Anda di halaman 1dari 17

STEP 7 Macam-macam Trauma 1) Trauma mekanik a) Trauma tumpul I. Definisi II. Kelainan Kelopak Palpebra hematom i.

. Penyebab Trauma akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras lainnya ii. Penatalaksanaan Pada hematoma kelopak dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kaca mata yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kaca mata dan merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Darah masuk ke dalam kedua rongga orbita sampai pada batas septum orbita kelopak mata, akan memberikan bentuk hematoma ini. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Konjungtiva Edema konjungtiva Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke duania luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva. Penatalaksanaannya : dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM) Hematom subkonjungtiva Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat akibat batuk rejan,trauma tumpul basis kranii, atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, areriosklerosis, konjungtiva meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-oabatan tertentu.

Pengobatan dini yang dapat dilakukan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak terdapat robekan di bawah jaringn konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih burukseperti perforasi bola mata. Bila tekanan bola mata rendah disertai tajam penglihatan menurun dengan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari adanya ruptur sklera atauterlihatnya jaringan kororid yang menonjol (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Kornea Edema kornea Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema kornea ataupun malahan ruptur daripada membran Descement. Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan serbukan sel radang dan neurovaskularisaso masuk ke dalam jaringan stroma kornea. Edema korne akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif. Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonikseperti Nacl 5 %. Bila terdapat peninggian tekananbola mata makadiberikan asetazolamida. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Erosi kornea Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Hal yang dapat mengakibtkan erosi kornea adalah lensa kontak, sinar ultra violet, debu, dan asap. Akibatnya kornea yang mempunyai banyak serabut saraf sensibel terkena, maka pasien akan merasa sakit sekali, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.

Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila di beri pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Hati-hati bila memakai obat topikal untuk menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan epitel. Pada erosi kornea yang perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul kemudian akibat barier epitel hilang. Pengobatan biasanya diberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi infeksi sekunder erosi kornea yang mengenai seluruh permukaan kornea yang mengenai seluruh permukaan kornea akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik. Gangguan erosi kornea terhadap penglihatan atau pekerjaan, sangat tergantung pada satu atau kedua mata terkena erosi. Walaupun pekerja berat, erosi kornea menganggu pekerjaan akibat rasa sakit meksimum terganggu selam 3 hari. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Erosi kornea rekuren Uvea Iridoplegia Pada trauma tumpul dapat terjadi kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar. Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil, akan terlihat anisokoria pada pupil. Iridoplegia ini akan berlangsung beberap hari sampai beberapa minggu. Kadang-kadang tidak menjadi normal lagi. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya kelelehan sfingter disertai dengan pemberian. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Iridodialisis Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah menjadi lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersamasama dengan terbentuknya hifema. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Bila keluhan demikian maka pada pasien sebainya dilakukan pembedahan dengan melakukan resposisi iris yang terlepas. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Hifema Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadangkadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pasien dengan hifema harus tinggal dan dirawat di rumah sakit. Pasien tidur dengan kepala miring 60 derajat, diberi koagulansia, dan mata ditutup. Pada anak-anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi penyulit glaukoma diberi asetazolamida. Biasanya hifema akan hilang sempurna. Kadangkadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang. Parasentesis atau mengelaurkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda gifema akan berkurang. Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Iridosiklitis Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, suar di dalam bilik mata depan, dan pupil mengecil. Tajam penglihatan menurun. Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Lensa Dislokasi lensa Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa akibat putusnya zonula zinn. Gangguan kedudukan lensa ini dapat dalam bentuk ; a) Subluksasi lensa dan luksasi lensa Terjadi akibat zonula zinn putus sebagian sehingga lensa berpindah tempat. Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan mata akan menjadi lebih miopia. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). b) Luksasi lensa anterior Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalnya. Pasien akan mengeluh penglihatan menurut mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi. Pasien secepatnya dikirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya dengan terlihat dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan tekanan bola mata.

c) Luksasi lensa posterior Pada keadaan putusnya zonulla zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di datarn bawah polus posterior fundus okuli. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu kampus pasien. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Subluksasi lensa Etiologi Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula Zinn yang rapuh (Sin( Marphan). Tanda dan gejala Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa elastis akan meniadi cembung, dan mata akan menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata mudah terjadi glaukoma sekunder. komplikasi Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung. Pengobatan Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa seperti glaucoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kacamatar koreksi yang sesuai.

Katarak traumatic

Trauma tumpul dapat mengakibatkan katarak pungtata, selain daripada dapat mengakibatkan katarak, yang biasanya berjalan lambat, dan proses degenerasinya dapat berjalan lanjut. Proses degenerasi lanjut ini dapat mengakibatkan pencairan korteks lensa dan bocor melalui kapsul lensa. Bahan lensa di luar kapsul sebagai benda asing menimbulkan reaksi di dalam bilik mata depan sehingga menimbulkan reaksi uveitis yang disebut sebagai uveitis fakotoksik dan glaukoma fakolitik. Bila katark telah menimbulkan reaksi fakolitik maka pasien akan mengeluh mata sakit disertai dengan gejala uveitis lainnya sehingga lensa perlu dikeluarkan dengan segera. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Retina dan koroid Edema retina dan koroid Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina. Edema retina akan memberiakn warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan uvea melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retinakecuali daerah makula, sehingga pada keadaan iniakan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpuljuga mengakibatkanedema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu-abu. Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmenepitel. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Ablasi retina Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina tipis akibat retinitis sanata, miopia, dan proses degenerasi retina lainnya. Bila terjadinya ablasi retina setelah suatu trauma tidak

diketahui dengan jelas karena waktu terjadinya tidak selalu sama. Pada pasien ekan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir menganggu lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatan akan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-putus. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Rupture koroid Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat daripada ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik. Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorbsi maka akan terlihat bagian yang ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Saraf optic Avulse papilsaraf optic Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berta dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya. (Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM)

Optic neuropati traumatik b) Trauma tajam

Penetran :menembus bolamata Tanda i. Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan konjungtiva ini atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva lebih 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sclera bersama-sama dengan robekan konjungtiva tersebut. ii. Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti: 1. Tajam penglihatan yang menurun 2. Tekanan bola mata rendah 3. Bilik mata dangkal 4. Bentuk dan letak pupil yang berubah 5. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera 6. Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau retina 7. Konjungtiva kemotis Pengobatan iii. Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup dan segera dikirim pada dokter mata untulk dilakukan pembedahan. iv. Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto. v. Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotika sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan. vi. Pasien juga diberi anti tetanus profilaktik, analgetika, dan kalau perlu penenang. Sebelum dirujuk mata tidak diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberi steroid local dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata. Etiologi vii. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing di dalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan. Benda asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnit raksasa. Benda yang tidak magnetik dikeluarkan vitrektomi. Penyulit viii. Penyulit yang dapat timbul pada terdapatnya benda asing intraokular adalah endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.

Non penetran : menggesekk bola mata

c) Trauma benda asing Logam dan Non logam Benda asing magnetik intraokular ix. Diagnosis 1. Anamnesis a. Pada keadaan diduga adanya benda asing magnetik intraokular perlu diambil riwayat terjadinya trauma dengan baik. 2. Tanda dan gejala a. Benda asing intraokular yang magnetik ataupun tidak akan memberikan gangguan pada tajam penglihatan. Akan terlihat kerusakan kornea, lensa iris ataupun sklera penglihatan. Akan terlihat kerusakan kornea, lensa iris ataupun sklera yang merupakan tempat jalan masuknya benda asing ke dalam bola mata. 3. PP a. Bila pada pemeriksaan pertama lensa masih jernih maka untuk melihat kedudukan benda asing di dalam bola mata dilakukan melebarkan pupil dengan midriatika. b. Pemeriksaan funduskopi sebaiknya segera di lakukan karena bila lensa terkena maka akan lensa menjadi keruh secara perlahan-lahan sehingga akan memberikan kesukaran untuk melihat jaringan belakang lensa. c. Pemeriksaan radiologik akan memperlihatkan bentuk dan besar benda asing yang terletak intraokular. Bila pada pemeriksaan radiologik dipakai cincin Flieringa atau lensa kontak Comberg akan terlihat benda bergerak bersama dengan pergerakan bola mata. d. Untuk menentukan letak benda asing ini dapat dilakukan pameriksaan tambahan lain yaitu dengan metal locator. e. Pemeriksaan ultrasonografi digunakan untuk pemeriksaan yang lebih menentukan letak clan gangguan terhadap jaringan sekitar lainnya. x. Pengobatan 1. Pengobatan pada benda asing intraokular ialah dengan mengeluarkannya dan dilakukan dengan perencanaan pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih berat terhadap bola mata. 2. Mengeluarkan benda asing melalui jalan melewati skiera merupakan cara untuk tidak merusak jarinan lain.

2) Trauma non mekanik

a) Trauma Kimiawi Reaksi kimia pada mata

b. Etiologi i. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan yang memakai bahan kimia di abad modern. c. Bahan kimia i. Dibedakan 1. Bahan kimia yang dapat mengakibaIkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk: a. Trauma Asam b. Trauma Basa atau Alkali. ii. Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada: 1. pH, 2. Kecepatan, 3. Jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata. 4. Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak dan menembus kornea. d. Pengobatan i. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. ii. lrigasi daerah yang terkena trauma kimia merupa tindakan yang segera harus dilakukan karena dapat memberikan penyulit yang lebih berat. iii. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologi atau air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit. iv. Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan air yang tersedia pada saat itu seperti dengan air keran, larutan garam fisiologik, dan asam berat. v. Anestesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat. vi. Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3% sedang untuk basa larutan asam borat, asam asetat 0.5% atau bufer as asetat pH 4.5% untuk menetralisir. Diperhatikan kemungkinan terdapat benda asing penyebab luka tersebut. vii. Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberi adalah antibiotika topikal, sikioplegik dan bebat mata selama mata masih sakit. viii. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya sempurna setelah 3-7 hari. e. klasifikasi i. Trauma Asam 1. Etiologi a. Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorga organik (asetat, forniat),d an organik anhidrat (asetat). 2. Patofisiologi

a. Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Bahan asam dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti terhadap trauma basa sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan lebih dalam. 3. Pengobatan a. Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma. b. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu. ii. Trauma Basa atau Alkali 1. Patofisiologi a. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. b. Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah bertambah kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita. 2. Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam : a. Derajat 1 hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata b. Derajat 2 hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea c. Derajat 3 :hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea d. Derajat 4: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%. 3. Pengobatan a. Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit segera setelah trauma. b. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma

alkali diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke tujuh. 4. Penyulit a. Penyulit yang dapat timbul trauma alkali adalah i. Ssimblefaron, ii. Kekeruhan kornea, iii. Edema dan neovaskularisasi kornea, iv. Katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata. 2. Trauma Radiasi Elektromagnetik a. Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah i. Sinar inframerah ii. Sinar ultraviolet iii. Sinar X dan sinar terionisasi b. Trauma Sinar Infra Merah i. Patofisiologi 1. Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini da terjadi akibat terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan menggeluarkan sinar infra merah. Bila seseorang berada pada jarak kaki sela satu menit di depan kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau midria maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat Celcius. Demikian pula yang mengabsorpsi sinar infra merah akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa. ii. Factor resiko terkena 1. Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja industri gelas dan pemanggangan logam. iii. DD 1. Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal anterior-posterior dan koagulasi pada koroid. 2. Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sement ataupun permanen. iv. Pengobatan 1. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar infra merah ini. 2. Steroid sistemik dan lokal diberikan uniuk mencegah terbentuk jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul. c. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las) i. Definisi

1. Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nM. ii. Patofisiologi 1. Sinar ultra violet banyak terdapat padd saat bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar ultraviolet akan segera merusak epitel kornea. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap. iii. Tanda dan gejala 1. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik. 2. Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein positif. Keratitis terutama terdapat pada fisura paipebra. 3. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu. 4. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada komea. Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultra violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat. iv. Pengobatan 1. Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik, dan mata ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam. d. Sinar lonisasi dan Sinar X i. Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk: 1. Sinar alfa yang dapat diabaikan 2. Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan 3. Sinar gama dan 4. Sinar X ii. Patofisiologi 1. Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebih muda dan lebih peka. 2. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari set germinatif lensa tidak menjadi jarang. 3. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan eksudat.

4. Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut konjungtiva atrofi set goblet yang akan mengganggu fungsi air mata. iii. Pengobatan 1. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali sehari dan sikioplegik satu kali sehari. 2. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.

Komplikasi Trauma e. Glaukoma Sekunder Pasca Truma i. Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan di dalam mata yang dapat mengganggu pengaliran cairan mata sehingga menimbulkan glaukoma sekunder. Jenis kelainan yang menimbulkan glaukoma adalah kontusi sudut. ii. Glaukoma Kontusi Sudut 1. Etiologi a. Trauma dapat mengakibatkan tergesernya pangkal iris ke belakang sehingga terjadi robekan trubekulum dan gangguan fungsi trubeklum ini akan mengakibatkan hambatan pengaliran keluar cairan mata. 2. Pengobatan a. Pengobatan biasanya dilakukan seperti mengobati glaukoma terbuka yaitu dengan obat lokal atau sistemik. Bila tidak terkontrol pengobatan maka dilakukan pembedahan. iii. Glaukoma Dengan Dislokasi Lonsa 1. Patofisiologi a. Akibat trauma tumpul dapat terjadi putusnya zonula Zinn, yang mengakibatkan kedudukan lensa tidak normal. Kedudukan lensa normal ini akan mendorong iris ke depan sehingga terjadi penutupan bilik mata. Penutupan sudut bilik mata akan menghambat pengaliran keluar cairan mata sehingga akan menimbulkan glaukoma sekunder. 2. Pengobatan a. Pengobatan yang dilakukan adalah mengangkat penyebab lensa sehingga sudut terbuka kembali.

Pencegahan Trauma Mata f. Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti:

i. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma tumpul perkelahian ii. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadi trauma tajam. iii. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya mengerti bahan apa yang ada di tempat kerjanya iv. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan percikan bahan las dengan memakai kaca mata. v. Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk matanya.

KEBUTAAN
Buta menurut WHO: kategori 1 : rabun atau penglihatan <6/18 kategori 2 : rabun, tajam penglihatan <6/60 kategori 3 : buta sosial tajam penglihatan <3/60 lapang pandangan <10 kategori 4 : buta tajam penglihatan <1/60 lapang pandangan <5 kategori 5 : buta dan tidak ada persepsi sinar. Ilmu Penyakit Mata. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2002.

stadium dari kebutaan a. Stadium shock i. Kejiwaan labil (bisa bunuh diri) b. Stadium depresi i. Perasaan menyalahkan ii. Putus asa, ragu-ragu iii. Ingin bunuh diri c. Stadium menerima kecacatan Perhatikan bantuan dan hambatan utk kondisi ini Akibat kebutaan : a. Produktivtas kerja menurun i. Untuk pengobatan ii. Mengganggu pekerjaan b. Beban & biaya hidup i. Untuk pengobatan ii. Untuk perawatan

c. Beban keluarga i. Penderita harus dibantu untuk kegiatan sehari-hari d. Beban pemerintah i. Harus sediakan fasilitas : 1. Pendidikan khusus 2. Lapangan kerja khusus

Terapi -Memberi dorongan, menghindari terjadinya depresi. -Memelihara, menggunakan indra lain se intensif mungkin, dimana ia dapat mengenal lingkungan sekitarnya melalui pendengaran, perasaan, perabaan, pembauan dan sebagian besar melalui ilham. -Pendidikan khusus (misalnya menggunakan huruf braille dan mendirikan sekolah anak buta) -Lapangan kerja yang sesuai. -Kerja sama/toleransi masyarakat dan pemeliharaan khusus. -Usaha menolong orang yang sudah buta. -Pedoman rehabilitasi tunanetra adalh BERDIKARI Hidup dengan menggunakan indra sisa seoptimal mungkin. Ilmu Penyakit Mata. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia.2002.

Anda mungkin juga menyukai