Anda di halaman 1dari 17

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang cukup panjang. Apalagi setelah ditemukan beberapa cara pengolahan dan pembuatan barang dari bahan baku karet, maka ikut berkembang pula industri yang mengolah getah karet menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet (Havea brasiliensis) berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting untuk lingkup internasional dan bagi Indonesia khususnya. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekonomian negara. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar. Di Indonesia, sebagian besar perkebunan yang ada merupakan perkebunan rakyat. Namun, petani rakyat ini sebagian besar tidak menentukan besarnya pengeluaran dalam pengusahaan karet, padahal karet alam memerlukan penanganan sebaik-baiknya agar menguntungkan, apalagi jika harus dibandingkan dengan karet sintetis dimana harganya bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Produk-produk karet yang dihasilkan perlu diketahui kandungan mutunya. Salah satunya melalui penelitian di laboratorium mengenai kadar karet kering lateks (KKK), pengolahan pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet dan pengaruh penambahan bahan pendadih serta lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat.

1.2 Tujuan Praktikum 1.2.1 Tujuan Umum Setelah mempelajari secara teoritis dan praktek laboratorium, diharapkan dapat memahami proses pengolahan lateks, faktor-faktor proses, pengendalian proses, dan mutu yang dihasilkan.

1.2.1

Tujuan Khusus Setelah mempelajari secara teoritis dan praktek laboratorium, diharapkan

saudara: 1. Dapat menjelaskan pengaruh kualitas bahan dasar terhadap kualitas karet yang dihasilkan. 2. Dapat menjelaskan beberapa macam proses pengolahan karet alam yaitu karet sheet, crepe, lateks dan crumb rubber. 3. Dapat menjelaskan cara-cara pengawasan mutu pada karet sheet, crepe, lateks pekat dan crumb rubber dengan kriteria kadar karet keringnya, pengolahan pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet dan pengaruh penambahan bahan pendadih serta lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Karet Karet alam pertama kali ditemukan ketika Colombus pada tahun 1493 melihat seorang anak penduduk asli pulau Haiti sedang bermain bola hitam yang terbuat dari getah. Setelah itu, tahun 1763 : Mack berasal dari Perancis membuka jalan bagi pemakaian karet, dengan menemukan bahwa karet dapat dilarutkan dalam eter dan lemak terpena. Tahun 1770 : Frestry berasal dari Inggris menemukan bahwa karet dapat digunakan sebagai penghapus yang diberi nama rubber (berasal dari rub). Tahun 1803 : dibangun pertama kali pabrik karet yang memproduksi ban karet dan pipa karet di Perancis. Tahun 1819 : seorang manager pabrik karet di London menemukan mesin pemintal benang yang terbuat dari karet. Tahun 1823 : Macintos, Glasgow membuat dan memasarkan jas hujan yang terbuat dari kain yang dilapisi cairan atau larutan karet yang telah dilarutkan dalam pelarut. Tahun 1839 : Good year dari USA menemukan bahwa karet dapat mengeras bila dicampur dengan sulfur. Tahun 1846 : Han Cock menemukan teknik vulkanisir. Dari penemuan ini semakin berkembanglah pemakaian karet. Tetapi karena bahan baku getah karet diperoleh dari daerah Amazon, dimana suplainya tak sesuai dengan permintaan, maka pohon karet mulai ditanam dan dikembangkan di Inggris. Tahun 1876 : Weeckam berasal dari Inggris membawa pulang 70.000 benih tanaman Hevea dari Brazil dan ditanam di kebun Raya London. Hasil dari pengembangan budi daya tersebut dikirim ke Malaysia, Ceylon, dan Singapura. Tahun 1888 : Air land, Dun Lopp berhasil memasang ban berisi udara pada sepeda. Sejak saat itu menjadi terkenal dan popular. Tahun 1905 : Karet yang tumbuh di sekitar aliran Amazon tidak dibudidayakan dan dikontrol seperti perkebunan karet saat ini. Karena pengambilannya dibatasi dan pengambilan getah karetnya dibatasi pula, pedagang menjual dengan harga tinggi. Untuk menyelesaikan masalah itu, produksi karet dialihkan ke perkebunan di Asia Tenggara. Selanjutnya pada abad 20, sejak ditemukannya mobil, permintaan akan karet mengalami lonjakan, karet alam menjadi benda langka. Sebagai gantinya akhirnya ditemukanlah karet sintesis (Asti, 2009).

2.2 Taksonomi Tanaman Karet Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang besar. Tanah asalnya adalah Brasilia. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman tumbuh lurus dan bercabang diatas. Daun berwarnna hijau, akar tunggang yang dapat menopang batang dan tanaman yangtumbuh tinggi. Terdiri dari bunga jantan dan betina. Bunganya ada 2 macam, yakni bunga jantan dan bunga betina. Bunga betina lebih besar sedikit dari pada bunga jantan dan berambut. Daunnya berbentuk lonjong. Buahnya beruang 3, berbiji besar dan beracun. Di Jawa pohon karet berbunga pada bulan Januari September. Menyukai daerah yang tidak begitu kering. Biasanya diusahakan di perkebunan-perkebunan besar. Pada musim kering daunnya rontok. Tumbuh pada ketinggian 5 - 1000m dpl. Taksonomi tanaman karet yaitu : Divisi: Spermatophyte Subdivisi: Angiospermae Kelas: Dicotyledonae Ordo: Euphorbiales Family: Euphorbiaceae Genus: Havea Species: Havea braziliensis Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15o LS dan 15o LU. Bila di tanam di luar zone tersebut, sehingga memulai pertumbuhannya pun lebih lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat (Setyamidjaja, 1993). 2.3 Pengambilan Getah Karet Pohon Hevea Brasiliensis dapat diambil getahnya setelah berumur 5-7 tahun (diameter sekitar 17 cm). Ketika mencapai umur kira-kira 14 tahun, produksi getahnya mencapai titik tertinggi, dan setelah itu akan mengalami penurunan. Dikatakan bahwa umur sebuah pohon karet bisa mencapai sekitar 30 tahun. Dengan demikian , getah pohon karet dapat diambil dalam kurun waktu selama 20 tahun. Cara mengambil getah karet adalah dengan menorehkan luka di kulit pohon karet, kemudian getah yang keluar dimasukkan ke dalam wadah kecil yang telah

disiapkan. Kemudian asam sulfat dan asam formiat dimasukkan ke dalam wadah tersebut untuk menggumpalkan getah karet. Pengambilan getah karet dengan cara tapping pada 5 tahun pertama dilakukan dengan cara menorehkan goresan pada bagian setengah lingkaran pohon karet yang akan diambil getahnya. 5 tahun berikutnya pengambilan getah karet dilakukan pada bagian sebelahnya. Bagian pohon yang kulitnya telah ditoreh goresan akan tumbuh seperti semula. Proses tapping ini dilakukan 2 kali secara berulang, sehingga getah karet dapat diambil dalam tempo 20 tahun (Lukman, 1985).

2.4 Komposisi Getah Karet Getah karet merupakan cairan berbentuk koloid yang mengandung zat zat seperti lateks, tepung, lemak, protein dan lain lain. Molekul molekul karet pada siang hari terbentuk di bagian daun tumbuhan karet, dan bila hari menjelang sore, getah dikirim ke bagian kulit pohon dalam bentuk polimer. Proses pengambilan getah karet dilakukan pada pukul 5 sampai pukul 8 pagi hari, karena getah karet berkumpul pada pagi hari. Getah dari pohon Hevea brasiliensis ( lateks ) dapat diperoleh sekitar 200 ~ 400 ml, dan selain mengandung isopuren, ia juga mengandung bermacam macam elemen lainnya. Komposisi-komposisi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Komposisi Prosentase kandungan Prosentase kandungan

terhadap getah (%) Air Elemen karet Protein Asam lemak Abu Glukosa 59,66 35,62 2,03 1,65 0,70 0,34

terhadap karet kering ( % )

88,28 5,04 4,10 1,74 0,84

(Cahyono, 2010).

2.3 Pengolahan Karet Alam Lateks dapat diolah dalam bentuk karet sheet, crepe, lateks pekat dan karet remah (Crumb rubber). Tahap-tahap proses pengolahan beberapa karet alam yaitu pengolahan jenis karet sheet (ribber smoked sheet) : Penerimaan lateks kebun. Lateks kebun terlebih dahulu ditimbang dan ditentukan kadar karet keringnya (KKK), lalu ditambah 10 20 ml larutan asam formiat 1

purin hasil pembekuan digiling dengan gilingan tangan sampai diperoleh lembaran tipis. Pengenceran Lateks. Sebelum diencerkan, lateks disaring dahulu. Penentuan jumlah air yang diperlukan untuk mengencerkan KKK kebun menjadi lateks encer KKK tertentu. Pembekuan. Lateks yang sudah diencerkan lalu ditambah larutan asam format 1% sebanyak 55,5 ml tiap liter lateks atau asam asetat 2% dengan KK 15%. Penggilingan. Setelah diperoleh lembaran koagulan yang tebal dan basah kemudian dilakukan penggilingan dengan tujuan mengeluarkan sebagian air, memperluas permukaan sheet dengan menipiskan dan memberi lambang serta menyeragamkan mutu penggilingan karet dilakukan dengan baterai sheet yang terdiri dari 4 6 gilingan beroda dua. Pengasapan dan Pengeringan. Tujuannya untuk mengawetkan sheet karena dengan menggunakan asap yang mengandung fenol yang dapat mencegah tumbuhnya mikroorganisme dan sheet. Selain itu juga memberikan warna coklat muda dengan asap sehingga mutunya meningkat. Sortasi dan pembungkusan. Penentuan mutu RSS dilakukan secra visual atau organoleptik, yaitu jumlah kapang, keseragaman warna, noda oleh benda asing, gelembung udara, kekeringan dan berat 1,0 1,5 kg perlembar. Pengolahan karet crepe tahapannya sama dengan karet sheet hanya perbedaannya adalah pada proses pengenceran air digunakan KKK 20%, penggilingan permukaan rata tidak berpatron dan tidak dilakukan pengasapan pada pengeringan untuk mendapatkan warna putih. Pengolahan lateks pekat dilakukan dengan menggunakan dadih (cara creaming). Bahan dadih yang digunakan adalah ammonium alginate atau larutan tepug K1%, setelah ditambahkan dadih lalu diaduk dan dibiarkan 4-6 hari. Bagian atas dipisahkan, lalu lateks pekat ditambahkan 7-10 gram gas amoniak per liter lateks pekat agar lateks pekat dapat stabil selama pengangkutan. Karet crum rubber diperoleh dari karet mentah bermutu rendah yang dihancurkan menjadi butiran karet dengan memakai mesin perajang, dibersihkan dan dikeringkan kemudian diproses menjadi bongkah dan dibungkus dengan plastic polietiene, karet bahan dibuat melalui pembutiran. (Anonim, 2012).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - Beaker glass - Spatula - Kempa hidrolik (pengepres) - Neraca analitik - Gelas ukur - Bulb pipet dan pipet ukur - Water bath - Penyaring - Wadah aqua gelas untuk lateks segar - Oven - Pnetrometer

3.1.2 Bahan - Cairan lateks segar - Asam formiat 1 % - Asam Asetat 1% - Air/Aquades - Amoniak - CMC (Carboksi Metil Cellulose) - Label

3.2 Skema Kerja 3.2.1 Perhitungan KKK lateks segar @100 ml lateks segar Ditimbang dalam beaker glass sebagai (a) gr

+10 ml As. Formiat 1%

+ 10 ml As. Asetat 1%

Pemanasan dan pengadukan hingga menggumpal

Penghilangan air dari gumpalan karet Keringkan permukaan karet Timbang berat kering (b) gr Hitung Fp dan KKK

FP

x 100%

KKK = [a . (Fp . a)%]

3.2.2

Pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet

100ml lateks segar

Pengeringan Tentukan KK dan KE Penambahkan air sesuai perhitungan AT =

3.2.3

Pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifat sifat lateks pekat

@100ml lateks segar

Penyaringan

@ penambahan amoniak 0,5ml

+ CMC 1%, 5ml

+ CMC 1%, 6ml

+ CMC 1%, 7ml

Pengadukan dan biarkan 4,5,6 hari

Amati Viskositas/ tekstur, warna dan aroma

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan Perhitungan KKK lateks segar


Beaker Glass Asam Formiat 1% Asam Asetat 1% a gram 98,28 93,13 b gram 42,82 46,08

Pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet


Beaker Glass Asam Formiat 1% Asam Asetat 1% KK 42,85% 46,1% KE 15% 15% N 100 ml 100 ml

Pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifatsifat lateks pekat Viskositas
Sampel 5ml CMC 6ml CMC 7ml CMC Hari ke- 4 30 60 9 Hari ke- 5 14 34 10 Hari ke- 6 11 12 5

Warna
Sampel 5ml CMC 6ml CMC 7ml CMC Hari ke- 4 + +++ ++ Hari ke- 5 ++ +++ ++++ Hari ke- 6 +++ ++++ +++++

Semakin (+) semakin gelap Aroma


Sampel 5ml CMC 6ml CMC 7ml CMC Hari ke- 4 ++ +++ + Hari ke- 5 +++ ++++ +++++ Hari ke- 6 ++++ +++++ ++++++

Semakin (+) semakin menyengat

4.2 Hasil Perhitugan 4.1.1 Perhitungan KKK lateks segar


FP 56,4% 50,5% KKK 42,85% 46,1%

Beaker Glass Asam Formiat 1% Asam Asetat 1%

4.1.2

Pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet


AT 0,185 L 0,207 L

Beaker Glass Asam Formiat 1% Asam Asetat 1%

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Pengertian Lateks Lateks adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyebut getah yang dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks terdapat pada bagian kulit, daun dan integument biji karet. Lateks diperoleh dari tanaman Hevea brasiliensis, diolah dan diperdagangkan sebagai bahan industri dalam bentuk karet sheet, crepe, lateks pekat dan karet remah (Crumb rubber). Lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersupensi di dalam suatu media yang banyak menganding bermacam-macam zat. Karet alam merupakan salah satu hasil pertanian yang penting karena memegang peranan dalam peningkatan taraf hidup manusia, karena banyak menghasilkan devisa negara (Widodo dkk, 2010). Lateks dalam getah yang dikeluarkan oleh pohon karet, warnanya putih susu sampai kuning. Lateks mengandung 25 40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60 77% serum (air dan zat yang larut). Karet mentah mengandung 90 05% karet murni, 2 3% protein, 1 2% asam lemak, 0.25% gula, 0.5% garam dari Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn, dan Fe. Karet alam adalah hidrokarbon yang merupakan makro molekul poliisoprene (C5H8)n dengan rumus kimia 1,4 cis poliisoprene. Partikel karet tersuspensi (tersebar secara merata) dalam serum lateks dengan ukuran 0,004-3 mikron, atau 0,2 milyar partikel karet per millimeter lateks. Lateks membeku pada suhu 32oF karena terjadi koagulasi (Goutara, dkk: 1985) Berikut merupakan gambar struktus ruang 1,4-cis-poliisoprene : CH3 C CH2 C CH2 CH2 H CH2 C C CH2 n H

Gambar 1. 1,4-cis-poliisoprene

5.2 Mekanisme Penambahan Asam Formiat, Asam Asetat, Amoniak dan CMC Pada umumnya partikel karet dilapisi protein sebagai koloid hidrofilik yang artinya dilindungi (diselaputi) oleh muatan listrik. Larutan koloid akan stabil bila terdapat bahan yang dapat mempertahankan muatan listrik partikel yaitu dengan adanya protein. Dengan penambahan asam organik (asam formiat, asam asetat) maka akan menyebabkan protein sebagai pelindung partikel lateks tidak stabil sehingga

protein menggumpal dan menghilangkan pelindung yang bermuatam listrik (stern) sehingga partikel lateks ikut menggumpal. Dengan penambahan asam yang berlebihan atau sekaligus diberikan, maka akan terjadi penambahan muatan positif sehingga antara partikel terjadi kekuatan saling tolak menolak atau lateks masih dalam keadaan cair. Dalam kenyataannya keadaan ini sukar tercapai atau terjadi, karena partikel karet sudah saling berlekatan, sehingga meskipun bermuatan positif, karetnya sendiri sukar untuk menjadi partikel yang lebih kecil (seperti keadaan semula) sehingga akan terjadi penggumpalan partikel-partikel lateks. Penambahan amoniak berfungsi untuk mencegah prakoagulasi lateks sebelum diolah lebih lanjut. Amoniak berfungsi mengawetkan lateks. Amoniak lebih aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab prakoagulasi. Bekteri akan menghasilkan asam dan menyebabkan prakoagulasi pada lateks. Amoniak akan menghambat pertumbuhan bakteri ini sehingga asam dari bateri dapat diminimalisir. Karena hal inilah maka amoniak digunakan untuk pengolahan lateks pekat sehingga akan mempertahankan kestabilan emulsi dadih selama pengangkutan. Pada dasarnya penambahan CMC berguna sebagai bahan penstabil. Tetapi CMC yang digunakan akan menstabilkan dadih. CMC berfungsi mengikat partikel karet sehingga dapat memisahkan lateks menjadi dua fraksi yaitu serum dan dadih/lateks pekat/fraksi putih. Fraksi putih yang dihasilkan akan menggumpal dengan adanya daya ikat dari CMC dan serum akan berada di bawah. Semakin banyak penambahan CMC maka akan menambah tekstur menjadi keras.

5.3 Fungsi Perlakuan Pada praktikum lateks dilakukan beberapa sub-bab acara yaitu : Perhitungan KKK (kadar karet kering) lateks segar. Digunakan 100 ml lateks segar kemudian ditimbang dalam beaker glass kemudian dinyatakan dalam a gram. Penimbangan dilakukan 2 kali karena kan ditambahkan asam formiat 1% dan asam asetat 1% masing-masing sebanyak 10 ml. Penambahan asam ini berfungsi sebagai penggumpal lateks cair sehingga diperoleh KKK lateks. Perbedaan penggunaan koagulan berfungsi sebagai pembanding dalam penentuan keefektifan koagulan dan KKK nya. Setelah itu dipanaskan dan diaduk perlahan untuk menghomogenkan asam dengan lateks cair dan mengoptimalkan penggumpalan partikel lateks. Lalu dilakukan penghilangan air dari gumpalan karet dengan cara pengepresan agar air keluar. Pengeringan permukaan karetberfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa air yang masih ada pada sheet karet. Kemudian karet ditimbang sebagai b gram. Selanjutnya adalah

perhitungan FP dan KKK. Semakin tinggi KKK maka partikel karet yang terdapat pada lateks cair (getah lateks) juga semakin tinggi. Pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet. Pengenceran lateks ini bertujuan untuk menentukan jumlah air yang diperlukan untuk pengenceran lateks KKK kebun menjadi lateks encer dengan KKK tertentu sehinga cara pengolahan dan mutu latek yang dihasilkan tetap. Sebanyak 100 ml lateks segar disaring. Penyaringan ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan antara lateks dan kotoran-kotongan yang ada selama penyadapan. Selanjutnya menetukan KKK lateks kebun (Kk) dan KKK lateks yang dikehendaki (Ke) sehingga diperoleh AT. AT adalah jumlah liter air yang ditambahkan agar diperoleh Ke sebesar 15%. Pengenceran lateks bertujuan untuk mempermuda pemerataan koagulan yang dibutuhkan untuk proses koagulasi. Sub-bab 3 adalah pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifatsifat lateks pekat. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan lateks segar sebanyak 100 ml dimasukkan ke beaker glass, perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Kemudian disaring untuk memisahkan kotoran dengan cairan lateks segar. Selanjutnya ditambahkan bahan dadih berupa CMC 1 % pada masingmasing beaker glass dengan variasi penambahan sebanyak 5ml, 6ml dan 7ml. CMC berfungsi sebagai bahan penstabil supaya tidak terjadi kerusakan emulsi dan pemisahan dadih serta serum dapat berjalan optimal. Setelah itu, dilakukan

pengadukan untuk menghomogenkan antara lateks cair dengan CMC. Selanjutnya didiamkan dan diamati parameternya berupa viskositas, aroma dan warna selama 4 hari, 5 hari dan 6 hari. Variasi perlakuan yang diberikan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan dadih dan lama pemisahan terhadap sifat-sifat lateks pekat/dadih/fraksi putih. 5.4 Analisa Data Berdasarkan data pengamatan dan hasil perhitungan, diperoleh analisa data untuk sub-bab pertama yaitu penentuan FP dan KKK lateks kebun. Untuk penambahan asam formiat 1% maka diperoleh FP sebesar 56,4% dan KKK sebesar 42,85%. Sedangkan untuk penambahan asam asetat 1% diperoleh FP sebesar 50,5% dan KKK sebesar 46,1%. Berdasarkan data tersebut, KKK latek lebih besar diperoleh dengan penambahn asam asetat dari pada asam formiat. Hal ini membuktikan bahwa koagulan asam asetat lebih efektif karena menghasilkan KKK lebih besar dibanding dengan KKK yang ditambah asam formiat. Tetapi seharusnya lebih efektif menggunakan asam formiat karena banyak perusahaan yang menggunakan koagulan asam formiat dibanding asam asetat.

Pada sub-bab kedua tentang pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet. Pada lateks yang diberi asam formiat, AT/jumlah air yang ditambahkan untuk pengenceran lateks sampai diperoleh Ke 15% adalah 185, 67 ml dan pada lateks yang diberi asam asetat penambahan air sebanyak 207,33 ml. Semakin besar penambahan air (AT) maka pengenceran semakin tinggi dan kandungan partikel lateks pada getah juga semakin tinggi. Pada sub-bab 3 tentang pengaruh penambahan bahan pendadih dan lama pemisahan terhadap sifatsifat dadih/lateks pekat/fraksi putih diperoleh data bahwa semakin besar penambahan CMC maka viskositas akan semakin tinggi (kental/keras), warna akan semakin gelap dan bau/aroma akan semakin menyengat. Hal ini juga berlaku terhadap lama pemisahan. Semakin lama maka sifat yang didapatkan terkait tekstur semakin baik tetapi warna dan bau menjadi kurang baik. Hal ini sesuai karena CMC berfungsi dalam penstabil dadih lateks selama penyimpanan atau pengangkutan (mempertahankan konsistensi partikel lateks). Tetapi terdapat penyimpangan pada data bau/aroma hari ke-4 pada penambahn CMC 7 ml. seharusnya warna lebih gelap dan bau lebih menyengat dibanding penambahan 5 dan 6 ml CMC. Kesalahn disebabkan kerana kurang pekanya praktikan dalam analisa warna dan bau/aroma.

BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan serta pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : - Lateks merupakan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersupensi di media cair dan merupakan hidrokarbon poliisoprene (C5H8)n atau 1,4 cis poliisoprene. - Penambahan asam formiat dan asam asetat berfungsi sebagai koagulan lateks segar - Penambahan amoniak dan CMC bertujusn sebagai pengoptimal pembentukan dadih dan serum serta penstabil emulsi pada dadih (mencegah kerusakan emulsi dadih). - Pada perhitungan KKK lateks segar diperoleh KKK dengan penambahan asam formiat 1% sebesar 42,85% dan KKK dengan penambahan asam asetat 1% sebesar 46,1% - Pengenceran lateks pada pembuatan karet sheet untuk asam formiat 1% dibutuhkan penambahan air sebesar 185,67 ml dan pada asam asetat sebesar 207,33 ml. - Semakin banyak penambahan bahan pendadih dan semakin lama pemisahan maka viskositas dadih/lateks pekat/fraksi putih semakin baik (konsistensinya semakin keras) tetapi warna semakin gelap dan bau semakin menyegat (tidak enak).

6.2 Saran Terima kasih atas ilmu yang diberikan. Semoga ilmunya bermanfaat untuk semuanya. Kalau ada pembahasan yang kurang tepat mohon dibenarkan. Jangan ragu untuk memberikan ilmu yang dipunyai asisten kepada praktikan. Stay health ^_^

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Petunjuk Praktikum Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula Dan Lateks. Jember: THP FTP UJ Asti. 2009. Sejarah Penemuan dan Pengembangan Karet. http://www.sumantry.com [Diakses 17 desember 2012]. Cahyono. 2010. Karet. Medan: F-MIPA, Universitas Sumatera Utara. Goutara, dkk. 1985. Teknologi Pengolahan Lateks. Jakarta: Erlangga. Lukman. 1985. Penyadapan dan Stimulasi Tanaman Karet. Medan : BPP. Setyamidjaja, Djoehana. 1995. Karet Budidaya Dan Pengolahan. Cetakan kedua. Yogyakarta : Kanisius. Widodo dkk. 2010. Tanaman Lateks yang Didudidayakan. http://www. ptpn8. go.id [Diakses 17 Desember 2012].

Anda mungkin juga menyukai