A. Bladder Training 1. Defenisi Bladder training (melatih kembali kandung kemih) ialah untuk
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (AHCPR, 1992). 2. Tujuan bladder training Mengembalikan pola kebiasaan berkemih. 3. Proses Berkemih Berkemih (mictio, mycturition, voiding, atau urination) adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200250 cc (pada anak-anak). Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan kepusat pengontrol berkemih yang terdapat dikorteks serebral, kemudian otak memberikan implus/rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris didaerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrosor dan relaksasi otot sfingter internal.
4. Komposisi urine 1. Air (96 %) 2. Larutan (4%) a. Larutan organik (urea, ammonia, keratin, dan uric acid) b. Larutan anorganik (natrium (sodium), klorida, kalium, (potosium), sulfat, magnesium, dan fosfor Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak 5. Faktor yang mempengaruhi Eliminasi Urine 1. Diet dan asupan Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine 2. Respon keinginan awal untuk berkemih Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine 3. Gaya hidup Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet 4. Stres Psikologis Meningkatnya stress dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi
5. Tingkat aktivitas Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingte. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas. 6. Tingkat perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola berkemih, Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak yang lebih memiliki kecendrungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk mengontrol buang air kecil meningkat. 7. Kondisi penyakit Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes mellitus, dapat memengaruhi produksi urine. 8. Sosiokultural Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil ditempat tertentu. 9. Kebiasaan seseorang Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih ditoilet dapat mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit.
10. Tonus otot Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine 11. Pembedahan Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerolus yang dapat menyebabkan penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari pemberian obat anestesi. 12. Pengobatan Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine. misalnya, pemberian diuretic dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine 13. Pemeriksaan Diagnostik Prosedur diagnostic yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intravenouspyelogram (IVP), dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine. Kemudian, tindakan sistokopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluran urine.
6. Prosedur bladder training Hal yang perlu disiapkan : a. Tentukan pola waktu biasanya klien berkemih mandiri sendiri. Bila tidak dapat dibuat pola berkemih, rencanakan w aktu ketoilet, misalnya 1-2 jam sekali b. Usahakan agar intake cairan 2-3 liter/hari c. Posisi berkemih yang normal/nyaman Prosedur : a. Sesuai dengan pola waktu berkemih yang telah ditentukan, usahakan agar klien mempertahakannya saat klien merasa ingin berkemih baik urgen atau tidak. Kontraksi dan relaksasi secara teratur akan meningkatkan tonus otot bladder dan meningkatkan control volunter. b. Berikan cairan sekitar 30 menit sebelum waktu BAK sesuai pola tersebut sebanyak 600-800 cc. Intake cairan ini untuk membantu proses produksi urine adekuat, sehingga merangsang refleks miksi. c. Lakukan program latihan untuk meningkatkan tonus otot abdomen dan pelvis melalui latihan kegels. Caranya : 1. Posisi klien duduk atau berdiri dengan kaki diregangkan 2. Kontraksikan rektum, uretra, dan vagina (pada wanita) kearah atas dalam. Lalu tahan selama 5 detik. Kontraksi seharusnya dirasakan pada panggul 3. Ulangi latihan tersebut 5-6 hari pada tahap awal dengan interval waktu. Setelah otot semakin kuat tingkatkan jumlah latihan sampai akhirnya dapat melakukan sampai 200 kali tiap hari
d. Cobakan klien untuk memulai dan menghentikan aliran urine (asmadi, 2008) 7. Manfaat bladder training Pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan darah, memperbaiki aliran balik vena; pada sistem respiratori meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernafasan, meningkatkan pengembangan diafragma; pada sistem metabolik dapat meningkatkan laju metabolisme basal, meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan mobilitas lambung, meningkatkan produksi panas tubuh; pada sistem muskuloskletal memperbaiki tonus otot, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mungkin meningkatkan masa otot; pada sistem toleransi otot, meningkatkan toleransi, mengurangi kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap stres, perasaan lebih baik, pengurangan penyakit (Potter, 2006). 8. Kerugian bila tidak melakukan bladder training Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari gejala infeksi adalah peningkatan suhu tubuh; perdarahan yang abnormal, dengan bladder training dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka; involusi uterus yang tidak baik, tidak dilakukan bladder training secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus (Fauzi, C.M, 2007).
B. Seksio Sesaria 1. Definisi Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu histerektomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim; seksio adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Llewelyn, D, 2001). 2. Keuntungan seksio sesarea Operasi sesarea lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio sesarea, yaitu bilamana didiagnosis panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa sakit, maka seksio seasria adalah pilihan yang tepat dalam menjalani proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, D.A, 2007) 3. Kerugian seksio sesarea Operasi sesarea merupakan prosedur medis yang mahal. Prosedur anastesi pada operasi bisa membuat anak ikut terbius, sehingga anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat luka baru di perut dan kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas sehinga proses penyembuhan luka akan semakin lama. Tindakan seksio
sesarea biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan (Fauzi, D.A, 2007). 4. Indikasi seksio sesarea a. Indikasi medis Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power (tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim), passageway (keadaan jalan lahir), dan passanger (janin yang dilahirkan). Mula-mula indikasi seksio sesarea hanya karena ada kelainan passageway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak, dan adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular kepada anak, sehingga kelahiran tidak bisa melalui jalan yang benar yaitu melalui vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power dan passanger. Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio sesaria, misalnya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passanger diantaranya anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak jantung, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrom (denyut jantung janin kacau dan melemah). Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjalani seksio sesarea, yaitu : 1. Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan ukuran panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal dengan tujuan dapat
memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal atau tergolong sempit untuk dilalui bayi nantinya. 2. Pada kasus sudah terjadi gawat janin akibat terinfeksi, misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk, atau bayi ikut memikul demam tinggi. Bisa juga akibat ibu mengalami eklamsia (keracunan kehamilan), sehingga bayi ikut terpengaruh akibat penderitaan ibu. Kondisi bayi-bayi seperti ini termasuk gawat biasanya jika dokter menilai denyut jantung bayi lebih cepat dari biasa termasuk jika terjadi lilitan tali pusat pada leher bayi. 3. Pada kasus plasenta terletak di bawah ( plasenta previa ). Biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa letak plasma dibagian bawah sehingga menutupi liang rahim dan akhirnya bayi tidak bisa keluar normal melalui liang rahim ibu. 4. Pada kasus kalainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat dikoreksi selagi kehamilan belum tua (letak liang kasep). Dalam situasi ini, persalinan normal sudah tidak mungkin dilakukan lagi, baik kepala atau kaki yang turun lebih dahulu. 5. Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi. Hal ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim (incoordinate uterine-action). 6. Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat
bayangan ganda. Pada eklamsia timbul gejala yang lebih berat lagi, yakni selain gejala preeklamsia tersebut ibu mulai kejang kejang tak sadarkan diri. 7. Jika yang pernah di seksio sesarea sebelumnya maka pada persalinan berikut umumnya juga harus di seksio karena takut terjadi robekan rahim. Namun sekarang, teknik seksio adalah dilakukan sayatan dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan teknik seksio dulu yang sayatannya dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan melintang. Persalinan lewat vagina pada ibu yang pernah di seksio dapat dilakukan dengan catatan : persalianan harus dilakukan di rumah sakit ibu sudah dirawat beberapa hari sebelum hari persalinan (harapan partus), persalinan kala II, yakni setelah mules-mules timbul, yang berarti otot rahim berkonsentrasi
dan tidak boleh berlangsung lama (Llewellyn, D, 2001). b. Indikasi sosial Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis untuk melakukan seksio sesarea yang indikasi sosial. Persalinan seksio sesarea karena indikasi sosial timbul karena adanya permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan normal. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan tindakan seksio sesarea atau disebut dengan seksio sesarea elektif
(Kasdu, 2003).
5. Kontra indikasi seksio sesarea Mengenai kontra indikasi, perlu diketahui bahwa seksio sesaria dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa. Seksio sesaria tidak boleh dilakukan pada kasus kasus seperti di bawah ini : Anak sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini, dokter menilai apabila denyut jantung anak sudah tidak ada, ibu sudah tidak merasakan adanya gerakan anak dan pencitraan ultrasonografi ( USG ), atau Doppler, dan tidak ada lagi tanda tanda kehidupan dari anak tersebut. 1. Jika anak terlalu kecil untuk mampu hidup diluar rahim ibu. 2. Jika anak dikandungan ibu terbukti cacat, misalnya kepala anak besar (hydrocepalus), atau anak tanpa kepala (anencepalus). 3. Terjadi infeksi dalam kehamilan (Oxorn, 2001). B. Anestesi Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi. Anestesi general bekerja secara jau lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagher, C.M, 2004). a. Anestesi general Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan teknis maupun karena dianggap tidak aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah
selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena. Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Jika digunakan anestesi total, pasien akan dimonitor secara konstan oleh seorang ahli anestesi. Dan biasanya pasangan tidak boleh mendampingi pasien kala persalinan dengan anestesi general. b. Anestesi spinal Dalam operasi sesarea elektif, pasien diberi penawaran untuk menggunakan spinal anestesi. Kedua pilihan itu dapat membuat pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan sakit, dan pasangan juga bisa mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat. c. Anestesi epidural Mengurangi rasa sakit selama stadium I dan II dari proses persalinan atau selama seksio sesarea. 1) Kontra Indikasi a) Ditolak oleh pasien b) Adanya infeksi pada tempat penyuntikan. c) Perdarahan uterus. d) Pengobatan anticoagulant. e) Kegemukan f) Hypovolemi, shock atau anemi berat. g) Adanya penyakit spinal cord atau sakit di belakang.
2) Keuntungan epidural lumbar, di atas rute caudal a) Dosis obat anastesi dikurangi sampai 50%, sehingga resiko keracunan dan kelebihan dosis dapat diturunkan. b) Oleh karena anomaly, dengan pendekatan caudal, kegagalan blok dapat dikurangi 20%. c) Jarang terjadinya tertembusnya rectum ibu ke dalam fetus bila dicoba blok caudal. d) Resiko infeksi pada ibu sedikit lumbar epidural disbanding dengna caudal blok. c. Komplikasi komplikasi yang mungkin terjadi Komplikasi yang umum terjadi saat anestesi spinal adalah turunnya tekanan darah. Beberapa wanita merasakan sakit kepala yang parah setelah operasi sesarea dengan anestesi spinal, sementara ada pula yang merasakan sakit pada daerah punggung. Anestesi general mungkin membuat pasien merasa pusing ; kerongkongan terasa kering dan sakit. Selain itu, pasien mungkin juga akan mengalami rasa mual yang hebat dan muntah. Jika obat bius yang diberikan mengandung morfin, mungkin akan merasa gatal di sekujur tubuh. Efek efek samping itu dapat hilang dalam waktu 24 sampai 48 jam setelah persalinan (Gallagher, C.M, 2004).