Anda di halaman 1dari 11

Referat

Morbili

Pembimbing : Dr. dr.Tantawi Djauhari, SpKK (K), FINSDV

Penyaji : Eka Manyasari, S.Ked

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSMH / FK UNSRI PALEMBANG 2014

HALAMAN PENGESAHAN

Referat :

Telah diterima sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 06 Januari s/d 10 Februari 2014.

Palembang, Januari 2014

Mengetahui Pembimbing,

Dr. dr.Tantawi Djauhari, SpKK (K), FINSDV

Referat

Morbili
Oleh: Eka Manyasari, S.Ked Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unsri/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2014

PENDAHULUAN Morbili diketahui sebagai penyebab kematian tertinggi pada negara berkembang (Belazarian, 2008). Vaksin morbili telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, tetapi virus morbili masih menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian (Chen, 2013). Empat puluh tahun setelah vaksin morbili efektif dikeluarkan, morbili masih menyebabkan kematian dan penyakit parah pada anak di seluruh dunia. Komplikasi morbili hampir mengenai semua sistem organ. Pneumonia dan ensefalitis adalah penyebab umum kematian. Tingkat komplikasi lebih tinggi pada anak usia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 20 tahun. Peningkatan komplikasi terjadi karena penurunan kekebalan tubuh, kekurangan gizi, kekurangan vitamin A, dan tidak ada vaksinasi morbili sebelumnya ( Perry and Halsey, 2014). Morbili telah banyak diteliti, namun masih terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi tepat pada waktu yang dianjurkan dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit ini. Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gambaran klinis, faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi dan penatalaksanaan dan pencegahan morbili.

PEMBAHASAN Etiologi Morbili disebabkan oleh virus RNA dari family paramixoviridae, genus morbilivirus (Orkin, 1991). Virus ini menyebar secara tidak langsung melalui batuk dan bersin, atau langsung melalui kontak langsung dengan cairan lesi (Wolff, 2008).

Faktor risiko yang mendukung terinfeksi virus morbili adalah imunodefisiensi, malnutrisi dan defisiensi vitamin A (Chen, 2013). Epidemiologi Dilaporkan kasus morbili di Amerika Serikat pada tahun 1940-an terjadi 55.000 kasus dan berkurang rata-rata 83 kasus dari tahun 2001-2011. Peningkatan vaksinasi dan kontrol terhadap morbili di Amerika pada tahun 2000, telah menurunkan kasus morbili. Di negara berkembang, morbili mempengaruhi 30 juta anak dalam setahun dan menyebabkan 1 juta kematian. Morbili menyebabkan 15.000-60.000 kasus kebutaan dalam setahun ( Chen, 2013). Patofisiologi Infeksi virus morbili terjadi selama akhir musim dingin dan musim semi, infeksi ditularkan melalui udara. Pada awal infeksi, virus akan memperbanyak diri di trakea dan sel epitel bronkial ( Chen, 2013). Setelah 2-4 hari, virus morbili

menginfeksi jaringan limfatik lokal, dibawa oleh makrofag paru, amplifikasi virus morbili pada kelenjar getah bening regional, virus menyebar melalui darah ke berbagai organ sebelum akhirnya muncul ruam. Infeksi virus morbili menyebabkan penekanan sistem imun, ditandai dengan penurunan hipersensitivitas tipe lambat, produksi IL-12, dan respon antigen spesifik yang bertahan selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi akut. Penekanan sistem imun dapat mempengaruhi individu terhadap infeksi oportunistik sekunder, terutama bronkopneumoni, penyebab utama kematian yang berhubungan dengan morbili pada anak muda. Pada individu dengan defisiensi imunitas seluler, virus morbili menyebabkan pneumonia progresif dan sering fatal (Chen, 2013).

Faktor yang Mempengaruhi Morbiditas dan mortalitas Penyakit 1. Jenis kelamin Laki-laki memiliki risiko kasus lebih tinggi daripada perempuan. Analisis data statistik vital dari beberapa negara (terutama di Amerika dan Eropa) tahun 19501989 menunjukkan bahwa tingkat kematian morbili pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki, namun data terbaru dari surveilans Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan tingkat kompliksi yang sama antara laki-laki dan

perempuan (Garenne, 2009). Perempuan hamil memiliki risiko komplikasi lebih tinggi, termasuk kema tian (Atmar, 2011). 2. Umur Pada anak usia kurang dari 5 tahun dan orang dewasa tingkat komplikasi morbili, termasuk kematian masih tinggi. Pada bayi selama beberapa bulan pertama

kehidupan masih dilindungi melalui antibodi yang didapatkan dari ibu, namun ketika imunitas menurun, morbili dapat menjadi sangat berat ( Castle, 2007). Orang dewasa lebih sering menderita ensefalitis, hepatitis, hipokalsemia, atau pankreatitis setelah menderita morbili. Morbili lebih parah pada orang dewasa karena terjadi penurunan imunitas seluler pada usia dewasa (Okada, 2010). 3. Imunosupresi Anak dengan gangguan fungsi makrofag saja (misalnya, penyakit granulomatosa kronis) tidak memperparah komplikasi dari morbili. Penekanan fungsi limfosit, akibat cacat bawaan pada fungsi limfosit T, transplantasi sumsum tulang, kemoterapi untuk kanker, atau dosis imunosupresif steroid, terkait dengan morbili yang bertambah berat ( Perry and Halsey, 2014). Anak yang lahir dari ibu terinfeksi HIV lebih rentan morbili daripada anak yang lahir dari ibu tidak terinfeksi HIV, karena penurunan antibodi kepada bayi mereka. Bayi yang terinfeksi HIV yang tidak memakai terapi antiretroviral (ART) akan menurunkan respon terhadap vaksinasi morbili( Perry and Halsey, 2014). 4. Malnutrisi Anak yang kekurangan gizi memiliki gangguan dalam berbagai aspek sistem kekebalan tubuh, ekskresi berkepanjangan virus morbili, dan tingkat kematian morbili lebih tinggi. Morbili berkontribusi menyebabkan malnutrisi karena kehilangan protein, peningkatan kebutuhan metabolik, dan penurunan asupan makanan. Anak penderita morbili pada awal kehidupan memiliki bobot rerata lebih rendah daripada anak seusianya yang tidak menderita morbili ( Perry and Halsey, 2014). Gambaran Klinis Masa inkubasi morbili 8-12 hari setelah pajanan dari virus morbili. Tanda awal morbili biasanya adalah demam tinggi (>400c) 4-7 hari terakhir. Fase prodomal juga ditandai mual, rasa tidak nyaman, dan trias klasik dari konjungtivitis, batuk dan coriza.

Gejala prodromal yang lainnya termasuk potofobia, edema periorbital, dan mialgia (Wolff, 2008). Ruam timbul 1-7 hari setelah onset gejala prodromal, ruam pertama timbul pada wajah, leher dan menyebar ke tubuh . Lesi bertambah banyak selama 2 atau 3 hari, terutama pada tubuh dan wajah (Orkin, 1991). Biasanya lesi satu-satu terlihat pada ekstremitas distal dan sejumlah kecil lesi dapat ditemukan pada telapak pada 25% -50% dari mereka yang terinfeksi. Ruam berlangsung selama 3-7 hari dan kemudian memudar, kadang berakhir dengan deskuamasi baik. Demam biasanya selama 2 atau 3 hari setelah timbul ruam, dan batuk tetap ada selama 10 hari yang mungkin sebagai keluhan terakhir yang timbul (Chen, 2013). Bintik koplik yang biasanya muncul 1-2 hari sebelum timbul ruam dan

bertahan selama 2 atau 3 hari. Warna putih kebiruan, diameter 2-3-mm, muncul pada mukosa bukal, kadang-kadang pada palatum mole, konjungtiva, dan mukosa vagina. Bintik Koplik telah dilaporkan sebanyak 60% -70% dari penderita morbili. Sebuah enanthem jerawat tidak teratur timbul di daerah lain mukosa bukal. Iridocyclitis dari fotofobia, sakit tenggorokan, sakit kepala, sakit perut, dan limfadenopati generalisata ringan juga dapat muncul ( Chen, 2013). Diagnosis (Chen, 2013) 1. Ruam makulopapular yang berlangsung 3 hari 2. Suhu 38,30c 3. Batuk, coriza, atau konjungtivitis Pemeriksaan Penunjang (Chen, 2013) 1. Tes serologi untuk titer morbili spesifik igM : Terdapat dalam darah pada hari ketiga ruam sampai 1 bulan setelah onset Titer serum igM tetap positif 30-60 hari setelah timbulnya penyakit, tapi pada beberapa individu dapat tidak terdeteksi setelah 4 minggu onseqt ruam Hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien dengan penyakit rematik, infeksi parvovirus B19 atau infeksi mononukleosis

2. Tes serologi untuk titer morbili spesifik igG: Kenaikan lebih dari 4 kali lipat antibodi igG antara serum fase akut dan konvalesen menegaskan morbili Spesimen akut harus diambil pada hari ketujuh setelah onset ruam Spesimen konvalesen harus diambil hari ke 10-14 setelah pengambilan spesimen akut Serum akut dan konvalesen harus diuji secara bersamaan

3. Kultur virus : diambil dari swab tenggorokan dan hidung, spesimen urin Pemeriksaan PCR ( Chen, 2013).

Diagnosis Banding (Chen, 2013) 1. Campak jerman Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital,servikal bagian posterior dan belakang telinga Eksantema subitum Ruam akan timbul setelah suhu badan turun 2. Infeksi enterovirus Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan morbili. Sesuai dengan derajat demam dan beratnya penyakit 3. Penyakit riketsia Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah yang khas seperti terlihat pada morbili 4. Meningokoksemia Disertai ruam kulit yang mirip dengan morbili, tetapi biasanya tidak dijumpai batuk dan konjugtivitis 5. Erupsi obat Ruam kulit tidak disertai batuk dan umumnya timbul ruam setelah penyuntikan atau menelan obat

Komplikasi Virus morbili menginfeksi beberapa sistem organ dan target epitelial, retikuloendotelial, dan sel darah putih, termasuk monosit, makrofag, dan limfosit T (Cherry, 2008). Studi patologis pada penderita morbili ditemukan sel raksasa typical

berinti dari infeksi virus morbili melalu saluran pernapasan dan pencernaan dan terutama jaringan limfoid (Archbald, 2007). Infeksi virus morbili menyebabkan penurunan limfosit CD4, dimulai sebelum timbulnya ruam dan berlangsung sampai 1 bulan dan mengakibatkan penekanan hipersensitivitas tipe lambat, hingga

mengganggu berbagai sistem organ seperti disebutkan dalam tabel dibawah ini (Flick, 2010). Sistem organ Pernapasan Otitis media, Komplikasi mastoiditis, pneumonia,

pneumotorak Saraf Kejang demam, ensefalitis, peradangan pasca ensefalitis, SSPE, sindrom guilain barre Pencernaan Mata Diare, apendisitis, hepatitis, pankreatitis Keratitis, ulserasi kornea, oklusi vena sentral, kebutaan Darah Jantung Kulit Lainnya Purpura trombositopeni, DIC Miokarditis, perikarditis Deskuamasi berat dan selulitis Hipokalsemi, miositis, nefritis, gagal ginjal, malnutrisi, kematian
Tabel 1. komplikasi morbili terhadap berbagai sistem organ (Flick, 2010).

1. Komplikasi pernapasan 1. Otitis media. Otitis media adalah komplikasi yang paling sering dilaporkan di Amerika Serikat, terjadi pada 14% anak-anak kurang dari 5 tahun. Obstruksi dari tuba eustachius akibat infeksi bakteri sekunder radang permukaan epitel ( Perry and Halsey, 2014). 2. Laringotrakeobronkitis. Laringotrakeobronkitis tercatat 9% -32% pada anak di Amerika Serikat dengan morbili, mayoritas mengenai anak <2 tahun. Sampel dari trakea didapatkan hasil yang positif untuk bakteri patogen, dengan eksudat purulen dan bukti tracheitis sekunder bakteri, pneumonia, atau keduanya. Organisme yang paling banyak adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae. Laringotrakeobronkitis adalah penyebab kedua kematian paling sering pada anak di Amerika Serikat dengan morbili, setelah pneumonia ( Perry and Halsey, 2014). akan menyebabkan

3. Pneumonia. Pneumonia adalah komplikasi berat paling sering dari morbili dan paling utama menyebabkan kematian ( Perry and Halsey, 2014).

2. Komplikasi pencernaan Orang dengan morbili, mungkin terinfeksi pada saluran usus. Biopsi lambung dari seorang pria 44 tahun sehari sebelum onset ruam, diperoleh sel raksasa dengan karakteristik positif untuk morbili ( Perry and Halsey, 2014). Di Amerika Serikat, 8% dari semua kasus morbili dilaporkan mengalami diare. Diantara orang yang dirawat di rumah sakit dengan morbili di Amerika Serikat, 30% -70% mengalami diare. Diare yang terjadi pada penderita morbili biasanya dimulai sebelum onset ruam. Virus morbili juga berperan pada sebagian besar episode diare, tetapi infeksi bakteri atau virus sekunder berkontribusi terhadap keparahan dan durasi penyakit ( Perry and Halsey, 2014).

3. Komplikasi neurologis Kejang demam terjadi pada 0,1% -2,3% dari anak-anak dengan morbili di Amerika Serikat dan Inggris. Sebagian besar anak-anak dengan morbili memiliki perubahan yang terlihat pada elektroencephalograpi, tetapi perubahan ini dapat juga karena demam dan perubahan metabolik. Encephalomyelitis post infectious (PIE) terjadi pada 13 per 1000 orang yang terinfeksi, biasanya 3-10 hari setelah onset ruam. PIE dimulai dengan onset demam mendadak kemudian kejang, perubahan status

mental, dan tanda-tanda neurologis multifokal ( Perry and Halsey, 2014).

4. Komplikasi okuler Konjungtivitis dan radang kornea (keratitis) paling banyak terjadi pada penderita morbili. Kekurangan vitamin A merupakan predisposisi keratitis, jaringan parut kornea, dan kebutaan. Morbili terkait dengan kekurangan vitamin A adalah salah satu penyebab paling umum kebutaan yang terjadi pada anak-anak di negara berkembang ( Perry and Halsey, 2014).

Pengobatan ( Perry and Halsey, 2014) Pengobatan morbili adalah supportif. WHO merekomendasikan vitamin A untuk semua anak dengan serangan morbili akut. 1. Pertahankan cairan tubuh dan penggantian cairan tubuh yang hilang jika diare

10

2. Vitamin A diberikan sekali sehari selama dua hari dengan dosis : 50.000 IU untuk bayi berusia kurang dari 6 bulan 100.000 IU untuk bayi berusia 6-11 bulan 200.000 IU untuk anak berusia lebih dari 12 bulan 3. Antiviral : ribavirin in vitro, tetapi masih diperdebatkan pemberiannya terhadap morbili. Ribavirin telah digunakan untuk pengobatan anak dengan imunokompromise yang menderita morbili akut, tetapi pengobatan ini tidak didukung oleh US Food and Drug Administration (FDA).

Pencegahan (Wolff, 2008) Vaksin virus morbili Bayi baru lahir mendapatkan antibodi dari ibunya, imunisasi baru diberikan pada usia 15-18 bulan Immunoglobulin Immunoglobulin 0,25-0,5 ml / kg BB dan tidak lebih dari 15 ml

Prognosis Morbili tanpa komplikasi dapat sembuh sendiri dalam rentang 10-12 hari. Mulnutrisi, imunosupresi dan kondisi kesehatan yang buruk dapat memperburuk prognosis pada banyak pasien. Pada negara berkembang morbili merupakan penyebab kematian 1-10%. Usia terjadi komplikasi tertinggi adalah kurang dari 5 tahun dan lebih dari 20 tahun (Wolff, 2008).

KESIMPULAN Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular, dan secara epidemiologi

merupakan penyebab utama dari komplikasi serius dan kematian. Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan menyebabkan kematian. Ensefalitis terjadi pada 1 dari setiap 1000 anak-anak dengan morbili. Kekurangan vitamin A pada anak-anak kurang dari 5 tahun, orang dewasa, dan orang dengan gizi buruk atau immunodefisiensi berisiko tinggi mengalami komplikasi morbili. Diagnosis morbili ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Komplikasi dari morbili dapat mengenai saluran pernafasan, saluran penernaan, sistem saraf dan komplikasi pada mata. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik.

11

DAFTAR PUSTAKA
Archbald R.W., Weller R.O., Meadow S.R., 2007, Measles pneumonia and the nature of the inclusion-bearing giant cells, J Pathol, 103. Atmar R.L., 2011, Complications of measles during pregnancy, Clin Infect Dis, 217-226. Castle S.C., 2007, Clinical relevance of age-related immune dysfunction, Clin Infect Dis, 578-585. Chen R.T., 2013, Measles antibody: reevaluation of protective titers, J Infect Dis, 1036-1042. Cherry J.D., Feign R.D., 2008, Textbook of pdiatric infectious disease, 4th ed., WB Saunders, Philadepia, 18891891. Flick J.A., 2010, Does measles really predispose tuberculosis, 257-265. Garenne M., 2009, Sex differences in measles mortality, J Epidemiol, 632-642. Okada H., Kobune F., 2010, Extensive lymphopenia due to apoptosis of uninfected lymphocytes in acute measles patient, Arch Virol, 905-920. Orkin M., Maibach H.I., Dahl M.V., 1991, Dermatology : viral infections, Appleton & Lange, 137-138. Perry R.T., Halsey N.A., 2014, The clinical significance of measles, Oxford journals, 189-196. Wolff K, Goldsmith L, Katz S I, Gilchrest B A, Paller A S, Leffell D, editors, 2008, Fitzpatrick's dermatology in general medicine, 7thed., McGraw-Hill Professional, New York, 2: 1889-1891.

Anda mungkin juga menyukai