Anda di halaman 1dari 34

Tinjauan Pustaka

Pembunuhan Anak Sendiri


Edwinda Desy Ratu Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email: edwindadr@ymail.com

Pendahuluan Pembunuhan anak sendiri menurut UU di Indonesia adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan , karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak. Aspek hukum[1] Pasal 338 KUHP Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 339 KUHP Pembunuh an yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah

pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Pasal 340 KUHP Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun. Pasal 353 KUHP (1) Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun. Pasal 354 KUHP (1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. Pasal 355 KUHP (1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 15tahun.

Aspek Medikolegal[2] Kewajiban Dokter Membantu Peradilan Pasal 133 KUHAP 1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak

pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Penjelasan Pasal 133 KUHAP 2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan. Pasal 179 KUHAP 1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. 2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanrbenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya. Pasal 184 KUHAP 1) Alat bukti yang sah adalah: Keterangan saksi

Keterangan ahli Surat Pertunjuk Keterangan terdakwa

2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Pasal 180 KUHAP 1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. 2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. 3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter Pasal 216 KUHP 1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. 2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.

3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah sepertiga. Pasal 222 KUHP Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 224 KUHP Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus melakukannnya: 1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan. 2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan. Pasal 522 KUHP Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Rahasia Jabatan dan Pembuatan Ska/ V Et R Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafaz sumpah dokter Saya bersumpah/ berjanji bahwa: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perkemanusiaan Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.dst.

Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.

Pasal 1 PP No 10/1966 Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan

pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. Pasal 2 PP No 10/1966 Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan lain. Pasal 3 PP No 10/1966 Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah: a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan. b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. Pasal 4 PP No 10/1966 Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administrative berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan. Pasal 5 PP No 10/1966 Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakantindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya. Pasal 322 KUHP 1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu. Pasal 48 KUHP Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

Identifikasi forensik a. Pemeriksaan terhadap bayi[2] Lahir Mati atau Lahir Hidup Pada pemeriksaan mayat baru lahir, harus dibedakan apakah ia lahir mati atau lahir hidup. Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan kasus pembunuhan, atau penelantaran anak hingga menimbulkan kematian. Pada kasus seperti ini, si ibu hanya dapat dikenakan tuntutan menyembunyikan kelahiran dan kematian orang. Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan dari ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum maupun sesudah kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kemudian ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain, seperti denyut jantung, denyut nadi tali puat atau gerakan otot rangka. Tanda-tanda maserasi (aseptic decomposition). Merupakan proses pembusukan intrauterine, yang berlangsung dari luar ke dalam (berlainan dengan proses pembusukan yang berlangsung dari dalam ke luar). Tanda maserasi baru terlihat setelah 8-10 hari kematian inutero. Bila kematian baru terjadi 3 atau 4 hari, hanya terlihat perubahan pada kulit saja, berupa vesikel atau bula yang berisi cairan kemerahan. Bila vesikel atau bula memecah akan terlihat kulit berwara merah kecoklatan. Tanda-tanda lain adalah epidermis berwarna putih dan berkeriput, bau tengik (bukan bau busuk), tubuh mengalami perlunakan sehingga dada terlihat mendatar, sendi lengan dan tungkai lunak, sehingga dapat dilakukan hiperkestensi, otot atau tendon terlepas dari tulang. Pada bayi yang mengalami maserasi, organorgan tampak basah tapi tidak berbau busuk. Bila janin telah lama sekali meninggal dalam kandungan, akan terbentuk litopedion.

Dada belum mengembang. Iga masih datar dan diafragma masih setinggi iga ke 3-4. Sering sukar dinilai bila mayat telah membusuk. Pemeriksaan makroskopik paru. Paru-paru mungkin masih tersembunyi di belakang kantung jantung atau telah mengisi rongga dada. Pada 75% kasus paru-prau telah menngisi rongga dada, baik pada bayi yang lahir mati maupun lahir hidup. Paru-paru berwarna kelabu ungu merata seperti hati, konsistensi padat tidak teraba derik udara, dan pleura yang longgar (slack pleura). Berat paru-paru kira-kira 1/70 x berat badan. Uji apung paru. Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan. Lidah dikeluarkan seperti biasa di rahang bawah, ujung lidah dijepit dengan pinset atau klem, kemudia ditarik kea rah ventrokaudal sehingga terdapat palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan paratum durum. Faring, laring, esofagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat dibawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cauran ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru. Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dlakukan dengan forsep atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esofagus diikat diatas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil yang meragukan. Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Hingga tahap ini, baru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena kemungkinan adanya gas pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, diletakkan diantara 2 karton dan ditekan (dengan arah tekanan yang tegak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan

intersisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar. Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah juga dan udara residu keluar dan menunjukkan hasil uji apung paru negatif. Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru mengingat kemungkinan adanya pernapasa sebagian (partial repiration) yang dapat bersifat buatan (pernapasan buatan) ataupun alamiah (vagitus uterinus atau vagitus vaginalis, yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau dalam vagina). Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk memeastikan bayi lahir mati atau lahir hidup. Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan. Biasanya paru dengan perangai maskroskopik lahir mati akan memberikan hasil uji apung paru negatif. Mikroskopik paru. Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan hhistopatologik. Biasanya dilakukan pewarnaan HE dan bila perlu telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig. Struktur seperti kelenjar bukan merupakan cirri paru bayi yang belum bernapas, tetapi merupakan cirri paru janin yang nelim mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru bayi belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection), yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum berrnapas yang sudah membusuk, dengan pewarnaan gomori

atau ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops). Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum terwarnai dengan jelas, masih merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum membentuk sartu lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut tersebut tegang, tidak bergelombang dan tidak terdapat di daerah basis projection. Pada paru bayi lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterine, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau solutio plasenta sehingga terjadi pernapasa janin premature (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf S, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti bawang (onion bulb). Juga tampak sedikit sel-sel amnion yang bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas. Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. Kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda dari maerasi dini, atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli. Kolon dapat menggelembung berisi mekoniumm yang merupakan tanda usaha untuk bernapas (struggle to breath). Lahir mati ditandai pula oleh ditemukannya keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya kehidupan, seperti trauma persalinan yang hebat, pendarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterine, kelainan congenital yang fatal seperti anensefalus dan sebagainya. Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong atau uri dilahirkan.

Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5, terutama pada bayi yang telah lama hidup. Pemeriksaan mikroskopik paru. Paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi sebagian kandung jantung. Paru berwarna merah muda tidak merata dengan pleura yang tegang (taut pleura), dan menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah terisi udara. Apeks paru kanan paling dulu atau jelas terisi karena halangan paling minimal. Gambaran marmer terjadi akibat pembuluh darah intersisial berisi darah. Konsistensi seperti spons, teraba derik udara. Pada pengisian paru dalam air terlihat jelas keluarnya gelembung udara dan darah. Berat paru bertambah hingga dua kali atau kira-kira 1/35 kali berat badan karena berfungsinya sirkulasi darah jantung paru. Uji apung paru memberikan hasil positif. Jika hasil negatif, harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopik paru. Pemeriksaan mikroskopik paru menunjukkan alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif, serta tidak terlihat adanya projection. Pada pewarnaan Gomori atau Ladewig, serabut retikulin akan tampak tegang. Pada pernapasan parsial yang singkat, mungkin hasil uji apung paru negatif dan mikroskopik memperlihatkan gambaran alveoli yang kolaps dengan dinding yang berhimpitan atau hampir berhimpit. Kadang-kadang ditemukan edema yang luas dalam jaringan paru, membrana duktus alveolaris yang tersebar dalam jaringan paru, yang mungkin berasal dari lemak verniks (membran hialin, yang akan terlihat bila bayi telah hidup lebih dari 1 jam), atau atelektasis paru akibat obstruksi oleh membran duktus alveolaris. Adanya udara dalam saluran cerna dapat dilihat dengan foto rontgen. Udara dalam duodenum atau saluran yang lebih distal menunjukkan lahir hidup, dan telah hidup 6-12 jam. Bila dalam usus besar berarti telah hidup 12-24 jam, tetapi harus diingat kemungkinan adanya pernapasan buatan atau gas pembusukan.

Umur bayi intra dan ekstra-uterine.

Penentuan umur janin/embrio dalam kandungan rumus De Haas, adalah untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan) dan selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5. Umur 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 5 bulan 6 bulan 7 bulan 8 bulan 9 bulan Panjang badan (kepala-tumit) 1 x 1 = 1 cm 2 x 2 = 4 cm 3 x 3 = 9 cm 4 x 4 = 16 cm 5 x 5 = 25 cm 6 x 5 = 30 cm 7 x 5 = 35 cm 8 x 5 = 40 cm 9 x 5 = 45 cm

Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan (ossification centers) sebagai berikut : Pusat penulangan pada : Clavicula Tulang panjang (diafisis) Ischium Pubis Calcaneus Manubrium sterni Talus Sternum bawah Distal femur Proksimal tibia Cuboid Umur (bulan) 1,5 2 3 4 5-6 6 Akhir 7 Akhir 8 Akhir 9 / setelah lahir Akhir 9 / setelah lahir Akhir 9 / setelah lahir (bayi wanita lebih cepat)

Pemeriksaan pusat penulangan dapat dilakukan secara radiologis atau pada saat autopsi dengan cara sebagai berikut : Calcaneus dan cuboid. Lakukan dorsofleksi kaki dan buat insisi mulai dari antara jari kaki ke 3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Dengan cara ini dapat dilihat pusat penulangan pada calcaneus dan cuboid serta talus. Distal femur dan proksimal tibia. Lakukan fleksi tungkai bawah pada sendi lutut dan buat insisi melintang pada lutut. Patela dilepas dengan memotong ligamentum patela. Buat irisan pada femur dari arah distal ke proksimal sampai terlihat pusat penulangan pada epifisis distal femur (bukan penulangan diafisis). Hal yang sama dilakukan terhadap ujung proksimal tibia dengan irisan dari proksimal ke arah distal. Pusat penulangan terletak di bagian tengah berbentuk oval berwarna merah dengan diameter 4-6 mm. Walaupun dalam undang-undang tidak dipersoalkan umur bayi, tetapi kita haris menentukan apakah bayi tersebut cukup bulan atau belum cukup bulan (prematur) ataukah non-viable, karena pada pada keadaan prematur dan nonviable, kemungkinan bayi tersebut meninggal akibat proses alamiah besar sekali sedangkan kemungkinan mati akibat pembunuhan anak sendiri adalah kecil. Viable adalah keadaan bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan lepas dari ibunya. Kriteria untuk itu adalah umur kehamilan lebih dari 28 minggu dengan panjang badan (kepala-tumit) lebih dari 35 cm, panjang badan (kepala-tungging) lebih dari 23 cm, berat badan lebih 1000g, lingkar kepala lebih dari 32 cm, dan tidak ada cacat bawaan yang fatal. Bayi cukup bulan (matur) bila umur kehamilan >36 minggu dengan panjang badan kepala-tumit lebih dari 48 cm, panjang badan kepalatungging 30-33 cm, berat badan 2500-3000g, dan lingkar kepala 33 cm. Pada bayi cukup bulan, hampir selalu terdapat pusat penulangan distal femur sedangkan pada proksimal tibia kadang-kadang terdapat atau baru terdapat sesudah lahir, juga pada tulang cuboid. Pada bayi wanita, pusat penulangan timbul lebih cepat.

Ciri-ciri lain dari bayi cukup bulan adalah : lanugo sedikit, terdapat pada dahi, punggung, dan bahu; pembentukan tulang rawan telinga telah sempurna (bila daun telinga dilipat akan cepat kembali ke keadaan semula); diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih; kuku-kuku jari telah melewati ujung-ujung jari; garis-garis telapak kaki telah terdapat 2/3 bagian depan kaki; testis sudah turun ke dalam scrotum; labia minora sudah tertutup oleh labia mayora yang telah berkembang sempurna; kulit berwarna merah muda (pada kulit putih) atau merah kebiruan (pada kulit berwarna), yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi lebih pucat atau coklat kehitam-hitaman; lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur berkeriput). Penentuan umur bayi ekstra uterin didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi setelah bayi dilahirkan, misalnya: Udara dalam saluran cerna. Bila hanya terdapat dalam lambung atau duodenum, berarti hidup beberapa saat, dalam usus halus berarti telah hidup 1-2 jam, bila dalam usus besar, telah hidup 5-6 jam, dan bila telah terdapat dalam rektum berarti telah hidup 12 jam. Mekonium dalam kolon. Mekonium akan keluar semua kira-kira dalam waktu 24 jam setelah lahir. Perubahan tali pusat. Setelah bayi keluar akan terjadi proses pengeringan tali pusat baik dilahirkan hidup maupun mati. Pada tempat lekat akan terbentuk lingkaran merah setelah bayi hidup kira-kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mengering menjadi seperti bendang dalam waktu 6-8 hari dan akan terjadi peneymbuhan luka yang sempurna bila tidak terjadi infeksi dalam waktu 15 hari. Pada pemeriksaan mikroskopik daerah yang akan melepas akan tampak reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24 jam berupa serbukan sel-sel leukosit berinti banyak, kemudian akan terlihat sel-sel limfosit dan jaringan granulasi. Eritrosit berinti akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, namun kadangkala masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati.

Ginjal. Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang berwarna jingga berbentuk kipas (fan-shapped), lebih banyak dalam piramid daripada medula ginjal. Hal ini akan menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi. Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi obliterasi arteri dan vena umbilikalis dalam waktu 3-4 hari. Duktus venosus akan tertutup setelah 3-4 minggu dan foramen ovale akan tertutup setelah 3 minggu sampai 1 bulan, tetapi kadangkadang tidak menutup walaupun sudah tidak berfungsi lagi. Duktus arteriosus akan menutup setelah 3 minggu sampai 1 bulan. Sudah atau belum dirawat. Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: Tali pusat. Tali pusat telah terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5 cm dari pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali pusat dimasukkan ke dalam air, akan terlihat ujungnya terpotong rata. Kadang-kadang ibu menyangkal melakukan pembunuhan dengan mengatakan telah terjadi partus presipiatus (keberojolan). Pada keadaan ini tali pusat akan terputus dekat perlekatannya pada uri atau pusat bayi dengan ujung yang tidak rata. Hal lain yang tidak sesuai dengan partus presipiatus adalah terdapatnya caput sucsadaneum, molase hebat dan fraktur tulang tengkorak serta ibu yang primipara. Vernix caseosa (lemak bayi) telah dibersihkan, demikian pula bekas-bekas darah. Pada bayi yang dibuang ke dalam air vernix tidak akan hilang seluruhnya dan masih dapat ditemukan di daerah lipatan kulit; ketiak, belakang telinga, lipat paha, dan lipat leher. Pakaian. Perawatan terhadap bayi antara lain adalah memberi pakaian atau penutup tubuh pada bayi. b. Pemeriksaan terhadap ibu[3] Konsep Polimorfisme Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu bentuk yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi / modifikasi pada suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka

lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang lain. Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain ialah golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim eritrosit dan sistim HLA (Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme pada tingkat yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein, yaitu tingkat kode genetik atau DNA. Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA fingerprint), VNTR (Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerase Chain Reaction). Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme DNA menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi atau bahkan pada jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh sel tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.

Pemeriksaan DNA Fingerprint Pemeriksaan sidik DNA pertama kali dperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun 1985. Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah non-coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu yang berulang sebanyak n kali. Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh smua orang tetapi masing-masing individu mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali. Bagian DNA ini dikenal dengan nama Variable Number of Tandem

Repeats (VNTR) dan umumnya tersebar pada bagian ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini diturunkan dari kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat dilacak secara tidak langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya. Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang diisolasi dari DNA yang terletak dekat dengan gen globin manusia ternyata dapat melacak VNTR ini secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini dinamakan pelacar Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan 16.15 yang paling sering digunakan. Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti, lalu memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan. Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA yang tleha terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot. Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk membuat DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian dicampurkan dengan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen DNA yang merupakan basa komplemennya. Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini, dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh sinar radioaktif ini akan tampak pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa Barcode (label barang di supermarket). Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya dapat dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi mayat tak dikenalm dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan

didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama juga dapat dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).

Analisis VNTR Lain Setelah penemuannya Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain. Metode pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi, sistim labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih menggunakan metode Southern blot seperti metode Jeffreys. Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal (single locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini. Pada sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan hanyalah satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita DNA saja. Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita satunya berasal dari sang ayah. Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya menjadi lebih mudah dan sederhana. Secara umum, metode Jeffreys dan

pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan pelacak lokus tunggal.

Pemeriksaan RFLP Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan menghasilkan potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode analisis RFLP. VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP, karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi.

Metode pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat juga dengan metode PCR.

Metode PCR Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk

memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA. Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP), enzim polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA akan memperbanyak diri 2n kali lipat. Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untai tunggal yang sengaja dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak, sehingga dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan diperbanyak. Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide. LokusDNA yang dapat dianalisis dengan metode PCR, meliputi banyak sekali lokus VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan D2S44. Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukai sehingga penemuanpenemuan lokus DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap saat. Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".

Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim sekaligus. Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari. Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk memperbanyak DNA jutaan samapi milyaran kalomemungkinkan dianalisisnya sampel forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran korban pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dsb. Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk menganalisis bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak dari sampel forensik merupakan sampe postmortem yang tak segar lagi. Pemeriksaan TKP[2] Dasar pemeriksaan adalah hexameter, yaitu menjawab 6 pertanyaan : (1) apa yang terjadi, (2) siapa yang tersangkut, (3) dimana dan kapan terjadi, (4) bagaimana terjadinya dan (5) dengan apa melakukannya, serta (6) kenapa terjadi peristiwa tersebut. Bila korban masih hidup maka tindakan yang paling utama dan pertama bagi dokter adalah menyelamatkan korban dengan tetap menjaga keutuhan TKP. Perlengkapan yang sebaiknya dibawa pada saat pemeriksaan di TKP adalah kamera, film berwarna dan hitam putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat, lampu senter, lampu ultraviolet, alat tulis dan tempat menyimpan barang bukti berupa amplop atau kantong plastik, pinset, skapel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer rectal, termometer rangan, sarung tangan, kapas, kertas saring serta alat tulis (spidol) untuk memberi label pada benda bukti. Pada pemeriksaan TKP didapatkan bayi terbungkus kain, masih terdapat plasenta, dan bayi dinyatakan cukup bulan berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan.

Teknik autopsi forensik[3]

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadinya kematian. Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam empat fase, yaitu: a. Fase dispnea. Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan karbon dioksida dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. b. Fase konvulsi. Akibat kadar karbon dioksida yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi, yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat kekurangan oksigen. c. Fase apnea. Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin, dan tinja. d. Fase akhir. Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100 persen maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. Pembekapan adalah penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Pembekapan menimbulkan kematian akibat asfiksia.

Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa : a. Bunuh diri. Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan dengan menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. b. Kecelakaan. Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau selimut. Anak-anak dan dewasa muda yang terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan atau dalam kantung plastik. c. Pembunuhan. Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan dan kekuatan menekan. Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet tekan atau geser, goresan kuku, memar pada ujung hidung, bibir, pipi, dagu yang mungkin terjadi akibat korban melawan. Luka memar atau lecet pada bagian atau permukaan dalam bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi, dan lidah. Luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban.

Thanatologi[2] 1. Tanda yang segera dikenali setelah kematian. Berhentinya sirkulasi darah. Berhentinya pernafasan.

2. Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian: a. Perubahan temperatur tubuh (algor mortis) Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun. Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada

suhu lingkungan dan suhu mayat tu sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung cepat. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Suhu Mayat 1. Usia. Penurunan suhu lebih cepat pada anak-anak dan orang tua dibandingkan orang dewasa. 2. Jenis kelamin. Wanita mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih lambat dibandingkan pria karena jaringan lemaknya lebih banyak.

3. Lingkungan sekitar mayat. Jika mayat berada pada ruangan kecil tertutup tanpa ventilasi kecepatan penurunan suhu mayat akan lebih lambat dibandingkan jika mayat berada pada tempat terbuka dengan ventilasi yang cukup. 4. Pakaian. Tergantung pakaian yang di pakai tebal atau nipis atau tidak berpakaian. 5. Bentuk tubuh. Mayat yang berbadan kurus akan mengalami penurunan suhu badan yang lebih cepat. 6. Posisi tubuh. Mayat dalam posisi terlentang mengalami penurunan suhu yang lebih cepat.

b. Lebam mayat (livor mortis) Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan disertai pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau bagian tubuh yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu kemerahan.Setelah seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati sehingga darah akan berkumpul sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada awalnya berupa barcak. Dalam waktu sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi gelap. Pembekuan darah terjadi dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam mayat ini bisa berubah baik ukuran maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi mayat. Karena itu penting sekali untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh oleh orang lain. Posisi mayat ini juga penting untuk menentukan apakah kematian disebabkan karena pembunuhan atau bunuh diri. Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab kematian :

a. Merah kebiruan merupakan warna normal lebam b. Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin c. Merah gelap menunjukkan asfiksia d. Biru menunjukkan keracunan nitrit e. Coklat menandakan keracunan aniline

c. Kaku mayat (rigor mortis) Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap : 1. Periode relaksasi primer (flaksiditas primer) Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh otot tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring rahang bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas. 2. Kaku Mayat Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi. Otot menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot mata, bagian belakang leher, rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada, abdomen bagian atas dan terakhir pada otot tungkai. Akibat kaku mayat ini seluruh mayat menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi sedikit fleksi. Keadaan ini berlangsung selama 24 - 48 jam pada musim dingin dan 18 - 36 jam pada musim panas. Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena adanya ATP. Jika tidak ada oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya habis, sehingga menyebabkan penumpukan asam laktat dan penggabungan aktinomiosin (protein otot). 3. Periode Relaksasi Sekunder Otot menjadi relak (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena pemecahan protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia. Proses pembusukan juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat

sangat cepat berlangsung sehingga sulit membedakan antara relaksasi primer dengan relaksasi sekunder.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kaku Mayat 1) Keadaan Lingkungan. Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat terjadi dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan lembab. Pada kasus di mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lebih lama. 2) Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat. Kaku mayat baru tampat pada bayi yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak prematur). 3) Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku mayat cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati mendadak, kaku mayat lambat terjadi dan berlangsung lebih lama. 4) Kondisi otot. Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada kasus di mana otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika sebelum meninggal keadaan otot sudah lemah

3. Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama: a. Proses pembusukan Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan dan kiri berupa warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin menjadi sulfmethemoglobin. Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian depan genitalia eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu maka warnanya menjadi semakin ungu. Jangka waktu mulai terjadinya perubahan warna ini adalah 6-12 jam pada musim panas dan 1-3 hari pada musin dingin. Perubahan warna tersebut juga diikuti dengan pembengkakan mayat. Otot sfingter mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses keluar. Lidah juga terjulur. Bibir menebal, mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat keluar dari rongga mulut. Mayat berbau tidak enak disebabkan oleh adanya gas

pembusukan. Gas ini bisa terkumpul pada suatu rongga sehingga mayat menjadi

tidak mirip dengan korban sewaktu masih hidup. Gas ini selanjutnya juga bisa membentuk lepuhan kulit Lepuhan Kulit (blister) Mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan cukup mudah dikelupas. Di mana akan tampak cairan berwarna kemerahan yang sedikit mengandung albumin. Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk yang timbul akan menarik lalat untuk hinggap pada mayat. Lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24 jam telur akan menetas menghasilkan larvayang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5 hari, belatung ini lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa. Pada tahap ini bagian dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga tampak dan uterus gravid juga bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah dapat dicabut. Bagian perut dan dada bisa pecah berhubung besarnya tekanan gas yang di kandungnya. Jika pembusukan terus berlangsung, maka jaringan jaringan menjadi lunak, rapuh dan berwarna kecoklatan. Organ Tubuh Bagian Dalam Organ tubuh bagian dalam juga mengalami perubahan. Bentuk perubahan sama seperti diatas, jaringan-jaringan menjadi berwarna kecoklatan. Ada yang cepat membusuk dan ada yang lambat. Jaringan yang cepat membusuk : Laring Trakea Otak terutama pada anak-anak Lambung Usus halus Hati Limpa

Jaringan yang lambat membusuk : Jantung Paru-paru

Ginjal Prostat Uterus non gravid

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pembusukan. a. Temperatur. Temperatur yang paling cocok untuk proses pembusukan adalah antara 700F sampai 1000F. Pembusukan akan melambat diatas temperatur 1000F dan dibawah 700F, dan berhenti dibawah 320 F atau diatas 2120F . b. Udara. Udara yang mempercepat pembusukan. Kecepatan pembusukan lebih lambat didalam air dan dalam tanah dibandingkan di udara terbuka. c. Kelembaban. Keadaan lembab mempercepat proses pembusukan. d. Penyebab kematian. Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk. Beberapa jenis racun bisa memperlambat pembusukan, misalnya arsen, zinc (seng) dan golongan logam antimon. Mayat penderita yang meninggal karena penyakit kronis lebih cepat membusuk dibandingkan mayat orang sehat.

b. Saponifikasi atau adiposera Fenomena ini terjadi pada mayat yang tidak mengalami proses pembusukan yang biasa. Melainkan mengalami pembentukan adiposera. Adiposera merupakan subtansi yang mirip seperti lilin yang lunak, licin dan warnanya bervariasi mulai dari putih keruh sampai coklat tua. Adiposera mengandung asam lemak bebas, yang dibentuk melalui proses hidrolisa dan hidrogenasi setelah kematian. Adanya enzim bakteri dan air sangat penting untuk berlangsungnya proses tersebut. Dengan demikian, maka adiposera biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air atau rawa-rawa. Lama pembentukan adiposera ini juga bervariasi, mulai dari 1 minggu sampai 10 minggu. Kepentingan medikolegal dari adiposere adalah dapat menunjukkan tempat kematian (kering, panas atau tempat basah).

c. Mumifikasi Mayat mengalami pengawetan akibat proses pengeringan dan penyusutan bagianbagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan menempel pada tulang kerangka. Mayat menjadi lebih tahan dari pembusukan sehingga masih jelas menunjukkan ciri-ciri seseorang. Fenomena ini terjadi pada daerah yang panas dan lembab, di mana mayat dikuburkan tidak

begitu dalam dan angin yang panas selalu bertiup sehingga mempercepat penguapan cairan tubuh. Lama terjadinya mummifikasi adalah antara 4 bulan sampai beberapa tahun. Kepentingan medikolegal dari mummifikasi adalah dapat menunjukkan tempat kematian (kering, panas atau tempat basah). Traumatologi forensik[2] Memar adalah suatu pendarah dalam jaringan bawah kutis/kulit akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban yang sebenarnya adalah suatu pendarahan tepi (marginal hemorrhage). Luka, bentuk, dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak, dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit (hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diatesis hemoragik). Pada bayi, hematom cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang longgar dan masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula pada usia lanjut sehubungan dengan menipisnya jaringan lemak subkutan dan pembuluh darah yang kurang terlindung. Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin terletak jauh dari benturan, misalnya kekerasan benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra atau kekerasan benda tumpul pada paha dengan patah tulang paha menimbulkan hematom ada sisi luar tungkai bawah. Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi warna ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau yang kemudian berubah menjadi warna kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14 sampai 15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepi dan waktunya dapat bervariasi tergantung derajat dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dari sudut pandang medikolegal, intepretasi luka memar dapat merupakan hal yang penting, apalagi bila lika memar tersebut disertai luka lecet atau laserasi. Dengan perjalanan

waktu, baik pada orang hidup maupun mati, luka memar akan memberi gambaran yang makin jelas. Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya akan menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat dibedakan dari lebam mayat dengna cara melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat (hipostasis pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat sehingga bila dialiri air, penampang sayatan tetap berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini. Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan, dan sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.

Visum et Repertum[4] Menurut bahasanya berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat), et (dan), dan repertum (melaporkan). Visum et repertum adalah keterangan tetulis yang dibuat oleh dokter (Pasal 133 KUHAP ayat 1), berisi temuan dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh manusia, baik yang hidup maupun mati, atas pemintaan tertulis (resmi; Pasal 133 KUHAP ayat 2) dari penyidik yang berwenang (Pasal 133 KUHAP ayat 1) yang dibuat atas sumpat atau dikuatkan dengan sumpah untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum adalah alat bukti surat dimana merupakan satu dari lima alat bukti yang sah (Pasal 184 KUHAP) selain keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Visum et repertum dibtuhkan pada kasus :

Luka (Pasal 133 KUHAP ayat 1) Keracunan Mati Maka penyidik akan mencantumkan dalam surat permintaan visumnya, visum apa yang diinginkan (Pasal 133 KUHAP ayat 2), sesuai dengan kebutuhan atas keterangan yang mereka perlukan. Pada kasus korban luka, jenis kasus yang umumnya dimintakan visum et repertum oleh penyidik adalah kasus-kasus : Kecelakaan lalu lintas Kecelakaan kerja Penganiayaan Percobaan pembunuhan Kekerasan terhadap perempuan Kekerasan terhadap anak Dugaan malpraktik Visum et repertum terdiri dari lima bagian yaitu : 1. Projustisia 2. Pendahuluan Bagian ini tidak diberi judul Pendahuluan. Merupakan uraian tentang identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu pemeriksaan, instansi peminta visum, nomor dan tanggal surat permintaan, serta identitas korban yang diperiksa sesuai dengan permintaan visum et repertum tersebut. Di bagian ini dicantumkan ada/tidaknya label identifikasi dari pihak penyidik, bentuk, dan bahan label serta isi label identifikasi yang dilekatkan pada benda bukti, biasanya pada ibu jari kaki kanan mayat. 3. Pemberitaan Diberi judul Hasil Pemeriksaan. Memuat semua hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang dituliskan secara sistematik, jelas, dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang kedokteran.

Pada pemeriksaan jenazah, bagian ini terbagi tiga bagian, yaitu : a. Pemeriksaan luar b. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah) c. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya 4. Kesimpulan Diberi judul Kesimpulan. Berisi kesimpulan pemeriksa atas hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan/keahliannya. Pada korban hidup berisi setidaknya jenis perlukaan atau cidera, penyebab, serta derajat luka. Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat kematian dan petunjuk tentang kekerasan ataupun pelakunya. 5. Penutup Tanpa judul. Merupakan uraian kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et repertum dibuat dengan sebenarnya, berdasarkan kelimuan mengingat sumpah dan sesuai dengan KUHAP.

HASIL VISUM ET REPERTUM KASUS 2 RS UKRIDA Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510 Telp. 021-566 9999 Jakarta, 5 Desember 2013 PRO JUSTISIA

VISUM ET REPERTUM No. 11/TU.RSUKRIDA/XII/2013

Yang bertandatangan di bawah ini, dr. Petric Libut, SpF, dokter pada Rumah Sakit UKRIDA, atas permintaan dari Kepolisian Sektor Kebon Jeruk dengan suratnya nomor 12/VER/XII/2013/Sek.KebJeruk, tertanggal 1 Desember 2013, maka dengan ini menerangkan bahwa pada tangal satu Desember tahun duaribu tigabelas, pukul. dua puluh satu.

Lanjutan VER No. 11/TU.RSUKRIDA/XII/2013 Halaman ke-2 dari 4 halaman

dua puluh satu lewat sepuluh menit Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di RS UKRIDA, telah melakukan pemeriksaan kobran dengan nomor registrasi 00990015 yang menurut surat tersebut adalah-------------------------------------------------------------------

Nama Umur Jenis Kelamin

: Tono------------------------------------------------------------------------------------: 2 minggu------------------------------------------------------------------------------: laki-laki---------------------------------------------------------------------------------

Warga Negara : Indonesia-----------------------------------------------------------------------------Pekerjaan Alamat : ------------------------------------------------------------------------------------------: Jalan Guji Baru No. 99 Jakarta Barat-------------------------------------------

Mayat telah diidentifikasikan dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai lak merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.-----------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN : -----------------------------------------------------------------------------------I. Pemeriksaan Luar-----------------------------------------------------------------------------------1. Mayat terbungkus handuk berwarna merah muda.-----------------------------------2. Mayat berpakaian sebagai berikut :-------------------------------------------------------a. Kaos lengan pendek berwarna putih tidak bermerek..--------------------------b. Celana pendek berwarna putih tidak bermerek.----------------------------------3. Kaku mayat terdapat pada seluruh tubuh, sukar dilawan. Lebam mayat terdapat pada bagian punggung, bokong, paha kanan dan kiri, tungkai bawah sisi belakang kanan dan kiri, tumit kanan dan kiri, berwarna merah kebiruan, tidak hilang pada penekanan.---------------------------------------------------------------4. Mayat adalah seorang laki-laki bangsa Indonesia. Umur kurang lebih dua minggu, kulit berwarna kuning langsat, gizi kurang, panjang badan empatpuluh delapan sentimeter dan berat badan dua koma delapan kilogram dan zakar tidak disunat.----------------------------------------------------------------------5.Rambut kepala berwarna.

Lanjutan VER No. 11/TU.RSUKRIDA/XII/2013 Halaman ke-3 dari 4 halaman

5. Rambut kepala berwarna hitam, tumbuh jarang lurus, panjang lima sentimeter, alis berwarna hitam, tumbuh lurus, panjang dua millimeter.------6. Kedua mata tertutup. Selaput bening mata jernih, kedua teleng mata bundar dengan garis tengah empat millimeter. Tirai mata berwarna coklat tua. Selaput bola mata dan selaput kelopak mata kanan dan kiri berwarna putih, tidak tampak perdarahan maupun pelebaran pembuluh darah.-------------------7. Hidung berbentuk biasa. Kedua daun telinga berbentuk biasa.--------------------8. Mulut terbuka lima milimeter. Kedua bibir tampak tebal. Gigi geligi belum tumbuh.-----------------------------------------------------------------------------------------9. Dari lubang hidung, telinga, mulut, dan lubang tubuh lainnya tidak keluar apa-apa.-----------------------------------------------------------------------------------------10. Alat kelamin berbentuk biasa, tidak menunjukan kelainan. Lubang dubur berbentuk biasa, tidak menunjukan kelainan.------------------------------------------11. Pada tubuh ditemukan luka-luka sebagai berikut :------------------------------------a. Pada leher sisi depan, tepat pada garis pertengahan depan, tiga sentimeter di atas puncak bahu, terdapat luka memar berwarna merah kebiruan berukuran lima kali lima sentimeter.-------------------------------------

KESIMPULAN :--------------------------------------------------------------------------------------------Pada korban laki-laki berusia dua minggu ini ditemukan dan luka memar pada leher sisi depan akibat kekerasan tumpul.------------------------------------------------------------------Luka pada leher sisi depan menunjukkan cirri-ciri yang sesuai dengan penjeratan.------Sebab mati bayi ini adalah kekerasan tumpul pada leher sisi depan sehingga menyebabkan susah napas. Sebab mati korban bisa dipastikan jika dilakukan pemeriksaan dalam jenazah.---------------------------------------------------------------------------Korban diperkirakan sudah mati kurang lebih sepuluh jam sebelum dilakukan pemeriksaan jenazah.-------------------------------------------------------------------------------------Demikianlah visum et.

Lanjutan VER No. 11/TU.RSUKRIDA/XII/2013 Halaman ke-4 dari 4 halaman

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana.----------------------------------------------------------------------------

Daftar Pustaka
1. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Peraturan perundang-undangan

bidang kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 1994.h.1-25 2. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Ilmu kedokteran forensik. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 1997.h42-4.
3. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. Teknik autopsy forensic. Edisi ke-

4. Jakarta: FKUI; 2000.h.


4. Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: FKUI; 2013.h.1-15

Anda mungkin juga menyukai