Anda di halaman 1dari 36

PENDAHULUAN SKENARIO 2 Blok Reproduksi BAGAIMANA KEADAAN JANIN/BAYIKU?

Seorang G4P2A1, 39 tahun, hamil 37 minggu, datang ke klinik bersalin dengan keluhan mengeluarkan lendir darah pervaginam disertai perut kenceng-kenceng teratur sejak 4 jam yang lalu. Suaminya baru terkena PHK. Wanita tersebut tidak pernah memeriksakan kehamilannya di Puskesmas ataupun bidan. Dari pemeriksaan luar oleh dokter didapatkan keadaan umum baik. Vital sign: tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 370C, RR 20x/menit; terdapat edema pada tungkai bawah. Janin tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, denyut jantung janin 144x/menit. Kemudian dilakukan pemeriksaan dalam, hasilnya baik. Pemeriksaan kematangan serviks (Bishop score) nilai 8. Serviks uteri membuka 3 cm. Hasil pemeriksaan tersebut ditulis dalam lembar partograf. Setelah 10 jam, persalinan masuk kala II. Setengah jam dipimpin mengejan, bayi lahir dengan APGAR Score 8-9-10.

DISKUSI DAN PEMBAHASAN LANGKAH 1 Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario Lembar partograf : Alat bantu yang digunakan selama kehamilan untuk mencatat keadaan umum ibu, kesehatan dan kenyamanan janin yang meliputi denyut jantung bayi, air ketuban, penyusutan air kepala APGAR Score : criteria klinis yang digunakan untuk menilai keadaan bayi 1 menit setelah dilahirkan. Meliputi : Warna kulit, reflek atau grimance, tonus otot, denyut jantung, dan respiration rate. APGAR Score berscala 0-2 dengan rentang score 0-10. Bishop Score : Penilaian yang dilakukan untuk mengevaluasi ibu. Adapun yang dinilai adalah dilatasi serviks, konsistensi serviks, pendataran serviks, konsistensi serviks, dan letak janin. Kala II : kala pengeluaran janin yang terjadi karena kontraksi otot polos yang teratur dan sangat kuat, dan biasanya hanya berlangsung 1,5 2 jam pada primigravida atau 0,5 1 jam pada orang yang telah melahirkan. G4P2A1 : menunjukkan status yang dimiliki oleh ibu hamil. G dan angka 4 menunjukkan ibu telah mengalami kehamilan (gravida) selama 4 kali. P dan angka 2 menunjukkan ibu telah melahirkan sebanyak 2 kali. Sedangkan A dan angka 1 berarti bahwa ibu pernah mengalami abortus sebanyak 1 kali. Presentase kepala : posisi janin saat akan dilahirkan menunjukkan kepala terlebih dahulu yang keluar dari uterus. Pemeriksaan obstetri : pemeriksaan yang dilakukan dari mulai ibu hamil sampai menjelang persalinan.

LANGKAH 2 Menentukan / mendefinisikan permasalahan 1. Bagaimana cara menghitung usia kehamilan? 2. Bagaimanakah tanda tanda persalinan dan tanda-tanda abortus? Bagaimana bisa keluar lendir darah?

3. Bagaimana mekanisme terjadinya oedem dan tekanan darah tinggi? Apakah normal? 4. Bagaimanakah sistem Skoring APGAR? 5. Bagaimana fisiologi persalinan? 6. Apa saja tanda-tanda permulaan persalinan? 7. Bagaimana patofisiologi dan penanganan yang dilakukan? 8. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan saat kehamilan dan menjelang persalinan? 9. Apa saja macam-macam presentase janin? 10. Apa faktor-faktor yang bisa menyebabkan gangguan pada kehamilan? 11. Bagaimanakah Standar operasional (SOP) persalinan normal?

LANGKAH 3 Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai permasalahanpermasalahan tersebut Permasalahan yang telah dibahas pada pertemuan 1 langkah 3 : 1. Fisiologi persalinan Persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu: 1. Kala I : yang terdiri dari fase laten yang terjadi selama 8 jam yang ditandai dengan membukanya serviks sampai 3 cm dan fase aktif yang terjadi selama 6 jam samapai pembukaan penuh 10 cm. Fase aktif terbagi menjadi 3 fase yaitu fase akselerasi (pembukaan 2-3 cm), fase dilatasi (pembukaan 4-9 cm), dan fase deselerasi (pembukaan >9 cm). Kala I biasanya pada primigravida terjadi selama 13 jam, sedangkan pada multigravida hanya terjadi selama 7 jam. 2. Kala II : yang disebut juga kala pengeluaran bayi. Pada kala II, kepala bayi sudah berada di cavum pelvis atau masuk panggul. Pada kala ini His menjadi kontraksi kuat dan teratur. Pada primigravida berlangsung 1,5 2 jam sedangkan pada orang yang telah melahirkan berlangsung selama 0,5 1 jam.

3. Kala III : disebut juga kala pengeluaran uri atau plasenta. Pada primi gravida biasanya 30 menit, sedangkan pada multigravida terjadi selama 15 menit. Pada kala ini mungkin terjadi perdarahan kareng a. spiralis yang membuka atau ruptur bersama plasenta,namun normalnya hanya sekitar 100 200 cc) 4. Kala IV : disenutt kala observasi. Baiknya dilakukan selama 2 jam pemantauan dengan pemantauan ketat dan pemeriksaan rutin tiap 5 menit sekali. Teori persalinan a. hormon progesteron menurun menyebabkan penurunan kontroler kontraksi uterus sehingga ketika progesteron sangat rendah akan terjadi kontraksi uterus. b. teori plasenta c. teori detensirahim d. teori iritasi mekanik e. teori induksi bisa menggunakan hormon oksitosin Faktor penginduksi kehamilan 1. Hormon relaxin : dibentuk oleh korpus luteumatau plasenta yang menyebabkan serviks menjadi lunak, melonggarkan jaringan pengikat di pelvis 2. Hormon estrogen : hormon ini meningkat sejalan dengan bertambahnya umur kehamilan. Hormon ini menginduksi: - peningkatan sintesis konekson ( perekat taut celah yang menekan uterus sehingga uterus berkontraksi) - meningkatkan reseptor oksitosin di miometrium. Hormon oksitosin sendiri produksinya tetap, namun karena reseptornya bertambah banyak, jadi lebih responsif terhadap oksitosin yang ada sehingga meningkatkan kontraksi uterus - menginduksi prostaglandin lokal sehingga mengurangi serat-serat di serviks sehingga serviks menjadi lebih longgar

3. Hormon oksitosin : jumlahnya dalam plasma tidak meningkat, namun karena efek estrogen reseptor oksitosin yang diperbanyakkan oleh estrogen membuat uterus lebih responsif terhadap oksitosin 4. Chorionic Realising Hormon (CRH) : hormon ini bisa digunakan sebagai indikator persalinan, hasil CRH yang tinggi membuat kemungkinan kelahiran prematuritas dan sebaliknya CRH yang rendah akan menambah usia kehamilan. CRH merangsang hipotalamus dan plasenta untuk merangsang korteks adrenal sehingga korteks mengeluarkan kortisol dan DHEA. Kortisol dan DHEA meningkatkan sekresi surfaktan oleh paru-paru. Surfaktan ini memicu pematangan paru-paru bayi. DHEA yang dihasilkan oleh plasenta akan diubah menjadi estriol yang merupakan indikator berjalannya kehamilan. Sedangkan kortisol juga akan merangsang produksi surfaktan di amnion.

2. Patofisiologi Oedema dan Tekanan darah tinggi Oedem merupakan efek dari terjadinya spasme pembuluh darah dan retensi garam dan air. Akibat terjadinya retensi garam dan air akan menyebabkan permeabilitas membran semakin meningkat dan akhirnya menimbulkan air di kapiler memasuki jaringan. Hipertensi dikaitkan dengan adanya spasme pada pembuluh darah yang tertekan oleh uterus, sehingga lumennya menyempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah dalam pembuluh. Hipertensi dikatakan fisiologis karena merupakan efek daro kompensasi terhadap kontraksi uterus. Hipertensi pada ibu hamil tidak memerlukan penanganan khusus, namun bisa diberikan obat apabila tekanan darah sudah mencapai 160/110. Namun apabila tekanan darah tidak terlalu tinggi maka hanya disarankan untuk memperbanyak istirahat, kemudian mencegah makanan atau aktifitas yang menyebabkan naiknya tekanan darah, dan tentunya dengan pantau secara berkala oleh petugas kesehatan di Puskesmas / bidan. Hipertensi pada ibu hamil diklasifikasikan menjadi : Hipertensi kronis : apabila terjadinya pada saat kehamilan <20 minggu dan menetap seterusnya

Hipertensi esensial : apabila terjadinya diinduksi oleh stress atau konsumsi makanan yang menyebabkan hipertensi Hipertensi preeklamsia : apabila terjadi pada saat kehamilan lebih dari 2 minggu. Hipertensi preeklamsia ringan yaitu dengan tekanan darah 140/90 dan hipertensi preeklamsia berat yaitu dengan tekanan darah 160/110.

Hipertensi gestasional : apabila hipertensi terjadi hanya pada saat kehamilandan akan menghilang 3 bulan pasca melahirkan. Apabila disertai proteinuria akan meningkatkan resiko terjadinya eklamsia.

Oedema dan tekanan

darah tinggi pada ibu hamil dikaitkan dengan resiko terjadinya

preeklamsia dan eklamsia. Adapun preeklamsia adalah terpenuhinya minimal 2 dari 3 syarat preeklamsia yaitu oedema, tekanan darah tinggi, dan proteinuria. Proteinuria merupakan suatu proses patologis yang terjadi karena adanya perubahan spasme pada glomerulus, sehingga menyebabkan urin mengandung protein. Proteiuria juga bisa menginduksi terjadinya oedem yang akan meningkatkan resiko preeklamsia. 3. Tanda-tanda persalinan Kepala bayi menurun/ lightening Perut melebar karenan fundus uteri mulai menurun Susah dan sakit saat BAK, namun sering merasa ingin BAK Serviks menjadi lunak, membuka dan mendatar yang akan menyebabkan pecahnya pembuluh kapiler di cervicis kanalis Pecahnya air ketuban 4. Perbedaan partus dengan abortus Perbedaan hanya dilihat dari lendir yang keluar. Pada partus lendir yang keluar banyak dan mengandung darah, sedangkan pada abortus lendir yang keluar hanya sedikit dan tidak mengandung darah. Selain dilihat dari lendir yang keluar, dilihat juga kalau kehamilan baru berjalan kurang dari20 minggu, maka itu adalah abortus. Dilihat juga adanya tandatanda persalinan yaitu trias adanya His yang teratur (kontraksi uterus), adanya bloody show (perdarahan), dan terjadinya pembukaan serviks. 5. Penghitungan usia kehamilan

Penghitungan dilakukan dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Telat 2 minggu dari HPHT berarti usi kehamilan telah 6 minggu. Kemudian bisa juga dilakukan dengan feeling live (merasakan adanya kehidupan) bisa terdeteksi saat usia kehamilan 18 minggu. Selain itu dengan mengukur tinggi fundus uteri ibu. 6. Faktor resiko terjadinya gangguan pada kehamilan Melewati usia ideal untuk hamil, yaitu dari usia 20-35 tahun Tergolong dalam kategori 4 terlalu yaitu terlalu tua (lebih dari 30 tahun), terlalu muda (kurang dari 19 tahun), terlalu sering (interval kehamilan kurang dari 2 tahun), dan terlalu banyak (paritas lebih dari 2). 7. APGAR Score Kriteria\score Warna kulit 0 Biru pucat 1 Merah muda 2 pada Merah muda pada

ekstremitas biru Refleks/grimance Tonus otot Denyut jantung Tidak ada refleks Lemah Tidak ada Merintih Flexi ekstremitas Lambat (<100x/menit) Respiration rate (normal: 160x/menit) 110Tidak ada Lambat teratur dan

semua anggota tubuh Menangis kuat Gerak aktif >100x/menit

tidak Cepat dan kuat

Masalah yang belum terpecahkan akan menjadi tujuan pembelajaran (LO). LANGKAH 4 Menginventarisasi permasalahan-permasalahan secara sistematis dan pernyataan sementara mengenai permasalahan-permasalah pada langkah 3 1. Bagaimana fisiologi persalinan? 2. Bagaimana mekanisme terjadinya oedem dan tekanan darah tinggi? Apakah normal? 3. Apa saja tanda-tanda permulaan persalinan?

4. Bagaimanakah tanda tanda persalinan dan tanda-tanda abortus? Bagaimana bisa keluar lendir darah? 5. Bagaimana cara menghitung usia kehamilan? 6. Apa faktor-faktor yang bisa menyebabkan gangguan pada kehamilan? 7. Bagaimanakah sistem Skoring APGAR?

LANGKAH 5 Merumuskan tujuan pembelajaran ( LO) 1. Fisiologi persalinan 2. Pemeriksaan usia kehamilan 3. Tanda-tanda persalinan dan Antenatal care 4. Ibu dengan faktor resiko tinggi dan terapinya 5. Lembar partograf 6. APGAR Score 7. Hipertensi dan Oedem pada kehamilan serta penatalaksanaannya 8. Macam-macam komplikasi yang dapat terjadi saat persalinan 9. Macam-macam partus 10. Standar operasional (SOP) partus

LANGKAH 6 Mengumpulkan informasi baru ( belajar mandiri ) Masing-masing anggota kelompok mencari minimal 1 artikel ilmiah mengenai skenario 2 tersebut, untuk kemudian dibahas pada langkah 7.

LANGKAH 7 Melaporkan, membahas dan menata kembali info informasi baru yang diperoleh LO 1 : Fisiologi Persalinan Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Pada persalinan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu jalan lahir, janin, dan kekuatan ibu. (Arif, 2001) Tanda pada persalinan sejati adalah kontraksi yang dicirikan sebagai berikut : kontraksi dengan interval teratur; interval memendek secara bertahap; intensitas meningkat secara bertahap; nyeri punggung dan abdomen; serviks membuka; dan nyeri tidak hilang dengan sedasi. (F. Garry, 2006) Persalinan yang normal dibagi menjadi 4 kala : Kala I (Kala Pembukaan Serviks); Kala II (Kala Pengeluaran); III (Kala Uri); dan Kala IV (Kala Pengawasan). (Arif, 2001) Kala I (Kala Pembukaan Serviks), pada perempuan nulipara berlangsung kurang lebih 7 jam, dan pada perempuan multipara berlangsung kurang lebih 4 jam. (F. Garry, 2006) Pada primi gravid kala I terdiri dari 2 fase, yaitu Fase Laten : Berlangsung sampai pembukaan 3 cm, HIS lemah dan frekuensinya jarang; Fase Aktif, yang dibagi lagi menjadi Fase Akselerasi (2 jam dengan pembukaan 2-3 cm), Fase Dilatasi Maksimal (2 jam, dengan pembukaan 4-9 cm), serta Fase Deselerasi (2 jam, dengan pembukaan > 9 cm lengkap, HIS tiap 3-4 menit selama 45 detik). (Arif, 2001) Kala II (Kala Pengeluaran) terjadi dimana HIS terjadi tiap 2-3 menit, lamanya 090 detik. Pada pelahiran kepala, pada setiap kontraksi, perineum menonjol semakin besar dan bukaan vulvovagina menjadi semakin lebar oleh kepala janina, perlahan- lahan berbentuk oval dan akhirnya hampir melingkar. Setiap kontraksi berhenti, bukaan tersebut menjai lebih kecil karena kepala mundur. Ketika kepala semakin terlihat, bukaan vagina dan vulva teregang lebih jauh sampai akhirnya melingkari diameter terbesar kepala bayi. Diameter terbesar kepala janin yang dilingkari cincin vulva ini disebut crowning. Saat kepala meregangkan vulva dan perineum (selama kontraksi) sehingga cukup untuk membuka introitus vagina hingga diameternya 5 cm, dapat dilakukan manuver ritgen, yang memungkinkan petugas medis mengendalikan kelahiran kepala dan membantu ekstensi sehingga kepala dilahirkan dengan diameter terkecilnya melewati introitus dan perineum. Pada primigravida, kala II berlangsung 1 jam, dan pada multigravida jam. (F.Garry, 2006)

Kala III (Kala Uri), adalah kala pengeluaran plasenta yang berlangsung 6-15 menit setelah janin dikeluarkan. (Arif, 2001) Tanda- tanda pelepasan plasenta adalah sebagai berikut : uterus menjadi globular, lebih kencang; sering ada pancaran darah mendadak; uterus naik ke abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun mauk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong uterus ke atas. (F.Garry, 2006) Kala IV (Kala Pengawasan), kala yang penting untuk menilai perdarahan (maksimal 500 ml) dan baiknya tidak ada kontraksi uterus. (Arif, 2001) Pada kala pengawasan ini, plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat diperiksa kelengkapannya dan kelainan- kelainan yang ada. Selain itu uterus, perineum juga harus diperiksa. American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians and Gynecologists (1997) merekomendasikan untuk mencatat tekanan darah dan denyut nadi segera setelah melahirkan selama 15 menit selama 1 jam pertama setelah melahirkan. (F.Garry, 2006)

LO 2 : PEMERIKSAAN KEHAMILAN Penentuan usia kehamilan melalui pemeriksaan USG paling akurat bila dilakukan pada kehamilan trimester I. Pada saat itu laju pertumbuhan embrio paling cepat dan variasi biologiknya paling kecil. Sebelum struktur embrio dapat terlihat, penentuan usia kehamilan dilakukan melalui pengukuran diameter rata rata kantung gestasi (KG). Setelah struktur, embrio terlihat, maka usia kehamilan ditentukan melalui pengukuran panjang embrio. Mulai akhir trimester I pertumbuhan janin sudah cukup besar dan bagian bagian spesifik janin (seperti kepala dan ekstremitas) sudah dapat dilihat lebih jelas. Sejak saat itu pengukuran panjang embrio tidak akurat lagi, dan penentuan usia kehamilan sebaiknya dilakukan melalui pengukuran bagian bagian spesifik janin, seperti diameter biparietal. Penentuan usia kehamilan dilakukan berdasarkan tabel data atau normogram yang menggambarkan hubungan antara ukuran biometri janin dan usia kehamilan pada kehamilan normal. Akan lebih baik lagi bila data yang digunakan berasal dari populasi setempat. Pengukuran diameter KG untuk menentukan usia kehamilan hanya akurat bila digunakan pada usia kehamilan 5 6, minggu. Selain menggunakan normogram perkembangan KG, usia kehamilan dapat juga digitung dengan menggunakan formula sederhana:

Usia kehamilan ( hari ) = diameter KG (mm) + 30 Pengukuran panjang embrio dilakukan mulai kehamilan 6 minggu, saat struktur embrio secara konsisten terlihat melalui pemeriksaan USG. Jarak kepala bokong merupakan parameter yang paling baik digunakan untuk menentukan usia kehamilan dengan tingkat kesalahan + 3 15 hari.

LO 3 : TANDA-TANDA PERSALINAN DAN ANTENATAL CARE Tanda-tanda Awal Persalinan Tanda-tanda Permulaan Persalinan Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya, wanita memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut dengan kala pendahuluan (prepatory stage of labor) ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut (Mochtar, 1998): 1. Lightening atau setting atau dropping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu kentara. 2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun. 3. Perasaan sering-sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin. 4. Perasaan sakit di perut dan pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut false labor poins. 5. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show). Tanda-tanda in partu (Mochtar,1998) 1. Rasa sakit oleh karena adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur. 2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks. 3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. 4. Pada pemeriksaan dalam serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan (Mochtar,1998) 1. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power), meliputi: his (kontraksi uterus), kontraksi otot-otot dinding perut, kondisi diafragma, dan ligamentous action terutama ligamentum rotundum. 2. Faktor janin 3. Faktor jalan lahir, bahwa pada waktu partus akan terjadi perubahan-perubahan pada uterus, serviks, vagina, dan dasar panggul.

Antenatal Care Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah tingginya angka kematian ibu dan bayi serta mengurangi komplikasi yang serius dari kehamilan beresiko tinggi adalah dengan melakukan pemeriksaan antenatal care. Menurut Departemen Kesehatan tahun 1997 Antenatal Care adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil secara berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya. Pelayanan antenatal ini meliputi pemeriksaan kehamilan, upaya koreksi terhadap penyimpangan dan intervensi dasar yang dilakukan (IKA, 2010, hlm. 8-9). Menurut Saefudin dkk (2000), tujuan dari ANC adalah : a. Memantau kemajuan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang anak. b. Meningkatkan dan memperhatikan kesehatan fisik, mental dan social budaya ibu dan bayi. c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, pembedahan. d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin. e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif. f. Mempersiapkan peranan ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal. Frekuensi dari pemeriksaan Antenatal Care (Menurut Departemen Kesehatan Tahun, 1997 ) adalah: a. Minimal I kali pada trimester I b. Minimal 1 kali pada trimester II c. Minimal 2 kali pada trimester III Menurut Arifin (1996) Standar pelayanan ANC meliputi standar 7T,sehingga ibu hamil yang datang memperoleh pelayanan komprehensif dengan harapan antenatal care dengan standar 7T dapat sebagai daya ungkit pelayanan kehamilan dan diharapkan ikut andil dalam menrunkan angka kematian ibu. Pelayanan ANC minimal 5T, meningkat menjadi 7T yakni : 5T : 1.Ukur tinggi badan/bert badan 2. Ukur tekanan darah 3.Ukur tinggi fundus uteri 4. Pemberian imunisasi TT

5. Pemberian tablet zat besi 7T : 6. Tes terhadap penyakit menular sexual 7. Temu wicara

LO 4 : KEHAMILAN BERESIKO TINGGI Suatu kehamilan yang mengarah pada komplikasi yang serius termasuk kedalam kehamilan beresiko tinggi. Tingginya resiko kehamilan tersebut dapat dinilai dengan sistem skoring yang telah ditemukan Hobel. Sistem penilaian ini membagi faktor-faktor resiko tersebut menjadi lima bagian yaitu faktor resiko yang dinilai dari sejarah obstetrik, sejarah kesehatan ibu, sejarah kesehatan keluarga, kondisi fisik dari ibu yang mengandung serta kondisi kehamilan pada saat itu. Selanjutnya untuk menentukan skor, kita akan menilai status kesehatan dari ibu dan janin sesuai dengan kondisi yang tertera pada tabel. Untuk setiap status memiliki skor penilaian yang berbeda-beda, semakin tinggi skor maka semakin tinggi pula resiko kehamilan tersebut. Skor 10 atau lebih mengindikasikan bahwa kehamilan sudah cukup beresiko sehingga membutuhkan pemeriksaan kehamilan yang rutin ataupun lebih intensif. Berikut ini adalah pregnancy risk assesment atau tabel penilaian kehamilan beresiko tinggi yang ditemukan oleh Hobel : PREGNANCY RISK ASSESSMENT [1] OB History Risk Factor Previous stillbirth Previous neonatal death Previous premature infant Post-term > 42 weeks Fetal blood transfusion for hemolytic disease Repeated miscarriages Previous infant > 10 pounds Six or more completed pregnancies Points 10 10 10 10 10 5 5 5

History of eclampsia Previous cesarean section History of preeclampsia History of fetus with anomalies Medical History Risk Factor Abnormal PAP test Chronic hypertension Heart disease NYHA Class II-IV (symptomatic) Insulin dependent diabetes (>A2) Moderate to severe renal disease Previous endocrine ablation Sickle cell disease Epilepsy Heart disease NYHA Class I (no symptoms) History of TB or PPD >= 10 mm Positive serology (for syphilis) Pulmonary disease Thyroid disease Family History Family history of diabetes Physical Risk Factor Risk Factor Incompetent cervix Uterine malformations Maternal age 35 and over or 15 and under Maternal weight < 100 pounds or > 200 pounds Small pelvis Current Pregnancy Risk Factor

5 5 1 1 Points 10 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 5 5 Points 1 Points 10 10 5 5 5 Points

Abnormal fetal position Moderate to severe preeclampsia Multiple pregnancy Placenta abruptio Placenta previa Polyhydramnios or oligohydramnios Excessive use of drugs/alcohol Gestational diabetes (A1) Kidney infection Mild preeclampsia Rh sensitization only Severe anemia < 9 g/dL hemoglobin Severe flu syndrome or viral disease Vaginal spotting Bladder infection Emotional problems Mild anemia 9 g/dL hemoglobin Moderate alcohol use Smoking >= 1 pack per day

10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1

LO 5 : PARTOGRAF Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan Umum Penggunaan Partograf : Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dg menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam;

Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal; Mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama; Data pelengkap yang terkait dg pemantauan kondisi ibu, bayi, grafik kemajuan persalinan, bahan dan medikamentosa yg diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yg diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atauekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. Pemanfaatan Patograf : Untuk semua ibu dlm fase aktif kala satu persalinan; Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas,klinik bidan swasta, Rumah sakit, dll) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yg memberikan asuhan persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayi ( spesialis obstetri, bidan, dokter umum, residen, dan mahasiswa kedokteran) Penggunaan Partograf 1. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adanya penyulit. Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan penyulit. 2. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll). 3. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran). 4. Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka (Syaifuddin, 2002). Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu: 1. Denyut jantung janin setiap 1/2 jam 2. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam 3. Nadi: setiap 1/2 jam

4. Pembukaan serviks setiap 4 jam 5. Penurunan: setiap 4 jam 6. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam 7. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam Lembar partograf terdiri dari 2 bagian yaitu : 1. Lembar depan (bagian utk mencatat informasi tentang identitas/kondisi ibu dan janin serta kemajuan persalinan) 2. Lembar belakang/catatan persalinan (bagian utk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi serta tindakan-tindakan yg dilakukan sejak kala I hingga kala IV dan bayi baru lahir) Lembar Depan Partograf :

1) Informasi tentang ibu:

Nama, umur.

Gravida, para, abortus (keguguran). Nomor catatan medis/nomor puskesmas. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu).

Waktu pecahnya selaput ketuban.

2) Kondisi janin:

Denyut Jantung Janin (DJJ) Warna dan adanya air ketuban Penyusupan (molase) kepala janin

3) Kemajuan persalinan:

Pembukaan serviks Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin Garis waspada dan garis bertindak

4) Jam dan waktu:


Waktu mulainya fase aktif persalinan Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian

5) Kontraksi uterus:

Frekuensi dan lamanya

6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan:


Oksitosin Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan

7) Kondisi ibu:

Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh Urin (volume, aseton atau protein)

8) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya, meliputi: Jumlah cairan per oral yang diberikan. Keluhan sakit kepala atau pengelihatan (pandangan) kabur. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter umum). Persiapan sebelum melakukan rujukan. Upaya Rujukan.

Lembar Belakang Partograf

Pencatatan pada lembar belakang Partograf

Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir).

Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala empat untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai.

Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan untuk menilai/memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang dan bersih aman.

Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut: 1. Data dasar 2. Kala I 3. Kala II 4. Kala III 5. Bayi baru lahir 6. Kala IV Cara pengisian: Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah seluruh proses persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan persalinan pada lembar belakang partograf secara lebih terinci disampaikan menurut unsur-unsurnya sebagai berikut. 1. Data dasar Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada saat merujuk. Isi data pada masing-masing tempat yang telah disediakan, atau dengan cara memberi tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. 2. Kala I Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada, masalah-masalah yang dihadapi, penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut. 3. Kala II Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. 4. Kala III Kala III terdiri dari lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya, isi jawaban pada tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. 5. Bayi baru lahir Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dari berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan

terpilih dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri tanda ada kotak di samping jawaban yang sesuai. 6. Kala IV Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah terdapat risiko atau terjadi perdarahan pascapersalinan. Pengisian pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil pemeriksaan dan Jawab pertanyaan mengenai masalah kala IV pada tempat yang telah disediakan (JNPK-KR, 2007).

LO 6 ; APGAR SCORE Masalah pada ibu dan bayi dapat terjadi beberapa saat sesudah selesainya persalinan. Untuk itu seorang tenaga kesehatan harus mengetahui dengan segera dan memberikan penilaian apabila timbul perubahanperubahan pada ibu dan bayi. Salah satu penilaian yang digunakan untuk menilai bayi yang baru lahir adalah apgar score. Penilaian apgar score digunakan untuk menilai kualitas daya adaptasi bayi baru lahir dengan menentukan apakah bayi baru lahir tersebut memerlukan resusitasi atau tidak (Yuniati, 2010). APGAR score merupakan singkatan dari 5 komponen yakni, * Appearance: Penampilan, yang dilihat dari warna kulit. * Pulse: Frekuensi denyut jantung. * Grimace: Usaha bernapas yang dilihat dari kuat lemahnya tangisan. (disini reflek menangis dinilai) * Activity: Aktif atau tidaknya tonus otot. * Reflex: Reaksi spontan atas rangsang yang datang. APGAR ini dinilai dengan memberikan penilaian 0-2. Bila reaksi bayi bagus, maka nilainya 2. Reaksi kurang baik bernilai 1, sedangkan reaksi buruk bernilai 0. Kesemua nilai tadi akan dijumlahkan, sehingga didapatlah hasil sebagai berikut: * Nilai 10: Bayi memberi reaksi sangat baik pada semua pemeriksaan. * Nilai 7-10: Bayi dianggap memiliki kemampuan adaptasi yang baik. * Nilai di bawah 7: Fungsi jantung dan paru-paru bayi tidak baik, sehingga perlu pertolongan. * Nilai 0: Bayi meninggal saat lahir. Berikut tabel untuk memudahkan penilaian :

Score
Appearence color

0 Pucat tdk ada tdk ada lumpuh tidak ada

1 badan merah, extrem biru <100> sdikit grakan mimik extremitas dalam fleksi sedikit lemah, tidak teratur Jumlah

2 seluruh tubuh kemerahan > 100 menangis, batuk/bersin gerakan aktif menangis kuat

Angka

(warna kulit)
Pulse(heart rate) Grimace (reaksi terhadap rangsang) Activity(tonus otot) Respiration(usaha

nafas)

LO 7 : HIPERTENSI DAN OEDEMA SERTA PENATALAKSANAANNYA Hipertensi pada skenario dan proses terjadinya edema pada pasien, baik fisiologis maupun patologis dan penatalaksanaan pada skenario. A. Hipertensi Pembagian klasifikasi hipertensi dalam kehamilan berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Gorup on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah: o Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan. o Preeklampsia-eklampsia. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Sedangkan eklampsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma. o Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria. o Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. ( Prawirohardjo, 2009). Faktor resiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut:

Primigravida, primipaternitas Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, Diabetes Mellitus, hidrops fetalis, bayi besar Umur yang ekstrim Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia Penyakit-penyakit ginjal dam hipertensi yang sudah ada sebelum hamil Obesitas

( Prawirohardjo, 2009). Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi perifer, dan vaskoositas darah. Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah 140/90 mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara Korotkoffs phase V. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi, karena batas tekanan diastolik 90 mmHg yang disertai proteinuria, emmpunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut tekanan darah diastolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai sebagai kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.

(Prawirohardjo,2009). B. Edema Pada endotel dinding kapiler terdapat empat gaya yang mempengaruhi dalam perpindahan cairan dari plasma ke ruang interstitium. Gaya tersebut adalah: Tekanan darah kapiler adalah tekanan cairan atau hidrostatik yang dihasilkan oleh darah pada bagian dalam dinding kapiler. Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar dari kapiler ke dalam caoiran interstitum. Tekanan osmotik koloid plasma adalah gaya yang disebabkan oleh dispersi koloidal protein-protein plasma, tekanan ini mendorong perpindahan cairan ke dalam kapiler. Karena protein plasma tetap di dalam plasma dan tidak masuk ke dalam cairan interstitium, maka terbentuk perbedaan konsentrasi protein antara plasma dan cairan interstitium. Karenanya juga terjadi perbedaan konsentrasi protein yang lebih tinggi dan konsentrasi air yang lebih rendah daripada cairan interstitum. Perbedaan ini menimbulkan efek osmotik yang cenderung memindahkan air dari daerah dengan konsentrasi air tinggi di cairan interstitium ke daerah dengan konsentrasi air rendah.

Tekanan hidrostatik cairan interstitum adalah tekanan yang ditimbulkan oleh cairan interstitium pada bagian luar dinding kapiler. Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.

Tekanan osmotik koloid cairan interstitium adalah gaya lain yang secara normal tidak signifikan dalam perpindahan cairan. Sebagian kecil protein plasma yang bocor menembus dinding kapiler ke dalam cairan interstitium normalnya dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Karena itu, konsentrasi protein di cairan interstitium sangat rendah dan tekanan osmotik koloid cairan interstitum mendekati nol. (Sherwood, 2011).

Edema adalah pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstitium. Penyebab edema dapat dikelompokkam menjadi empat kategori umum: Berkurangnya konsentrasi plasma menurunkan tekanan osmotik koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini menyebabkan kelebihan cairan yang keluar sementara airan yang direabsorbsi lebih sedikit daripada normal: karena itu kelebihan cairan tersebut tetap berada di ruang interstitium. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memungkinkan lebih banyak protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan interstitium sekitar. Penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstitium yang terjadi akibat peningkatan protein di cairan intersttium meningkatkan gayua keluar efektif. Meningkatnya tekanan vena seperti ketika darah terbendung di vena, menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena. Dengan meningkatnya tekanan darah kapiler, akan menyebabkan keluarnya cairan dari kapiler ke ruang interstitium. Sumbatan pembuluh limfe menyebabkan edema karena kelebihan cairan filtrasi tertahan di cairan interstitium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui pembuluh limfe. Akumulasi protein di cairan interstitium memperparah masalah melalui efek osmotiknya. (Sherwood, 2011). Edema yang fisiologis terjadi pada ibu hamil. Edema ini terjadi dengan adanya pembengkakan di tungkai dan kaki selama kehamilan. Hal ini dikarenakan, pada ibu hamil akan terjadi pembesaran pada uterus,. Uterus yang membesar akan menekan vena-vena besar yang menyalurkan darah dari ektremitas bawah sewaktu pembuluh tersebut masuk ke rongga

abdomen. Bendungan darah di vena ini meningkatkan tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki, sehingga terjadi perpindahan cairan ke ruang interstitium. Maka terjadi edema regional pada ibu hamil. Edema yang patologis dapat terjadi pada beberapa kasus, misalnya pada gagal jantung kanan, pre-eklampsia dan eklampsia. Pada gagal jantung kanan, edema dapat terjadi karena naiknya tekanan hidrostatik akibat atrium kanan tidak sanggup lagi mengkompensasi input darah ke jantung. Pada pre-eklampsia dan eklampsia, edema terjadi karena kerusakan sel endotel kapiler atau hipoalbuminemia. Kerusakan sel endotel kapiler ini diakibatkan karena sel endotel terpapar peroksida lemak, sehingga terjadi kerusakan yang dimulai dari membran sel endotel. Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan biasanya diserai dengan kenaikan berat badan yang cepat (Prawirohardjo, 2009). C. Penatalaksanaan pada skenario Terapi edema harus mencakup terapi penyebab yang mendasarinya yang reversibel (jika memungkinkan). Pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk meminimalisasi retensi air. tidak semua pasien edema memerlukan terapi farmakologis ,pada beberapa pasien terapi non farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan natrium (yakni kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh ginjal) dan menaikkan kaki diatas level dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu Diuretik harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat dan dosis akan sangat tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-ringannya penyakit dan urgensi dari penyakitnya. Efek Diuretik berbeda berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal. Klasifikasi Diuretik berdasarkan tempat kerja : 1. Diuretik yang bekerja pada tubulus proksimalis 2. Diuretik yang bekerja pada loop of henle 3. Diuretik yang bekerja pada tubulus kontortus distal 4. Diuretik yang bekerja pada cortical collecting tubule 5. Prinsip terapi edema 6. Penanganan penyakit yang mendasari 7. Mengurangi asupan natrium dan air, baik dari diet maupun intravena 8. Meningkatkan pengeluaran natrium dan air : Diuretik, hanya sebagai terapi paliatif, bukan kuratif, Tirah baring, local pressure

9. Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar,

diuresis yang berlebihan

menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi, perfusi yang inadekuat, sehinggga Diuretik harus diberikan dengan hati-hati.

LO 8 : MACAM-MACAM KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI SAAT PERSALINAN

1. Atonia Uteri Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi. Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir. Penyebab Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti : 1. Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi 2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua 3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek 4. Partus lama / partus terlantar 5. Malnutrisi 6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus Gejala Klinis 1. Uterus tidak berkontraksi dan lunak

2.

Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).

Pencegahan atonia uteri Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 1020 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum. 2. Retensio Plasenta Definisi : keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Epidemiologi : 16-17 % dari kasus perdarahan postpartum Penyebab 1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya : a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa. d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim. 2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan. Penegakan diagnosis Plasenta belum lahir selama 1jam setelah bayi lahir. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Penatalaksanaan Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan. Tindakan penanganan retensio plasenta : 1. Memberikan informasi kepada ibu tentang tindakan yang akan dilakukan 2. Mencuci tangan secara efektif 3. Melaksanakan pemeriksaan umum 4. Mengukur vital sign,suhu,nadi,tensi,pernafasan 5. Melaksanakan pemeriksaan kebidanan a.inspeksi, b.palpasi, c.periksa dalam 6. Memakai sarung tangan steril 7. Melakukan vulva hygiene 8. Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta 9. Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir,atau terjadi perdarahan sementara placenta belum lahir,maka berikan oxytocin 10 IU IM. pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi kontraksi,kemudian coba melahirkan plasenta dengan menggunakan peregangan tali pusat terkendali

10. Bila dengan tindakan tersebut placenta belum lahir dan terjadi perdarahan banyak,maka placenta harus dilahirkan secara manual 11. Berikan cairan infus NACL atau RL secara guyur untuk mengganti cairan Manual plasenta : 1. Memasang infus cairan dekstrose 5%. 2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan suci hama. 3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas disisihkan dengan tepi jari-jari tangan bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir (uterus) dan membawa infeksi 3. Rupture Uteri Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya. Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan: 1. Ruptur Uteri Gravidarum adalah rupture yang terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus. 2. Ruptur Uteri Durante Partum adalah rupture yang terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak. Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara : A. Menurut lokasinya: 1. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi

2. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya 3. Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap 4. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina B. Menurut robeknya peritoneum 1.Rupture uteri Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium) ; dalam hal ini terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis 2. Rupture uteri Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke ligamen latum C. Menurut etiologinya Ruptur uteri spontanea menurut etiologinya dikarenakan dinding rahim yang lemah dan cacat, bekas seksio sesarea, bekas miomectomia, bekas perforasi waktu keratase. Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi : 1. Ruptur uteri kompleta a. Jaringan peritoneum ikut robek b. Janin terlempar ke ruangan abdomen c. Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen d. Mudah terjadi infeksi 2. Ruptura uteri inkompleta a. Jaringan peritoneum tidak ikut robek b. Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen c. Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi

d. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma 4. Infeksi Pasca Persalinan (Postpartum) Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi setelah ibu melahirkan. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh, yang dilakukan pada dua kali pemeriksaan, selang waktu enam jam dalam 24 jam pertama setelah persalinan. Jika suhu tubuh mencapai 38 derajat celcius dan tidak ditemukan penyebab lainnya (misalnya bronhitis), maka dikatakan bahwa telah terjadi infeksi post partum. Infeksi yang secara langsung berhubungan dengan proses persalinan adalah infeksi pada rahim, daerah sekitar rahim, atau vagina. Infeksi ginjal juga terjadi segera setelah persalinan. Beberapa keadaan pada ibu yang mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi post partum, antara lain anemia, hipertensi pada kehamilan, pemeriksaan pada vagina berulang-ulang, penundaan persalinan selama lebih dari enam jam setelah ketuban pecah, persalinan lama, operasi caesar, tertinggalnya bagian plasenta didalam rahim, dan terjadinya perdarahan hebat setelah persalinan. Gejala Gejalanya antara lain menggigil, sakit kepala, merasa tidak enak badan, wajah pucat, denyut jantung cepat, peningkatan sel darah putih, rasa nyeri jika bagian perut ditekan, dan cairan yang keluar dari rahim berbau busuk. Jika infeksi menyerang jaringan disekeliling rahim, maka nyeri dan demamnya lebih hebat LO 9 : MACAM-MACAM PARTUS Menurut Umur Kehamilan : 1. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28 sampai 13 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur, berat janin antara 1000 - 2500 gram. 2. Partus Maturus, adalah persalinan pada kehamilan 37 - 40 minggu, janin matur, berat badan diatas 2500 gram. 3. Partus post maturus, adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu yag ditaksir, janin disebut pos matur. 4. Partus Presipitatus, adalah persalinan yang berlangsung cepat bisa terjadi dimana saja, seperti dikamar mandi, didalan bus dsb.

5. Pertus percobaan, adalah suatu penilaian kemajuan persalinan ` untuk memperolah bukti tentang ada atau tidaknya disproporsi sefalopelvik. (Mochtar, R. 1998)

Berdasarkan cara / proses keluarnya janin, persalinan dibedakan menjadi 3 macam yaitu : 1. PERSALINAN SPONTAN Bila persalinan berlangsung dg kekuatan ibu sendiri, melalui jalan lahir ibu tersebut 2. PERSALINAN BUATAN Bila persalinan di bantu dg tenaga dr luar misalnya Ekstraksi forcep,atau di lakukan operasi sectio caesaria 3. PERSALINAN ANJURAN Persalinan yg tdk di mulai dg sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocsin atau prostaglandin.( Mochtar, R. 1998)

LO 10 : SOP PERSALINAN/PARTUS A. Persiapan alat Set steril pertolongan persalinan koker klem panjang 2 cateter metal tali pusat duk buntu steril 14 Set jahit luka Nal puder pinset sirurgis jarum otot dan kulit tampon vagina Kom untuk tempat plasenta Baju khusus untuk perawatan steril Masker Bethadine 10% atau antiseptik Aqua Tempat sampah infeksius Tempat alat tenun infeksius, gunting benang benang catgutchromic/silk kassa steril 5-10 lembar bengkok gunting episiotomi gunting tali pusat kasa steril lidi kapas bengkok

Suction pump atau penghisap lendir balon Dua buah spuit disposable 2,5 ml Oxytocin injeksi 1 ampul dan ergometrin injeksi 1 ampul

B. Tahap pre-interaksi 1. Baca rekam medis pasien 2. Siapkan alat-alat dan privasi ruangan 3. Cuci tangan

C. Tahap Orientasi 1. Berikan salam, panggil nama klien 2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada klien/keluarga

D. Tahap Kerja 1. Berikan klien kesempatan bertanya sebelum kegiatan dilakukan 2. Lakukan lavement/huknah, tunggu beberapa saat kemudian persilahkan ibu untuk melakukan BAB 3. Atur posisi yang nyaman bagi ibu 4. Siapkan alat dan bahan, didekatkan pada ibu 5. Pakai skort dan masker, cuci tangan secara steril 6. Lakukan desinfeksi daerah vulva dengan bethadine 1 % 7. Pecahkan selaput ketuban (jika selaput ketuban masih utuh) pada saat ada his 8. Klien dipimpin mengejan saat ada his dan diberi dukungan semangat 9. Kepala janin menonjol 5-6 cm di introitus vagina 10. Tangan kiri menahan defleksi kepala janin, tangan kanan menahan perineum 11. Setelah kepala bayi keluar, usap wajah bayi dengan kasa steril (bagian mulut dan hidung bayi) 12. Periksa adakah lilitan tali pusat di leher bayi, jika ada lilitan segera kendorkan atau di potong. 13. Tunggu rotasi interna 14. Kepala bayi dicekam dengan 2 tangan, ditarik ke bawah lalu ke atas untuk melahirkan bahu 15. Luruskan tangan di bawah badan bayi ke arah perineum dan yang satu menahan pada bagian atasnya, untuk menyangga saat melahirkan bokong dan kaki

16. Tali pusat diklem dengan 2 klem jarak 12 cm atau 2-3 cm dari pusat 17. Tali pusat digunting, dan didesinfeksi dengan bethadine 10%, lalu bayi diserahkan pada asisten 18. Dilakukan kateterisasi dengan kateter logam 19. Cek tanda pengeluaran plasenta 20. Plasenta dilahirkan dengan memberikan tekanan menuju fundus uteri 21. Setelah plasenta lahir, plasenta diputar searah jarum jam 22. Dilakukan pengontrolan kondisi plasenta (cek keutuhan plasenta) 23. Cek perineum. Bila rupture segera dijahit lalu desinfeksi 24. Pasien diberi tahu bahwa persalinan telah selesai dan akan segera dimandikan

E. Tahap terminasi 1. Evaluasi perasaan pasien 2. Simpulkan hasil kegiatan 3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya 4. Bereskan alat-alat 5. Cuci tangan

F. Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam Partograf 2. Beri gelang atau penanda pada bayi agar tidak tertukar

KESIMPULAN Pada skenario 2, pasien mengalami partus atau persalinan dibantu oleh dokter klinik. Setelah ibu datang ke klinik dilakukan pemeriksaan pada ibu dan hasilnya sesuai dengan bishop score 8 dan serviks uteri membuka 3 dengan tanda-tanda persalinan mengindikasikan bahwa ibu akan dan dapat melahirkan pervaginam. Setelah melahirkan kondisi umum ibu baik, dan bayi juga dalam kondisi baik dengan APGAR Score 8-9-10. Diperlukan pengawasan post partum mengingat ibu tidak pernah periksa kehamilan selama kehamilannya serta ibu kemungkinan juga sedang menderita stress akibat suaminya yang sedang di PHK.

SARAN Hambatan Hambatan dalam diskusi tutorial skenario 2 ini adalah : 1. Memahami cara berpikir berdasar masalah yang timbul pada skenario. 2. Menyusun permasalahan dalam suatu pola sistematis sehingga mengarah pada inti permasalahan.

Kekurangan Kekurangan dalam diskusi tutorial skenario 2 ini adalah : 1. Perlu pemahaman lebih dalam terhadap materi yang ditemukan untuk penyampaian yang lebih baik pada diskusi tutorial. Harapan Harapan dari diskusi tutorial skenario 2 ini, anggota kelompok dapat : 1. Meningkatkan kemampuan kelompok untuk melakukan seven jumps secara sistematis. 2. Meningkatkan kemampuan kelompok dalam menentukan permasalahan dan LO dari skenario. 3. Meningkatkan kemampuan kelompok dalam penelusuran pustaka untuk menyelesaikan permasalahan dalam skenario. 4. Meningkatkan pengetahuan kelompok dalam memahami materi dalam blok reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. diunduh dari http://fitrah-fahmi.blogspot.com/2010/03/apgar-score.html pada tanggal 9 februari 2013. Anonim. 2009. Diunduh dari http://kholilahpunya.wordpress.com/2009/09/30/lihat-ibubetapa-pintarnya-aku/ pada tanggal 9 februari 2013 Cunningham, F.Gary., et al.2009. Obstetri Williams, ed 23, volume 2. Jakarta : EGC JNPK-KR. 2007. Asuhan Persalinan Normal, Jakarta : JHPIEGO Mansjoer, A, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri(Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi). Jakarta : EGC Prawirohardjo S. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saifuddin A. B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Matrenal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusi dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai