Anda di halaman 1dari 25

PENGUKURAN LAJU PAPARAN DOSIS RADIASI DAN

PENGUKURAN KEBOCORAN TABUNG PADA PESAWAT SINAR-X


Laporan Praktikum
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Proteksi Radiasi











Disusun Oleh :


Edi Kurniawan
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PURWOKERTO JURUSAN
TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2011

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul Pengukuran Dosis Paparan Laju Radiasi dan Pengukuran
Kebocoran Tabung pada Pesawat Sinar-X . Laporan ini disusun berdasarkan kutipan dari
beberapa buku yang mengacu pada subpokok bahasan dan mengarah pada prinsip yang jelas .
Harapan kami, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan suatu pengetahuan
yang lebih dalam tentang pengetahuan proteksi radiasi, Khususnya mengenai Pengukuran Dosis
Paparan Laju Radiasi dan Pengukuran Kebocoran Tabung pada Pesawat Sinar-X. Selain itu,
laporan ini juga diharapkan dapat memenuhi tugas dari dosen dan dapat meningkatkan kualitas
belajar mahasiswa.
Kepada semua penyusun laporan ini, kami ucapkan terima kasih dan kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Apabila di dalam makalah ini
ada kesalahan, kami mohon maaf. Semoga bermanfaat bagi pembaca.


Purwokerto, Desember 2011

Penyusun






DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL i
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .. 1
1.2 Rumusan Masalah.. 2
1.3 Tujuan Penulisan. 2
1.4 Manfaat Penulisan.. 3
1.5 Sistematika Penulisan.. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Proteksi Radiasi 4
2.2 Pengenalan Pesawat Sinar-X 6
2.3 Penggunaan Pesawat Sinar-X. 9
2.4 Standar Proteksi Radiasi. . 11
2.5 Klasifikasi Alat Ukur Proteksi Radiasi . 13
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 25
3.2 Alat dan Bahan 25
3.3 Cara Kerja 26
3.4 Data Praktikum.. . 28
3.5 Pembahasan.. . 29
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan. 31
4.2 Saran.. 31
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemantauan radiasi dan radioaktivitas lingkungan mencakup dua kegiatan utama, yaitu
pemantauan daerah kerja dan pemantauan kawasan. Kedua jenis pemantauan itu merupakan
bagian dari program proteksi radiasi yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan pemanfaatan
radiasi. Pemantauan daerah kerja dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa setiap individu pekerja
radiasi terjamin keselamatannya dari bahaya radiasi. Pemantauan ini terdiri atas pemantauan
radiasi dan kontaminasi yang keduanya dapat dipakai untuk memperkirakan penerimaan dosis
oleh para pekerja radiasi.
Jenis pemantauan daerah kerja disesuaikan dengan jenis sumber yang digunakan dan kegiatan di
tempat tersebut. Pada daerah kerja yang hanya menggunakan sumber terbungkus cukup
dilakukan pemantauan radiasi saja. Sedang daerah kerja yang menggunakan sumber radiasi
terbuka dan mempunyai potensi terkontaminasi oleh bahan radioaktif, disamping pemantauan
radiasi perlu juga dilakukan pemantauan kontaminasi. Pemantauan daerah kerja ini bukan hanya
sekadar melakukan pengukuran laju dosis maupun tingkat kontaminasi baik permukaan udara,
tetapi juga menginterpretasikan hasil pengukuran tersebut untuk dibandingkan dengan batasan
dosis yang telah ditetapkan.
Pemantauan radiasi lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam usaha
meningkatkan keselamatan para pekerja dan memperbaiki serta menyempurnakan prosedur kerja
yang digunakan. Agar program pemantauan ini dapat berjalan dengan baik, efektif dan
ekonomis, maka perlu disusun program pemantauan radiasi lingkungan secara rutin dan
berkelanjutan disesuaikan dengan jenis kegiatan dan potensi bahaya radiasi pada masing
masing daerah kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mempermudah melakukan penulisan ini maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Apa pengertian dari proteksi radiasi ?
1.2.2 Apa yang mempengaruhi laju paparan dosis radiasi dan jenis serta penggunaan alat ukur
radiasi khususnya surveymeter?
1.2.3 Bagaimana laju paparan radiasi di Instalasi Radiologi RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo
Purwokerto?
1.2.4 Apakah terjadi kebocoran pada tabung sinar x di kamar periksa 3 di Instalasi Radiologi
RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto ?

1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui pengetian proteksi radiasi.
1.3.2 Untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi laju paparan dosis radiasi, dan jenis
serta penggunaan alat ukur radiasi khususnya surveymeter.
1.3.3 Untuk mengetahui laju paparan radiasi di Instalasi Radiologi RSUD Prof.Dr.Margono
Soekarjo Purwokerto.
1.3.4 Untuk mengetahui adanya kemungkinan kebocoran tabung X-Ray di Instalasi Radiologi
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
1.3.5 Untuk memenuhi tugas mata kuliah Proteksi Radiasi.






1.4 Manfaat
Manfaat pembuatan laporan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Dapat mengetahui pengertian proteksi radiasi.
1.4.2 Dapat mengetahui jenis dan penggunaan alat ukur radiasi khususnya surveymeter.
1.4.3 Dapat mengetahui laju paparan radiasi di sekitar kamar periksa 3 pada Instalasi
Radiologi RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto.
1.4.4 Dapat mengetahui adanya kemungkinan kebocoran tabung X Ray di Instalasi
Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami dan mempelajari isi, maka laporan ini disusun dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Berisi tentang pengertian proteksi radiasi, pengenalan pesawat sinar x, Penggunaan Pesawat
Sinar X di Indonesia, Standar Proteksi Radiasi dan Klasifikasi Alat Ukur Proteksi Radiasi.
BAB III : Hasil Dan Pembahasan
Berisi tentang data-data yang diperoleh pada saat pengamatan atau praktek dilapangan.
BAB IV : Penutup
Berisi tentang Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Proteksi Radiasi
Keselamatan radiasi atau yang lazim disebut dengan proteksi radiasi merupakan salah satu
cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun
lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok
orang maupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat
paparan radiasi. Tujuan dari proteksi radiasi ini ialah mencegah terjadinya efek deterministik
yang membahayakan dan mengurangi terjadinya efek stokastik serendah mungkin.
Melalui pemahaman cabang ilmu tersebut, sekelompok orang yang berhubungan atau bekerja
dengan radiasi pengion diusahakan agar:
1. Dapat mempunyai apresiasi tentang keselamatan radiasi dan sekaligus mempunyai
pengertian tentang falsafah kesehatan lingkungan.
2. Dapat menjadi kawan yang baik dari radiasi pengion sehingga dapat memperoleh
manfaat secara maksimum dari radiasi tersebut dengan kemungkinan menderita kerugian
atau risiko yang minimum.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi terutama meliputi:
1. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif.
2. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi yang
diterima organ atau jaringan.
3. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, dan
4. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk
mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.

Sedangkan tujuan dari proteksi radiasi ialah:
1. Pada pasien, dosis radiasi yang diberikan harus sekecil mungkin sesuai keharusan klinis.
2. Pada petugas, dosis radiasi yang diterima harus ditekan serendah mungkin dan dalam
keadaan bagaimanapun juga tidak boleh melebihi dosis maksimum yang diperkenankan.
Pada awalnya ketika sinar X ditemukan bahayanya sendiri belum diketahui, hanya para ahli
menemukan bahwa sinar X ini sangat berguna karena memiliki sifat yang unik terutama
memiliki daya tembus yang besar yang dapat dimanfaatkan. Juga belum ditemukannya detektor
yang dapat mengetahui besarnya dosis radiasi yang dihasilkan sehingga banyak orang yang
mendapat resiko dan penyakit akibat radiasi.
Perkembangan teknologi pesawat sinar X juga begitu pesat namun hanya mempertimbangkan
bagaimana menghasilkan citra yang baik sehingga para praktisi dengan mudah mendiagnosa
penyakit atau mendapatkan informasi dari tubuh manusia. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa
dalam perkembangan teknologi ini secara tidak langsung terlintas adanya keselamatan pasien
sebab dengan waktu penyinaran yang singkat misalnya kegagalan penyinaran dapat dihindari
sehingga pasien tidak perlu diberikan radiasi secara berulang. Demikian juga halnya dengan
perkembangan teknologi pembuatan film dengan bahan tertentu akan dapat menghasilkan citra
yang sangat memuaskan.
Pemanfaatan radiasi di bidang diagnostik ini berkembang juga dari konvensional ke teknologi
intervensional dimana radiasi sangat mungkin diterima oleh pekerja maupun pasien lebih besar
lagi kalau teknologinya tidak dirawat dan diuji kehandalannya. Tidak cukup hanya
mempersoalkan teknologi akan tetapi juga harus diperlengkapi dengan sumber daya manusia
yang memenuhi standar internasional. Dengan teknologi yang handal dan teruji akan dapat
menghasilkan radiasi yang besar pada organ tertentu yang tidak perlu bagi pasien bahkan tidak
jarang melakukan penyinaran berulang sebab tidak menghasilkan citra untuk mendapatkan
informasi yang dikehendaki. Demikian juga sebaliknya walaupun orang yang mengoperasikan
telah disertifikasi dan memenuhi persyaratan standar akan tetapi teknologinya tidak handal dan
teruji maka akan menimbulkan masalah yang sama. Untuk membuktikan teknologi tersebut
handal dan teruji maka harus ada institusi yang telah terakreditasi memberikan sertifikat kepada
pesawat sinar X tersebut sebagai jaminan layak dioperasikan.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa di Indonesia menghadapi persoalan ini dimana sejak lama
pengawasan hanya difokuskan pada keselamatan pekerja namun pengaturan keselamatan pasien
sangat minimum dilakukan. Oleh karena itu pada masa yang akan datang pengawasan dan
pengaturan dosis pasien ini menjadi perhatian utama disamping tetap meningkatkan keselamatan
pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup. Untuk memenuhi ini maka akan dilakukan perbaikan
peraturan yang menyangkut kualifikasi pekerja untuk setiap jenis penggunaan pesawat sinar X,
pengujian dan perawatan pesawat sinar X, dan menetapkan persyaratan untuk uji kesesuaian.

2.2 Pengenalan Pesawat Sinar X
Pesawat sinar X biasa disebut juga dengan photo Rontgen dimana hasil pencitraan
divisualisasikan dalam sebuah film positif. Penggunaan pesawat sinar X secara tepat yang
meliputi perancangan dan pemasangan, prosedur pengoperasian secara benar dengan
memperhatikan norma keselamatan radiasi dan penahan radiasi perlu mendapat perhatian dengan
seksama. Rumah tabung sinar X harus mempunyai penahan radiasi dan mekanisme pengontrol
berkas yang bekerja dengan baik. Persyaratan ruang dan keselamatan dari fasilitas radiasi harus
diperhatikan sejak awal sebelum instalasi pesawat didirikan.
Setiap tabung sinar X harus ditempatkan dalam wadah atau perisai pelindung lain. Di dalam
wadah juga terdapat alat pendingin seperti minyak. Wadah tabung biasanya terdiri dari timbal
atau uranium susut kadar yang dilapisi logam. Celah atau lubang pada wadah tabung tidak boleh
lebih besar dari yang diperlukan untuk menghasilkan berkas sinar dengan ukuran maksimum.
Gambar 2.1 Bagian bagian tabung pesawat sinar X

v Konstruksi X-Ray Tube
A. Rumah tabung(Tue housing):
1. Perisai tabung (tube shield)
2. Minyak pendingin
3. Window
4. Filter

B. Insert tube
Terbuat dari tabung kaca hampa udara, di dalamnya terdapat :
1. Katoda, dilengkapi dengan
2. Anoda, dilengkapi dengan bidang target


v Proses pembentukan sinar-X pada pesawat sinar-X adalah sebagai berikut :
1. Arus listrik akan memanaskan filamen pada katoda sehingga akan terjadi awan elektron
disekitar filamen (proses emisi termionik).
2. Tegangan (kV) di antara katoda (negatif) dan anoda (positif) akan menyebabkan elektron-
elektron bergerak ke arah anoda.
3. Fokus (focusing cup) berfungsi untuk mengarahkan pergerakan elektron-elektron (berkas
elektron) menuju target.
4. Ketika berkas elektron menubruk target akan terjadi proses eksitasi pada atom-atom target,
sehingga akan dipancarkan sinar-X karakteristik, dan proses pembelokan (pengereman) elektron
sehingga akan dipancarkan sinar-X bremstrahlung.
5. Berkas sinar-X yang dihasilkan, yaitu sinar-X karakteristik dan bremstrahlung, dipancarkan
keluar tabung melalui jendela.
6. Pendingin diperlukan untuk mendinginkan target karena sebagian besar energi kinetik
elektron pada saat menumbuk target akan berubah menjadi panas.

Terdapat dua pengaturan (adjustment) pada pesawat sinar-X yaitu pengaturan arus berkas
elektron (mA) yaitu dengan pengatur arus filamen dan pengaturan tegangan di antara anoda dan
katoda (kV). Pengaturan arus filamen akan menyebabkan perubahan jumlah elektron yang
dihasilkan filamen dan intensitas berkas elektron (s) sehingga mempengaruhi intensitas sinar-X.
Semakin besar mA akan menghasilkan sinar-X yang semakin besar. Pengaturan tegangan kV
akan menyebabkan perubahan gaya tarik anoda terhadap elektron sehingga kecepatan elektron
menuju (menumbuk) target akan berubah. Hal ini menyebabkan energi sinar-X dan intensitas
sinar-X yang dihasilkan akan mengalami perubahan. Semakin besar kV akan menghasilkan
energi dan intensitas sinar-X yang semakin besar pula.

v Tujuan melakukan tindakan persiapan eksposi
1. Agar arus filamen (dalam ampere) mengalir memanaskan filamen sehingga kawat
filamen pijar.
2. Filamen pijar mengemisikan banyak elektron bebas (emisi termionik).
3. Elektron bebas berkumpul menempati focusing cup, diam, dan disebut awan elektron .
4. Awan elektron tidak berkurang,maupun tidak bergerak, karena berada dalam tabung kaca
hampa udara.
v Eksposi (menekan tombol penuh)
1. Rangkaian tegangan tinggi tersambung, (tegangan dalam kV, Anoda (+), katode (-),
sehingga terjadi daya tarik elektron bebas ke arah anoda .
2. Elektron bebas berloncatan menuju anoda(disebut arus tabung dalam satuan mA
menumbuk bidang target.
3. Hasilnya adalah panas (>99%) dan sinar-X (<1%).
4. Kejadian tersebut hanya berlangsung selama kurang dari 1 detik sesuai dengan
pengaturan waktu eksposi (dalam S)

2.3 Penggunaan Pesawat Sinar X di Indonesia
Pemanfaatan pesawat sinar X di Indonesia harus dilakukan setelah terlebih dahulu memiliki izin
dari BAPETEN dan mengacu pada peraturan perundangan yang ada.
Menurut peraturan bahwa untuk mendapatkan izin maka dipersyaratkan:
1. Memiliki izin usaha atau izin dari instansi terkait.
2. Memiliki fasilitas yang memenuhi persyaratan keselamatan.
3. Memiliki tenaga yang cakap dan terlatih baik.
4. Memiliki peralatan keselamatan.
5. Memiliki prosedur keselamatan.
Dalam praktek bahwa peraturan tersebut diimplementasikan hanya terfokus pada keselamatan
radiasi untuk pekerja atau operator, masyarakat tidak termasuk pasien, dan terhadap lingkungan
hidup.

1. Fasilitas.
Pada dasarnya dalam evaluasi persyaratan fasilitas ini secara penuh dipercaya bahwa peralatan
pesawat sinar telah memenuhi persyaratan dari pabrik tanpa adanya persyaratan lain yang
mendukung keakurasian dosis radiasi yang dikeluarkan oleh pesawat sinar X. Yang penting bagi
evaluator adalah bahwa paparan radiasi sekitar ruangan tidak melampaui dosis radiasi sesuai
dengan peraturan yang berlaku sehingga akan menjamin keselamatan bagi petugas dan
lingkungan sekitarnya.

2. Petugas Proteksi Radiasi (PPR)
Untuk persyaratan izin maka dibutuhkan minimum 1 (satu) orang PPR yang memiliki Surat Izin
Bekerja (SIB) dari BAPETEN. Sesuai dengan peraturan bahwa PPR adalah orang yang diangkat
oleh Pengusaha Instalasi dan oleh yang berwenang, dalam hal ini BAPETEN dianggap mampu
menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan proteksi radiasi. Dengan adanya tenaga ini
maka persoalan proteksi radiasi akan terjamin di fasilitas tersebut. Tanpa adanya PPR maka tidak
akan diberikan izin yang berarti pesawat sinar X tidak boleh digunakan.

3. Radiografer.
Hingga saat ini persyaratan radiografer untuk semua klinik hingga rumah sakit besar adalah
minimum Sekolah Menegah Umum (SMU) yang terlatih. Tidak pernah dipersoalkan kualifikasi
radiografer ini sebab belum ada orientasi dosis terhadap pasien. Dalam praktek, yang paling
penting adalah radiografer dapat melakukan pekerjaannya serta mendapatkan film yang dapat
dibaca oleh yang berkepentingan tanpa mengindahkan dosis yang diterima oleh pasien.

4. Peralatan proteksi radiasi
Dalam penggunaan radiasi maka setiap pekerja harus dibekali dengan personal monitor yang
dapat memberikan informasi berapa besar dosis radiasi yang diterima selama bekerja. Alat ini
ada yang dapat dibaca secara langsung, misalnya dosimeter saku maupun tidak langsung seperti
film badge. Untuk pembacaan secara tidak langung maka film badge harus dikirim ke
laboratorium yang terakreditasi untuk melakukan evaluasi. Selanjutnya hasil tersebut dikirimkan
kepada pengguna dengan tembusan ke BAPETEN. Dengan demikian maka BAPETEN dapat
mengetahui berapa banyak radiasi yang diterima oleh semua pekerja radiasi di Indonesia.

5. Prosedur Kerja
Pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan radiasi harus memiliki prosedur mulai dari
operasional sehari-hari hingga dalam kondisi kecelakaan serta tindakannya. Prosedur ini
sebaiknya diupdate dari hari ke hari bila ada hal yang dapat memperbaiki sistem keselamatan.
Pembuatan prosedur ini tidak banyak masalah sebab baik dari pabrik telah ada standar
operasinya.

2.4 Standar Proteksi Radiasi
Dalam implementasi optimisasi seperti yang direkomendasikan oleh International Atomic
Energy Agency maka pelaksanaan Tingkat Panduan Dosis atau Guidance Level bagi pasien mau
tidak mau harus dilaksanakan agar pasien terlindung dari pemberian dosis yang tidak perlu.
Untuk mencapai hal ini maka perlu diperhatikan Peralatan yang dipergunakan apakah handal
dan teruji dan Tenaga kerjanya terkualifikasi atau tidak.

1. Peralatan yang handal.
Agar supaya dosis pasien yang dikehendaki dapat tercapai maka hal pertama yang harus
diperhatikan adalah kemampuan pesawat sinar-X. Untuk meyakinkan bahwa kemampuannya
masih dapat dipercaya maka perlu dilakukan uji fungsi terhadap pesawat sinar-X secara periodik
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kalau peraturan mengharuskan dilakukan uji kesesuaian
sekali dalam setahun maka harus dilakukan. Permasalahan adalah siapa yang dapat melakukan
uji kesesuaian yang sesuai dengan standar internasional. Menurut peraturan perundangan yang
berlaku maka instansi atau lembaga yang dapat melakukan uji kesesuaian boleh siapa saja
asalkan sudah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang berada di dalam
organisasi Badan Standardisasi Nasional (BSN). Secara internasional KAN diakui sebagai satu-
satunya instansi yang dapat melaksanakan akreditasi terhadap instansi yang melaksanakan
sertifikasi jasa maupun produk. Oleh karena itu semua lembaga di Indonesia yang akan
melaksanakan sertifikasi harus terlebih dahulu mendapat akreditasi dari KAN. Sertifikat pesawat
sinar-X akan menjadi syarat utama untuk mengajukan permohonan izin penggunaan pesawat
sinar-X.

2. Tenaga yang terkualifikasi
Untuk mencapai dosis pasien yang diharapkan tidak cukup hanya menguji peralatan akan tetapi
kualifikasi personil yang mengoperasikan alat juga harus mendapat perhatian. Personil tersebut
harus memiliki pendidikan yang standar sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk
mengoperasikan pesawat sinar-X. Untuk operator pesawat sinar-X persyaratan minimum harus
berpendidikan Diploma D3 atau setara dengan akademi yang khusus untuk pesawat sinar-X
diagnostik. Dengan latar belakang pendidikan ini maka pemberian paparan radiasi pada pasien
akan mendapatkan citra yang diharapkan serta dosis pasien yang sesuai dengan tingkat panduan
dosis pada setiap jenis pemeriksaan yang dimintakan dokter. Sedangkan untuk pemeriksaan
angiografi, mammografi, dan CT Scan, disamping tenaga operator yang terkualifikasi juga
dipersyaratkan adanya tenaga Fisika Medik.
2.5 Klasifikasi Alat Ukur Proteksi Radiasi
Alat ukur proteksi radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari detektor dan peralatan
penunjang, seperti sistem pengukur radiasi lainnya. Alat ukur ini dapat memberikan informasi
dosis radiasi seperti paparan dalam roentgen, dosis serap dalam rad atau gray, dan dosis ekivalen
dalam rem atau sievert.
Alat proteksi radiasi ini dibedakan menjadi tiga yaitu
dosimeter personal
surveimeter
monitor kontaminasi
Dosimeter personal berfungsi untuk mencatat dosis radiasi yang telah mengenai seorang
pekerja radiasi secara akumulasi. Oleh karena itu, setiap orang yang bekerja di suatu daerah
radiasi harus selalu mengenakan dosimeter personal. Surveimeter digunakan untuk melakukan
pengukuran tingkat radiasi di suatu lokasi secara langsung sedang monitor kontaminasi
digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi pada pekerja, alat maupun lingkungan.
2.5.1 Dosimeter Personal
Alat ini digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara akumulasi. Jadi, dosis radiasi yang
mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis yang telah mengenai sebelumnya.
Dosimeter personal ini harus ringan dan berukuran kecil karena alat ini harus selalu dikenakan
oleh setiap pekerja radiasi yang sedang bekerja di medan radiasi.
Terdapat tiga macam dosimeter personal yang banyak digunakan saat ini yaitu:
1. 1. Dosimeter Saku
Dosimeter ini sebenarnya merupakan detektor kamar ionisasi sehingga prinsip kerjanya sama
dengan detektor isian gas akan tetapi tidak menghasilkan tanggapan secara langsung karena
muatan yang terkumpul pada proses ionisasi akan disimpan seperti halnya suatu kapasitor.
Gambar 2.2 Dosimeter Saku

Konstruksi dosimeter saku berupa tabung silinder berisi gas sebagaimana pada Gambar di atas.
Dinding silinder akan berfungsi sebagai katoda, bermuatan negatif, sedangkan sumbu logam
dengan jarum quartz di bagian bawahnya bermuatan positif. Mula-mula, sebelum digunakan,
dosimeter ini diberi muatan menggunakan charger yaitu suatu catu daya dengan tegangan
tertentu. Jarum quartz pada sumbu detektor akan menyimpang karena perbedaan potensial.
Dengan mengatur nilai tegangan pada waktu melakukan charging maka penyimpangan jarum
tersebut dapat diatur agar menunjukkan angka nol. Dalam pemakaian di tempat kerja, bila ada
radiasi yang memasuki detektor maka radiasi tersebut akan mengionisasi gas, sehingga akan
terbentuk ion-ion positif dan negatif. Ion-ion ini akan bergerak menuju anoda atau katoda
sehingga mengurangi perbedaan potensial antara jarum dan dinding detektor. Perubahan
perbedaan potensial ini menyebabkan penyimpangan jarum berkurang.
Jumlah ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor sebanding dengan intensitas radiasi yang
memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga sebanding dengan intensitas radiasi yang
telah memasuki detektor. Skala dari penyimpangan jarum tersebut kemudian dikonversikan
menjadi nilai dosis.
Keuntungan dosimeter saku ini adalah dapat dibaca secara langsung dan tidak membutuhkan
peralatan tambahan untuk pembacaannya. Kelemahannya, dosimeter ini tidak dapat menyimpan
informasi dosis yang telah mengenainya dalam waktu yang lama (sifat akumulasi kurang baik).
Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan dosimeter saku yang diintegrasikan dengan komponen
elektronika maju (advanced components) sehingga skala pembacaannya tidak lagi dengan
melihat pergeseran jarum (secara mekanik) melainkan dengan melihat display digital yang dapat
langsung menampilkan angka hasil pengukurannya.

2. Film Badge
Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder. Detektor film dapat
menyimpan dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi selama film belum
diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah mengenainya atau telah mengenai orang yang
memakainya maka tingkat kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat.


Gambar 2.3 Proses Pengolahan Film

Holder film selain berfungsi sebagai tempat film ketika digunakan juga berfungsi sebagai
penyaring (filter) energi radiasi. Dengan adanya beberapa jenis filter pada holder, maka
dosimeter film badge ini dapat membedakan jenis dan energi radiasi yang telah mengenainya.
Di pasar terdapat beberapa merk film maupun holder, tetapi BATAN selalu menggunakan film
dengan merk Kodak buatan USA dan holder merk Chiyoda buatan Jepang seperti pada Gambar
IV.3. Hal ini dilakukan agar mempunyai standar atau kalibrasi pembacaan yang tetap.



Dosimeter film badge ini mempunyai sifat akumulasi yang lebih baik daripada dosimeter saku.
Keuntungan lainnya film badge dapat membedakan jenis radiasi yang mengenainya dan
mempunyai rentang pengukuran energi yang lebih besar daripada dosimeter saku.
Kelemahannya, untuk mengetahui dosis yang telah mengenainya harus diproses secara khusus
dan membutuhkan peralatan tambahan untuk membaca tingkat kehitaman film, yaitu
densitometer.

1. 3. Dosimeter Termoluminisensi (TLD)
Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang digunakan ini
adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF. Proses yang terjadi pada bahan
ini bila dikenai radiasi adalah proses termoluminisensi. Senyawa lain yang sering digunakan
untuk TLD adalah CaSO
4
.
Dosimeter ini digunakan selama jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian
diproses untuk mengetahui jumlah dosis radiasi yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan
dengan memanaskan kristal TLD sampai temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-
percikan cahaya yang dipancarkannya. Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini
adalah TLD reader.
Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada ketelitiannya. Selain itu,
ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan
lagi.
2.5.2 Surveymeter
Surveymeter harus dapat memberikan informasi laju dosis radiasi pada suatu area secara
langsung. Jadi, seorang pekerja radiasi dapat memperkirakan jumlah radiasi yang akan
diterimanya bila akan bekerja di suatu lokasi selama waktu tertentu. Dengan informasi yang
ditunjukkan surveymeter ini, setiap pekerja dapat menjaga diri agar tidak terkena paparan radiasi
yang melebihi batas ambang yang diizinkan.
Sebagaimana fungsinya, suatu surveymeter harus bersifat portable meskipun tidak perlu sekecil
sebuah dosimeter personal. Konstruksi surveymeter terdiri atas detektor dan peralatan penunjang
seperti terlihat gambar berikut. Cara pengukuran yang diterapkan adalah cara arus (current
mode) sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas radiasi. Secara elektronik,
nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi skala dosis, misalnya dengan satuan
roentgent/jam.


Gambar 2.4 Skema Surveymeter
Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara langsung, seperti detektor isian gas,
sintilasi dan semikonduktor, dapat digunakan. Dari segi praktis dan ekonomis, detektor isian gas
Geiger Muller yang paling banyak digunakan. Detektor sintilasi juga banyak digunakan,
khususnya NaI(Tl) untuk radiasi gamma, karena mempunyai efisiensi yang tinggi.
v Jenis Surveymeter
Terdapat beberapa jenis surveymeter yang digunakan untuk jenis radiasi yang sesuai sebagai
berikut.

1. Surveymeter Gamma
2. Surveymeter Beta dan Gamma
3. Surveymeter Alpha
4. Surveymeter neutron
5. Surveymeter Multi-Guna

Survaimeter gamma merupakan surveymeter yang sering digunakan dan pada prinsipnya dapat
digunakan untuk mengukur radiasi sinar X. Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian
gas proporsional, GM atau detektor sintilasi NaI(Tl).
Berbeda dengan surveymeter gamma biasa, survaimeter beta dan gamma mempunyai detektor
yang terletak di luar badan surveymeter dan mempunyai jendela yang dapat dibuka atau
ditutup. Bila digunakan untuk mengukur radiasi beta, maka jendelanya harus dibuka. Sebaliknya
untuk radiasi gamma, jendelanya ditutup.Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian
gas proporsional atau GM.
Surveymeter alpha mempunyai detektor yang terletak di luar badan surveymeter dan terdapat
satu permukaan detektor yang terbuat dari lapisan film yang sangat tipis, biasanya terbuat dari
berrilium, sehingga mudah sobek bila tersentuh atau tergores benda tajam. Detektor yang
digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau detektor sintilasi ZnS(Ag).
Surveymeter neutron biasanya menggunakan detektor proporsional yang diisi dengan gas BF3
atau gas Helium. Karena yang dapat berinteraksi dengan unsur Boron atau Helium adalah
neutron termal saja, maka surveymeter neutron biasanya dilengkapi dengan moderator yang
terbuat dari parafin atau polietilen yang berfungsi untuk menurunkan energi neutron cepat
menjadi neutron termal. Moderator ini hanya digunakan bila radiasi neutron yang akan diukur
adalah neutron cepat.
Pada saat ini sudah mulai dipasarkan jenis surveymeter yang serbaguna (multipurpose) karena
selain dapat mengukur intensitas radiasi secara langsung, sebagaimana surveymeter biasa, juga
dapat mengukur intensitas radiasi selama selang waktu tertentu, dapat diatur, seperti sistem
pencacah dan bahkan bisa menghasilkan spektrum distribusi energi radiasi seperti sistem
spektroskopi.


v Prosedur Pemakaian Surveymeter
Tiga langkah penting yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan surveymeter adalah:
1. 1. Memeriksa baterai
Hal ini dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi detektor. Bila tegangan tinggi
detektor tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka detektor tidak peka atau tidak sensitif
terhadap radiasi yang mengenainya, akibatnya surveymeter akan menunjukkan nilai yang salah.
1. 2. Memeriksa sertifikat kalibrasi
Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan memeriksa
tanggal validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter yang membandingkan
nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis sebenarnya.
D
sebenarnya
= D
terukur
x Faktor Kalibrasi
Bila sertifikat kalibrasinya sudah melewati batas waktunya, maka survaimeter tersebut harus
dikalibrasi ulang sebelum dapat digunakan lagi.
1. 3. Mempelajari pengoperasian dan pembacaan
Langkah ini perlu dilakukan, khususnya bila akan menggunakan surveymeter baru. Setiap
surveymeter mempunyai tombol-tombol dan saklar-saklar yang berbeda-beda, biasanya terdapat
beberapa faktor pengalian misalnya x1; x10; x100 dan sebagainya. Sedang display-nya juga
berbeda-beda, ada yang berskala rontgent / jam ; rad / jam ; Sievert /jam atau mSievert / jam atau
bahkan masih dalam cpm (counts per minutes).
Gambar 2.5 Surveymeter
2.5.3 Monitor Kontaminasi
Kontaminasi merupakan suatu masalah yang sangat berbahaya, apalagi kalau sampai terjadi di
dalam tubuh. Kontaminasi sangat mudah terjadi kalau bekerja dengan sumber radiasi terbuka,
misalnya berbentuk cair, serbuk, atau gas. Adapun yang terkontaminasi biasanya adalah
peralatan, meja kerja, lantai, tangan, sepatu.
Jika intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sesuatu yang telah terkontaminasi sangat rendah,
maka alat ukur ini harus mempunyai efisiensi pencacahan yang sangat tinggi. Detektor yang
digunakan untuk monitor kontaminasi ini harus mempunyai jendela (window) yang luas,
karena kontaminasi tidak selalu terjadi pada satu daerah tertentu, melainkan tersebar pada
permukaan yang luas. Tampilan dari monitor kontaminasi ini biasanya menunjukkan kuantitas
radiasi (laju cacah) seperti cacah per menit atau cacah per detik (cpd). Nilai ini harus
dikonversikan menjadi satuan aktivitas radiasi, Currie atau Becquerel, dengan hubungan sebagai
berikut.
A adalah aktivitas radiasi, R adalah laju cacah dan h adalah efisiensi alat pengukur. Monitor
kontaminasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu monitor kontaminasi permukaan, monitor
kontaminasi perorangan dan monitor kontaminasi udara (airborne). Monitor kontaminasi
permukaan (surface monitor) digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi segala permukaan,
misalnya meja kerja, lantai, alat ukur ataupun baju kerja.
Monitor kontaminasi perorangan digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi pada bagian-
bagian tubuh dari pekerja radiasi. Bagian tubuh yang paling sering terkontaminasi adalah tangan
dan kaki, sehingga terdapat monitor kontaminasi khusus untuk tangan dan kaki yaitu hand and
foot contamination monitor. Suatu instalasi yang modern biasanya dilengkapi dengan monitor
kontaminasi seluruh tubuh (whole body monitor). Setiap pekerja yang akan meninggalkan
tempat kerja harus diperiksa terlebih dahulu dengan monitor kontaminasi.
Monitor kontaminasi udara digunakan untuk mengukur tingkat radioaktivitas udara di sekeliling
instalasi nuklir yang mempunyai potensi untuk melepaskan zat radioaktif ke udara.
Sebagaimana surveymeter, detektor yang digunakan di sini dapat berupa detektor isian gas,
sintilasi ataupun semikonduktor. Detektor yang paling banyak digunakan adalah detektor isian
gas proporsional untuk mendeteksi kontaminasi pemancar alpha atau beta dan detektor sintilasi
NaI(Tl) untuk kontaminasi pemancar gamma. Khusus untuk monitor kontaminasi udara biasanya
dilengkapi dengan suatu penyaring (filter) dan pompa penghisap udara untuk menangkap
partikulat zat radioaktif yang bercampur dengan molekul-molekul udara.

Gambar 2.5 Monitor Kontaminasi










BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari dan Tanggal : Kamis, 15 Desember 2011
Waktu Pelaksanaan : 14.30 WIB selesai
Tempat Pelaksanaan : Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo kamar pemeriksaan 3.
Dosen Pembimbing : Ardi Soesilo Wibowo, ST., M.Si

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat dan bahan pengukuran Laju Paparan Radiasi di sekitar ruangan pesawat sinar
-x
Pesawat sinar x
o Merk : GMM Opera T30Cs
o Type : RTM 782 HS
o No Tube : 84I134
o kV max : 150 kV
o Surveymeter
o Detector radiasi
o Alat tulis
o Apron
o Filter 1,2 Alc+c0,3 Al= 1,5 Al
o Kaca Pb setara 2,1 mm Pb
o Pb 2 mm
o Batu bata 25 cm
o Anoda
o Katoda



3.2.2 Alat dan bahan Pengukuran Kebocoran Tabung
Pesawat sinar x
o Merk : GMM Opera T30Cs
o Type : RTM 782 HS
o No Tube : 84I134
o kV max : 150 kV
o Surveymeter
o Detector radiasi
o Alat tulis
o Apron
o Filter 1,2 Alc+c0,3 Al= 1,5 Al
o Kaca Pb setara 2,1 mm Pb
o Pb 2 mm
o Batu bata 25 cm
o Anoda
o Katoda

3.3 Cara kerja
3.3.1 Cara pengukuran laju paparan radiasi ruangan adalah sebagai berikut :
1) mencatat data pesawat sinar-x meliputi merk pesawat, type tabung dan no. seri tabung
(tabung bagian dalam/Insert Tube, bukan wadah tabung/Tube Housing), filter bawaan dan filter
tambahan.
2) mencatat data ruangan tempat pesawat sinar-x meliputi ukuran ruangan, dinding, ruang
operator, pintu, tanda radiasi.
3) menyiapkan surveymeter untuk mengukur laju paparan radiasi.
4) menggunakan apron sebelum melakukan penyinaran.
5) melakukan penyinaran untuk kondisi penyinaran tertentu, misalnya Cranium dan mencatat
tegangan ( 75 kV), arus ( 200 mA) dan waktu ( 0,32 s) paparan.
6) memposisikan switch pada surveymeter diawali dengan skala yang lebih besar untuk
pengukuran laju dosis radiasi, bila tidak terbaca maka mengulangi dengan skala lebih kecil
hingga skala penunjuk terbaca saat pengukuran dilakukan. (Posisi switch yang benar adalah pada
kedudukan switch dengan satuan mGray/jam atau mRad/jam, Ingat : Dosis persatuan waktu !).
7) melakukan pengukuran laju paparan radiasi di beberapa tempat atau titik tertentu,
misalnya tempat operator, balik pintu, ruang tunggu, kamar gelap dan ruang sekitar (sesuai
dengan lembar data pengukuran), dengan kondisi ruang penyinaran tertutup.

3.3.2 Cara Pengukuran Kebocoran Tabung
1) meyakinkan diaphragma masih berfungsi dengan baik (diaphragma harus dapat ditutup dan
dibuka). Jika masih ada celah pada diaphragma atau tidak dapat tertutup rapat maka pengukuran
tidak dapat dilakukan.
2) mencatat jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan kondisi penyinaran yang maksimum
yang pernah digunakan, misalnya Cranium
3) mencatat tegangan operasi ( 75 kV), arus ( 200 mA) dan waktu ( 0,32 s) paparan
4) memposisikan switch pada surveymeter diawali dengan skala yang lebih besar untuk
mengukur laju dosis radiasi, bila tidak terbaca ulangi dengan skala yang lebih kecil hingga skala
penunjuk terbaca saat pengukuran dilakukan. (Posisi switch yang benar adalah pada kedudukan
switch dengan sastuan mGray/jam atau mRad/jam, Ingat : Dosis persatuan waktu !).
5) memegang Surveymeter pada jarak 1 meter dari tabung pesawat.
6) mengoperasikan pesawat sinar-x sesuai dengan kondisi penyinaran yang ditentukan.
7) melakukan pembacaan pada surveymeter.









Gambar 3.1 Surveymeter

3.4 Data Praktikum
1) Pengukuran Laju Paparan Radiasi di Sekitar Ruangan Pesawat Sinar-X
Mengunakan skala survemeter 1
No.
Pesawat
Jenis
Pemeriksaan
Laju Dosis Radiasi di Ruang sekitar (mR/jam)
Kamar
Mandi (3,9
m)
Kamar
Gelap
(4,2 m)
Belakang
Kaca Pb
(3,3 m
)
Lubang
kunci pintu
(3,6 m)
Kamar
Ganti (3,6
m)
Dibalik
Tabir
3 Cranium AP 0,03 0,02 0,02 0,06 0.04 0.04
0,03 0,02 0,02 0,02 0.04 0.08
Rata rata 0,03 0.02 0,02 0,04 0,04 0.06
Pemasukan data di hitung berdasarkan percobaan yang di kali factor skala saat dilakukannya
percobaan yang menggunakan surveymeter yaitu 1.

2) Pengukuran Kebocoran Tabung
Mengunakan skala survemeter 1 dan 10
No.
Pesawat
Jenis
Pemeriksaan
Faktor Ekspose
(Kondisi) maks.
Kebocoran Tabung Jarak 1 m
(mR/jam)
Keterangan
kV mA mAs Center Right Left Dibelakang
tabir
3 Cranium AP 75 200 32 0,17 0,05 0,09 0.03
0,15 0,06 0,09 0,03
Jumlah 0,32 0,11 0,18 0,06
Rata-rata 0,16 0,055 0,09 0,03
Pemasukan data di hitung berdasarkan percobaan yang di kalii factor skala saat dilakukannya
percobaan yang menggunakan surveymeter yaitu 1 dan 10.
3.5 Pembahasan
3.5.1 Percobaan Pengukuran Laju Paparan Radiasi
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil praktikum, di Instalasi Radiologi RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto laju dosis paparan radiasi terjadi di beberapa tempat. Angka
laju dosis paparan radiasi terbesar yang ditunjukkan oleh jarum surveymeter ialah di balik tabir
dan di kamar ganti yaitu 0,06 mRad/jam dan 0,04 mRad/jam. Sedangkan angka laju dosis
paparan padiasi terkecil yang ditunjukkan oleh jarum surveymeter ialah di kamar gelap dan
belakang kaca Pb yaitu 0,02 mRad/jam. Perbedaan laju dosis radiasi tersebut terjadi karena
pengaruh jarak dan perisai. Semakin jauh jarak surveymeter dari sumber radiasi ( tube ) maka
laju dosis paparan radiasi yang ditunjukkan oleh jarum surveymeter akan semakin kecil. Dan
dengan adanya perisai maka intensitas sinar x yang diteruskan akan semakin berkurang.

3.5.2 Percobaan Pengukuran Kebocoran Tabung
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil praktikum, angka skala surveymeter menunjukkan
adanya kebocoran tabung yang terjadi pada tabung sinar x di kamar periksa 3 Instalasi
Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Angka kebocoran tabung terbesar
terjadi di bagian bawah tabung, yaitu 0,17 mRad/jam. Di sebelah kanan dan kiri tabung juga
terjadi kebocoran, namun angka kebocoran tabungnya berbeda. Angka kebocoran tabung di
sebelah kiri ( katoda ) lebih besar dibandingkan kanan ( anoda ) yaitu 0,09 dan 0,04 mRad/jam.
Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh heel effect yaitu perbedaan intensitas sinar x akibat
kemiringan atau perbedaan sudut pada anoda. Sehingga intensitas sinar x yang dikeluarkan
lebih banyak pada daerah katoda, hal itu berhubungan juga dengan kebocoran tabung yang
terjadi.








BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dari kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
4.1.1 Proteksi radiasi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang
mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian
perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang maupun kepada keturunannya terhadap
kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi.
4.4.2 Laju dosis paparan radiasi di pengaruhi oleh jarak dan perisai. Laju dosis paparan radiasi
berbanding terbalik dengan jarak. Dan dengan adanya perisai maka intensitas sinar x yang
diteruskan akan semakin berkurang.
4.4.3 Terjadi kebocoran tabung sinar x di kamar periksa 3 Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
4.2 SARAN
Dari kegiatan praktikum yang telah dilaksakan, kelompok kami memberikan saran:
4.2.1 Untuk petugas radiasi diharapkan menggunakan alat ukur radiasi personal seperti Film
Badge pada saat bekerja supaya dosis radiasi yang diterima oleh petugas dapat diketahui
sehingga tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan dan berlindung di tempat yang
benar-benar aman saat di lakukan ekpose pada ruangan sinar x supaya terhindar dari paparan
radiasi.
4.2.2 Untuk petugas dan pasien yang sering terpapar radiasi diharapkan sering mengonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung protein tinggi untuk memperbaharui sel sel tubuh.
4.2.3 Untuk ruangan pemeriksaan dan daerah sekitar sumber radiasi sebaiknya dilakukan
pengecekkan kebocoran radiasi secara berkala, sehingga keamanan proteksi radiasi bisa lebih
ditingkatkan.



DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Mukhlis, 2000, Dasar Dasar Proteksi Radiasi, Rineka Cipta:Jakarta.
Rahman,Nova. 2009, Radiofotografi, Universitas Baiturrahmah : Padang.
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Proteksi_00.htm

Anda mungkin juga menyukai