Anda di halaman 1dari 45

BAB II PARADIGMA DAN PRINSIP-PRINSIP IMPLEMENTASINYA DALAM PENELITIAN Berikut ini akan dijelaskan pengertian paradigma menurut beberapa

ahli, paradigma dalam penelitian kuantitatif dan, berbagai macam paradigma penelitian kualitatif, serta serta prinsip-prinsip implementasinya dalam dua macam penelitian tersebut. 1. PENGERTIAN PARADIGMA Denzin & Lincoln ( !!"# $%& mendefinisikan paradigma sebagai# Basic belief system or worldview t at !"ides t e i#vesti!ator$ #ot o#ly i# c oices of met od b"t i# o#tolo!ically a#d e%istomolo!ically f"#dame#tal ways.& 'engertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem 'eya'i#a# dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metoda tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis. (ecara singkat, Denzin & Lincoln ( !!"# $)& mendefinisikan Paradi!m as Basic Belief (ystems Based o# )#tolo!ical$ E%istomolo!ical$ a#d Met odolo!ical Ass"m%tio#s.& 'aradigma merupakan sistem 'eya'i#a# dasar berdasarkan asumsi ontologis, epistomologis, dan metodologi. Denzin & Lincoln ( !!"# $)& menyatakan# A %aradi!m may be viewed as a set of basic beliefs *or meta% ysics+ t at deals wit "ltimates or first %ri#ci%le.& (uatu paradigma dapat dipandang sebagai seperangkat kepercayaan dasar (atau yang berada di balik fisik yaitu metafisik& yang bersifat pokok atau prinsip utama. (edangkan *uba ( !!$# +& menyatakan suatu paradigma dapat dicirikan oleh respon terhadap tiga pertanyaan mendasar yaitu pertanyaan ontologi, epistomologi, dan metodologi. (elanjutnya dijelaskan# a. )#tolo!ical, - at is t e #at"re of t e '#owable.& or w at is t e #at"re of reality. ,ntologi# -pakah hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui. -tau apakah hakikat dari realitas. (ecara lebih sederhana, ontologi dapat dikatakan mempertanyakan tentang hakikat suatu realitas, atau lebih konkret lagi, ontologi mempertanyakan hakikat suatu fenomena.

/!

b. E%istomolo!ical, - at is t e #at"re of t e relatio#s i% betwee# t e '#ower *t e i#/"irer+ a#d t e '#ow# *or '#owable+. 0pistomologi# -pakah hakikat hubungan antara yang ingin mengetahui (peneliti& dengan apa yang dapat diketahui. (ecara lebih sederhana dapat dikatakan epistomologi mempertanyakan mengapa peneliti ingin mengetahui realitas, atau lebih konkret lagi epistomologi mempertanyakan mengapa suatu fenomena terjadi atau dapat terjadi. c. Met odolo!ical, 0ow s o"ld t e i#/"irer !o abo"t fi#di#! o"t '#owled!e. 1etodologi# Bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan. (ecara lebih sederhana dapat dikatakan metodologi mempertanyakan bagaimana cara peneliti menemukan pengetahuan, atau lebih konkret lagi metodologi mempertanyakan cara atau metoda apa yang digunakan oleh peneliti untuk menemukan pengetahuan. (edang Denzin & Lincoln ( !!"# $+& menjelaskan ontologi, epistomologi, dan metodologi sebagai berikut# 2 T e o#tolo!ical /"estio#, - at is t e form a#d #at"re of reality a#d$ t erefore$ w at is t ere t at ca# be '#ow# abo"t it. 'ertanyaan ontologi# 3-pakah bentuk dan hakikat realitas dan selanjutnya apa yang dapat diketahui tentangnya.4 2 T e e%istomolo!ical /"estio#, - at is t e #at"re of t e relatio#s i% betwee# t e '#ower or wo"ld be1'#ower a#d w at ca# be '#ow#. 'ertanyaan epistomologi# 3-pakah hakikat hubungan antara peneliti atau yang akan menjadi peneliti dan apa yang dapat diketahui.4 2 T e met odolo!ical /"estio#, 0ow ca# t e i#/"irer *wo"ld1be '#ower+ !o abo"t fi#di#! o"t w atever e or s e believes ca# be '#ow#. 'ertanyaan metodologi# 3Bagaimana cara peneliti atau yang akan menjadi peneliti dapat menemukan diketahui.4 sesuatu yang diyakini dapat

5$

-pabila dianalisis secara saksama dapat disimpulkan bah6a pandangan *uba dan pandangan Denzin & Lincoln tentang ontologi, epistomologi serta metodologi pada dasarnya tidak ada perbedaan. Dengan mengacu pandangan *uba ( !!$& dan Denzin & Lincoln ( !!"& dapat disimpulkan %aradi!ma adala sistem 'eya'i#a# dasar ya#! berla#das'a# as"msi o#tolo!i$ e%istomolo!i$ da# metodolo!i atau dengan kata lain %aradi!ma adala sistem 'eya'i#a# dasar a'i'at seba!ai la#dasa# "#t"' me#cari 2awaba# atas %erta#yaa# a%a it" %e#eliti me#!eta "i realitas. (edang (alim (/$$ #55&, yang mengacu pandangan *uba ( !!$&, Denzin & Lincoln ( !!"& menyimpulkan %aradi!ma mer"%a'a# se%era#!'at 'e%ercayaa# ata" 'eya'i#a# dasar ya#! me#"#t"# seseora#! dalam berti#da' dalam 'e id"%a# se ari1 ari. -tau se%era#!'at 'eya'i#a# me#dasar ya#! mema#d" ti#da'a#1ti#da'a# 'ita bai' ti#da'a# 'ese aria# ma"%"# dalam %e#yelidi'a# ilmia . Dalam bidang ilmu pengetahuan ilmiah paradigma didefinisikan sebagai se2"mla %era#!'at 'eya'i#a# dasar ya#! di!"#a'a# "#t"' me#!"#!'a%'a# a'i'at ilm" %e#!eta "a# ya#! sebe#ar#ya da# ba!aima#a cara "#t"' me#da%at'a##ya. Dalam komunitas (osiologi, definisi paradigma yang banyak digunakan mengacu pada definisi dari *eorge 7itzer. 1enurut 7itzer dalam buku# (ociolo!y A M"lti%le Paradi!m (cie#ce *1345+, %aradi!ma mer"%a'a# !ambara# f"#dame#tal te#ta#! %o'o' %ermasala a# dalam s"at" ilm" %e#!eta "a#. Paradi!ma memba#t" memberi'a# definisi tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus dikemukakan, bagaimana pertanyaan itu dikemukakan, dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasi jawaban yang diperoleh. Paradi!ma mer"%a'a# s"at" 'o#se#s"s ya#! %ali#! l"as dalam s"at" ilm" %e#!eta "a# da# memba#t" membeda'a# sat" 'om"#itas ilmia *ata" s"b'om"#itas+ dari ya#! lai#. Paradi!ma memas"''a#$ me#defi#isi'a#$ da# me#! "b"#!'a# e'sem%lar$ teori$ metode$ da# i#str"me# ya#! ada di dalam#ya (7itzer, !)% dalam La6ang, !!+#/&. 6atata#, eksemplar adalah contoh atau model penelitian yang secara konsisten (kurang lebih& memperlihatkan hubungan antara gambaran fundamental tentang pokok permasalahan, teori, dan metode yang digunakan (La6ang, !!!#"&. 5

realitas$ a%a a'i'at "b"#!a# a#tara %e#eliti da# realitas$ da# ba!aima#a cara

*ambar " # *eorge 7itzer 1enurut pendapat penulis, definisi paradigma yang dikemukakan 7itzer tersebut mengandung tiga asumsi yaitu ontologi, epistomologi, dan metodologi. 8ni dapat dilihat dari pernyataan# 3paradigma membantu memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari (asumsi ontologi&, pertanyaan apa yang harus dikemukakan (asumsi epistomologi&, bagaimana pertanyaan itu dikemukakan, dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh (asumsi metodologi&. Dengan demikian definisi paradigma 7itzer mengandung tiga asumsi mendasar yang sama dengan definisi paradigma dari *uba, Denzin & Lincoln, yaitu asumsi ontologi, epistomologi, dan metodologi. 1enurut 9res6ell ( !!"# :&, paradigma merupakan landasan untuk mencari ja6aban atas lima pertanyaan mendasar, yaitu ontologi, epistomologi, aksiologi, retorika, dan metodologi. A'siolo!i adalah ja6aban atas pertanyaan a%a %era#a# #ilai, sedang retori'a adalah ja6aban atas pertanyaan a%a ba asa ya#! di!"#a'a# dalam %e#elitia#. Dari semua uraian di atas dapatlah dikemukakan bagaimana seseorang mengembangkan dan menggunakan suatu paradigma ilmu pengetahuan dengan melihat cara pandang yang digunakan dalam menja6ab lima pertanyaan mendasar, yaitu# ontologi, epistomologi, aksiologi, retorika, dan metodologi. ,leh karena itu, uraian selanjutnya akan dikemukakan prinsip-prinsip implementasi, dimensi-dimensi paradigma dalam penelitian kuantitatif dan dalam penelitian kualitatif. 5/

7. PRIN(IP1PRIN(IP IMP8EMENTA(I PARADIGMA DA8AM PENE8ITIAN Dalam penelitian ilmiah dikenal dua jenis penelitian yaitu penelitian dengan pendekatan kuantitatif atau penelitian kuantitatif dan penelitian dengan pendekatan kualitatif atau penelitian kualitatif. (ebelum dijelaskan paradigma dari setiap jenis penelitian tersebut dan bagaimana implementasinya, akan diuraikan terlebih dahulu perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. 'erbedaan-perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif baik yang dikemukakan oleh (uparlan maupun oleh 9res6ell, Denzin & Lincoln, *uba & Lincoln, 1oustyan yang akan diuraikan di ba6ah ini merupakan prinsipprinsip implementasi dalam penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Perbedaa# Pe#elitia# 9"a#titatif de#!a# Pe#elitia# 9"alitatif (uparlan ( !!)& menjelaskan perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif sebagai berikut# a+ Pe#elitia# 9"a#titatif Landasan berpikir pendekatan kuantitatif adalah filsafat positi;isme yang pertama kali diperkenalkan oleh 0mile Durkhim ( !:"&. 'andangan filsafat positi;isme adalah bah6a tindakan-tindakan manusia ter6ujud dalam gejalagejala sosial yang disebut fakta-fakta sosial. <akta-fakta sosial tersebut harus dipelajari secara objektif, yaitu dengan memandangnya sebagai 3benda,4 seperti benda dalam ilmu pengetahuan alam. 9aranya dengan melakukan obser;asi atau mengamati fakta sosial untuk melihat kecenderungankecenderungannya, menghubungkan dengan fakta-fakta sosial lainnya, dengan demikian kecenderungan-kecenderungan suatu fakta sosial tersebut dapat diidentifikasi. 'enggunaan data kuantitatif diperlukan dalam analisis yang dapat dipertanggungja6abkan kesahihannya demi tercapainya ketepatan data dan ketepatan penggunaan model hubungan ;ariabel bebas dan ;ariabel tergantung ((uparlan, !!)#!%&. 'ada buku yang lain (uparlan menjelaskan bah6a penelitian kuantitatif memusatkan perhatiannya pada gejala-gejala yang mempunyai karakteristik tertentu dalam kehidupan manusia, yang dinamakan ;ariabel. =akikat hubungan antara ;ariabel-;ariabel dianalisa dengan menggunakan teori yang objektif. >arena sasaran kajian dari penelitian kuantitatif adalah gejala-gejala, 55

sedangkan gejala-gejala yang ada dalam kehidupan manusia itu tidak terbatas banyaknya dan tidak terbatas pula kemungkinan-kemungkinan ;ariasi dan hierarkinya, maka juga diperlukan pengetahuan statistik. (tatistik dalam penelitian kuantitatif berguna untuk menggolong-golongkan dan menyederhanakan ;ariasi dan hierarki yang ada dengan ketepatan yang dapat diukur, termasuk juga dalam penganalisaan dari data yang telah dikumpulkan ((uparlan, !!"#:-)&. b+ Pe#elitia# 9"alitatif Landasan berpikir dalam penelitian kualitatif adalah pemikiran 1a? @eber ( !!)& yang menyatakan bah6a pokok penelitian sosiologi bukan gejala-gejala sosial, tetapi pada makna-makna yang terdapat di balik tindakantindakan perorangan yang mendorong ter6ujudnya gejala-gejala sosial tersebut. ,leh karena itu metoda yang utama dalam sosiologi dari 1a? @eber adalah verste e# atau pemahaman (jadi bukan er'lare# atau penjelasan&. -gar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang ter6ujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya ((uparlan, !!)#!%&. 'ada buku yang lain, (uparlan menjelaskan bah6a penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip umum yang mendasari per6ujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola. *ejala-gejala sosial dan budaya dianalisis dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku, dan pola-pola yang ditemukan tadi dianalisis lagi dengan menggunakan teori yang objektif. 'enelitian kualitatif sasaran kajiannya adalah pola-pola yang berlaku yang merupakan prinsip-prinsip yang secara umum dan mendasar berlaku dan menyolok berdasarkan atas kehidupan manusia, maka juga analisis terhadap gejala-gejala tersebut tidak dapat tidak harus menggunakan kebudayaan yang bersangkutan sebagai kerangka acuannya. >arena kalau menggunakan kebudayaan lain atau kerangka acuan

5"

lainnya maka maknanya adalah menurut kebudayaan lainA tidak objektif, sehingga pendekatan kualitatif tidak rele;an ((uparlan, !!"#:-)&. Dari uraian (uparlan tersebut sudah jelas perbedaan yang fundamental antara penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. -gar terdapat gambaran yang lebih rinci perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif akan dikemukakan pandangan 9ress6ell ( !!"&, Denzin & Lincoln ( !!"&, *uba & Lincoln ( !!"&, dan 1oustyan ( !!%& (dalam Beuman, !!)# "& sebagai berikut. :"a#titative (tyle *Model 9"a#titatif+ a. Meas"re ob2ective facts (mengukur fakta yang objektif& b. ;oc"s o# variables (terfokus pada ;ariabel-;ariabel& c. Reliability is 'ey (reliabilitas merupakan kunci& d. <al"e free (bersifat bebas nilai& e. I#de%e#de#t of co#te=t (tidak tergantung pada konteks& f. Ma#y cases s"b2ects (terdiri atas kasus atau subjek yang banyak& g. (tatistical a#alysis (menggunakan analisis statistik& h. Researc er is detac ed (peneliti tidak terlibat& :"alitative (tyle *Model 9"alitatif+ a. 6o#str"ct social reality$ c"lt"ral mea#i#! (mengonstruksi realitas sosial, makna budaya& b. ;oc"s o# i#teractive %rocesses$ eve#ts (berfokus pada proses interpretasi dan peristi6a-peristi6a& c. A"t e#ticity is 'ey (keaslian merupakan kunci& d. <al"es are %rese#t a#d e=%licit (nilai hadir dan nyata C tidak bebas nilai& e. (it"atio#ally co#strai#ed (terikat pada situasi C terikat pada konteks& f. ;ew cases s"b2ects (terdiri atas beberapa kasus atau subjek& g. T ematic a#alysis (bersifat analisis tematik& h. Researc er is i#volved (peneliti terlibat&

5%

Pe#2elasa# da# co#to Model 9"a#titatif a. Me#!"'"r fa'ta ya#! ob2e'tif (etiap fakta atau fenomena yang dalam penelitian kuantitatif dijadikan ;ariabel (hal-hal yang pokok dalam suatu masalah& untuk mendapatkan objekti;itas, ;ariabel tersebut harus diukur. 1isalnya untuk mengetahui kualitas atau kadar atau tinggi rendahnya moti;asi kerja karya6an suatu perusahaan dilakukan tes atau dengan kuesioner yang disusun berdasarkan komponen-komponenCunsur-unsurCindikator-indikator dari ;ariabel penelitian yang dalam hal ini moti;asi kerja karya6an. b. Terfo'"s %ada variabel1variabel (ebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu ditentukan ;ariabel-;ariabel atau hal-hal pokok yang terdapat dalam suatu masalahCgejalaCfenomena. 'enentuan ;ariabel-;ariabel tersebut berdasarkan hukum sebab-akibat, suatu gejala yang terjadi merupakan akibat dari gejala yang lain atau karena adanya hubungan atau pengaruh gejala lain. Di sini terjadi cara ber%i'ir #omoteti'. 1isalnya dalam suatu perusahaan terjadi gejala penurunan produkti;itas kerja karya6an. (elanjutnya dilakukan pengkajian secara teoritis faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya penurunan produkti;itas kerja tersebut. 1isalnya secara teori ditemukan bah6a produkti;itas kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor moti;asi kerja dan kepemimpinan manajer. >emudian pengaruh atau hubungan dari data hasil pengukuran masing-masing ;ariabel diuji secara statistik apakah benar ;ariabel moti;asi kerja dan kepemimpinan manajer mempunyai pengaruh atau mempunyai hubungan dengan ;ariabel produkti;itas kerja. Dan apakah pengaruh atau hubungan tersebut signifikan atau dapat dipercaya (mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi&. -pabila hasil analisis statistik menyatakan ;ariabel-;ariabel tersebut mempunyai pengaruh atau hubungan secara signifikan, maka dapat disimpulkan bah6a produkti;itas kerja karya6an dipengaruhi oleh ;ariabel moti;asi kerja dan kepemimpinan manajer atau mempunyai hubungan dengan moti;asi kerja dan kepemimpinan manajer. 6atata#, -nalisis statistik yang dipergunakan untuk mengukur pengaruh suatu ;ariabel pada ;ariabel lain berbeda dengan analisis statistik yang dipergunakan

5:

untuk mengukur hubungan suatu ;ariabel dengan suatu ;ariabel yang lain atau beberapa ;ariabel. -nalisis statistik untuk mengukur pengaruh suatu ;ariabel pada ;ariabel yang lain di antaranya menggunakan analisis statistik m"lti%le re!ressio# (regresi ganda&, sedangkan untuk mengukur hubungan suatu ;ariabel dengan ;ariabel lain di antaranya menggunakan analisis statistik correlatio# (korelasi& misalnya correlatio# %rod"ct1mome#t (korelasi %rod"ct1 mome#t& dari 9arl 'earson atau (pearman-Bro6n. c. Reliabilitas mer"%a'a# '"#ci 7eliabilitas atau keajegan suatu tes atau kuesioner mempunyai arti bah6a tes atau kuesioner tersebut menghasilkan skor yang relatif sama 6alaupun dilakukan pada 6aktu yang berbeda. (uatu alat ukur atau instrumen penelitian (misalnya tes atau kuesioner& apabila memiliki reliabilitas yang tinggi akan menyebabkan hasil penelitian itu akurat. ,leh karena itu, reliabilitas merupakan kunci dalam penelitian kuantitatif, karena apabila alat ukur atau instrumen penelitian reliabel (terpercaya&, maka akan berdampak hasil penelitian akurat. Di samping alat ukur harus reliabel dipersyaratkan pula harus valid (sahih& atau memiliki validitas (kesahihan&. (uatu instrumen penelitian dikatakan valid atau memiliki validitas apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. 6atata#, Dji statistik untuk mengukur reliabilitas diantaranya adalah -nalisis -lpha 9ronbach dan >7-/$ (>uder-7ichardson /$&. (edangkan uji statistik untuk mengukur ;aliditas dilakukan di antaranya dengan mengorelasikan skor setiap item dengan skor total (jumlah seluruh skor item dikurangi skor item yang dikorelasikan&. d. Bebas #ilai Dalam penelitian kuantitatif pengujian terhadap gejalaCfenomena tidak dikaitkan dengan budaya atau nilai-nilai budaya masyarakat yang melatarbelakangi fenomena tersebut. 'engaruh nilai-nilai budaya terhadap fenomena tidak diperhitungkan atau tidak diperhatikan. (ebagai contoh salah satu komponen dari konsep diri adalah kelebihan dan kelemahan pada diri indi;idu. Dalam budaya Barat seorang indi;idu untuk menyatakan kelebihan dan kelemahan diri sendiri tidak menjadi masalah. (eorang indi;idu untuk 5)

dapat dikatakan memiliki konsep diri yang positif, indi;idu tersebut dapat menyatakan kelemahan dan kelebihannya di samping memiliki kriteriakriteria konsep diri yang lain. (edangkan pada budaya Eimur perilaku yang demikian dapat dikategorikan perilaku sombong. Dalam penelitian kuantitatif pengaruh nilai-nilai budaya tidak diperhitungkan, karena menurut paradigma yang dipergunakan sebagai landasan berpijak pada penelitian kuantitatif, kriteria-kriteria konsep diri bersifat uni;ersal atau berlaku umum. e. Tida' ter!a#t"#! %ada 'o#te's (uatu fenomena terkait dengan konteks artinya terkait dengan situasi atau lingkungan yang menyertai fenomena tersebut. <enomena yang sama, konteksnya dapat berbeda. 1isalnya fenomena aktualisasi diri atau kebutuhan untuk me6ujudkan kemampuan dirinya (Eeori 1oti;asi -braham 1aslo6& bagi orang-orang perkotaan akan berbeda dengan orang-orang pedesaan. -ktualisasi diri orang Fakarta akan berbeda dengan orang pedesaan yang tinggal di lereng gunung 1erapi, di lereng 1erbabu, di pedalaman >alimantan, atau di pedalaman 8rian Barat ('apua&. -ktualisasi diri orang Fakarta dimanifestasikan dalam kemampuan teknologi, teknologi informasi, bahasa asing, manajemen, dan lain-lain, sedangkan orang-orang pedesaan di lereng gunung 1erapi dan 1erbabu atau di pedalaman >alimantan atau di pedalaman 'apua dimanifestasikan dalam kemampuan bertani atau bercocok tanam, memelihara binatang, atau memburu binatang buas atau menguasai seni lokal atau seni daerah setempat. 'enelitian kuantitatif tidak tergantung konteks dari fenomena yang diteliti.

5+

*ambar % # -braham 1aslo6 f. Terdiri dari 'as"s1'as"s ata" s"b2e'1s"b2e' ya#! ba#ya' Dalam penelitian kuantitatif diperlukan adanya kasus-kasus atau subjek-subjek yang banyak. =al ini bertujuan agar dapat digeneralisasikan atau dapat diberlakukan secara umum. Dntuk itu terdapat terminologi %o%"lasi$ sam%el, dan tec #i/"e sam%li#! (teknik menentukan sampel&. 'opulasi adalah seluruh atau jumlah indi;idu dari suatu 6ilayah atau organisasi atau instansi atau perusahaan yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari selanjutnya untuk ditarik kesimpulan. (edang sampel adalah sebagian dari populasi yang me6akili populasi, oleh karena itu sampel harus representatif (harus dapat me6akili& artinya sampel harus dapat menggambarkan keadaan populasi. Eerdapat beberapa teknik sampling (cara pengambilan sampel&, di antaranya# total sam%li#!, yaitu apabila seluruh indi;idu atau seluruh anggota populasi dijadikan sampelA stratified ra#dom sam%li#!, yaitu apabila setiap strataCtingkatCbagian ada 6akil yang dijadikan sampel dan dilakukan secara acak (ra#dom&A %"r%osive sam%li#!, yaitu apabila indi;idu yang dijadikan sampel memiliki persyaratan tertentu sesuai tujuan penelitianA accide#tal sam%li#!, yaitu indi;idu yang dijadikan sampel adalah indi;idu yang dapat ditemuiA dan lain-lain. Dengan adanya sampel yang representatif terhadap populasinya, maka penelitian cukup dilakukan terhadap sampel, dan hasil penelitian terhadap sampel tersebut dapat digeneralisir 5!

artinya dapat menggambarkan populasi, 6alaupun penelitian hanya ditujukan pada sampel, tetapi sudah dapat untuk menggambarkan keadaan populasi. !. Me#!!"#a'a# a#alisis statisti' Dalam penelitian kuantitatif digunakan analisis statistik bertujuan agar dapat mendeskripsikan secara akurat suatu fenomena (er'lare#&. (edangkan dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan analisis statistik karena tujuannya tidak akan mendeskripsikan suatu fenomena tetapi mencari makna guna mendapatkan pemahaman yang mendalam (verste e#&. Eerdapat beberapa macam teknik analisis statistik, misalnya sebagaimana telah diuraikan di depan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara ;ariabel yang satu dengan ;ariabel yang lain digunakan teknik analisis statistik korelasi %rod"ct1 mome#t dari 9arl 'earson atau dari (pearman-Bro6n. Dntuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara ;ariabel yang satu pada ;ariabel yang lain digunakan analisis statistik m"lti%le re!ressio#. Dntuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara ;ariabel yang satu dengan ;ariabel yang lain digunakan rumus t1test. Dalam penelitian kuantitatif digunakan istilah-istilah yang spesifik dan tidak digunakan dalam penelitian kualitatif, misalnya ;ariabel, ;aliditas, reliabilitas, hipotesis, signifikan, dan lain-lain. (ignifikan digunakan untuk menggambarkan apabila hubungan, perbedaan, pengaruh antara suatu ;ariabel dengan ;ariabel yang lain mempunyai makna, untuk itu kemungkinan salah perhitungannya dibatasi maksimal %G, atau dengan simbol statistik p H $.$%. (uatu hubungan atau perbedaan atau pengaruh antara ;ariabel yang satu dengan ;ariabel yang lain apabila p H $.$% (tingkat kesalahan sama atau lebih kecil dari %G& dinyatakan signifikan atau bermakna. . Pe#eliti tida' memi a' Dalam penelitian kuantitatif peneliti tidak memihak, artinya peneliti menghindari subjekti;itas dari subjek yang diteliti. Dalam penelitian kualitatif peneliti justru berusaha mengetahui persepsi subjektif dari subjek yang diteliti. =asil penelitian kualitatif merupakan hasil analisis persepsi subjektif dari subjek yang diteliti terhadap suatu fenomena. (edangkan dalam penelitian kuantitatif peneliti sejauh mungkin mengeleminir subjekti;itas dari subjek

"$

yang diteliti. ,leh karena itu dalam penelitian kuantitatif dikatakan peneliti tidak memihak. Pe#2elasa# da# co#to Model 9"alitatif a. Me#!o#str"'si realitas sosial$ ma'#a b"daya -pabila penelitian kuantitatif berusaha mengukur fakta yang objektif atau dengan kata lain mendeskripsikan suatu fenomena atau realitas, maka penelitian kualitatif ingin mendapatkan pemahaman yang mendalam. Dntuk itu harus mencari nomenon atau makna di balik fenomena. -tau dapat dikatakan penelitian kuantitatif berusaha mendeskripsikan fenomena secara akurat (er'lare#&, sedangkan penelitian kualitatif ingin mendapatkan makna di balik fenomena, untuk itu perlu mendapatkan pemahaman yang mendalam dari suatu fenomena (verste e#&. Dntuk mendapatkan pemahaman yang mendalam (verste e#&, tidak cukup apabila hanya mengetahui tentang apa dari suatu fenomena tetapi juga mengapa dan bagaimana dari suatu fenomena. 1engapa suatu fenomena ada atau terjadi, bagaimana suatu fenomena terjadi atau bagaimana proses terjadinya suatu fenomena. Dan hal ini, yaitu pengetahuan tentang apa, mengapa, dan bagaimana, dapat dikuasai manusia, karena manusia mempunyai meta'o!#isi yang mampu menghasilkan %e#!eta "a# de'laratif (pengetahuan tentang apa&, %e#!eta "a# %rosed"ral (pengetahuan tentang bagaimana&, dan %e#!eta "a# 'o#disio#al (pengetahuan tentang mengapa dan kapan& (1icchenbaum, dkk, !+% dalam @oolfolk, !!+#/:)&. Dntuk mendapatkan pemahaman yang mendalam (verste e#& tidak cukup hanya mengetahui tentang apa dari suatu fenomena tetapi juga mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. 'endapat penulis ini mengacu pendapat (uparlan ( !!)# !!& sebagai berikut# 3Dalam pendekatan kualitatif, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebagai pertanyaan-pertanyaan penelitian bukan hanya mencakup# a%a$ sia%a$ dima#a$ 'a%a#$ ba!aima#a, tetapi yang terpenting yang harus tercakup dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut adalah me#!a%a. 'ertanyaan me#!a%a menuntut ja6aban mengenai hakikat yang ada dalam hubungan diantara gejala-gejala atau konsep-konsep, sedangkan pertanyaan-pertanyaan a%a$ sia%a$ dima#a$ dan "

'a%a# menuntut ja6aban mengenai identitas, dan pertanyaan ba!aima#a menuntut ja6aban mengenai proses-prosesnya. 'oer6andari ( !!+# )& menyatakan penelitian kualitatif dilakukan untuk mengembangkan pemahaman. 'enelitian kualitatif membantu mengerti dan menginterpretasi apa yang ada di balik peristi6a# latar belakang pemikiran manusia yang terlibat di dalamnya, serta bagaimana manusia meletakkan makna pada peristi6a yang terjadi. 'engembangan hukum umum tidak menjadi tujuan penelitian, upaya-upaya mengendalikan atau meramalkan juga tidak menjadi aspek penting. -spek subjektif manusia menjadi hal penting. 'enelitian kualitatif dinyatakan mengonstruksi realitas sosial, karena penelitian kualitatif berlandaskan paradigma >onstrukti;isme yang berpandangan bah6a pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi rasio subjek yang diteliti. 'engenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, ini berarti ilmu pengetahuan bukan hasil pengalaman semata, tetapi merupakan juga hasil konstruksi oleh rasio. b. Berfo'"s %ada %roses i#tera'si da# %eristiwa1%eristiwa 'enelitian kuantitatif berfokus pada ;ariabel-;ariabel, bahkan sebelum penelitian dilakukan telah ditentukan terlebih dahulu ;ariabel-;ariabel yang akan diteliti. (edangkan dalam penelitian kualitatif, fokus perhatiannya pada proses interaksi dan peristi6a-peristi6a atau kejadian-kejadiannya itu sendiri, bukan pada ;ariabel-;ariabel. Bahkan fokus penelitian dapat berubah pada 6aktu di lapangan setelah melihat kenyataan yang ada di lapangan. Dalam penelitian kualitatif di antara teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah obser;asi. ,bser;asi tidak cukup apabila hanya diarahkan pada setti#! saja, tetapi justru yang pokok adalah proses terjadinya peristi6a-peristi6a atau kejadian-kejadian itu sendiri. Demikian pula obser;asi tidak cukup dilakukan bersamaan dengan 6a6ancara, tetapi obser;asi sebaiknya dilakukan tidak bersamaan dengan 6a6ancara. -pabila obser;asi dilakukan bersamaan dengan 6a6ancara, maka tidak dapat terfokus pada hal-hal yang akan diobser;asi. @alaupun memang ada perilaku yang dapat diobser;asi pada 6aktu diadakan 6a6ancara, namun mengenai perilaku tersebut belum dapat "/

ditarik kesimpulan. -gar dapat ditarik kesimpulan maka hasil 6a6ancara harus dilengkapi dan dicek dengan hasil obser;asi yang dilakukan secara khusus. Dengan obser;asi akan dapat diketahui tentang proses interaksi atau kejadian-kejadiannya sendiri. -tau dengan kata lain, dengan obser;asi terutama obser;asi langsung tidak hanya akan dapat menja6ab pertanyaan tentang apa, tetapi juga bagaimana dan mengapa. Dengan diketahuinya tentang apa, bagaimana, dan mengapa, maka masalah akan dapat dipahami secara mendalam (verste e#&. c. 9easlia# mer"%a'a# '"#ci Dalam penelitian kuantitatif, reliabilitas merupakan kunci, jadi analisis statistik mempunyai fungsi yang sangat strategis. Dalam penelitian kualitatif keaslian merupakan kunci, sehingga penelitian kualitatif ini juga dikatakan sebagai penelitian alamiah (#at"ralist i#/"iry&. Dalam penelitian kualitatif tidak ada usaha untuk memanipulasi situasi maupun setti#!. (ebaliknya penelitian kuantitatif justru sering melakukan manipulasi situasi maupun setti#! penelitian. 1isalnya dalam metoda eksperimen, situasi dapat dimanipulasi dengan subjek diatur sehingga homogen dengan dipilih sesuai kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu, dengan ditiadakannya pengaruh dari ;ariabel kontrol, adanya treatme#t (perlakuan khusus& misalnya diberikan terapi khusus atau diberikan pelatihan khusus, dan lain-lain. (ebaliknya penelitian kualitatif melakukan studi terhadap fenomena dalam situasi dan setti#! sebagaimana adanya. *uba seperti yang dikutip 'atton ( !!$ dalam 'oer6andari, !!+#5$& mendefinisikan studi dalam situasi alamiah sebagai studi yang berorientasi pada penemuan ( discovery1orie#ted&. 'enelitian demikian secara sengaja membiarkan kondisi yang diteliti berada dalam keadaan sesungguhnya, dan menunggu apa yang akan muncul atau ditemukan. d. Nilai adir da# #yata *tida' bebas #ilai+ Dalam penelitian kuantitatif, peneliti berusaha untuk tidak memperhatikan atau tidak memperhitungkan nilai (bebas nilai&, sebaliknya dalam penelitian kualitatif nilai sangat diperhatikan atau diperhitungkan. 'enelitian kuantitatif memegang teguh prinsip menghindari pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan nilai-nilai dalam laporan penelitian (juga dalam skripsi, tesis, disertasi& "5

dengan jalan menggunakan bahasa yang im%erso#al (misalnya tidak menggunakan kata# kita, kami, saya, kita semua&, membuat laporan penelitian, mengajukan argumentasi berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dalam penelitian. (edang penelitian kualitatif menggunakan bahasa yang %erso#al (dapat menggunakan kata# kita, kami, saya, kita semua&. 1enurut Beuman ( !!) dalam (alim, /$$ #5:& dalam penelitian kualitatif para peneliti mengetahui adanya sifat val"e1lade# (sarat nilai-nilai subjektif si peneliti& dalam penelitian, dan si peneliti pun secara aktif melaporkan nilai-nilai dan bias-biasnya, serta nilai-nilai dari informasi yang dikumpulkan di lapangan. e. Teri'at %ada sit"asi *teri'at %ada 'o#te's+ Eelah dijelaskan bah6a suatu fenomena terikat pada situasi yang mengelilinginya, atau dengan kata lain selalu terikat pada konteks. Eelah dijelaskan pula di depan bah6a dalam penelitian kuantitatif karena ingin menghasilkan data yang berlaku umum (uni;ersal&, maka peneliti harus menjaga jarak dan bebas dari pengaruh yang diteliti. 'eneliti selalu berusaha mengontrol bias, memilih percontohan yang sistematis dan berusaha objektif dalam meneliti suatu fenomena. (ebaliknya penelitian kualitatif tidak menjaga jarak dan tidak bebas dari yang diteliti karena ingin mengetahui persepsinya, atau dengan kata lain ingin mengetahui persepsi subjektif dari yang diteliti. 'ersepsi subjektif dari yang diteliti selalu terikat pada situasi atau terikat pada konteks. 8ndi;idu yang sedang mengalami kesedihan dapat berubah menjadi senang atau gembira pada saat memasuki pesta ulang tahun anaknya atau teman karibnya. Dengan adanya data yang bersifat subjektif, apa ini berarti penelitian kualitatif tetap bersifat ilmiah. @alaupun datanya bersifat subjektif, penelitian kualitatif tetap ilmiah, karena apabila data tersebut dimiliki beberapa atau banyak indi;idu atau dengan kata lain beberapa atau banyak indi;idu memiliki data yang sama dengan subjek yang diteliti, maka hasil penelitian seperti ini disebut bersifat i#ters"b2e'tif. Dalam %e#elitia# '"alitatif$ %e#!ertia# i#ters"b2e'tif sama de#!a# ob2e'tif. f. Terdiri dari bebera%a 'as"s ata" s"b2e' Dalam penelitian kualitatif karena tidak bertujuan menggeneralisasikan hasil penelitiannya, maka penelitian kualitatif tidak perlu meneliti banyak kasus ""

atau subjek. Dalam studi kasus subjek yang diteliti dapat satu tetapi dapat juga banyak, bahkan mungkin penduduk suatu negara. >arena dalam studi kasus yang sangat penting adalah sifat#ya ya#! sa#!at s%esifi'. 9ontoh penelitian tentang 3'erkembangan Demokrasi pada Begara-negara (osialis.4 Begaranegara yang menganut paham (osialis menentang paham Demokrasi. Fadi penelitian perkembangan demokrasi di negara-negara sosialis bersifat spesifik. (ebagai contoh tidak seperti dalam penelitian kuantitatif yang mematok jumlah subjek minimal sebanyak 5$ (tiga puluh& indi;idu agar dapat dianalisis dengan statistik parametrik, maka dalam penelitian kualitatif tidak mematok jumlah subjek yang diteliti. !. Bersifat a#alisis temati' Dalam penelitian kualitatif karena tidak bertujuan menggeneralisasikan hasil penelitiannya, maka yang diteliti adalah hal-hal yang bersifat khusus atau spesifik, dan analisisnya bersifat tematik. 1isalnya tindak kekerasan terhadap perempuan, masalah-masalah jender# perjuangan perempuan mendapatkan perlakuan yang adil dalam lapangan pekerjaan, kasus-kasus perilaku menyimpang, masalah kesulitan belajar bagi anak-anak yang tidak normal (lear#i#!1disabilities&, dan lain-lain. . Pe#eliti terlibat Berbeda dengan penelitian kuantitatif di mana peneliti mengambil jarak dengan yang diteliti agar dapat menjaga objekti;itas atau menghindari subjekti;itas dari yang diteliti, maka sebaliknya penelitian kualitatif peneliti tidak mengambil jarak, agar peneliti benar-benar memahami persepsi subjek yang diteliti terhadap suatu fenomena. Dntuk itu peneliti dapat melakukan misalnya obser;asi terlibat (%artici%a#t observatio#&. Dengan obser;asi terlibat pemahaman terhadap subjek dapat mendalam. >. PARADIGMA DA8AM PENE8ITIAN 9?ANTITATI; DAN 9?A8ITATI; a. Paradi!ma dalam %e#elitia# '"a#titatif 'aradigma dalam penelitian kuantitatif adalah Positivisme, yaitu suatu keyakinan dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bah6a realitas itu ada (e=ist& dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan "%

hukum alam (#at"ral laws&. Dengan demikian penelitian berusaha untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan ((alim, /$$ #5!&. 1enurut (arantakos ( !!5 dalam 'oer6andari, !!+# )&, 'ositi;isme melihat penelitian sosial sebagai langkah instrumental, penelitian dianggap sebagai alat untuk mempelajari peristi6a dan hukum-hukum sosial pada akhirnya akan memungkinkan manusia meramalkan kemungkinan kejadian serta mengendalikan peristi6a. (edangkan *uba ( !!$# !& menjelaskan# T e basic belief system of %ositivism is rooted i# a realist o#tolo!y$ t at is$ t e belief t at t ere e=ists a reality o"t t ere$ drive# by imm"table t e #at"ral laws.& 8ntinya sistem keyakinan dasar dari 'ositi;isme berakar pada ontologi realis yaitu percaya akan keberadaan realitas di luar indi;idu, yang dikendalikan oleh hukumhukum alam yang tetap. (ecara singkat, 'ositi;isme adalah sistem keyakinan dasar yang menyatakan kebenaran itu berada pada realitas yang terikat pada hukumhukum alam yaitu hukum kasualitas atau hukum sebab-akibat. (elanjutnya menurut *uba ( !!$#/$& sistem keyakinan dasar para peneliti positi;is dapat diringkas sebagai berikut# )#tolo!y, Realist1reality e=ists o"t t ere& a#d is drive# by imm"table #at"ral laws a#d mec a#ism. 9#owled!e of t is e#tities$ laws a#d mec a#isms is co#ve#tio#ally s"mmari@ed i# t e form of time a#d co#te=t1 free !e#erali@atio#s. (ome of t ese latter !e#erali@atio#s ta'e t e form of ca"se1effect laws.& >utipan tersebut mempunyai arti asumsi ontologi# bersifat nyata, artinya realita itu mempunyai keberadaan sendiri dan diatur oleh hukum-hukum alam dan mekanisme yang bersifat tetap. 'engetahuan tentang hal-hal di luar diri manusia (e#tities&, hukum, dan mekanisme-mekanisme ini secara kon;ensional diringkas dalam bentuk generalisasi yang bersifat tidak terikat 6aktu dan tidak terikat konteks. (ebagian dari generalisasi ini berbentuk hukum sebab-akibat. E%istomolo!y , D"alistAob2ectivist B it is bot %ossible a#d esse#tial for t e e#/"irer to ado%t a dista#t$ #o#i#teractive %ost"re. <al"e a#d ot er biasi#! ":

a#d co#fo"#di#! factors are t ereby a"tomatically e=cl"ded from i#fl"e#ci#! t e o"tcomes.& >utipan tersebut mempunyai arti asumsi epistomologi# dualisCobjektif, adalah mungkin dan esensial bagi peneliti untuk mengambil jarak dan bersikap tidak melakukan interaksi dengan objek yang diteliti. Bilai, faktor bias dan faktor yang mempengaruhi lainnya secara otomatis tidak mempengaruhi hasil studi. Met odolo!y , E=%erime#talAma#i%"late B /"estio#s a#dAor y%ot eses are st"died i# adva#ce i# %ro%ositio#al term a#d s"b2ected to em%irical tests *falsificatio#+ "#der caref"lly co#trolled co#ditio#s.& >utipan tersebut mempunyai arti asumsi metodologi# bersifat eksperimentalCmanipulatif# pertanyaan-pertanyaan danCatau hipotesis-hipotesis dinyatakan dalam bentuk proposisi sebelum penelitian dilakukan dan diuji secara empiris (falsifikasi& dengan kondisi yang terkontrol secara cermat. 'ositi;isme muncul pada abad ke- ! dimotori oleh (osiolog -guste 9omte. 9omte menguraikan secara garis besar prinsip-prinsip positi;isme yang hingga kini masih banyak digunakan. Fohn (tuart 1ill dari 8nggris ( +"5& memodifikasi dan mengembangkan pemikiran 9omte. (edang 0mile Durkheim ((osiolog 'erancis& mengembangkan suatu ;ersi positi;isme dalam R"les of t e (osiolo!ical Met ods ( +!%&, yang kemudian menjadi acuan bagi para peneliti ilmu sosial yang beraliran positi;isme. 1enurut 0mile Durkheim ( !+/#%!& objek studi sosiologi adalah fakta sosial. <akta sosial tersebut meliputi# bahasa, sistem hukum, sistem politik, pendidikan dan lain-lain. (ekalipun fakta sosial berasal dari luar kesadaran indi;idu, tetapi dalam penelitian positi;isme informasi kebenaran itu ditanyakan oleh peneliti kepada indi;idu yang dijadikan responden penelitian.

")

*ambar : # Fohn (tuart 1ill b. Paradi!ma dalam %e#elitia# '"alitatif 'aradigma dalam penelitian kualitatif adalah 9o#str"'tivisme$ Post Positivisme$ da# Teori 9ritis a+ 9o#str"'tivisme *uba ( !!$#/%& menyatakan# 3B"t % iloso% ers of scie#ce #ow "#iformly believe t at facts are facts o#ly wit i# some t eoretical framewor' (=esse, !+$&. T "s t e basis for discoveri#! ow t i#!s really are& a#d really wor'& is lost. Reality& e=ist o#ly i# t e co#te=t of me#tal framewor' *co#str"ct+ for t i#'i#! abo"t it.& >utipan tersebut mempunyai arti ahli-ahli filsafat ilmu pengetahuan percaya bah6a fakta hanya berada dalam kerangka kerja teori (=esse, !+$&. Basis untuk menemukan 3(esuatu benar-benar ada4 dan 3benarbenar bekerja4 adalah tidak ada. Realitas a#ya ada dalam 'o#te's s"at" 'era#!'a 'er2a me#tal *'o#str"'+ "#t"' ber%i'ir te#ta#! realitas terseb"t. 8ni berarti realitas itu ada sebagai hasil konstruksi dari kemampuan berpikir seseorang. (elanjutnya *uba ( !!$#/%& menyatakan 6o#str"ctivists co#c"r wit t e ideolo!ical ar!"me#t t at i#/"iry ca##ot be val"e1free. If reality& ca# be see# o#ly t ro"! a t eory wi#dow$ it ca# e/"ally be see# o#ly t ro"! a val"e wi#dow. Ma#y co#str"ctio#s are %ossible.& "+

>utipan tersebut mempunyai arti# kaum >onstrukti;is setuju dengan pandangan bah6a penelitian itu tidak bebas nilai. Fika 3realitas4 hanya dapat dilihat melalui jendela teori, itu hanya dapat dilihat sama melalui jendela nilai. Banyak pengonstruksian dimungkinkan. 8ni berarti menurut *uba penelitian terhadap suatu realitas itu tidak bebas nilai. 7ealitas hanya dapat diteliti dengan pandangan (jendelaCkacamata& yang berdasarkan nilai. Beberapa hal lagi dijelaskan tentang konstrukti;isme oleh *uba tetapi penjelasan *uba yang terakhir tetapi penting adalah sebagai berikut# ;i#ally$ it de%icts '#owled!e as t e o"tcome or co#se/"e#ce of "ma# activityC '#owled!e is a "ma# co#str"ctio#$ #ever certifiable as "ltimately tr"e b"t %roblematic a#d ever c a#!i#!& (*uba, !!$#/:&. 'enjelasan *uba yang terakhir 3pengetahuan dapat digambarkan sebagai hasil atau konsekuensi dari akti;itas manusia, pengetahuan merupakan konstruksi manusia, tidak pernah dipertanggungja6abkan sebagai kebenaran yang tetap tetapi merupakan permasalahan dan selalu berubah.4 'enjelasan *uba yang terakhir tersebut mengandung arti bah6a akti;itas manusia itu merupakan akti;itas mengonstruksi realitas, dan hasilnya tidak merupakan kebenaran yang tetap tetapi selalu berkembang terus. Dari beberapa penjelasan *uba yang dikutip di atas dapat disimpulkan bah6a realitas itu merupakan hasil konstruksi manusia. 7ealitas itu selalu terkait dengan nilai jadi tidak mungkin bebas nilai dan pengetahuan hasil konstruksi manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus. >onstrukti;isme ini secara embrional bertitik tolak dari pandangan 7ene Descartes ( %!:- :!$& dengan ungkapannya yang terkenal# 6o!ito Er!o ("m$& yang artinya A'" ber%i'ir ma'a a'" ada.& Dngkapan 9ogito 0rgo (um adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. 1enurut Descartes pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan melainkan hasil pemikiran rasio. 'engamatan merupakan hasilCkerja dari indera (mata, telinga, hidung, peraba, pengecapClidah&, oleh karena itu hasilnya kabur. Dntuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. 'angkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dimulai dengan meragukan kemudian menimbulkan kesadaran, dan kesadaran ini "!

berada di samping materi. (edangkan prinsip ilmu pengetahuan di satu pihak berfikir, ini ada pada kesadaran, dan di pihak lain berpijak pada materi. =al ini dapat dilihat dari pandangan 8mmanuel >ant ( )/"- +$+&. 1enurut >ant ilm" %e#!eta "a# it" b"'a# semata1mata mer"%a'a# %e#!alama# ter ada% fa'ta$ teta%i 2"!a mer"%a'a# asil 'o#str"'si ole rasio. (elanjutnya menurut *uba ( !!$#/)& sistem keyakinan dasar pada peneliti >onstrukti;isme dapat diringkas sebagai berikut# )#tolo!y , Relativist B Realities e=ist i# t e form of m"lti%le me#tal co#str"ctio#s$ socially a#d e=%erie#tially based local a#d s%ecific$ de%e#de#t for t eir form a#d co#te#t o# t e %erso#s w o old t em.& -sumsi ontologi# 37ealiti;is 2 realitas-realitas ada dalam bentuk konstruksi mental yang bersifat ganda, didasarkan secara sosial dan pengalaman, lokal dan khusus bentuk dan isinya, tergantung pada mereka yang mengemukakannya.4 E%istomo!y , ("b2ectivist B i#/"irer a#d i#/"ired i#to are f"sed a si#!le *mo#istic+ e#tity. ;i#di#!s are literally t e creatio# of t e %rocess of i#teractio# betwee# t e two.& -sumsi epistimologi# 3(ubjektif 2 peneliti dan yang diteliti disatukan ke dalam pengetahuan yang utuh dan bersifat tunggal *mo#istic+. Eemuan-temuan secara harafiah merupakan kreasi dari proses interaksi antara peneliti dan yang diteliti.4 Met odolo!y, 0erme#e"tic B dialectic B i#divid"al co#str"ctio#s are elicited a#d refi#ed s"bsta#tisl co#se#s"s.& -sumsi metodologi# 3=ermeneutik 2 dialektik 2 konstruksi-konstruksi indi;idual dinyatakan dan diperhalus secara hermeneutik dengan tujuan menghasilkan satu atau beberapa konstruksi yang secara substansial disepakati4 erme#e"tically$ wit t e aim of !e#erati#! o#e *or a few+ co#str"ctio#s o# w ic t ere is

%$

b+ Post%ositivisme *uba ( !!$#/$& menjelaskan 'ostpositi;isme sebagai berikut# 3Post%ositivism is best c aracteri@ed as modified versio# of %ositivism. 0avi#! assessed t e dama!e t at %ositivism as occ"red$ %ost%ositivists str"#!!le to limited t at dama!e as well as to ad2"st to it. Predictio# a#d co#trol co#ti#"e to be t e aim.& >utipan tersebut mempunyai arti 'ostpositi;isme mempunyai ciri utama sebagai suatu modifikasi dari 'ositi;isme. 1elihat banyaknya kekurangan pada 'ositi;isme menyebabkan para pendukung 'ostpositi;isme berupaya memperkecil kelemahan tersebut dan menyesuaikannya. 'rediksi dan kontrol tetap menjadi tujuan dari 'ostpositi;isme tersebut.4 (alim (/$$ #"$& menjelaskan 'ostpositi;isme sebagai berikut# 'aradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahankelemahan 'ositi;isme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. (ecara ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang bah6a realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti&. ,leh karena itu secara metodologi pendekatan eksperimental melalui metode tria#!"latio# yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori. (elanjutnya dijelaskan secara epistomologis hubungan antara pengamat atau peneliti dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, tidak seperti yang diusulkan aliran 'ositi;isme. -liran ini menyatakan suatu hal yang tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran apabila pengamat berdiri di belakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. ,leh karena itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan bah6a pengamat harus bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat subjekti;itas dapat dikurangi secara minimal ((alim, /$$ #"$&. Dari pandangan *uba maupun (alim yang juga mengacu pandangan *uba, Denzin dan Lincoln dapat disimpulkan bah6a 'ostpositi;isme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada 'ositi;isme. (atu %

sisi 'ostpositi;isme sependapat dengan 'ositi;isme bah6a realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam. Eetapi pada sisi lain 'ostpositi;isme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas. =ubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan %ri#si% tria#!!"lasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain. (elanjutnya menurut *uba ( !!$#/5& sistem keyakinan dasar pada peneliti 'ostpositisme adalah sebagai berikut# )#tolo!y , 6ritical realist B reality e=ist b"t ca# #ever be f"lly a%%re e#ded. It is drive# by #at"ral laws t at ca# be o#ly i#com%letely "#derstood.& -sumsi ontologi# 37ealis kritis 2 artinya realitas itu memang ada, tetapi tidak akan pernah dapat dipahami sepenuhnya. 7ealitas diatur oleh hukum-hukum alam yang tidak dipahami secara sempurna.4 E%istomolo!y, Modified ob2ectivist B ob2ectivity remai#s a re!"latory ideal$ b"t it ca# o#ly be a%%ro=imated wit s%ecial em% asis %laced o# e=ter#al !"ardia#s s"c as t e critical traditio# a#d critical comm"#ity.& -sumsi epistomologi# 3,bjekti;is modifikasi - artinya objekti;itas tetap merupakan pengaturan *re!"lator+ yang ideal, namun objekti;itas hanya dapat diperkirakan dengan penekanan khusus pada penjaga eksternal, seperti tradisi dan komunitas yang kritis.4 Met odolo!y, Modified e=%erime#talAma#i%"lative B em% asi@e critical m"lti%lism. Redress imbala#ces by doi#! i#/"iry i# more #at"ral setti#!s$ "si#! more /"alitative met ods$ de%e#di#! more o# !ro"#ded t eory$ a#d rei#trod"ci#! discovery i#to t e i#/"ry %rocess.& -sumsi metodologi# 30ksperimentalCmanipulatif yang dimodifikasi, maksudnya menekankan sifat ganda yang kritis. 1emperbaiki ketidakseimbangan dengan melakukan penelitian dalam latar %/

yang alamiah, yang lebih banyak menggunakan metode-metode kualitatif, lebih tergantung pada teori-grounded *!ro"#ded1 t eory+ dan memperlihatkan upaya *rei#trod"ci#!+ penemuan dalam proses penelitian.4 c+ Teori 9ritis *6ritical T eory+ *uba ( !!$#/5& menjelaskan Eeori >ritis sebagai berikut# T e label critical t eory is #o do"bt i#ade/"ate to e#com%ass all t e alter#atives t at ca# be swe%t i#to t is cate!ory of %aradi!m. A more a%%ro%riate label wo"ld be ideolo!ically orie#ted i#/"iry&$ i#cl"di#! #eo1Mar=ism$ materialism$ fermi#ism$ ;reireism$ %artici%atory i#/"iry$ a#d ot er similar moveme#ts as well as critical t eory itself. T ese %ers%ectives are %ro%erly %laced to!et er$ owever beca"se t ey co#ver!e i# re2ecti#! t e claim of val"e freedom made by %ositivists *a#d lar!ely co#ti#"i#! to be made by %ost%ositivists+.& >utipan tersebut mempunyai arti# 3Bama teori kritis tidak diragukan lagi bah6a tidak dapat mencakup semua alternatif yang dapat dimasukkan dalam kategori paradigma. Lebih tepat diberi nama penelitian yang berorientasi pada ideologi, meliputi neo-1ar?isme, materialisme, feminisme, <reireisme, penelitian terlibat, dan perspektif yang lain termasuk teori kritis itu sendiri. 'erspektif-perspektif ini pantas ditempatkan bersama karena sama-sama menolak klaim bebas nilai yang dibuat oleh kaum 'ositi;is (dan yang umumnya terus dibuat kaum 'ostpositi;is&.4 (edang (alim (/$$ #" & dengan mengacu pada pandangan *uba, Denzin dan Lincoln menjelaskan bah6a aliran ini *6ritical T eory+ sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu paradigma, tetapi lebih tepat disebut ideolo!ically orie#ted i#/"iry$& yaitu suatu 6acana atau cara pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis terhadap paham tertentu. 8deologi ini meliputi# Beo 1ar?isme, 1aterialisme, <eminisme, <reireisme, Partici%atory i#/"iry, dan pahampaham yang setara.

%5

(elanjutnya dijelaskan bah6a dilihat dari segi ontologis, paham Eeori >ritis ini sama dengan 'ostpositi;isme yang menilai objek atau realitas secara kritis *6ritical Realism+, yang tidak dapat dilihat secara benar oleh pengamatan manusia. >arena itu, untuk mengatasi masalah ini, secara metodologis paham ini mengajukan metode dialog dengan transformasi untuk menemukan kebenaran realitas yang hakiki. (ecara epistomologis, hubungan antara pengamat dengan realitas merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. >arena itu, aliran ini lebih menekankan konsep subjekti;itas dalam menemukan suatu ilmu pengetahuan, karena nilai-nilai yang dianut oleh subjek atau pengamat ikut campur dalam menentukan kebenaraan tentang suatu hal ((alim, /$$ #" &. Dari pandangan-pandangan tersebut dapat disimpulkan bah6a Eeori >ritis *6ritical t eory+ tidak dapat dikatakan sebagai paradigma, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai suatu cara pandang yang berorientasi pada ideologi seperti Beo-1ar?isme, 1atrealisme, <eminisme, <reireisme, dan lain-lain. Iang penting Eeori >ritis ini menolak pandangan kaum 'ositi;is dan postpositi;is yang menyatakan realitas itu bebas nilai. >arena Eeori >ritis ini berpandangan bah6a realitas itu tidak dapat dipisahkan dengan subjek, nilai-nilai yang dianut oleh subjek ikut mempengaruhi kebenaran dari realitas tersebut. (elanjutnya menurut *uba ( !!$#/%& sistem keyakinan dasar para peneliti 6ritical T eory dapat diringkas sebagai berikut# )#tolo!y , 6ritical realist$ as i# t e case of %ost%ositivism.& -rtinya ontologi# 3bersifat realis 2 kritis, seperti 'ost-'ositi;isme.4 E%istomolo!y , ("b2ectivist$ i# t e se#se t at val"es mediate i#/"iry.&-rtinya epistomologi# 3subjekti;is, dalam arti nilainilai menjadi mediasi penelitian.4 Met odolo!y, Dialo!ic$ tra#sformastiveC elimi#ate false co#scio"s#ess a#d e#er!i@e a#d facilitate tra#sformatio#.& -rtinya metodologi# transformasi.4 3dialogis, transformatifA mengeliminasi

kesadaran palsu dan membangkitkan dan memasilitasi

%"

(elanjutnya

akan

digambarkan

perbedaan

asumsi-asumsi

dari

paradigma >uantitatif dengan >ualitatif lengkap dengan pertanyaanpertanyaan penelitian yang digunakan masing-masing paradigma serta implementasi berikut# dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi dan pertanyaan-pertanyaan penelitian dari masing-masing paradigma, sebagai

%%

%:

D. INTERPRETI<E$ 0ERMENE?TI9$ ;EN)MEN)8)GI a. I#ter%retive 'ada bagian ini akan dijelaskan pengertian interpreti;e

(Geisteswisse#sc afte#& dan ilmu budaya (9"lt"rwisse#sc afte#&. Ehomas -. (ch6andt (dalam Denzin & Lincoln, !!"# !& mencoba

menggambarkan secara lebih luas dan lebih mendalam tentang faham i#ter%retive dan menyatakan bah6a i#ter%retive merupakan ide yang berasal dari tradisi intelektual Ferman, yaitu erme#e"ti', tradisi <erste e# dalam sosiologi, fenomenologi -lfred (chutz, dan kritik kepada aliran ilmu pengetahuan alam (scie#tism& dan aliran 'ositi;is (%ositivism& yang dipengaruhi oleh kritik para filosuf terhadap logika empirisme. =al tersebut dapat dilihat dari pandangan (ch6andt (dalam Denzin & Lincoln, !!"# !& sebagai berikut#

Pai#ted i# broad stro'es$ t e ca#vas of i#ter%retivism is layered wit ideas stemmi#! from t e Germa# i#tellect"al traditio# of erme#e"tics a#d t e <erste e# traditio# i# sociolo!y$ t e % e#ome#olo!y of Alfred (c "t@ a#d criti/"es of scie#tism a#d %ositivism of ordi#ary la#!"a!e % iloso% ers critical of lo!ical em%erism *e.! Peter -i#c $ A. R. 8o"! Isaia Berli#&.4 (elanjutnya (ch6andt menjelaskan bah6a secara historis argumentasi pengikut faham i#ter%retive bah6a i#ter%retive digunakan untuk penelitian manusia yang bersifat unik. Eerdapat bermacam sanggahan terhadap i#ter%retive naturalistik (alamiah& dari ilmu pengetahuan sosial (secara kasar pandangan tentang tujuan dan metoda ilmu pengetahuan sosial disamakan (identik& dengan tujuan dan metoda ilmu pengetahuan alam&. >aum i#ter%retive berpandangan bah6a ilmu pengetahuan mental (Geisteswisse#sc afte#& atau ilmu pengetahuan budaya (9"lt"rwisse#sc afte#& berbeda dengan ilmu pengetahuan alam (Nat"rwisse#sc afte#&. Eujuan ilmu pengetahuan alam adalah menjelaskan secara ilmiah (er'lare#&, sedang tujuan ilmu pengetahuan mental dan budaya adalah membentuk pemahaman (verste e#& mengenai 3makna4 dari fenomena sosial.

%)

=al tersebut dapat dilihat dari pandangan (ch6andt (dalam Denzin & Lincoln, !!"# !& sebagai berikut#

0istorically$ at least$ i#ter%retivists ar!"ed for t e "#i/"e#ess of "ma# i#/"iry. T ey crafted vario"s ref"tatio#s of #at"ralistic i#ter%retatio# of t e social scie#ces *ro"! ly t e view t at t e aims a#d met ods of t e social scie#ces are ide#tical to t ose of t e #at"ral scie#ces+. T ey eld t at t e me#tal scie#ces *Geisteswisse#sc afte#+ or c"lt"ral scie#ces *9"lt"rwisse#sc afte#+ were differe#t i# 'i#d t a# t e #at"ral scie#ces *Nat"rwisse#sc afte#+, T e !oal of t e latter is scie#tific e=%la#atio# *Er'lare#+$ w ere as t e !oal of t e former is t e !ras%i#! or "#dersta#di#! *<erste e#+ of t e mea#i#!& of social % e#ome#a.& (ebelum menjelaskan interpreti;e seperti tersebut di atas (ch6andt menjelaskan bah6a istilah-istilah >onstrukti;is, >onstrukti;isme, 8nterpreti;is dan 8nterpreti;isme merupakan istilah-istilah yang sehari-hari dipergunakan dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial dan oleh ahli-ahli filsafat. -rti dari istilah-istilah tersebut dan dibentuk oleh maksud para penggunanya. alternatif >onstrukti;isme interpreti;isme berfungsi memberikan

penjelasan lain yang meyakinkan secara metodologi dan filosofi yang berpasangan. 8stilah-istilah tersebut sangat tepat untuk disebut konsep yang peka. @alaupun demikian istilah-istilah ini hanya memberikan arahan terhadap apa yang harus diperhatikan dalam penelitian tetapi tidak memberikan penjelasan. =al tersebut dapat dilihat dalam pandangan (ch6andt (dalam Denzin & Lincoln, !!"# +& sebagai berikut#

6o#str"ctivist$ co#str"ctivism$ i#ter%retivist a#d i#ter%retivism are terms t at ro"te#ely a%%ear i# t e le=ico# of social scie#ce met odolo!ists a#d % iloso% ers. Eet$ t eir %artic"lar mea#i#! are s a%ed by t e i#te#t of t eir "ser. As !e#eral descri%tors for a loosely co"%led family of met odolo!ical a#d % iloso% ical %ers"asio#s$ t ese terms are best re!arded as se#ti@i#! co#ce%ts *Bl"mer$ 135D+. T ey steer t e i#terest reader i# t e !e#eral directio# of w ere i#sta#ces of %artic"lar 'i#d of i#/"iry ca# be fo"#d.

%+

0owever t ey merely s"!!est directio#s alo#! w ic to loo'& rat er t a# %rovide descri%tio#s of w at to see.& Dari penjelasan-penjelasan (ch6andt tersebut dapat disimpulkan bah6a konstrukti;isme, dan interpreti;isme merupakan dua istilah yang dipahami secara berpasangan untuk mendapatkan makna dari suatu fenomena sosial. >onstrukti;isme dan interpreti;isme ini biasanya dipergunakan oleh ilmu pengetahuan mental (Geisteswisse#sc afte#& dan ilmu pengetahuan budaya (9"lt"rwisse#sc afte#&. (edang menurut *uba dan Denzin & Lincoln, konstrukti;isme merupakan paradigma. =al ini telah dijelaskan secara memadai dalam Bab 88. Dalam buku 'aradigm Dialog karangan *uba, maupun 0a#dboo' of :"alitative Researc karangan Denzin & Lincoln interpreti;isme tidak disebut-sebut sebagai suatu paradigma. Dengan demikian dapat disimpulkan bah6a interpreti;e hanyalah merupakan metode analisis yang dipergunakan oleh kaum >onstrukti;is untuk mendapatkan makna dari suatu fenomena. Dan dari penjelasan (ch6andt pada alinea pertama di atas juga nyataCjelas bah6a interpreti;e juga digunakan oleh hermeneutik dan fenomenologi, yang keduanya juga merupakan metode analisis sebagai kritik terhadap aliran ilmu pengetahuan alam dan positi;isme yang menggunakan logika emperisme. Berbeda dengan ilmu pengetahuan alam yang bertujuan memberikan penjelasan (er'lare#& maka interpreti;e bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam (verste e#&. Dntuk menjelaskan perbedaan fenomena dengan makna dibalik fenomena (#o"me#o#&, penulis akan mengutip uraian (pradley ( !!)# %-:& dalam bukunya 3T e Et#o!ra% ic I#terview4 yang telah diterjemahkan dalam bahasa 8ndonesia dengan judul 3Metode Et#o!rafi& sebagai berikut# 3Eiga orang anggota kepolisian yang sedang memberikan pijitan jantung dan bantuan oksigen kepada seorang 6anita korban serangan jantung, tetapi malah diserang oleh segerombolan yang terdiri atas )% sampai $$ orang yang jelas-jelas tidak memahami upaya yang sedang dilakukan polisi. -nggota polisi lain menghadang gerombolan yang kebanyakan berbahasa (panyol itu sampai sebuah ambulan datang. 'ara anggota kepolisian itu menjelaskan kepada kerumunan orang itu mengenai apa yang mereka kerjakan, tetapi %!

kerumunan itu tetap beranggapan bah6a para anggota polisi itu memukul 6anita tersebut. 1eskipun upaya keras telah dilakukan oleh anggota polisi namun korban serangan jantung itu, 0;angelica 0che;acria, %! tahun, meninggal dunia.4 Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bah6a 6alaupun menghadapi peristi6a atau fenomena yang sama yaitu seorang 6anita yang mendapat serangan jantung, sehingga perlu diselamatkan kemudian diberi bantuan oleh polisi, namun peristi6a tersebut diinterpretasikan sangat berbeda oleh kelompok masyarakat tadi dengan polisi. 'olisi berdasarkan kebudayaannya menginterpretasikan 6anita itu mengalami gangguan jantung, sehingga perlu diselamatkan dengan memberikan pijitan jantung dan memberikan oksigen kepada 6anita itu. (edang gerombolan itu mengamati peristi6a yang sama tetapi dengan interpretasi yang berbeda. *erombolan itu berdasarkan kebudayaannya menginterpretasikan tingkah laku polisi sebagai tindak kekerasan karena dipersepsikan memukul, dan gerombolan itu bertindak untuk menghentikan perbuatan polisi yang mereka pandang sebagai perbuatan jahat. Dari contoh peristi6a tersebut dapat disimpulkan bah6a# & 8nterpretasi terhadap makna kejadian antara polisi dan gerombolan sangat berbeda. /& 'erbedaan interpretasi terhadap makna kejadian tersebut disebabkan latarbelakang budaya yang berbeda. Dntuk memantapkan penjelasan bah6a suatu peristi6a atau fenomena yang sama dapat dimaknai secara berbeda, penulis mencoba menambah contoh dengan mengutip contoh yang diberikan oleh 9lifford *eertz ( !!/# ) +& 3T e I#ter%retatio# of 6"lt"res$ (elected Essays4 yang sudah diterjemahkan dalam bahasa 8ndonesia dengan judul# 3Tafsir 9eb"dayaa#4. *eertz memberikan contoh tentang anak yang mengedipkan mata. 'erilaku mengedipkan mata dapat memiliki makna yang berbeda-beda. Pertama, anak yang mengedipkan mata hanya karena kedutan. Di sini anak yang mengedipkan matanya mempunyai makna adalah karena kedutan. 9ed"a, anak yang mengedipkan mata karena memberi isyarat. Disini anak melakukan

:$

kedipan mata dengan sengaja untuk memberi isyarat, misalnya saat dimulainya suatu persekongkolan dengan sekelompok anak lain. 9eti!a, anak mengedipkan mata karena sedang latihan atau melatih orang lain untuk bermain badut-badutan. Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bah6a perilaku yang sama yaitu mengedipkan mata ternyata dapat mengandung makna yang berbeda-beda. 1enurut *eertz ( !!/# :& untuk dapat memahami makna tersebut seseorang harus melakukan 3t ic' descri%tio#4 (3lukisan mendalam4&, yang pada hakikatnya sama dengan melakukan i#ter%retasi. >esimpulan ini analog dengan pernyataan *eertz ( !!/# %& sebagai berikut# 3Dengan percaya pada 1a? @eber bah6a manusia adalah seekor binatang yang bergantung pada 2ari#!a#12ari#!a# ma'#a ya#! dite#"##ya se#diri, saya menganggap 'eb"dayaa# seba!ai 2ari#!a#12ari#!a# it", dan analisis atasnya tidak merupakan ilmu eksperimental untuk mencari hukum, melainkan sebuah ilmu yang bersifat i#ter%retif "#t"' me#cari ma'#a.4

*ambar ) # 9lifford *eertz

b. 0erme#e"ti' Berikut akan dijelaskan pengertian =ermeneutik serta fungsi dan statusnya dalam ilmu pengetahuan kemanusiaan (Geisteswisse#sc afte#& dan ilmu pengetahuan budaya (9"lt"rwisse#sc afte#&. Eelah dijelaskan di atas (pada Bab 88& bah6a interperti;e, hermeneutik maupun fenomenologi merupakan metode analisis yang mempunyai tujuan yang sama yakni mencari pemahaman yang mendalam ( verste e#& atau dengan kata lain mencari makna di balik fenomena. 9ara yang dilakukan adalah melakukan interpretasi terhadap suatu fenomena. >alau demikian apa bedanya antara interpreti;e dengan hermeneutik. Dntuk itu akan dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan hermeneutik. (ecara etimologis, kata hermeneutik berasal dari bahasa Iunani erme#e"i# yang berarti menafsirkan. 1aka kata benda erme#eia secara harfiah dapat diartikan penafsiran atau interpretasi. 8stilah Iunani ini mengingatkan pada tokoh mitologis yang bernama =ermes, yaitu utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan de6a Fupiter kepada manusia. Eugas =ermes adalah menerjemahkan pesan-pesan de6a di *unung ,lympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia. ,leh karena itu fungsi =ermes sangat penting karena apabila terjadi kesalahpahaman tentang pesanpesan de6a-de6a akan berakibat fatal bagi seluruh umat manusia. =ermes harus mampu menginterpretasikan pesan de6a-de6a ke dalam bahasa yang dipergunakan oleh para pendengarnya. (ejak saat itu =ermes menjadi simbol seorang duta yang dibebani dengan sebuah misi tertentu. Berhasil tidaknya misi itu sepenuhnya tergantung pada cara bagaimana pesan itu disampaikan ((umaryono, !!5# /"&. ,leh karena itu, hermeneutik pada akhirnya diartikan sebagai 3%roses me#!"ba ses"at" ata" sit"asi 'etida'ta "a# me#2adi me#!erti4. Batasan umum ini selalu dianggap benar, baik hermeneutik dalam pandangan klasik maupun dalam pandangan modern ('almer, !:!# 5 dalam (umaryono, !!5# /"&.

:/

*ambar + # =ermes dalam 1itologi Iunani =ermeneutik dalam pandangan klasik akan mengingatkan kepada apa yang ditulis oleh -ristoteles dalam Peri 0erme#eias atau De I#ter%retatio#e. Iaitu# bah6a kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan. (ebagaimana seseorang tidak mempunyai kesamaan bahasa tulisan dengan orang lain, maka demikian pula ia tidak mempunyai kesamaan bahasa ucapan dengan orang lain. -kan tetapi pengalaman-pengalaman mentalnya yang disimbolkannya secara langsung itu adalah sama untuk semua orang sebagaimana !!5# /"&. 'ada masa itu -ristoteles sudah menaruh minat terhadap interpretasi. 1enurut -ristoteles, tidak ada satu pun manusia yang mempunyai baik bahasa tulisan maupun bahasa lisan yang sama dengan lain. Bahasa sebagai sarana komunikasi antara indi;idu dapat juga tidak berarti sejauh orang yang satu berbicara dengan yang lain dengan bahasa yang berbeda. Bahkan pengalihan arti dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain juga dapat menimbulkan banyak :5 juga pengalaman-pengalaman imajinasi kita untuk menggambarkan sesuatu (De I#ter%retatio#e, 8. :. a. % dalam (umaryono,

problem. 1anusia juga mempunyai cara menulis yang berbeda-beda. >esulitan itu akan muncul lebih banyak lagi jika manusia saling mengomunikasikan gagasan-gagasan mereka dalam bahasa tertulis ((umaryono, !!5# /"&. Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bah6a 6alaupun manusia mempunyai pengalaman mental yang sama, misalnya susah, gembira, kece6a, bangga, simpati, benci, rindu dan lain-lain, tetapi pengungkapan dalam bahasa baik bahasa tulisan maupun lisan berbeda. Begitu pula 6alaupun mempunyai pengalaman mental yang sama seperti sakit, ekspresi lisan orang yang satu dengan orang lain tidak sama. Demikian pula dalam berkomunikasi, 6alaupun mereka berkomunikasi dalam bahasa yang sama, belum tentu mereka memiliki pemahaman yang sama. Bahkan dalam pengalihan bahasa (penerjemahan& dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain dapat menimbulkan banyak persoalan. 'engungkapan pengalaman mental ke dalam kata-kata yang diucapkan atau ditulis ke dalam kata-kata yang diucapkan atau ditulis mempunyai kecenderungan dasar untuk mengerut atau menyempit. (ebuah pengalaman mental atau sebuah konsep mempunyai nuansa yang kaya dan beranekaragam. Eetapi kekayaan dan keanekaragaman nuansa tersebut tidak dapat tercakup seluruhnya dalam sebuah kata yang diucapkan atau ekspresi yang diperlihatkan. >ita sering mengungkapkan pengalaman mental ke dalam katakata atau ungkapan yang biasa dipakai orang pada umumnya, kita tidak berusaha mengungkapkan dengan kata-kata yang lebih baik dan lebih jelas. ,rang pada umumnya mengungkapkan kesedihan atau kegembiraan sebagaimana orang biasanya berbuat. 1ereka pada umumnya tidak mengungkapkan nuansa-nuansa dan corak khusus dari pengalamannya sendiri yang bersifat pribadi. -pabila kita berbicara, maka kata-kata yang kita ucapkan pada dasarnya lebih sempit bila dibandingkan dengan buah pikiran atau pengalaman kita. -pabila kita menuliskan pengalaman kita, maka katakata yang tertulis, juga menjadi lebih sempit artinya. 'ada dasarnya hermeneutik berhubungan dengan bahasa. 1anusia menyampaikan hasil pemikirannya melalui bahasa, kita berbicara dan menulis dengan bahasa. >ita memahami sesuatu dan menginterpretasikan sesuatu :"

melalui bahasa. Begitu pula mengapresiasi sesuatu seni dengan bahasa, atau mengungkapkan kekaguman karya seni dengan bahasa, dan lain-lain. =ermeneutik membantu kita untuk menginterpretasikan makna yang terkandung dalam bahasa yang tertulis dalam buku, dokumen, majalah, surat dan lain-lain, agar makna yang kita tangkap sesuai dengan makna yang dimaksud oleh penulisnya. Disiplin ilmu yang pertama yang banyak menggunakan hermeneutik adalah ilmu tafsir kitab suci. (ebab semua karya yang mendapatkan inspirasi 8lahi seperti -l-Juran, kitab Eaurat, kitab-kitab Keda, dan Dpanishad supaya dapat dimengerti memerlukan interpretasi atau hermeneutik ((umaryono, !!5# /+&. c. ;e#ome#olo!i & 'engertian <enomenologi (ebelum diuraikan <enomenologi sebagai metoda analisis dalam 'enelitian >ualitatif, akan diuraikan lebih dulu pengertian <enomenologi. Berdasarkan faham <enomenologi, dalam C berkenaan dengan pengetahuan manusia terdapat dua hal yang pokok yaitu subjek yang ingin mengetahui dan objek yang akan diketahui. (ubjek dan objek ini dapat dibedakan secara jelas dan tegas, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. >eduanya harus ada, keduanya merupakan satu kesatuan asasi bagi ter6ujudnya pengetahuan manusia. ,leh (onny >eraf dan 1ikhael Dua (/$$ # !& dinyatakan# 3("%aya ada %e#!eta "a#$ 'ed"a#ya #iscaya ada$ Ea#! sat" tida' %er#a ada ta#%a ya#! lai#F..4. 'endapat ini juga sejalan dengan pendapat 1erleau 'onty (dalam Bertens, menyatakan# 3Ia *fe#ome#olo!i+ sa#!at me#e'a#'a# !+%# 5"%& yang "b"#!a# diale'tis

a#tara s"b2e' da# d"#ia#ya, tida' ada s"b2e' ta#%a d"#ia da# tida' ada d"#ia ta#%a s"b2e'4. ,leh karena itu menurut =usserl agar ter6ujud pengetahuan, subjek harus terarah pada objek agar dapat diketahui sebagaimana adanya, sebaliknya objek harus terbuka kepada subjek agar dapat pula diketahui sebagaiman adanya. Di sini perlu dipahami bah6a keterarahan subjek kepada objek hanya akan menghasilkan pengetahuan apabila subjek yaitu manusia memiliki kesamaan-kesamaan dengan objek yang diamati. >alau tidak, objek tidak :%

mungkin dapat diketahui, objek akan berlalu begitu saja. Dengan kata lain pengetahuan itu hanya mungkin ter6ujud apabila manusia itu sendiri memiliki kesamaan dengan objek sebagai realitas di alam semesta ini. Dengan demikian dapat dikatakan bah6a hanya melalui dan berkat unsur jasmaninya manusia dapat mengetahui objek yang berada di sekitarnya. Eanpa itu manusia tidak mampu mengetahui dunia dan segala isinya. 'ada tingkat ini pengetahuan manusia dianggap bersifat temporal, kongkret, jasmani, indera6i. Eetapi manusia tidak hanya memiliki tubuh jasmani, melainkan juga memiliki ji6a atau dalam hal ini akal budinya sehingga mampu mengangkat pengetahuan yang bersifat temporal, kongkret, jasmani-indera6i ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi yaitu tingkat abstrak dan uni;ersal. 8ni berarti manusia berkat akal budinya tidak hanya dapat mengetahui pengetahuan yang kongkret yang ditangkap melalui pengamatan indera tetapi dimungkinkan mencapai pengetahuan yang abstrak dan uni;ersal yang berlaku umum bagi objek apa saja pada tempat dan 6aktu mana pun. <enomenologi yang dikembangkan oleh 0dmund =usserl ( +%! 2 !5+& merupakan metoda untuk menjelaskan fenomena dalam kemurniannya. ;e#ome#a adala se!ala ses"at" ya#! de#!a# s"at" cara terte#t" tam%il dalam 'esadara# ma#"sia. Baik berupa sesuatu sebagai hasil rekaan maupun berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun berupa kenyataan (=usserl dalam Delfgaau6, !++# $%&. (elanjutnya dikatakan yang penting ialah pengembangan suatu metoda yang tidak memalsukan fenomena, melainkan dapat mendeskripsikannya seperti penampilannya. Dntuk tujuan itu fenomenolog hendaknya memusatkan perhatiannya kepada fenomena tersebut tanpa disertai prasangka sama sekali. (eora#! fe#ome#olo! mema ami fe#ome#a seba!aima#a ada#ya. 1emahami fenomena sebagaimana adanya merupakan usaha kembali kepada barangnya sebagaimana penampilannya dalam kesadaran. Bara#! ya#! tam%il seba!aima#a ada#ya dalam 'esadara# it"la fe#ome#a * =usserl dalam Delfgaau6, !++# $%&. Dsaha kembali kepada fenomena ini memerlukan pedoman metodik. Eidak mungkin untuk melukiskan fenomena-fenomena sampai pada hal-hal :: e#da'#ya me#a#!!al'a# se!e#a% teori$ %ra#!!a%a# serta %rasa#!'a$ a!ar da%at

yang khusus satu demi satu. Iang pokok adalah menangkap hakekat fenomena-fenomena. ,leh karena itu metoda tersebut harus dapat menyisihkan hal-hal yang tidak hakiki, agar hakekat ini dapat mengungkapkan diri sendiri. Iang demikian bukan suatu abstraksi, melainkan intuisi mengenai hakekat sesuatu (=usserl dalam Delfgaau6, !++# $%&. (elanjutnya dijelaskan bah6a kesadaran tidak pernah sacara langsung terjangkau sebagaiman adanya, karena pada hakekatnya bersifat i#te#sio#al, artinya terarah pada sesuatu yang bukan merupakan kesadaran itu sendiri. 'engamatan serta pemahaman, pembayangan serta penggambaran, hasrat serta upaya, semuanya senantiasa bersifat intensional, terarah kepada sesuatu. =anya dengan melakukan analisis mengenai intensionalitas ini kesadaran itu dapat ditemukan. Dntuk itu seorang fenomenolog harus sangat cermat 3menempatkan diantara tanda kurung4 kenyataan dunia luar agar fenomena ini hanya tampil dalam kesadaran. 'enyekatan dunia luar ini memerlukan metoda yang khas. 1etoda tersebut disebut reduksi fe#ome#olo!i' atau e%oc e (=usserl dalam Delfgaau6, !++# $:&. 7eduksi tersebut terdiri dari / (dua& macam, yaitu red"'si eideti' yang memperlihatkan hakekat (eidos& dalam fenomena, dan red"'si tra#se#de#tal yang menempatkan dalam 3tanda kurung4 setiap hubungan antara fenomena dengan dunia luar. 1elalui kedua macam reduksi ini dapat dicapai 'esadara# tra#se#de#tal$ sedangkan kesadaran terhadap pengalaman emperik sebetulnya hanya merupakan bentuk pengungkapan satu demi satu dari kesadaran transendental. (edang 9alra @illig ( !!!# % & menjelaskan bah6a <enomenologi Eransendental yang diformulasikan oleh =usserl pada permulaan abad ke /$ menekankan dunia yang menampilkan dirinya sendiri kepada kita sebagai manusia. Eujuannya ialah agar kembali ke barangnyaCbendanya sendiri sebagaimana mereka tampil kepada kita dan mengesampingkan atau mengurung apa yang telah kita ketahui tentang mereka. Dengan kata lain fenomenologi tertarik pada dunia seperti yang dialami manusia dengan konteks khusus, pada 6aktu khusus, lebih dari pernyataaan abstrak tentang kealamiahan dunia secara umum. <enomenologi menekankan fenomena yang tampil dalam kesadaran kita ketika kita berhadapan dengan dunia sekeliling kita *Tra#se#de#tal % e#ome#olo!i$ as form"lated by 0"sserl i# t e early :)

twe#tiet ce#t"ry$ is co#cer#ed wit t e world as it %rese#ts itself to "s as "ma#s. Its aim was to ret"r# to t i#!s t emselves$ as t ey a%%ear to "s %erceivers$ a#d to set aside$ or brac'et$ t at w ic we *t i#'+ we already '#ow abo"t t em. I# ot er words$ % e#ome#olo!y is i#terested i# t e world as it is e=%erie#ced by "ma# bei#!s wit i# %artic"lar co#te=ts a#d at %artic"lar times$ rat er t a# i# abstract stateme#ts abo"t t e #at"re of t e world i# !e#eral. P e#ome#olo!y is co#cer#ed wit t e % e#ome#a t at a%%ear i# o"r co#scio"s#ess as we e#!a!e wit t e world aro"#d "s&+. 1enurut perspektif fenomenologi, tidak masuk akal untuk berpikirCberpendapat bah6a dunia objek dan subjek terpisah dari pengalaman kita. 8ni dikarenakan seluruh objek dan subjek pasti hadir kepada kita sebagai sesuatu, dan manifestasinya seperti ini atau itu membentuk realitasnya pada suatu saat manapun. 'enampilan suatu objek sebagai fenomena perseptual ber;ariasi menurut lokasi dan konteks, segi pandang subjek, dan terpenting, orientasi mental dari subjek (misalnya hasrat, kebijakan, penilaian, emosi, maksud dan tujuan&. 8nilah yang disebut intensionalitas. 8ntensionalitas membiarkan objek menampakan diri sebagai fenomena. 8ni berarti bah6a 3diri dan dunia merupakan komponen-komponen makna yang tidak dapat dipisahkan4 (1oustakas, !!"# /+&. Di sini makna bukan merupakan sesuatu yang ditambahkan pada persepsi, sebagai sesuatu yang dipikirkan sesudah persepsi. (ebaliknya persepsi selalu bersifat intensional, oleh karena itu merupakan unsur konstitutif pengalaman itu sendiri. -kan tetapi pada 6aktu yang sama fenomenologi transendental mengakui bah6a persepsi kurang lebih dapat menyatu dengan ide-ide atau keputusan-keputusan. <enomenologi mengidentifikasikan strategi-strategi yang dapat membantu putusan memokuskan diri 3di mana letak kemurnian fenomenologi4 (=usserl, !5 # /:/&, dan memantulkan apa yang kita ba6a serta pada akti;itas persepsi dengan merasa, berpikir, mengingat dan memutuskan. =al ini merupakan implikasi metodologi fenomenologi (@illig, !!!# % & *Accordi#! to a % e#ome#olo!ical %ers%ective$ it ma'es #o se#se to t i#' of t e world of ob2ects a#d s"b2ects as se%arate from o"r e=%erie#ce of it. T is is beca"se all ob2ects a#d s"b2ects m"st %rese#t t emselves to "s as somet i#!$ a#d t eir ma#ifestatio# as t is or t at somet i#! co#stit"tes t eir reality at a#y o#e :+

time. T e a%%eara#ce of a# ob2ect as a %erce%t"al % e#ome#o# varies de%e#di#! "%o# t e %erceiverGs locatio# a#d co#te=t$ a#!le of %erce%tio# a#d im%orta#ly$ t e %erceiverGs me#tal orie#tio# *e. /. desires$ wis es$ 2"d!eme#ts$ emotio#s$ aims a#d %"r%oses+. T is is referred to as i#te#tio#ality. I#te#tio#ality allows ob2ects to a%%ear as % e#ome#a. T is mea#s t at self a#d world are i#se%arable com%o#e#ts of mea#i#!& *Mo"sta'as 133D, 7H+. 0ere$ mea#i#! is #ot somet i#! t at is added o# to %erce%tio# as a# aftert o"! tC i#stead$ %erce%tio# is always i#te#tio#al a#d t erefore co#stit"tive of e=%erie#ce itself. 0owever$ at t e same time$ tra#sce#de#tal % e#ome#olo!y ac'#owlede!es t at %erce%tio# ca# be more or less i#f"sed wit ideas a#d 2"d!eme#ts. It ide#tifies strate!ies t at ca# el% "s to foc"s o# t at w ic lies before o#e i# % e#ome#olo!ical %"rity& *0"sserl$ 13>1, 7I7+$ a#d to reflect o# t at w ic we bri#! to t e act of %erce%tio# t ro"! feeli#!$ t i#!'i#!$ rememberi#! a#d 2"d!i#!. T is ta'es "s o# to t e met odolo!ical im%licatio#s of % e#ome#olo!y *-illi!$ 1333,51+. /& Metode ;e#ome#olo!i 1etode fenomenologi deri;asi (diturunkan dari asalnya& fenomenologi, membentuk bagian sentral yang disebut fenomenologi transendental. =usserl menyatakan adalah mungkin mentransendensikan prasangka dan bias, dan mengalami suatu keadaan kesadaran yang belum direfleksikan, yang memungkinkan kita menggambarkan fenomena sebagai mana mereka yang menampakkan dirinya sendiri kepada kita. =usserl mengidentifikasikan serangkaian tahap akan membantu filsof dari persepsi segar tentang fenomena yang dikenal ke upaya menggali ciri khusus fenomena. 'engetahuan yang berasal dari cara ini akan bebas dari penjelasan akal sehat dan ilmiah dan interpretasi-interpretasi atau abstraksi-abstraksi yang menjadi ciri pemahaman yang lain. 'engetahuan seperti itu akan menjadi suatu pengetahuan tentang dunia sebagai ia menampakkan kepada kita dalam hubungan kita dengannya. *T e % e#ome#olo!ical met od of derivi#! forms a ce#tral %art of tra#sce#de#tal % e#ome#olo!y. 0"sserl s"!!ested t at it was %ossible to tra#sce#d %res"%%ositio#s a#d biases a#d to e=%erie#ce a state of %re1 reflective co#scio"s#ess$ w ic allows "s to describe % e#ome#a as t ey

:!

%rese#t t emselves to "s. 0"sserl ide#tified a series of ste%s t at wo"ld ta'e t e % iloso% er from a fres %erce%tio# of familiar % e#ome#a to t e e=tractio# of t e esse#ces t at !ive t e % e#ome#a t eir "#i/"e c aracter. 9#owled!e derived i# t is way wo"ld be free from t e commo#1se#se #otio#s$ scie#tific e=%la#atio#s a#d ot er i#ter%retatio#s or abstractio#s t at c aracteri@e most ot er forms of "#dersta#di#!. It wo"ld be a '#owled!e of t e world as it a%%ears to "s i# o"r e#!a!eme#t wit it& *-illi!$ 1333, 57+. (elanjutnya dijelaskan bah6a metoda fenomenologi dalam

memperoleh pengertian meliputi 5 (tiga& fase perenungan yang membedakan yaitu# epoche, re !k"i #enomenolo$i dan %aria"i ima&ina'i#( Epoche mensyaratkan penundaan perkiraan dan asumsi, penilaian dan interprestasi untuk memungkinkan kita menyadari secara penuh keberadaan apa yang nyata. 'ada tahap re !k"i #enomenolo$i kita menggambarkan fenomena yang menampakkan dirinya kepada kita secara totalCutuh. 'enggambaran itu juga meliputi ciri-ciri fisik seperti bentuk, ukuran, 6arna, dan juga ciri-ciri pengalaman seperti pemikiran dan perasaan yang muncul dalam kesadaran kita ketika kita mengarah ke fenomena. 1elalui reduksi fenomenologi kita mengidentifikasi unsur-unsur hakiki pengalaman kita akan fenomena. Dengan kata lain kita menjadi sadar tentang pengalaman seperti adanya. )aria"i ima&ina'i# meliputi usaha mencapai susunan komponen struktural fenomena yaitu apabila reduksi fenomenologi bertalian dengan 3apa4 yang dialami (yakni teksturnya&, ;ariasi imajinatif menanyakan 3bagaimana4 pengalaman itu mungkin (yaitu strukturnya&. Eujuan ;ariasi imajinasi adalah mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan fenomena dan tanpa kondisi-kondisi tersebut tidak mungkin fenomena itu akan menjadi sebagaimana adanya. >ondisi ini dapat meliputi 6aktu, ruang atau hubunganhubungan sosial. -khirnya gambaran tekstural dan struktural diintegrasikan untuk % ases sampai of pada pemahaman e% oce$ tentang esensi fenomena. red"ctio# *T e a#d % e#ome#olo!ical met od of !ai#i#! "#dersta#di#! i#volves t ree disti#ct co#tem%latio#, % e#ome#olo!ical ima!i#ative variatio# *for a detailed acco"#t of t ese$ see Mo"sta'as 133D+. E%oc e re/"ires t e s"s%e#sio# of %res"%%ositio#s a#d ass"m%tio#s$ )$

2"d!eme#ts a#d i#ter%retatio#s to allow o"rselves to become f"lly aware of w at is act"ally before "s. I# % e#ome#olo!ical red"ctio# we describe t e % e#ome#o# t at %rese#t itself to "s it i# totality. T is i#cl"des % ysical feat"res s"c as s a%e$ si@e$ colo"r a#d te=t"re$ as well as e=%erie#tial % e#ome#olo!ical red"ctio#$ we feat"res s"c as t e t o"! t a#d feeli#!s t at a%%ear i# o"r co#sio"s#ess as we atte#d to t e % e#ome#o#. T ro"! ide#tify t e co#stit"e#s of o"r e=%erie#ce of t e % e#ome#o#. I# ot er words$ we become aware of w at ma'es t e e=%erie#ce w at it is. Ima!i#ative variatio# i#volves a# attem%t to access t e str"ct"ral com%o#e#ts of t e % e#ome#o#. T at is$ w ile % e#ome#olo!ical red"ctio# is co#cer#ed wit w at&is e=%erie#ced *i.e. its te=t"re+$ ima!i#ative variatio# as's ow& t is e=%erie#ce is made %ossible *i.e. its str"ct"re+. T e aim of ima!i#ative variatio# is to ide#tify t e co#ditio#s associated wit t e % e#ome#o# a#d w ito"t w ic it wo"ld #ot be w at it is. T is co"ld i#volve time$ s%ace or social relatio#s i%s. ;i#ally$ te=t"ral a#d str"ct"ral descri%tio#s are i#te!rated to arrive at a# "#dersta#di#! of t e esse#ce of t e % e#ome#o#&+ *-illi!$ 1333, 57+. 5& ;e#ome#olo!i da# Psi'olo!i 1enurut @illig ( !!!# %/& meskipun fenomenologi transcendental dipahami sebagai sistem pemikiran filsafat, rekomendasi metodologinya telah terbukti menarik minat peneliti ilmu pengetahuan sosial umumnya dan psikologi khususnya. =al ini disebabkan fenomenologi memfokuskan diri pada isi kesadaran dan pengalaman indi;idu tentang dunia, seperti yang dinyatakan oleh >;ale ( !!: b# %5& sebagai berikut# <enomenologi berminat menguraikan apa yang nampak maupun cara bagaimana sesuatu itu menampakkan diri. <enomenologi mempelajari perspektif subjek tentang dunianyaA berusaha menjelaskan secara detail isi dan kesadaran subjek, berusaha menangkap keragaman kualitatif dari pengalamanpengalaman mereka dan mengungkapkan makna-makna yang esensiil pengalaman-pengalaman tersebut. *Eve# t o"! tra#sce#de#tal % e#ome#olo!y was co#ceived as a % iloso% ical system of t o"! t$ its met odolo!ical recomme#datio#s ave )

%roved to be of i#terest to researc ers i# t e social scie#ces i# !e#eral a#d %syc olo!y i# %artic"lar. T is is beca"se % e#ome#olo!y foc"ses "%o# t e co#te#t of co#scio"s#ess a#d i#divid"alGs e=%erie#ce of t e word as 9vale *133I b,5>+ %"t it, P e#ome#olo!y is i#terested i# el"cidati#! bot t at w ic a%%ears a#d t e ma##er i# w ic it a%%ears. It st"dies t e s"b2ects %ers%ectives of t eir wordC attem%ts to describe i# detail t e co#te#t a#d str"ct"re of t e s"b2ects co#scio"#ess$ to !ras% t e /"alitative diversity of t eir e=%erie#ces a#d to e=%licate t eir esse#tial mea#i#!s. (elanjutnya dijelaskan# 'enelitian fenomenologi empiris dalam psikologi telah dirintis dan diaplikasikan secara ekstentif di Dni;ersitas DuLuesne di -merika (erikat (lihat Kan >aam !%!, !!"A *eorgi !)$, !!$A *eorgi et al !)%&. Eopik-topik penelitian fenomenologi meliputi# 3pemahaman perasaan4 (Kan >aam !%!&, 3belajar4 (*eorgi !)%, !+%&, 3jadi korban4 (<isher dan @ertz, !)!&, 3amarah4 ((te;ick !) &, dan banyak fenomena yang lain dari pengalaman manusia. >enyataanya pengalaman manusia dapat dianalisis secara fenomenologis. 8nilah alasan lain mengapa fenomenologi merupakan pendekatan yang menarik bagi peneliti-peneliti psikologi. -kan tetapi terdapat perbedaan dalam fokus dan penekanan antara fenomenologi transcendental dan penggunaan metoda fenomenologi dalam psikologi. *Em%irical % e#ome#o#lo!ical researc i# %syc olo!y was %io#eered a#d a%%lied e=te#sively at D"/"es#e ?#iversity i# t e ?(A *see <a# 9aam 1353$ 133DC Geor!i 134J$ 133DC Geor!i et al. 1345+. To%ics of % e#ome#olo!ical i#vesti!atio# i#cl"ded feeli#! "#derstood& *<a# 9aam 1353+$ lear#i#!& *Geor!i 1345$ 13H5+$ bei#! victimi@ed& *;is er a#d -e#t@ 1343+$ a#!ry& *(tevic' 1341+$ a#d ma#y ot er % e#ome#a of "ma# e=%erie#ce. I# fact$ a#y "ma# e=%erie#ce ca# be s"b2ected to % e#ome#olo!ical a#alysis. T is is a#ot er reaso# w y t is a%%roac a%%eals to %syc olo!ical researc ers. 0owever$ t ere are differe#ces i# foc"s a#d em% asis betwee# tra#sce#de#tal % e#ome#olo!y a#d t e "se of t e % e#ome#olo!ical met od i# %syc olo!y *-illi!$ 1333,5715>+. (pinelli ( !+!& menunjukan bah6a psikologi fenomenologi lebih memperhatikan keberagaman dan ;ariasi pengalaman manusia daripada )/

mengidentifikasi esensi-esensi dalam pengertian =usserl. Eambahan pula penelitian-penelitian fenomenologi dalam psikologi, jika ada mengklaim bah6a tidak mungkin 3menyingkirkan4 seluruh prasangka dan bias dalam suatu perenungan tentang suatu fenomena. -gaknya, usaha memberi tanda kurung pada fenomena, hanya untuk memungkinkan peneliti melakukan pengujian secara kritis atas cara biasa untuk mengetahui sesuatu. -khirnya sangat penting untuk melakukan pembedaan antara perenungan fenomenologi tentang suatu objek atau kejadian sebagaimana ia menampakan diri kepada peneliti, dan analisis fenomenologi atas laporan pengalaman khusus seperti yang disampaikan oleh peneliti terlibat. 'erenungan fenomenologis menuntut (mensyaratkan& intropeksi oleh seseorang terhadap pengalamannya sendiri, sementara analisis terhadap laporan pengalaman terlibat merupakan upaya 3masuk ke dalam4 pengalaman orang lain atas dasar deskripsi mereka tentang pengalamannya. Dalam penelitian psikologi fenomenologis laporan pengalaman terlibat dijadikan fenomena yang dianalisis oleh peneliti. *(%i#elli *13H3+ %oi#ted o"t t at % e#ome#olo!ical %syc olo!y is more co#cer#ed wit t e diversity a#d variability of "ma# e=%erie#ce t a# wit t e ide#tificatio# of esse#ces i# 0"sserlGs se#se. I# additio#$ few$ if a#y$ % e#ome#olo!ical researc ers i# %syc olo!y wo"ld claim t at it is %ossible to s"s%e#d all %res"%%otio#s a#d biases i# o#eGs co#tem%latio# of a % e#ome#o#. Rat er t e attem%t to brac'et t e % e#ome#o# allows t e researc ers to e#!a!e i# a critical e=ami#atio# of is or er c"stomary ways of '#owi#! *abo"t+ it *see refle=ity. %. 1J+. ;i#ally$ it is im%orta#t to differe#tiate betwee# % e#ome#olo!ical co#tem%latio# of a# ob2ect or eve#t as it %rese#t it self to t e researc er$ a#d % e#ome#olo!ical a#alysis of a# acco"#t of a %artic"lar e=%erie#ce as %rese#ted by a researc %artici%a#t. T e former re/"ires i#tros%ective atte#tio# to o#eGs ow# e=%erie#ce$ w ere as t e latter a# attem%t to !et i#side& someo#e elseGs e=%erie#ce o# t e basis of t eir descri%tio# of it. I# % e#ome#olo!ical %syc olo!ical researc $ t e researc %artici%otio#Gs acco"#t becomes t e % e#ome#o# wit w ic t e researc er e#!a!es&+ *-illi!$ 1333, 5>+.

)5

Anda mungkin juga menyukai