui pipa nasogastrik. 7odium diberikan untuk menghambat penglepasan hormon tiroid dari kelenjar. 7odium dapat diberikan intravena sebagai >a7 1 g selama 2' jam, atau le(at enteral sebagai )7 144&244 mg setiap 2 jam9 .at kontras radiologist sodium ipodat 1 g?hari dapat menjadi alternatif. Propanolol tidak hanya mengantagonis efek perifer tirotoksikosis tetapi juga menghambat konversi perifer @ '. )ombinasi penghambat 1 dan 2 lebih disukai daripada antagonis 1 (esmolol atau metoprolol karena aktivitas reseptor 2 berlebihan mengakibatkan efek metabolik. Penghambat aktivitas reseptor 2 juga mengurangi aliran darah ke otot rangka dan mengurangi produksi panas. Pengukuran suportif termasuk pendingin permukaan (selimut pendingin , asetaminofen (aspirin tidak dianjurkan karena dapat memindahkan hormon tiroid dari protein pemba(a plasma , dan penggantian cairan intravena. Dasopresor kadang perlu untuk membantu tekanan darah arteri. 6igoksin diindikasikan pada pasien&pasien dengan fibrilasi atrium untuk mengendalikan laju ventrikel (lihat ;ab 13 dan untuk pasien&pasien dengan gagal jantung kongestif. )ateter arteri pulmonal memfasilitasi pengelolaan pasien&pasien dengan tanda&tanda gagal jantung kongestif atau hipotensi persisten dengan membolehkan pengukuran curah jantung dan menunjukkan tekanan pengisian ventrikel. Penghambat adrenergik O dikontraindikasikan pada pasien&pasien dengan curah jantung yang rendah. Propanolol, deksametason, propiltiourasil, dan sodium iodide diberikan9 pasien diba(a ke 7#- dan terapi diteruskan. @iga hari kemudian status mentalnya meningkat nyata. )adar @ ! dan tiroksin total pada hari pembedahan naik menjadi 2*4 mg?dA dan 12,* mg?dA. Pasien dipulangkan / hari kemudian dengan terapi propranolol dand propiltiourasil, dengan tekanan darah 12'?24 mm +g, laju nadi 32 kali?menit, dan an suhu oral !1.!I#.

BA!AAN 9AN$ "IAN)URKAN


,ldrete =,J @he post&anesthesia recovery score revisited. = #lin ,nesth 133*91J23. PP"76J 1112!/2Q ,merican Society of ,nesthesiologists @ask :orce on Postanesthetic #areJ Practice guidelines for postanesthetic care. ,nesthesiology 244293/J1'2. #hung :J 5ecovery pattern and home readiness after ambulatory surgery. ,nesth ,nalg 133*924J23/. PP"76J 112/'!1Q #hung :, "e.ei GJ ,dverse outcomes in ambulatory anesthesia. #an = ,naesth 13339'/J512. #ohen "", $U;rian&Pallas AA, #opplestone #, et alJ >ursing (ork load associated (ith adverse events in the postanesthesia care unit. ,nesthesiology 1333931J1222. PP"76J 14*32/!!Q 6eBter :, @inker =+J ,nalysis of strategies to decrease postanesthesia care costs. ,nesthesiology 133*922J3'1. Gan @=, "eyer @, ,pfel ##, et alJ #onsensus Guidelines for managing postoperative nausea and vomiting. ,nesth ,nalg 244!931J/2. PP"76J 122123'*Q +ines 5, ;arash PG, Gatrous G, $U#onnor @J #omplications occurring in the postanesthesia care unitJ a survey. ,nesth ,nalg 133291'J*4!. PP"76J 1**'11/Q )ovac ,AJ Prevention and treatment of postoperative nausea and vomiting. 6rugs 24449*3J21!. PP"76J 141!4*'/Q "arshall S7, #hung :J 6ischarge criteria and complications after ambulatory surgery. ,nesth ,nalg 1333922J*42. PP"76J 1441133/Q "cGrath ;, #hung :J Postoperative recovery and discharge. ,nesth #lin >orth ,m 244!921J!/1. PP"76J 12212'41Q "ulroy ":, "c6onald S;J 5egional anesthesia for outpatient surgery. ,nesth #lin >orth ,m 244!921J223. PP"76J 12212!3/Q

Pavlin 6=, 5app S%, Polissar >A, et alJ :actors affecting discharge times in adult outpatients. ,nesth ,nalg 1332921J21/. PP"76J 31/211/Q 5ose 6), #ohen "", 6e;oer 6PJ #ardiovascular events in the postanesthesia care unitJ contribution of risk factors. ,nesthesiology 133/92'J112. PP"76J 2/!22!4Q Stadler ", ;ardiau :, Seidel A, et alJ 6ifference in risk factors for postoperative nausea and vomiting. ,nesthesiology 244!932J'/. PP"76J 12*42312Q Gitte = 6e, Sessler 67J Perioperative shivering. ,nesthesiology 244293/J'/1. PP"76J 1121212!Q Gu #A, ;erenholt. S", Pronovost P=, :leisher A,J Systematic revie( and analysis of postdischarge symptoms after outpatient surgery. ,nesthesiology 244293/J33'. PP"76J 113/'/14Q

Anda mungkin juga menyukai