Anda di halaman 1dari 12

KONSEP KEHILANGAN DAN BERDUKA KONSEP TEORIKehilangan adalah penarikan sesuatu dan atau seseorang stau situasi yang

berharga / bernilai , baik sebagai pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi. Jenis-jenis Kehilangan : 1. ACTUAL LOSS. Diakui orang lain dan sama-sama dirasakan bahwa hal tsb merupakan suatu bentuk kehilangan.misal : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan. 2. PERCEIVED LOSS. Dirasakan seseorang, tetapi tidak sama dirasakan orang lain. Misal : kehilangan masa muda, keuangan, lingkungan yang berharga . 3. PHICHICAL LOSS. Kehilangan secara fisik. misal : seseorang mengalami kecelakaan dan akibat luka yang parah tangan atau kaki harus diamputasi. 4. PSYKHOLOGIS LOSS. Kehilangan secara psykologis. Misal : orang yang cacat akibat kecelakaan membuatnya merasa tidak percaya diri.gambaran dirinya terganggu. 5. ANTICIPATORY LOSS. Kehilangan yang bisa dicegah. Misal : orang yang menderita penyakit terminal. Respon emosi yang normal terhadap suatu yang hilang / akan hilang setelah beberapa saat disebut berduka / grief. Tahapan berduka menurut PARKES dan PARKES ET AL PARKES ( 1986 ) dan PARKES ET AL ( 1991 ),membatasi 4 tahap dari reaksi berduka karena kematian seseorang yang dicintai : 1. Mati Rasa Dan Mengingkari. Orang yang baru saja mengalami kehilangan akan merasa tidak nyata,penghentia waktu,segera setelah kematian orang yang penting dalam kehidupan mereka. Perasaan ini digambarkan sebagai mati rasa .Ada kecenderungan untuk mengingkari kejadian dan keyakinan bahwa semuanya hanyalah mimpi buruk . Hal ini berlangsung beberapa hari sampai berminggu-minggu. 2. Kerinduan atau Pining. Fase ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal.Hal ini dinyatakan dalam mimpi orang yang kehilangan,dan orang seringkali mengatakan melihat orang yang sudah meninggal dalam keramaian. 3. Putus Asa dan Depresi. Jika orang yang kehilangan akhirnya menyadari kenyataan tentang kematian ,ada perasaan putus asa yangbhebat dan kadang terjadi depresi. Periode ini adalah saat individu mengalami disorganisasi dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu melakukan tugas yang dimasa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan. 4. Penyembuhan dan Reorganiosasi. Pada titik tertentu kebanyakan individu yang kehlangan menyadari bahwa hidup mereka harus berlanjut dan mereka harus mencari makna baru dari keberadaan mereka.

Tingkat penyembuhan dan jangka waktu bervariasi antarea orang yang satu dengan orang yang lain. Tahapan berduka menurut KUBLER ROSS ( 1969 ). DENIAL ( PENOLAKAN ). * Klien mencoba untuk melupakan atau menutupi kenyataan. * Pengalaman yang diterima berdampak shock dan tidakpercaya. * Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan kematian, tetapi berbeda dengan tingkat emosi. Denial merupakan defense mekanisme pertahanan diri terhadap rasa cemas. ANGER ( BERONTAK DAN MARAH ). * Berontak ,merasa Tuhan tidak adil atau tidak berperasaan terhadap kenyataan harus dihadapi. * Marah kepada Sang Pencipta. * Merupakan tahap tersulit yang dilalui keluarga. * Kadang- kadang pasien rewel,mengkritik orangyang berhubungan * Timbul berbagai pertanyaan : mengapa harus saya ? apa dosa saya ? . BERGAINING ( TAWAR MENAWAR ). * Menuju tahap menerima. Pasien tawar menawar untuk berbuat baik jika diperpanjang hidupnya. * Pasien menangis dan menyesal.( perawat perawat : diam,mendengarkan dan memberikan sentuhan terapeutik.) DEPRESI * Pasien sadar bahwa kematian tidak dapat ditolak. * Bila depresi meningkat, pasien menjadi semakin lemah, kurus atau terjadi gangguan tandatanda vital. * Pasien merasa sepi ,merasa bahwa semua orang meninggalkannya. * Merasa tidak berguna. * Tidak menolak faktor yang harus dihadapi. * Fokus pikiran pada orang yang dicintai.Apa yang akan terjadi dengan istri dan anak saya., bila saya sudah tiada? Peran Perawat : * Pasien jangan ditinggal sendiri. * Pintu kamar dibiarkan terbuka.

ACCEPTANCE ( MENERIMA) * Masa depresi sudah berlalu. * Takut ditinggal sendiri. * Kadang ingin ditemani. Peran Perawat : * menemani pasien * bila mungkin bicara dengan pasien. * Tanyakan apa yang dibutuhkan. * Apakah butuh pertolongan perawat. * Pintu kamar jangan ditutup FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHILANGAN. a. Perkembangan . - Anak- anak. * Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan. * Belum menghambat perkembangan. * Bisa mengalami regresi - Orang Dewasa Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup,tujuan hidup, Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari. b. Keluarga. Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka. c. Faktor Sosial Ekonomi. Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi.Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan hidup. d. Pengaruh Kultural. Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur barat menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.

e. Agama. Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian. f. Penyebab Kematian . Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan. Kebutuhan Keluarga yang Berduka. 1. Harapan * Perawatan yang terbaik sudah diberikan. * Keyakinan bahwa mati adalah akhir penderitaan dan kesakitan. 2. Berpartisipasi. * Memberi perawatan * Sharing dengan staf perawatan. 3. Support * Dengan support klien bisa melewati kemarahan, kesedihan, denial. * Support bisa digunakan sebagai koping dengan perubahan yang terjadi. 4. Kebutuhan spiritual. * Berdoa sesuai kepercayaan. * Mendapatkan kekuatan dari Tuhan DAFTAR PUSTAKA Niven Neil, 2003, Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesional kesehatan Lain, edisi 2, EGC, Jakarta Juall Lynda, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.

Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004). Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klienkelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005). 1.2 Permasalahan Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional. 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah: 1. Tujuan umum Mengetahui konsep kehilangan dan berduka. Mengetahui asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional 1. Tujuan khusus Mengetahui jenis-jenis kehilangan. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kehilangan 2.1.1 Definisi kehilangan Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,

kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung: 1. Arti dari kehilangan 2. Sosial budaya 3. kepercayaan / spiritual 4. Peran seks 5. Status social ekonomi 6. kondisi fisik dan psikologi individu 2.1.2 Tipe Kehilangan Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: 1. Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai. 2. Persepsi Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun. 2.1.3 Jenis-jenis Kehilangan Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu: Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self) Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh. Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.

Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru. Kehilangan kehidupan/ meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. 2.1.4 Rentang Respon Kehilangan Denial> Anger> Bergaining> Depresi> Acceptance 1. Fase denial a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan b. Verbalisasi; itu tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi . c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah. 2. Fase anger / marah a. Mulai sadar akan kenyataan b. Marah diproyeksikan pada orang lain c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. d. Perilaku agresif. 3. Fase bergaining / tawar- menawar. a. Verbalisasi; kenapa harus terjadi pada saya ? kalau saja yang sakit bukan saya seandainya saya hati-hati . 4. Fase depresi a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa. b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun. 5. Fase acceptance a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang. b. Verbalisasi ; apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh, yah, akhirnya saya harus operasi 2.2 Berduka 2.2.1 Definisi berduka Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. 2.2.2 Teori dari Proses Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran

tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. 1. Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal. Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan. Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. 1. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: a) Penyangkalan (Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti Tidak, tidak mungkin seperti itu, atau Tidak akan terjadi pada saya! umum dilontarkan klien. b) Kemarahan (Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin bertindak lebih pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. c) Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain. d) Depresi (Depression) Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. e) Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. 1. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun. 1. Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: 1. Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. 1. Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. 1. Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka. PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA ENGEL (1964) KUBLER-ROSS (1969) MARTOCCHIO (1985) RANDO (1991) Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran Berkembangnya kesadaran Marah Yearning and protest Restitusi Tawar-menawar Anguish, disorganization and despair Konfrontasi Idealization Depresi Identification in bereavement Reorganization / the out come Penerimaan Reorganization and restitution akomodasi BAB III ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL Pengkajian Data yang dapat dikumpulkan adalah: a. Perasaan sedih, menangis. b. Perasaan putus asa, kesepian c. Mengingkari kehilangan d. Kesulitan mengekspresikan perasaan e. Konsentrasi menurun f. Kemarahan yang berlebihan g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain. h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan. i. Reaksi emosional yang lambat j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan. Kemungkinan Etiologi (yang berhubungan dengan) Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple yang belum terselesaikan)

Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan Tidak adanya antisipasi proses berduka Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep kehilangan. Batasan Karakteristik (dibuktikan dengan) Idealisasi kehilangan (konsep) Mengingkari kehilangan Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-basarkan tidak sesuai dengan ukuran situasi. Regresi perkembangan Gangguan dalam konsentrasi Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan Afek yang labil Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas, libido. Sasaran/Tujuan Sasaran jangka pendek Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep kehilangan dalam 1 minggu. Sasaran jangka panjang Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang berhubungan dengan tahap-tahap berduka yang normal. Pasien akan mampu mengakui posisinya sendiri dalam proses berduka sehingga ia mampu dengan langkahnya sendiri terhadap pemecahan masalah. Intervensi dengan Rasional Tertentu 1. Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilaku-perilaku yang berhubungan dengan tahap ini. Rasional Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan keperawatan yang efektif bagi pasien yang berduka. 1. Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan perhatian. Jujur dan tepati semua janji Rasional Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan yang terapeutik. 1. Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya secara terbuka Rasional Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia merupakan seseorang pribadi yang bermakna. Rasa percaya meningkat. 1. Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif jika permulaan ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis. Bantu pasien untuk mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud. Rasional Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam dapat membantu pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang belum terpecahkan. 1. Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan berpartisipasi dalam

aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola voli,dll) Rasional Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam. 1. Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan setiap tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa perasaan seperti rasa bersalah dan marah terhadap konsep kehilangan adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses berduka. Rasional Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang berhubungan dengan berduka yang normal dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah menyebabkan timbulnya respon-respon ini. 1. Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan dan sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi diekspresikan. Rasional Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek positif maupun negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai seluruhnya. 1. Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima. Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk kebanyakan pasien. 1. Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan metodametoda koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk identifikasi strategi dan membuat keputusan. Rasional Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan. 10. Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu ini dalam bentuk apapun yang diinginkan untuknya. Kaji kebutukan-kebutuhan spiritual pasien dan bantu sesuai kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang 1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap. 2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur. 3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada

dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal. Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan. DAFTAR PUSTAKA Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC. Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto. Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. stikes.fortdekock.ac.id Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai