Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
KELOMPOK I
VICKY TRESNIA
0810321006
EGA PAMESA
0810322019
YOVYANA YAZID
0810322025
YUDYA ANDERSON
0810322033
TISRI YOLANDARI
0810322034
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada
pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA)
adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard
Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q
(IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur
plak aterosklerosis yang tak stabil.
Mortalitas tidak tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun
lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang dari 5070% yang tidak stabil, yakni
fibrous cap dinding (punggung) plak yang tipis dan mudah erosi atau ruptur1,2,3
Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan
secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan
dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard.1 Angina tidak stabil, infark
miokard tanpa gelombang Q, dan infark miokard gelombang Q mempunyai substrat patogenik
umum berupa lesi aterosklerosis pada arteri koroner. 1,2,3
Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan
kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri
dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard nonelevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca
tindakan intervensi koroner perkutan. 1,2,3
II.
Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Sindrom koroner akut.
2. Menjelaskan etiologi sindrom koroner akut.
3. Menjelaskan klasifikasi sindrom koroner akut.
4. Menjelaskan patofiosiologi sindrom koroner akut.
5. Menjelaskan manifestasi klinis sindrom koroner akut.
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pasien sinndrom koroner akut.
7. Menjelaskan penatalaksanaansindrom koroner akut.
8. Membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan sindromkoroner akut.
BAB II
ISI
ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM KORONER AKUT (SKA)
II.1
rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas
angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST.
Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST. SKA ditetapkan sebagai manifestasi
klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama
proses aterosklerosis.
Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat
ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner
Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina
tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST,
maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom
Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak
enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.
2.2
penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat
hal, meliputi:
a.
b.
c.
Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.
d.
2.3
a.
Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b.
Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c.
Secara Klinis:
a.
Kelas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
b.
Kelas B: Primer.
c.
Kelas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti
angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan
nitrogliserin intravena.
2.4
ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta
aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid
dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption disrupsi
plak. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan
bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi
faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet,
aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute
thrombosis trombosis akut. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T
limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel
inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam
antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor
jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis
dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan
mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun
troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi
berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka
segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat
disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif,
yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat
terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung.
Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh
darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan
aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah
dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu
hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat
ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai
kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.
Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
a.
Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan
daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
b.
Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri
biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit.
Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke
punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada
penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang
pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau
lebih sering.
c.
Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah
pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas
dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.
2.6
ditemukan, yakni:
a.
Sakit dada
b.
Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik
c.
Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama
CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai
normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.
2.7
Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen
pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 23 liter/ menit secara kanul
hidung.
b.
Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara
sublingual (SL) (0,3 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x
NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 510 ug/menit (jangan lebih 200
ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di
miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta
menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan).
c.
d.
Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase
1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut
menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
e.
mortalitas
sebanyak
19%,
sedangkan
"The
Antiplatelet
Trialists
Colaboration" melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari
14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160325
mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada
stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual
atau muntah 4. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau
UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark
miokard, dan berulangnya angina pectoris.
f.
Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih
aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya (tanpa
aPTT). Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada pembentukan
trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir
(1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus ,
yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg.
Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH): Diberikan pada APTS atau NSTEMI
dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu
mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose independent clearance;
mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi
platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah;
tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak
menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan
trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan
Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena
bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6 hari:
2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi Synthelabo).
c
Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada NSTEMI
SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan
(IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek
reperfusi (studi GUSTO V dan ASSENT-3). GUSTO V membandingkan Reteplase
dengan Reteplase dan Abciximab (GPIIb/IIIa-I) pada IMA, sedangkan ASSENT3
membandingkan antara Tenecteplase kombinasi dengan Enoxaparin atau Abciximab
dengan Tenecteplase kombinasi UFH pada IMA , yang ternyata tak ada perbedaan pada
mortalitas 4. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup
kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin 17. Ada
3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena.
Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I
secara intravena jelas menurunkan kejadian koroner dengan segera, namun pemberian
peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara
invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk mengurangi
akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar telah dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri
maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat tindakan angioplasti
dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi perdarahannya dengan
menghitung jumlah platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut
trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 4,17,26. Dasgupta dkk. (2000)
meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak terjadi pada
Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena Abciximab
menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi platelet meningkat dan
menyokong terjadinya trombositopenia. Penelitian TARGET menunjukkan superioritas
Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin dengan derivat
yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk persiapan IKP, ternyata hanya
nenguntungkan pada grup APTS.
Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino
polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap
12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang
bermakna terhadap mortalitas 17,28.
Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru,
dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak
menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen activator
(t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari
Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90
menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri
koroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena
mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar
membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan
dan risiko perdarahannya sama saja.
Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi jantung saat ini
juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang
kekurangan atau bahkan tidak memperoleh darah bisa dilaksanakan dengan membuka
sumbatan pembuluh darah koroner dengan balon dan lalu dipasang alat yang disebut
stent.Dengan demikian aliran darah akan dengan segera dapat kembali mengalir menjadi
normal.
Factor pencetus :
Hiperkolesterolemia
Dm
Merokok
Ht
Usia lanjut
Kegemukan
Rupture Plaque
Aktifasi factor
pembekuan dan platelet
Factor X
Factor Xa
Factor pendukung :
DECOM CORDIS
Produksi trombin
Terjadi adhesi dan agregasi
Pembentukan trombus
Proses inflamasi
SKA
Aktivasi :
Makrofag, proteinaseas, sel T
limfosit, sitokin
Destabilitas plaque
kebutuhan O2
supplay o2
Metab. anaerob
Adanya ST elevasi
CKMB
Troponin
STEMI
Tk ada ST elevasi
CKMB normal
Troponin normal
NSTEMI
supplay O2 ke paru
Merangsang nosiseptor
ambang nyeri
retensi cairan
oliguria
Kebutuhan O2
Kompensasi : RR
Angina Pektoris
Nyeri
MK : Gangguan rasa
nyaman : nyeri
Tx Diuretik
sekresi K
MK : Gangguan pola
nafas
2.8
a.
Pengkajian:
1)
Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)
2)
Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada
retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri
berlangsung 10 menit)
3)
Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di
dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10),
nyeri berlangsung 10 menit)
4)
b.
Pemeriksaan Penunjang:
1)
Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik)
2)
Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama CKMB
dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal
troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).
c.
Pemeriksaan Fisik
1)
2)
B2: suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin
3)
4)
B4: oliguri
5)
6)
d.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
N
NANDA
NOC
NIC
O
1
Penurunan curah
1.Perawatan jantung:akut
jantung
disarankan:
Batasan karakteristik:
a.Menunjukkan
(seperti:intensitas,lokasi,penyebaran
a.perubahan kecepatan
jantung.
memuaskan,dibukti
yang meringankan)
Aritmia
kan dengan
Bradikardia
keefektifan pompa
Perubahan
jantung,status
EKG
sirkulasi,perfusi
Palpitasi
jaringan(organ
Takikardi
abdomen) dan
perfusi
b.Perubahan preload
edema
penurunan
tekanan vena
central
penurunan
tekanan arteri
paru
kelemahan
distensi vena
jugularis
jaringan(perifer).
b.Menunjukkan
status sirkulasi
dibuktikan dengan
indikator kegawatan
sebagai berikut:
normal
penyembuhan
Tekanan
murmur
vena central
peningkatan
dan tekanan
BB
dalam paru
perifer
dalam batas
kulit
Hipotensi
ortostatis
dispnea
tidak ada
penurunan nadi
Distensi
perifer
vena leher
penurunan
tidak ada
tahanan
normal
berkeringat
dalam batas
c.Perubahan afterload
Denyut
jantung
Edema
tekanan darah
perifer tidak
sistemik
ada
Asites tidak
protrombine
ada
time,fibrinogen,penurunan produk
Denyut
fibrin,jumlah platelet.
perubahan
warna kulit
perifer kuat
dan simetris
Status
diuretic
kognitif
dalam status
normal
Nyeri Akut
Batasan karakteristik:
disarankan:
Posisi untuk
Nyeri
pengganggu
Menunjukkan
kerusaan
Tinkatan
nyeri
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
kualitas,intensitas dan penyebab
Gangguan tidur
Perubahan
otonom dalam
tonus otot
Respon otonom
perubahan
dalam nafsu
makan
Gerakan untuk
melindungi
mengurangi
nyeri
Tingkat
kenyamanan
nyeri
Melaporan
nyeri secara
Kontrol
1.Manajemen nyeri
2.Pemberian analgesik
Tentukan
lokasi,karakteristik,kualitas,dan
hebatnya nyeri sebelum mengobati
pasien
Resiko
3
disarankan:
ketidakseimbangan
Keseimbanga
elektrolit
n elektrolit
Batasan karakteristik:
Ketidakseimba
Hidrasi
ngan cairan
Pengetahuan:
muntah
cara
perawatan
Manajemen elektrolit:hipokalemia
Respon
pengobatan
postasium
Kontrol
resiko
Deteksi resiko
postasium
Status tanda-
tanda vital
Daftar Pustaka
Elliott, doug dkk. 2007. Critical Care Nursing. Australia:.Elsevier.
Jevon Philip , Ewen Beverley.2008.Pemamntauan Pasien Kritis Edisi kedua. Jakarta:Erlangga.
TIM PPGD. 2010. Penanggulangan Penderita Gawar Darurat Basic Trauma & Cardiac Life
Support. Bukittinggi.
OGrady, Eileen. 2007. A Nursess Guide to Caring for Cardiac Intervention Patients.England.
Andra. (2006). Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=197. Diakses di Surabaya,
tanggal 30 September 2010: Jam 19.01 WIB
Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC
Rilantono, dkk. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
http://nursingbrainriza.blogspot.com/2007/05/tinjauan-pustaka-konsep-baru
penanganan.html. Diaskes di Surabaya, tanggal 30 September: Jam 19.10 WIB
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf