Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I.
Definisi Penumonia adalah peradangan keradangan parenkim dimana asinus terisis dengan cairan dan sel radang, dengan /atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke dalam dinding alveol dan rongga intertisium1. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis2.
II.
Klasifikasi 1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis3 b. a. Pneumonia komuniti (Community Acquired Pneumonia = CAP) Pneumonia Nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia) c. d. e. 2. Berdasarkan bakteri penyebab3 Pneumonia Aspirasi Pneumonia pada penderita Immunocompromised
a. Pneumonia tipikal : akut, demam tinggi,menggigil, batuk produktif, nyeri dada. Radiologis lobar atau segmental, leukositosis, bakteri Gram positif. Biasanya disebabkan bakteri ekstraseluler, S.pneumonia, S.piogenes dan H. influenza. b. Pneumonia Atipikal : tidak akut, demam tanpa menggigil, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronkhi basah yang difus, leukositosis ringan. Penyebab biasanya; Mycoplasma pneumoniae, Legionella pneumophila, Chlamydia pneumoniae c. Pneumonia Virus
a. Pneumonia Lobaris
Tabel 1. Klasifikasi Pneumonia III. Epidemiologi Pneumonia yang didapat dari komunitas merupakan penyakit umum sekitar 34 juta kasus terdiagnosis setiap tahunnya di USA. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi paling mematikan di USA dan menempati urutan ke-6 penyebab kematian4. Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka dan kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitaar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas) atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (penumonia nosokomial atau pneumonia di pusat perawatan). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru yang sering dijumpai sekitar 15-20%5. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, Makassar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut2 : 1. Klebsiella pneumoniae 45,18% 2. Streptococcus pneumoniae 14,04% 3. Steptococcus viridans 9,2% 4. Staphylococcus aureus 9% 5. Pseudomonas aeruginosa 8,56% 6. Streptococcus hemolyticus 7,89% 7. Enterobacter 5,26% 8. Pseudomonas spp 0,9%
IV. Etiologi Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer : (1) aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang
telah berkolonisasi pada orofaring, (2) inhalasi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran hematoen dari bagian ekstrapulmonal6.
Penyebab Streptococcus pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Haemophilus influenza Legionella pneumophila Chlamydia pneumoniae Anaerob oral (aspirasi) Influenza tipe A dan B Adenovirus
Rumah Sakit
Basil usus gram negatif (misal, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae) Pseudomonas aeruginosa Staphylococcus aureus Anaerob oral (aspirasi)
Tabel 2. Penyebab Paling Sering Pneumonnia yang Didaat dari Masyarakat dan Nosokomial6
V.
Patofisiologi Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidak seimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak epitel saluran napas3. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas3 : 1. Inokulasi langsung a. Intubasi trakea b. Luka tembus yang mengenai paru
2. Penyebaran melalui pembuluh darah dari tempat lain diluar paru misalnya endokarditis 3. Inhalasi dari aerosol yang mengandung kuman 4. Kolonisasi di permukaan mukosa. Aspirasi sekret orofaring yang mengandung kuman
Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak dengan cepat masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli-alveoli lain melalui pori interalveolaris dan percabangan bronkus3. Selanjutnya penumonia karena pneumokokus ini akan mengalami 4 stadium yang overlapping3 : 1. Stadium Engorment Kapiler di dinding aveoli mengalami kogesti dan alveol berisi cairan oedem. Bakteri berkembang biak tanpa hambatan. 2. Stadium Hepatitis Merah Kapiler yang telah mengalami kongesti disertai denan diapedesis dari selsel eritrosit. 3. Stadium hepatitis Kelabu Alveoli dipenuhi oleh eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan adanya eksudat yng mengandung leukosit ini maka perkembangan biakan kuman menjadi terhalang bahkan kumankuman pada stadium ini akan di fagositosis. Pada stadium ini akan terbentuk antibodi. 4. Satdium Resolusi Pada stadium ini terjadi bila tubuh berhasil membinasakan kuman. Makrofag akan terlihat dalam alveoli beserta sisa-sisa sel. Yang khas adalah tidak adanya kerusakan dinding alveoli dan jaringan intertitial. Arsitektur paru kembali normal.
Proses patogenesis pneumoni terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien5.
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman misalnya, infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui slang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.aeroginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terlihat perubahan pola mikroorganisme penyebab infeksi saluran napas bawah akut akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenitas/jenis kuman akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh S.aureus, B.catarhalis, H.Influenza dan Enterobacteriaceae. Juga oleh berbagai bakteri enterik gram negatif5. VI.
Bedah abdominal atau toraks Farktur tulang iga Pengobatan imunosupresif AIDS
VII. Gejala klinis Diantara faktor-faktor risiko yang telah dikemukakan di atas, faktor risiko yang paling sering adalah infeksi saluran nafas bagian atas (50%). Setelah kurang lebih 1 minggu temperatur mendadak meningkat, kadang-kadang disertai menggigil, nyeri peluritik pada daerah lobus yang terkena, batuk-batuk yang disertai dahak seperti karat besi (rusty sputum), sputum kadang-kadang purulen, kadang-kadang berbecak/garis darah, myalgia, dan herpes simplex pada daerah bibir pada hari-hari pertama3. Sebagian besar psien yang menderita penumonia yang didapat dari komunitas mengalami onset demam akut atau sub-akut; batuk dengan atau tanpa produksi spektrum dan sesak napas. Gejala lain yang juga sering dijumpai adalah kekakuan, berkeringat, menggigil, rasa tak enak di dada, pleuritis, kelelahan, mialgia, anoreksia, sakit kepala, dan nyeri perut4. Hasil pemeriksaan fisik yang sering ditemukan meliputi demam atau hiptermi, takiprea, takikardi, dan desaturasi oksigen arteri ringan. Beberapa pneumonia akan terlihat sakit yang mendadak. Pemeriksaan dada sering menguntungkan dengan terdapatnya suara napas yang berubah dan ronkhi. Pekak pada perkusi dapat dijumpai jika terjadi efusi pleura parapneumonia4. Diagnosis banding dari gejala dan tanda traktus respiratorius bawah sangat luas, dan meliputi traktur respiratorius atas, penyakit-penyakit salurn napas, gagal jantung kongestif, bronkiolitis obliterans dengan pembentukan penumonia, kanker paru, vaskulitis pulmonal, penyakit tromboemblik paru dan etelektasis4. Gejala dan tanda yang berhubugan dengan penumonia nosokomial tidak spesifik namun satu atau lebih temuan klinis (demam, leukositosis, sputum purulen dan infiltrat paru baru atau pogresif pada radiografi dada) dapat muncul pada sebagian besar pasien. Temuan lain yag berhubungan dengan penumoni
nosokomial meliputi hal-hal yang terdapat pada penumonia yang didapat komunitas4. Diagnosis banding meliputi gagal jantung kongestif, atelektasis, aspirasi, sindrom gagal napas akut, tromboembolisme paru, pendarahan paru dan reaksi obat4.
VIII. Diagnosis Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepda pemberian terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi akan mengarahkan kepada pemilihan terapi empiris antibiotik yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang5. 1. Anamnesis Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor interaksi5 : a. Evaluasi faktor pasien/predisposisi: PPOK (H.influenzae), penyakit kronik (kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi gram negatif, anaerob), penurunan imunitas (kuman gram negatif), Penumocystic carinii, CMV, Legiolla, jamur, Mycobacterium), kecanduan obat bius (Staphylococcus). b. Bedakan lokasi infeksi : PK (Streptococcus penumoniae, H.influenza, M.pneumoniae), rumah jompo, PN (Staphylococcus aureus), gram negatif. c. d. Usia pasien : bayi (virus), muda (M.pneumoniae), dewasa (S.pneumoniae). Awitan : cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S.pneumoniae); perlahan, denan batuk, dahal sedikit (M.pneumoniae). 2. Pemeriksaan Fisik. Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis. Perhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/ patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit5: a. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S.pneumoniae. S.Streptococcus spp, Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan mialgia, malaise, batuk kering dan nonproduktif
b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat kuman yang kurang patogen/oportunistik, misalnya; Klebsiella,
Pseudomonas, Enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur. c. Tanda-tanda fisik pada tipe penumonia klasik bisa didapatkan berupa demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronkhi nyaring, suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik pada pneumoni komunitas primer berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang tidak khas dijumpai pada pada pneumoni komunitas yang sekunder (didahului penyakit dasar paru) atau penumoni nosokomial. Dapat diperoleh untuk bermanifestasi lain infeksi paru seperti efusi pleura, penumotoraks/ hidropneumo toraks. Pada pasien pneumoni nosokomial atau dengan gangguan imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia d. Warna, konsistensi dan jumlah sptum penting untuk diperhatikan. 3. Pemeriksaan penunjang Pola radiologis dapat berupa pneumoni alveolar dengan gambaran air bronkhogram (air space) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae,
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia intertitial (intertitial disease) oleh virus dan mikoplasma5. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa di mana saja. Infiltrat di lobus atau sering ditimbulkan Klebsiella spp, tuberkulosis atu amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia5. Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air-fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob, gram negatif atau emiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia sering ditimbulkan S.pneumoniae. dapat juga oleh kuman anaerob, S.pyogenes, E.coli dan Staphlococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh K.pneumoniae, P.pseudomallei5. 4. Pemeriksaan laboratorium.
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negatif atau S.aureus pada pasien dengan keganasn dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu5. Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi narotrakeal/transtrakeal aspirasi jarum transtorakal, torakositesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, Quellung tes dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanaat untuk evaluasi terapi selanjutnya5.
5. Diagnosis Penumonia Nosokomial Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut7 : a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif Ditambah 2 diantara kriteria berikut: - suhu tubuh > 38 C - sekret purulen - leukositosis Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS7 : a. b. Dirawat di ruang rawat intensif Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O > 35
2 o
c.
Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru
d.
Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ yaitu : Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
Memerlukan vasopresor > 4 jam Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
6. Diagnosis Pneumonia Komuniti Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini2 : a. Batuk-batuk bertambah b. Perubahan karakteristik dahak / purulen c. Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat Kiparahan penyakit Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini2 :
Karakteristik Penderita Faktor demografi Usia : laki-laki Perempuan Perawatan di rumah Penyakit penyerta Keganasan Peyakit hati Gagal jantung kongestif Penyakit serebrovaskular Penyakit ginjal Pemeriksaan fisik Perubahan status mental Pernapasan > 30 kali/menit Tekanan darah sistolik 90 mmHg Suhu tubuh < 350C atau 400C Nadi 12,5 kali/menit
Jumlah Poin Umur (tahun) Umur (tahun) 10 +10 +30 +20 +10 +10 +10 +20 +20 +20 +15 +10
Hasil laboratorium/radiologi Analisis gas darah arteri :pH 7,35 BUN > 30 mg/dl Natrium < 130 mEq/liter Glukosa > 250 mg/dL Hematokrit< 30% PO2 60 mmHg Efusi pleura
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini2: Kriteria minor sebagai berikut2 : a. b. c. d. e. f. Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut2 : a. b. c. d. Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah > 50% Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumoniakomuniti adalah2 : a. Skor PORT lebih dari 70 b. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini. a) Frekuensi napas > 30/menit b) Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg c) Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
d) Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus c. Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg
IX. Penatalaksanaan:
1.
Penumonia Nosokomial Diagnosis dan pengobatan dini memperbaiki morbiditas dan mortalitas. Pada
pasien yang dirawat di rumha sakit diperlukan kewaspadaan yang konstan. Terapi antibiotik tidak oleh ditunda untuk menunggu hasil mikrobiologis8: a. Terapi Suportif Terapi ini meliputi oksigen suplemental untuk mempertahankan PaO2 >8 kPa (SaO2 < 90%), cairan intravena (vasopresor/inotrop) untuk stabilitas hemodinamik, dna bantuan ventilasi (misalnya teknan jalan naps positif kontinu [continous positive airway pressure, CPAP],MV) pada gagal napas. Fisioterapi dan analgesi membantu membersihkan sputum pascaoperasi dan pada pasien imobilissi. Posisi setengah telentang (yaitu, elevasi kepala tempat tidur 300) pada pasien yang harus berbaring terus di tempat tidur dapat mengurangi risiko aspirasi. Kontrol glikemik secara keatat dan meperhatikan terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi dapat memeprbaii hasil terapi8.
b.
Terapi Antibiotik Terapi ini bersifat empiris sementara menunggu panduan mikrobilogis. Keputusan kunci adalah apakah pasien memiliki faktor risiko untuk organisme MDR8.
a)
Pada HAP/VAP onset dini tanpa faktor risiko untuk organisme MDR, monoterapi dengan beta laktam/beta laktamase, antibiotik sefalosporin generasi ketiga, atau fluorokuinolon dianjurkan8.
b)
Pada HAP/VAP onset lambat dengan faktor risiko untk patogen MDR, terapi kombinasi, dengan antibiotil spektrum luas untuk mencakup hasil gram-negatif MDR dab MRSA (misalnya vankomisin) diperlukan. Terapi tambahan dengan aminogliksida inhalasi atau polimiksin dipertimbangkan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi sistemik8.
Pemberian singkat terapi (mislanya 7 hari) tepat jika respon klinis baik. Patogen agresif atau resisten (misalnya P.aeroginosa, S.aureus) mungkin memerlukan pengobatan selama 14-21 hari. Terapi difokuskan pada organisme penyebab bila data sekunder tersedia dan penggunakaan antibiotik yang tidak perlu dapat dihentikan. Kultur steril (tanpa antibiotik baru selama >72jam) sebenarnya menyingkirkan HAP8.
2.
a. Tindakan Suportif Meliputi oksigen unutk mempertahankan PaO2 >8 kPa (SaO2 < 90%) dan resusitasi intravena ( inotrop) untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi : vetilasi noninvsaif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure, CPAP)) atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan bronkoskopi: membantu bersihan sputum8. b. Terapi Antibiotik Awal menggambarakan tebakan terbaik, berdasarkan pada klasifikasi penumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Terapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotik. American British Thotacic Societies (ATS, BTS) menganjurkan protokol antibiotik awal berikut ini untuk CAP8: a) Pasien yang tidak dirawat di rumah sakit : biasanya memberikan repon terhadap terapi oral dengan amoksisilin (BTS) atau makrolid baru (misalnya klaritomisin) atau doksisiklin (ATS). Pasien dengan gejala
berat atau berisiko mengalami infeksi S.pneumoniae resisten obat, diobati dengan beta laktam ditambah makrolida atau dosisiklin atau fluoroklinolon antipneumokokus (misalnya moxifloxacin) saja8. b) Pasien yang dirawat di rumah sakit : terapi awal harus mencakup oranisme atipikal dan S.pneumoniae. makrolid intravena digabung
dengan beta laktam atau fluorokuinolon antipneumokokus (ATS/BTS) atau sefuroksim (BTS). Jika tidak berat, kombinasi ampisilin dan makrolid (oral atau i.v) mungkin adekuat (BTS). Infeksi oleh stafilokokus setelah intravena dan H.Influenzae pada PPOK harus ditangani8.
X.
Pencegahan 1. Pneumonia nososkomial Pencegahan penumonia nosokomial ditujkan kepada upaya program pegawasan dan pengontrolan infeksi termasik pendidikan staf pelaksana, pelaksana teknik isolasi dan parktek pengontrolan infeksi. Terdapat berbagai faktor terjadinya pneumonia nosokomial. Dari berbagai faktor risiko tersebut beberapa faktor penting tidak bisa dikoreksi. Bebrapa faktor dapat dikoreksi untuk mengurangi terjadinya penumonia nosokomial, yaitu antara lain dengan pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau endotrakeal atau pemakaian obat sitopretektif sebagai pegganti antagonis H2 dan antasid5. 2. Pneumonia komunitas Di luar negeri dianjurkan pemberian vaksinasi influenza dan pneumokokus pada orang dengan risiko tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat termasuk penyakit paru kronik, hati, ginjal, dan jantung. Di samping itu vaksinasi juga perlu diberikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampung penyakit kronik dan usia di atas 65 tahun5.
XI. Prognosis 1. Penumonia nosokomial Angka mortalitas penumonia nosokomial dapat mencapai 33-50%, yang bis mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang
dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteriemi terutama oleh Ps.Aeroinosa atau Acinobacter spp5.
2. Pneumonia komunitas Kejadian penumonia komunitas di USA adalah 3,4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh penumonokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi buruk. Penumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortilitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien5.
Daftar Pustaka
1. Alsagaff, Hood dan H.Abdul Mukty. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. 2. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis & Penalatalaksanaan di Indonesia.2003. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 3. Medison, Irvan. 2012. Penumonia. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK Unand 4. Tierney, Lawrence M, Stephen J. McPhee, dan Maxine A. Papadakis. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Diterjemahkan oleh : Abdul Gofir. Jakarta : Salemba Medika. 5. Dahlan, Zul. 2009. Pneumonia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi III. Jakarta ; InternaPublishing. 6. Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Edisi 6. Alih Bahasa Oleh : Brahm U.Pendit,et al. Jakarta : EGC. 7. Pneumonia Nosokomial. Pedoman Diagnosis & Penalatalaksanaan di
Indonesia.2003. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 8. Ward, Jeremy P.T,et al. 2007. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi kedua. Alih Bahasa oleh : Huriawati Hartanto. Jakarta : Penerbit Erlangga