Anda di halaman 1dari 7

TUBERKULOSIS, PENYEBAB DIBALIK LESI ORAL :

LAPORAN DARI DUA KASUS



ABSTRAK
Lesi tidak sakit yang tidak sembuh dari durasi yang panjang serta tidak merespon
terhadap terapi konvensional adalah sebuah diagnosis yang menantang bagi klinisi.
Dua dari kasus lesi oral yang tidak sembuh bermanifestasi dengan pembengkakan
pada gusi dan kista odontogenik yang terdiagnosis histopatologikal dengan
tuberkulosis oral primer dipresentasikan di sini. Tujuan dari presentasi ini adalah
untuk menghilangkan , pada absen dari beberapa infeksi sistemik pada lesi
tuberkulosis oral dan penemuan dari histopatologis dari lesi oral yang tidak dapat
disembuhkan secara persisten adalah penyembuhan yang penting pada kedatangan
dari diagnosis dari kondisi yang mendasar.

PENDAHULUAN
Lesi yang tidak sakit dan tidak dapat disembuhkan pada durasi yang panjang yang
tidak merespon terhadap terapi konservatif dan terapi antibiotic adalah manifestasi
utama dari penyakit pada kedua kasus. Pada kehadiran dari lesi kronik, diagnosis
banding biasanya yang dapat dipikirkan adalah keganasan, sarkoidosis, sifilis, dan
infeksi mikotik dan trauma. Dengan terapi obat yang efektif, lesi tuberkulosis dari
kavitas oral telah menjadi sangat jarang ketika saat mereka telah dilupakan, kehadiran
dari lesi kronik akan jarang terlihat kecurigaan; yang dapat menyebabkan progresi
yang lebih jauh dari penyakit atau pengobatan yang tidak tepat.
1,2
Dua kasus yang atipikal tentang lesi oral yang tidak dapat disembuhkan di belakang
dimana tuberkulosis merupakan tersangka dan setelah jauh dari batas pembedahan
histopatologis dapat membuka misteri tersebut, dipresentasikan di sini. Pada
tuberkulosis oral, yang paling umum terkena adalah lidah; tempat lain yang terkena
termasuk bibir, dagu, palatum lunak, uvula, gingiva, dan mukosa alveolar. Lesi
memiliki bentuk klinis yang bermacam macam. Mereka dapat terlihat seperti ulkus,
nodul, fisura, plak atau vesikel. Kebanyakan dari laporan mengatakan bahwa bentuk
ulkus lebih biasa.
2,3
Terdapat beberapa laporan yang tidak dipublikasi dari tuberkulosis primer di kavitas
oral yang bermanifestasi dengan pembengkakan dan pus yang terus menerus keluar
dibandingkan terdapat ulkus. Tujuan dari pelaporan ini adalah untuk menekankan
pentingnya pemeriksaan histopatologis dari lesi orang yang tidak sembuh secara
persisten dalam mensuspek kondisi yang mendasarinya.


LAPORAN KASUS
Kasus 1
Seorang wanita berusia 35 tahun datang ke departemen periodontik, dengan
pembengkakan dari gusi pada bagian atas dan bawah pada regio rahang sejak 3 tahun.
Dalam catatan medis pasien terlihat tidak ada masalah sistemik, tidak terdapat sejarah
trauma pada area yang terkena. Lesi yang sama telah ada sejak 6 tahun lalu yang
diikuti dengan kekambuhan pada interval 2 tahun seperti yang telah dilporkan oleh
pasien, meskipun tidak ada data yang detil yang dapat dilihat. Pemeriksaan ekstraoral
menunjukkan tidak adanya abnormalitas atau limfadenopati yang signifikan.
Pemeriksaan intraoral menunjukkan pembesaran yang difus pada gusi anterior atas
dan bawah pada labial dan sisi lingua, yang memanjang dari sebelah kiri canine ke
sebelah kanan canine. Pada palpasi pembengkakan teraba sedikit tegas dan lembut.
Sisa dari kavitas oral normal, kebersihan rongga mulut kurang bersih.
Impresi klnik yang terlihat adalah pembesaran inflamasi gusi. Diagnosis lain yang
dapat memasukkan pembesaran akibat obat (contohnya fenitoin, nifedipine,
cyclosporine, dan lain lain), infeksi (bakteri, virus, jamur) dan keganasan
hematologis, seperti leukemia. Kemungkinan dari pembesaran yang disebabkan oleh
obat dapat disingkirkan atas dasar catatan medis. Hasil dari perhitungan darah
lengkap dalam batas normal kecuali dari kenaikan laju endap darah yaitu 56 mm/jam
(metode Westergen), yang dapat menyingkirkan leukemia-yang berhubungan dengan
pembesaran dan meningkatkan kemungkinan dari laju endap darah yang tinggi,
tuberkulosis.
Biopsi insisional telah dilakukan dan pemeriksaan histopatologis memperlihatkan
gambaran dari lesi inflamasi yang nonspesifik. Bahkan setelah dilakukan perhitungan
profilaksis rutin dan follow up yang teratur tidak terdapat tanda tanda perbaikan,
diikuti dengan gingivektomi yang telah dilakukan dan jaringan yang telah dikirim ke
pemeriksan histopatologis. Inflamasi kronis nonspesifik gingival hyperplasia dapat
dilaporkan. Setelah 15 hari dalam follow up pembedahan yang tidak sembuh dapat
dijadikan sebagai bukti.
Biopsi insisional telah dilakukan kembali dan pemeriksaan histopatologis terlihat
kumpulan dari sel sel epiteloid yang dikelilingi oleh inflamasi kronis tipe infiltrat.
Terdapat area eosinofilikyang disebabkan oleh nekrosis kaseosa dan sekumpulan
Langhans tipe sel giant yang terlihat pada kumpulan sel sel epiteloid. Karena itu
diagnosis dari tuberkulosis gingival primer dapat ditegakkan.

Kasus 2
Seorang pasien laki laki berusia 25 tahun dirujuk kepada departemen bedah mulut
oleh dokter giginya dengan diagnosis dan penatalaksanaan dari keluarnya pus secara
persisten dari sisi kiri gigi belakang pada regio dari rahang bawah sejak 2 bulan.
Pembengkakan terlihat pada area yang sama di luar oral. Pada pemeriksaan intraoral,
kehilangan dari vestibulum bukal dan ekspansi dari piringan kortikal buccal pada
palpasi dapat dilihat. Pemeriksaan radiografis memperlihatkan radiolusen yang
terlihat jelas. Diagnosis provisional dapat diberikan sebagai kista dentigerus yang
dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologis pada specimen biopsi insisional.
Marsupialisasi dari kista telah dilakukan dan bungkusan iodoform telah dilakukan
yang diganti setiap 21 hari. Walaupun begitu, pasien melapor kembali pada
departemen bedah mulut dengan keluhan yang sama yaitu pus yang keluar secara
terus menerus pada area yang sama. Saat pemeriksaan intraoral, tidak ada bukti dari
formasi tulang baru dan dimensi dari kavitas kista sama seperti yang sebelumnya
telah tercatat dengan nekrosis dan jaringan yang tidak sehat pada defek.
Pemeriksaan histopatologis yang dilakukan pada jaringan yang dikuret terlihat
inflamasi kronis yang berat dan terlihat sel sel besar yang memiliki banyak nucleus.
Setelah interval 4 bulan, pasien kembali datang dengan keluhan keluarnya pus yang
terus menerus pada area yang sama. Akhirnya kista dienukleasi dengan ekstraksi dari
gigi belakang. Pemeriksaan histopatologis dari biopsi eksisional memperlihatkan
keratosistik odontogenik dengan infeksi sekunder dan inflamasi. Namun, setelah
hamper seminggu, pasien kembali datang dengan bekas luka ekstraksi gigi yang tidak
sembuh yang memperlihatkan keluarnya pus yang berwarna kekuningan lagi. Kami
mensuspek pasien dengan perubahan osteomyelitik pada mandibula. Meskipun,
pemeriksaan histopatologikal dari sel granulasi nekrosis yang telah dikuret
memperlihatkan formasi granuloma dengan limfosit, sel sel plasma, makrofag, sel
sel epiteloid dan sel sel besar dengan tipe Langhans. Impresi keseluruhan adalah
jaringan granulasi dengan infeksi tuberkulosis.
Tes tuberculin disarankan untuk konfirmasi dari penyakit sistemik yang mendasar
pada kedua kasus. Tes mantoux terlihat positif, pewarnaan Zeihl-Neelsen terlihat
positif untuk basil tahan asam. Pada pemeriksan toraks tidak ditemukan adanya tanda
tanda yang berarti. Pemeriksaan radiografi toraks normal dan tidak terdapat
konsolidasi dan tidak ada produksi sputum yang terlihat. Focus lain dari tuberkulosis
tidak dapat ditemukan. Berdasarkan laporan histopatologis, kedua pasien diberikan
pengobatan antituberkulosis. Pasien diinstruksikan untuk tidak menjalankan prosedur
operasi pada kavitas oral dan diingatkan bahwa ada kesempatan penularan penyakit
kepada orang lain via kontaminasi air liur. Follow up dilakukan 1 bulan setelah
penatalaksanaan diberikan yang memperlihatkan perbaikan klinis. Tuberkulosis
primer dari gingival dan rahang didagnosis pada kedua kasus.

Diskusi
Kadang kadang, laporan dari lesi yang tidak sembuh dapat memimpin ke arah
diagnosis dari tuberkulosis primer yang tertulis pada literatur. Kami percaya bahwa
penting untuk menambahkan kasus kasus baru ini untuk alasan alasan berikut :
pertama adalah meskipun melalui tiga biopsi, tidak mungkin untuk menegakkan
diagnosis definitif dan kedua, kasus kasus di atas sangat berbeda dengan laporan
laporan sebelumnya di dalam literatur yang dimana setiap spesimen biopsi oral dapat
menunjukkan ada tuberkulosis yang mendasari.
Meskipun tuberkulosis oral telah didokumentasi dengan baik, lesi tuberkulosis yang
terliat pada traktus aerodigestive atas terlihat jarang, dengan kemajuan di bidang
kemoterapi dan peningkatan dari kesehatan umum dan hygiene dan status nutrisi dari
populasi secara umum, terlihat penurunan yang dramatis pada insidensi dari
tuberkulosis pada abad ke 20. Walaupun ketika tuberkulosis telah menjadi masalah
yang biasa keikutsertaan di kavitas oral sangat jarang. Sebagai konsekuensinya,
klinisi yang tidak sensitive terhadap penyakit sebagai bagian dari diagnosis banding,
terdapat pasien pasien yang tidak dapat dibantah itu merupakan diagnosis yang tepat
dan terapi yang tertunda atau malah tidak tepat seluruhnya. Ini tidak menyenangkan
karena tuberkulosis telah menjadi sebuah penyakit yang dapat diobati. Pasien yang
mengidap tuberkulosis harus diidentifikasi tidak hanya untuk keuntungan diri sendiri
tetapi untuk alasan epidemiologis. Seperti individual yang dapat menyisakan sumber
infeksi yang persisten kepada dirinya, kontak personal nya, kantor dokter gigi dan
personel yang ada.
3,4,5
Meskipun telah melalui mekanisme primer inokulasi dari mukosa oral tidak terlalu
jelas, itu dipikirkan bahwa mikroorganisme masuk melalui abrasi yang kecil.
Dibawah kondisi normal bakteri tidak dapat menginvasi mukosa karena pertahanan
tubuh secara alamiah. Erosi dan abrasi yang terdapat karena kerusakan akibat trauma
dapat merusak pertahanan alami dan memfasilitas invasi dari mikroorganisme.
Meskipun awalnya karena penyebaran dari hematogen, jaringan yang rusak atau
jaringan yang mengalami inflamasi dapat melokalisasi bakteri melalui darah. Apapun
yang menjadi penyebab awalnya, kasus sekarang mengindikasikan kemungkinan lesi
awalnya di area yang diliputi oleh inflamasi.
5,6,7
Factor factor sistemik yang membuat kesempatan pada infeksi oral dalam
tuberkulosis meliputi pertahanan tubuh yang berkurang dan peningkatan virulensi dari
organisme. Factor factor lokal yang dapat menyebabkan infeksi adalah kebersihan
oral yang buruk, trauma lokal, keberadaan dari lesi seperti leukoplakia, granuloma
periapikal, kista dental, abses dental, fraktur pada rahang dan periodontitis.
Dibandingkan dengan keikutsertaan tuberkulosa pada bagian lain dari tubuh, kejadian
primer dari penyakit ini pada kavitas oral dan tulang rahang adalah jarang. Lesi orang
dari tuberkulosis adalah nonspesifik pada presentasi klinis dan biasanya dilihat
berlebihan oleh klinisi.
8
Manifestasi yang paling sering dari tuberkulosis oral adalah lesi ulseratif pada mukosa
dan tempat yang paling sering adalah lidah, dimana pada kasus kami memperlihatkan
kejarangan pada presentasi klinis dan tempat, satu terlihat pembengkakan pada
gingiva dan satu terlihat sebagai nanah yang keluar secara terus menerus dari gigi
belakang kiri bawah.
9,10
Pada kasus kami, pemeriksaan histopatologis dari specimen biopsi adalah
pemeriksaan yang penting untuk menegakkan diagnosis dari penyakit, karena kedua
kultur dan olesan dari tempat lesi negative untuk bakteri tahan asam. Menurut penulis
yang berbeda, kesulitan di deteksi mikrobiologis dari bakteri tuberkel mungkin karena
tingkat ketahanan tubuh yang tinggi dari pasien menghasilkan kerusakan dari bakteri,
pajanan mereka dengan reaksi jaringan lokal, angka angka yang kecil dari bakteri
tuberkel pada lesi oral, karenanya pemeriksaan secara langsung dari pewarnaan Ziehl-
Neelsen biasanya negative, dan sebelumnya telah mendapatkan pengobatan jangka
panjang oelh antibiotik.
6,7,8
Kasus kasus yang dilaporkan memperlihatkan kekurangan dari dokter gigi pada
deteksi penyakit sistemik yang bermanifestasi pertama di mulut sebagai luka yang
sulit sembuh. Kasus kasus ini memperlihatkan kepentingan dari semua materi kuret
untuk pemeriksaan histopatologis pada kondisi yang sulit sembuh.

Kesimpulan
Untuk menyimpulkan, lesi yang sulit sembuh pada kavitas oral yang resisten terhadap
pengobatan harus selalu membuat klinisi waspada. Pemeriksaan mikroskopik pada
jaringan gingiva yang dieksisi atau kista yang dienukleasi tidak memperlihatkan
patologi pada kasus kasus yang dilaporkan tetapi melihat lebih jauh dan melihat ke
belakang dapat memperlihatkan kondisi tuberkulosis yang mendasari dan
menyebabkan luka post operasi yang sulit sembuh.



























DAFTAR PUSTAKA

1. Burket LW. Oral medicine: Diagnosis and treatment. 4
th
ed. Philadelphia:
Pitman Medical Publishing co., Ltd.; 1961. p. 425.
2. Turbiner S, Giunta J, Maloney PL. Orofacial tuberkulosis of the lip. J Oral
Surg 1975;33:443
3. Prabhu SR, Daftray DK, Dholakia HM. Tuberculous ulcer of the tongue:
Report of case. J Oral Ssurg 1978;36:384-6.
4. Eng HL, Lu SY, Yang CH, Chen W J. Oral tuberkulosis. Oral Surg Oral Med
Oral Pathol Oral Radiol Endod 1996;81:415-20.
5. Mani NJ. Tuberkulosis initially diagnosed by asymptomatic oral lesions-report
of three cases. J Oral Med 1985;40:39-40.
6. Ebenezer J, Samuel R, Mathew GC, Koshy S, Chacko RK, Jesudason MV.
Primary Oral Tuberkulosis Report of two Cases. Indian J Dent Res
2006;17:41-4.
7. Dimitrakopoulos I, Zouloumis L, Lazaridis N, Karakasis D, Trigonidis G,
Sichletidis L. Primary tuberkulosis of the oral cavity Oral Surg Oral Med Oral
Pathol 1991;72:712-8.
8. Nolte WA. Oral Microbiology. St Louis: C V Mosby; 1982. p. 433-40.
9. Karthikeyan BV, Pradeep AR, Sharma CG. Primary tuberculous Gingival
Enlargement: A rare Entity. J Cand Dent Assoc 2006;72:645-8.
10. Gill JS, Sandhu S, Gill S. Primary tuberkulosis masquerading as gingival
enlargement. Br Dent J 2010;208:343-5.

Anda mungkin juga menyukai