Anda di halaman 1dari 4

I.

TUJUAN 1. Mengetahui karakteristik citra penginderaan jauh 2. Mengetahui kunci-kunci interpretasi citra untuk mengenali kenampakan geomorfologi DASAR TEORI Penginderaan jauh merupakan ilmu dan ketrampilan untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Keifer, 1979). Informasi penginderaan jauh tersebut diperoleh melalui interpretasi citra penginderaan jauh. Citra adalah gambaran suatu obyek biasanya berupa gambaran obyek pada foto yang dihasilkan dengan cara optic, elektro-optik, optik mekanik atau elektronik (Simonett, dkk. 1983). Sutanto (1986) mengemukakan bahwa interpretasi citra sendiri merupakan suatu perbuatan untuk mengkaji foto maupun citra non foto dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra tersebut. Penginderaan jauh juga berperan dalam geomorfologi karena dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan aspek morfologi, baik morfografi maupun morfometrik. Penginderaan jauh juga memberikan informasi terkait dengan penanggulangan bencana alam, untuk mengetahui perkiraan potensi dan lokasi daerah rawan bencana. Peran penginderaan jauh lainnya : 1. Menentukan struktur geologi dan macamnya 2. Pemantauan daerah bencana dan pemantauan debu vulkanik 3. Pemantauan distribusi sumber daya alam 4. Pemantauan pencemaran laut dan lapisan minyak di laut 5. Pemanfaatan di bidang pertahanan dan militer 6. Pemantauan permukaan, disamping pemotretan dengan pesawat terbang dan aplikasi Sistem Informasi Geografi Interpretasi citra atau foto udara memerlukan tahapan yang kompleks. Hasil interpretasi citra sangat dipengaruhi oleh kemampuan citra, alat, metode interpretasi yang digunakan, dan yang terpenting adalah kemampuan interpreter. Dalam proses interpretasi selalu diupayakan untuk memberikan penjelasan terhadap setiap kenampakan yang ada secara detil. Tahapan interpretasi citra adalah sebagai berikut : 1. Deteksi : memilih atau menyeleksi obyek yang dipercaya ada pada citra tersebut, dimana obyek tersebut berhubungan dengan tujuan utama interpretasi 2. Rekognisi (pengenalan) dan identifikas : obyek diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan kategori yang telah ditentukan 3. Analisis : menganalisa obyek sesuai dengan bentuk polanya 4. Klasifikasi : proses induksi dan deduksi untuk mencapai hasil akhir yang diharapkan. Pengecekan di lapangan sangat diperlukan Karakteristik penting dari kenampakan obyek pada citra yang digunakan dalam interpretasi geomorfologis/geologis adalah rona/warna, pola, bentuk, bayangan, serta letak topografi dan situasi geografis. 1. Rona/warna : rona merupakan tingkat kegelapan/kecerahan obyek pada foto pankromatrik. Warna dalam citra dapat berupa warna asli atau warna semu. Warna semu dibuat dengan membuat kombinasi saluran panjang gelombang perekaman. Rona/warna dipengaruhi karakteristik obyek, cuaca, maupun posisi matahari

II.

2. Pola : pola merupakan susunan keruangan suatu obyek/kenampakan yang terdapat pada citra/foto udara. Pola dapat digunakan untuk menandai bahwa suatu obyek merupakan bentukan alamiah atau hasil dari aktivitas manusia 3. Bentuk : merupakan ekspresi topografi yang terlihat dua dimensi/atribut yang jelas pada citra atau foto udara. Beberapa bentuk lahan dengan kenampakan geomorfik yang khas dapat diidentifikasi secara langsung hanya berdasarkan bentuknya. 4. Bayangan : merupakan rona/warna yang gelap karena terhalangnya cahaya oleh suatu obyek. Kesan topografi biasanya didapatkan dengan mengidentifikasi bayangan pada obyek 5. Letak topografi : merupakan posisi suatu obyek dalam kaitannya dengan kondisi lokal (ketinggian, kemiringan lereng terhadap matahari, atau kondisi hidrologi) 6. Situasi geografis : merupakan keterkaitan obyek dengan kondisi regional (iklim, geologi regional). III. ALAT DAN BAHAN Alat tulis (penggaris, OHP Marker, kertas transparansi) Stereoskop Citra penginderaan jauh CARA KERJA 1. Menyiapkan alat dan bahan 2. Membuat kesan tiga dimensi dari foto udara menggunakan alat stereoskop 3. Mendelineasi foto udara di kertas transparan 4. Mendelineasi foto udara ke kertas HVS 5. Mengamati dan mengidentifikasi kenampakan yang ada pada peta tentatif hasil delineasi foto udara 6. Mendeskripsikan hasil identifikasi pada tabel kenampakan geomorfologi hasil delineasi foto udara 7. Membuat pembahasan dan kesimpulan HASIL PRAKTIKUM 1. Peta tentatif hasil delineasi foto udara daerah Klenting, Jawa Tengah (pada kertas transparansi) 2. Peta tentatif hasil delineasi foto udara daerah Klenting, Jawa Tengah (pada kertas HVS) 3. Tabel 3.1 : Tabel kenampakan geomorfologi hasil delineasi foto udara PEMBAHASAN Terdapat empat aspek utama dalam geomorfologi. Keempat aspek geomorfologi tersebut menurut Zuidam, 1983 adalah morfologi, morfogenesis, morfokronologi, dan morfoasosiasi (morfoarrangement). 1. Aspek morfologi meliputi a. Aspek morfografi, yaitu aspek yang mendeskripsikan tentang kondisi bentuklahan seperti misalnya; daerah dataran, perbukitan, atau pegunungan. b. Aspek morfometri, yaitu aspek yang menyatakan ukuran dan deskripsi dari parameter-parameter bentuklahan seperti; morfometri lereng (kecuraman), morfometri DAS (tekstur, percabangan sungai, segment sungai, dan lainnya), morfometri longsor (indeks pelebaran, indeks penipisan, indeks perpindahan), atau morfometri lembah yang

IV.

V.

VI.

dinyatakan dalam (lebar lembah, sinusitas, jarak antar lembah dan lainnya). 2. Aspek morfoaenetik meliputi : a. Aspek morfodinamik, mendeskripsikan tentang dinamika proses eksogenetik yang berkaitan dengan kerja air, angin, gletser, sinar matahari dan gravitasi. Misainya; pelongsoran, banjir, pembentukan dune, bura (spit), rock fall dan lainnya). b. Aspek morfostruktur, dibedakan menjadi morfostruktur aktif dan pasif. Morfostruktur aktif mendeskripsikan tentang struktur yang terjadi akibat dari dinamika proses endogenetik, yang meliputi; tektonosme dan vulkanisme. Sebagai contoh terbentuknya gawir sesar (escarpment), gunung api, antiklinal-sinklinal, dan lainnya. Morfostruktur pasif mendeskripsikan tentang litologi (jenis batuan) dan struktur kulit bumi yang berkaitan dengan proses denudasional, sebagai contoh; proses pembentukan mesa, cuesta, kubah, hogback dan lain- nya. c. Morfokronologi mendeskripsikan tentang pertanggalan relatif atau absolut pada suatu bentuklahan dalam hubungannya dengan proses pembentukannya. d. Morfoasosiasi mendeskripsikan tentang pertautan antara bentuklahan yang satu dengan bentuklahan yang lain secara kontekstual dalam suatu susunan ke- ruangan dan berkaitan dengan proses- proses geomorfik. Citra penginderaan jauh dapat menjawab kebutuhan aspek morfografi dalam geomorfologi. Dalam menganalisis morfografi kenampakan geomorfologi pada citra pankromatik hitam putih dengan panjang gelombang 0,4-0,7 m dimana nilai kecerahan selaras dengan wujud alami yang tampak, karena kepekaan film pankromatik sama dengan kepekaan mata manusia, dimana semua obyek terlihat hitam putih dalam skala keabuan Untuk mendelineasi dua citra penginderaan jauh, dibutuhkan alat, yaitu stereoskop. Alat ini berguna atau dapat digunakan untuk mengamati citra secara tiga dimensi. Namun ada beberapa kesulitan dalam menggunakan stereoskop, yaitu saat menempatkan dua buah citra di bawah alat sehingga terkadang kenampakan pada dua citra tersebut belum terlihat menyatu. Dalam memposisikannya, dua citra tersebut harus dalam posisi sejajar dimana orientasi arah utaranya sama. Setelah sejajar dan menyatu, dapat dilakukan identifikasi pada obyek yang ada pada citra. Citra penginderaan jauh digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan unsur geografis. Unsur-unsur geografi ini dapat diketahui dengan unsur interpretasi penginderaan jauh, yaitu : rona/warna, bentuk, pola, bayangan, letak topografi, dan situasi geografis. Beberapa kenampakan geomorfologi pada citra yang dapat dilihat adalah : sungai, permukiman, dan pegunungan. Kenampakan sungai dapat diketahui dari pola yang berlekuk-lekuk dengan rona yang ccerah. Hal itu menandakan bahwa tidak terjadi endapan pada sungai tersebut. Kenampakan yang lain adalah permukiman. Sekilas, kenampakan permukiman dengan sawah hampir mirip, namun ada hal yang membedakan yaitu adanya obyek jalan yang lebih banyak dipermukaan dibandingkan dengan sawah dan polanya mengelompok tetapi agak menyebar.

Kenampakan yang ditemukan selanjutnya adalah pegunungan. Pegunungan mempunyai pola yang bergelombang dengan tekstur yang kasar. Ronanya agak cerah dan memiliki bayangan disebagian daerah yang menandakan bahwa daerah ini tinggi. Terdapat juga dataran tinggi dan dataran rendah yang dapat terlihat dari ronanya. Rona dataran tinggi akan lebih cerah dibanding dataran rendah. Jadi, untuk menentukan suatu obyek pada citra, tidak bisa digunakan hanya satu unsur interpretasi saja tetapi harus dikaitkan dengan unsur lainnya. Karena dengan menggunakan beberapa unsur interpretasi dapat dilakukan identifikasi lebih jelas dan rinci sehingga bentang lahan, penggunaan lahan dan pembentuk lahan dapat diketahui dengan jelas. VII. KESIMPULAN 1. Citra penginderaan jauh dapat menjawab kebutuhan aspek morfografi dalam geomorfologi 2. Karakteristik obyek yang ada pada citra berbeda-beda sehingga setiap obyek dapat didefinisikan 3. Untuk mendelineasi dua citra penginderaan jauh, dibutuhkan alat, yaitu stereoskop. Alat ini berguna atau dapat digunakan untuk mengamati citra secara tiga dimensi 4. Kenampakan geomorfologi pada citra dapat diinterpretasikan lewat enam unsure yaitu rona/warna, bentuk, pola, bayangan, letak topografi, dan situasi geografi 5. Sungai dapat diketahui dari pola yang berlekuk-lekuk dengan rona yang ccerah ataupun gelap tergantung banyaknya endapan pada sungai 6. Permukiman dapat diketahui lewat pola yang mengelompok dan terdapat banyak jalan 7. Pegunungan terlihat cerah dan memiliki bayangan pada bagian punggungan dan lembah serta teksturnya yang kasar 8. Interpretasi citra dilakukan dengan mengaitkan berbagai unsur interpretasi agar hasil lebih akurat DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Bahan Ajar Geomorfologi Dasar. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Lillesand. T.M. and R.W. Kiefer. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation, John Willey and Sons, New York Simonett. D.S, dkk. 1983. The Development and Principles of Remote Sensing, In : Gastellu and Etcheorry, tanpa tahun. Remote Sensing With SPOT, An Assessment of SPOT Capability in Indonesia. Gadjah Mada University Press BAKOSURTANAL Yogyakarta Suharyadi. 2012. Penginderaan Jauh Dasar, Kuliah 1 : Pengantar. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh, Jilid 1 dan 2. Gadjah Mada University Press Yogyakarta Zuidam, R.A. Van. 1983. Guide to geomorphologic aerial photographic interpretation and mapping. ITC. Enschede, the Netherlands.

VIII.

Anda mungkin juga menyukai