Memahami dan menjelaskan tentang Plasmodium penyebab malaria pada
manusia
1. Plasmodium vivax Hospes perantara: manusia; Hospes definitif: nyamuk Anopheles betina; Menyebabkan penyakit: Malaria Vivaks/Malaria Tersiana; Distribusi geografik: di Indonesia tersebar di seluruh kepulauan Morfologi: Trofozoit muda: - Berbentuk cincin - Ukuran: sepertiga eritrosit - Sitoplasma berwarna biru - Inti berwarna merah - Mempunyai vakuol yang besar Trofozoit tua: - Sangat aktif - Sitoplasmanya berbentuk ameboid - Pigmen berwarna kuning tengguli Skizon muda: - Inti membelah, jumlah 4-8 Skizon matang: - Mengandung 12-24 merozoit - Pigmen berkumpul di tengah/pinggir Makrogametosit: - Sitoplasma berwarna biru, butir pigmen jelas dan tersebar di sitoplasma - Inti kecil, padat dan berwarna merah Mikrogametosit: - Bulat - Sitoplasma berwarna pucat, biru kelabu - Inti besar, pucat dan difus, terletak di tengah - Butir pigmen jelas dan tersebar di sitoplasma Eritrosit: - Membesar - Berwarna pucat - Terdapat titik Schuffner Daur hidup Plasmodium vivax 1. Nyamuk Anopheles betina menggigit, menghisap darah manusia kemudian mengeluarkan air liur yang mengandung sporozoit. 2. Bersama aliran darah perifer sporozoit menuju hati, selama jam, (fase praeritrosit atau eksoeritrosit primer), sebagian menjadi hipnozoit yang tetap berada di sel hati (dorman) dan akan mulai di fase ekso eritrosit sekunder 3. Sporozoit membentuk 10.000 merozoit, keluar dari hati kemudian menginfeksi sel hati lain dan membentuk merozoit baru. Akibatnya sel hati banyak yang rusak. (skizogoni hati) 4. Merozoit hati masuk ke peredaran darah dan menginfeksi eritrosit (mulai daur eritrosit/ skizogoni darah) dengan membentuk trofozoit muda. 5. Trofozoit muda menjadi trofozoit stadium lanjut (trofozoit tua) yang sangat aktif 6. Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12-24 buah merozoit mengisi seluruh eritrosit 7. Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah banyak. 8. Sebagian merozoit tumbuh menjadi tropozoit yang dapat membentuk sel kelamin, yaitu makrogametosit dan mikrogametosit. 9. Jika darah si penderita digigit nyamuk Anopheles dan menghisap darah penderita tadi maka makrogametosit dan mikrogametosit akan ikut terhisap dan masuk ke dalam usus nyamuk. Di dalam usus nyamuk makrogametosit dan mikrogametosit berkembang menjadi makrogamet (ovum) dan mikrogamet (sperma). Prosesnya dinamakan gametogonia atau gametogenesis. Fertilisasi terjadi di dalam usus sehingga terbentuklah zigot (ookinet). 10. Zigot (ookinet) selanjutnya akan menembus dinding usus dan untuk sementara akan menetap, terbungkus oleh otot dinding perut nyamuk (ookista) 11. Di dalam ookista, zigot akan membelah berulang kali sehingga terbentuk sel-sel yang lengkap dinamakan sporozoit. 12. Jika ookista telah matang maka akan pecah sehingga sporozoit tersebar ke seluruh tubuh nyamuk, diantaranya adalah ke dalam kelenjar ludah. 13. Apabila nyamuk menghisap darah manusia bersamaan dengan itu nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam darah.
2. Plasmodium falciparum P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika atau malaria tersiana maligna. P. falciparum ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan. Morfologi dan Daur Hidup P. falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase praeritrosit saja; tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada infeksi P. vivax dan P. ovale yang mempunyai hipnozoit dalah sel hati. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 buah. Dalam darah bentuk cincin stadium tropozoit muda P.falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multiple). Bentuk cincin P.falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang hampir setengah diameter eritrosit dan mungkin disangka P. malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan dasar aseksual berikut pada umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat (pernisiosa). Adanya skizon muda dan skizon matang P.falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi berat. Pembentukan gametosit juga berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium muda dapat ditemukan di darah tepi. Gametosit muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosit matang. Gametosit untuk pertama kali tampak di darah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni; biasanya 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosit betina atau makrogametosit biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan atau mikrogametosit dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsia. Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merahtua dan butir biutir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merahmuda, besar dan tidak padat; butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. Patologi dan Gejala Klinis Masa tunas interinsik malaria falciparum berlangsung selama 9-14 hari. Penyakinya mulai dari nyeri kepala, punggung, ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah, atau diare ringan. Demam tidak mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit. Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung, dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk . Pada stadium ini penderita tampak gelisah , pikau mental. Demam tidak teratur dan dan tidak menunjukan perioditas yang jelas. Keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Mual, muntah, dan diare menjadi lebih hebat, kadang- kadang batuk oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Dalam urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia ringan dan leukopenia dengan monositosis serta trmbositopenia. Bila pada stadium dini penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera ditangani, penderita dapat jatuh ke malaria berat. Perbedaan yang penting antara P. falciparum dan lainnya adalah bahwa P. falciparum dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga stadium aseksual dan gametosis dapat melekat ke endotel kapiler alat dalam dan plasenta. Akibatnya hanya bentuk cincin P. falciparum yang dapat ditemukan dalam sirkulasi darah tepi. Permukaan eritrosit yang terinfeksi trofozit dan skizon P. falciparum akan diikuti dengan tonjolan yang merupakan tempat parasit melekat dengan sel hospes. Bila parasit melekat pada sel endotel, maka parasit tersebut tidak akan dibawa aliran darah ke limpa yang merupakan tempat eliminasi parasit. Protein yang dikenal sebagai P.falciparum erythrocyte membrane protein diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikode oleh famili gen far yang cukup besar dan sangat bervariasi. Gen ini dikatakan memegang peranan penting dalam patogenesis P.falciparum.
Secara garis besar eritrosit yang terinfeksi dapat menimbulkan 3 jenis gangguan yaitu : 1. Perubahan hemodinamik Eritrosit yang terinfeksi parasit akan mudah melekat. Eritrosit cenderung melekat pada eritrosit di sekitarnya yang tidak terinfeksi, sel endotel dan endotel kapiler . hal tersebut akan menyebabkan pembentukan roset dan gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat memperlambat mikrosirkulasi. Akibatnya secara klinis dapat terjadi gangguan fungsi ginjal ,otak dan syok. Tempat melekat pada permukaan eritrosit yang terinfeksi dikenal sebagai knob . yang terdiri atas protein yang dikode oleh genom parasit . protein ini disebut PfEMP yang sangat bervariasi . reseptor pada trombosit dan endotel adalah CR1 dan glikosaminoglikan , CD36 , PECAM-1/CD31, E- selectin, P-selectin, ICAM-1 dan VCAM-1. Akibatnya pada penderita juga dapat terjadi disseminated intravaskular coagulation dan trombositopenia. 2. Perubahan imunologik Antigen parasit lain yaitu ring infected erythrocyte surface antigen (RESA) , protein heat shock dan lainnya akan mengaktifkan sel mononukleus dalam darah yang mengakibatkan timbulnya berbagai respons imun yang berbeda. Misalnya rangkaian glycosyphosphatidylinositol yang bersifat seperti endotoksin akan meningkatkan aktivitas respons Th 1 yang berhubungan dengan gagal ginjal akut. Sebaliknya antigen pf332 yang berinteraksi dengan reseptor lain dari monosit akan meningkatkan respons Th2 yang berperan dalam pembentukan imunitas terhadap reinfeksi . hal yang paling penting dari aktivasi monosit adalah pelepasan tumor necrosis faktor- (TNF-) yang mempunyai peran dalam patogenesis malaria akut. Pada aktivasi Th2 terjadi pengeluaran IL-4 yang akan menginduksi proliferasi sel limfosit B untuk menghasilkan IgE dan IgG4. hal ini terutama bermanifestasi pada malaria serebral dimana terjadi peningkatan IgE. P.falciparum dapat juga mengaktifkan faktor C3 secara langsung melalui jalur alternatif pathway ya ng berperan dalam patogenesis komplikasi yang berhubungan dengan trombosis. 3. Perubahan metabolik Kelainan metabolik yang berhunbunga n dengan infeksi Plasmodium merupakan konsekuensi dari a) gangguan pada membran eritrosit , b) kebutuhan nutrisi parasit , c) peningkatan gangguan hemodinamik dan imunologik d) efek pengobatan .
Penderita malaria falsiparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau mengantuk dan keadaannya sangat lemah (tidak dapat duduk dan berdiri) . Pada pemeriksaan darah ditemukan P. falciparum stadium aseksual (trofozoit dan/atau skizon) dan penyebab lain (infeksi bakteri atu virus) disingkirkan. Dapat ditemukan satu atau lebih keadaan di bawah ini : Malaria otak dengan koma Anemia normositik Gagal ginjal akut Pernafasan Hipoglikemia Edema paru akut Syok dan sepsis Perdarahan abnormal Kelompok risiko tinggi untuk menderita malaria berat adalah : Di daerah hiper/holoendemik o Anak berumur > 6 bulan o Ibu hamil Di daerah hipo/mesoendemik ; anak-anak dan orang dewasa Lain-lain o Pendatang o pelancong
3. Plasmodium ovale Epidemiologi Malaria ovale di Indonesia tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Di Pulau Owi, Irian Jaya, Flores dan Timor, parasit ini secara kebetulan ditemukan pada waktu di daerah tersebut dilakukan survei malaria. Morfologi dan daur hidup Morfologi P. ovale mempunyai persamaan dengan P. malariae tetapi perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip P. vivax. Trofozoit muda berukuran kira-kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik Schffner (disebut juga titik James) terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Stadium trofozoit terbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak sekasar pigmen P. malariae. Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar bentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu ujungnya dengan titik Schffner yang menjadi lebih banyak. Stadium praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari; skizon hati besarnya 70 mikron dan mengandung 15.000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual pada P. ovale hampir sama dengan P. vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium skizon berbentuk bulat dan bila matang, mengandung 8-10 merozoit yang letaknya teratur di tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok di tengah. Stadium gametosit betina (makrogametosit) bentuknya bulat, mempunyai inti kecil, kompak dan sitoplasma berwarna biru. Gametosit jantan (mikrogametosit) mempunyai inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerah-merahan, berbentuk bulat. Pigmen dalam ookista berwarna coklat/tengguli tua dan granulanya mirip dengan yang tampak pada P. malariae. siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 12-14 hari pada suhu 27 Patologi dan gejala klinis Gejala klinis malaria ovale mirip malaria vivaks. Serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnya lebih jarang. Parasit sering tetap berada dalam darah (periode laten) dan mudah ditekan oleh spesies laim yang lebih virulen. P. ovale baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infeksi campur P. ovale sering terdapat pada orang yang tinggal di daerah tropik Afrika yang endemi malaria.
4. Plasmodium malariae P. malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana karena serangan demam berulang tiap hari ke-4. Frekuensi malaria malariae di Indonesia sangat rendah hingga tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat. Morfologi dan daur hidup Daur praeritrosit pada manusia belum pernah ditemukan. Inokulasi sporozoit P. malariae manusia pasa simpanse dengan tusukan nyamuk Anopheles membuktikan stadium praeritrosit P. malariae. Parasit ini dapat hidup pada simpanse yang merupakan hospes reservoar yang potensial. Skizon praeritrosit menjadi matang 13 hari setelah infeksi. Bila skizon matang, merozoit dilepaskan ke aliran darah tepi. Plasmodium malariae hanya akan menginfeksi sel darah merah tua dan siklus eritrosit aseksual dimulai dengan perioritas 72 jam. Stadium trofozoit muda dalam darah tepi tidak berbeda banyak dengan P. vivax, meskipun sitoplasmanya lebih tebal pada pulasan Giemsa tampak lebih gelap. Sel darah merah yang dihinggapi P. malariae tidak membesar. Dengan pulasan khusus, pada sel darah merah dapat tampak titik-titik yang disebut titik Ziemann. Trofozoit yang lebih tua bila membulat besarnya kira-kira setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoit dapat melintang sepanjang sel darah merah, merupakan bentuk pita, yaitu bentuk yang khas pada P. malariae. Butir-butir pigmen jumlahnya besar, kasar dan berwarna gelap. Skizon muda membagi intinya dan akhirnya terbentuk skizon matang yang mengandung rata-rata 8 buah merozoit. Skizon matang mengisi hampir seluruh eritrosit dan merozoit biasanya mempunyai susunan yang teratur sehingga merupakan bentuk bunga daisy atau disebut juga rosette. Derajat parasitemia pada malaria kuartana lebih rendah daripada malaria yang disebabkan oleh spesies lain dan hitung parasitnya (parasite count) jarang melampaui 10.000 parasit per l darah. Siklus aseksual dengan periodisitas 72 jam biasanya berlangsung sinkron dengan stadium parasit di dalam darah. Gametosit P. malariae dibentuk di darah perifer. Makrogametosit mempunyai sitoplasma yang berwarna biru tua berinti kecil dan padat. Mikrogametosit sitoplasmanya berwarna biru pucat, berinti difus dan lebih besar. Pigmen tersebar pada sitoplasma. Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 26-28 hari. Pigmen didalam ookista berbentuk granula kasar, berwarna tengguli tua dan tersebar di tepi. Patologi dan gejala klinis Masa inkubasi pada pasien P. malariae berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai 30-40 hari. Gambaran klinis pada serangan pertama mirip malaria vivaks. Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Parasit P. malariae cenderung menghinggapi eritrosit yang lebih tua yang jumlahnya hanya 1% dari total eritrosit. Akibatnya, anemia kurang jelas dibandingkan malaria vivaks dan penyulit lain agak jarang. Splenomegali dapat capai ukuran yang besar. Parasitemia asimtomatik tidak jarang dan menjadi masalah pada donor darah untuk transfusi. P. malariae merupakan salah satu Plasmodium yang dapat menyebabkan kelainan ginjal, selain P. falciparum. kelainan ginjal yang disebabkan oleh P. malariae biasanya bersifat menahun dan progresif dengan gejala lebih berat dan prognosisnya buru. Nefrosis pada malaria kuartana sering terdapat pada anak di Afrika dan sangat jarang terjadi pada orang non-imun yang terinfeksi P. malariae. Gejala klinis bersifat non spesifik, biasanya ditemukan pada anak berumur 5 tahun. Proteinuria dapat ditemukan pada 46% penderita. Mikrohematuria hanya kadang-kadang ditemukan pada kelompok anak dengan usia yang lebih tua. Sindrom nefrotik dapat berkembang menjadi berat dengan hipertensi sebagai gejala akhir. Kadar kolesterol tidak meningkat karena penderita biasanya kurang gizi. Penyakit ini bersifat progresif, walaupun infeksi malarianya dapat diatasi. Sindrom nefrotik ini setelah 3-5 tahun akan berakhir menjadi gagal ginjal kronik. Pemberian steroid tidak dianjurkan pada penderita sindroma nefrotik yang disebabkan P. malariae. Pada uji immunofluoresensi dapat ditemukan IgG (terutama IgG3), IgM, C3 dan antigen malaria pada 25-35% penderita di endotel kapiler glomerulus. Pemeriksaan biopsi terlihat lesi mula-mula bersifat fokal yang dapat berakhir dengan sklerosis glomerulus yang fokal atau segmental. Pada sebagian kasus, kelainan ini dalam waktu singkat menjadi difus dan progresif sehingga menyebabkan sklerosis yang menyeluruh pada glomerulus ginjal. Semua stadium parasit aseksual terdapat dalam peredaran darah tepi pada waktu yang bersamaan, tetapi parasitemia tidak tinggi, kira-kira 1% sel darah merah yang diinfeksi. Mekanisme rekurens pada malaria malariae disebabkan oleh parasit dari daur eritrosit yang menjadi banyak; stadium aseksual daur eritrosit dapat bertahan di dalam badan. Parasit ini dilindungi oleh sistem pertahanan kekebalan selular dan humoral manusia. Faktor evasi yaitu parasit dapat menghindarkan diri dari pengaruh zat anti fagositosis, disamping itu bertahannya parasit ini tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan rekurens.
Gambar Siklus Hidup Plasmodium
Perbedaan Plasmodium:
Gambar Perbedaan Morfologi Plasmodium
Perbedaan Utama Morfologi Plasmodium Pada Manusia Dalam Apusan Darah falciparum vivax ovale malariae Cincin banyak Cincin lebih kecil Tidak terdapat trofozoit atau skizon Gametosit berbentuk bulan sabit Eritrositmembes ar Titik Schffner Trofozoit ameboid Sama seperti P. vivax Trofozoit kompak Merozoit lebih sedikit pada skizon Eritrosit memanjang Parasit kompak Merozoite dalam rosette
Memahami dan Menjelaskan Tentang Malaria
Definisi Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Etiologi Penyebab infeksi malaria ialah Plasmodium, selain menginfeksi manusia malaria juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil, dan mamalia. Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada nyamuk yaitu anopheles betina.
Patogenesis Setelah melalui jaringan hati P. falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sikulasi. Merozoit di lepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual, bentuk aseksual inilah yang bertangung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesis malaria falsifarum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host) termasuk intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. faktor penjamu endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit mengalami 2 fase yaitu: stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan eritrosit stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk ke dalam stadium matur. Permukaan membran eritrosit stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan HRP-1 (histidin Rich-protein-1) selanjutnya bila eritrosit mengalami merogoni akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol.
Sitoadherensi Ialah pelekatan antara eritrosit stadium matur pada permukaan endotel vaskular. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob eritrosit melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular. Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif disebut PfEMP-1. PfEMP-1 merupakan protein hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada dipermukaan knob. Sekuestrasi Sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali ke dalam sirkulasi sehingga parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru jantung, usus dan kulit.
Rosetting Ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren. Sitokin Terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI). Sitokin antara lain TNF-, interleukin-1, interleukin-6, interleukin-3, LT, dan interferon-gamma. Dari beberapa penelitian penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF- demikian juga malaria tanpa komlplikasi kadar TNF-, IL-1, IL-6 lebih rendah dari malaria sebral. Nitrit oksida Nitrit oksida (NO) memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekuladesi. Kadar NO yang rendah mungkin menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendahnya kadar nitrat dan nitrit total pada cairan serebrospinal. Manifestasi Malaria (Tanpa Komplikasi) Manifestasi Umum Malaria Mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali. Plasmodiu m Masa Inkubas i (hari ) Tipe Panas (jam) Relap s Recrudens i Manifestasi Klinik Falsiparum 12 (9- 4) 24,36,4 8 -- + Gejala gastrointestinal; hemolisis; anemia; ikterus; hemoglobinuria; syok; algid malaria; gejala serebral; edema paru; hipoglikemi; gangguan kehamilan; kelainan retina; kematian. Vivax 13 (12- 17) 48 ++ -- Anemia kronik; splenomegali ruptur limpa. Ovale 17 (16- 18) 48 ++ -- Sama dengan vivax Malariae 28 (18- 40) 72 -- + Rekrudensi sampai 50 tahun; splenoegali menetap; limpa jarang ruptur ; sindroma nefrotik
Keluhan pedromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang , demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan pedromal ini sering terjadi pada P. vivax dan ovale, sedangkan pada P. falciparum dan malariae keluhan pedromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan: Periode dingin (15-60 menit): Mulai menggigil,penderita membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk,meningkatnya temperatur Periode panas: Penderita muka merah,nadi cepat, dan panas tetap tinggi beberapa jam,diikuti keadaan berkeringat. Periode berkeringat: Penderita berkeringat banyak, temperatur turun dan penderita merasa sehat.
Trias malaria paling sering terjadi pada infeksi P. vivax, pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa mekanisme terjadinya anemia ialah : pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran limpa( splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria ,limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak,nyeri dan hiperemis. Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria : Serangan primer : keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin / menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita. Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal. Recrudescense : berulang gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer. Recurrence : berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya seranga primer. Relapse atau rechute : berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode yang lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.
Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/ M.vivax/ M.benigna Inkubasi 12-17 hari,kadang kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari pertama panas iregular, kadang reimiten atau intermiten, pada saat tersebut perasaan dingin jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejalaklasik trias malaria. Serangan paroksimal terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit menjadi maksimal dalam waktu 7-14 hari. Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih membesar dan panas masih berlangsung. Pada akhir minggu kelima panas mulai turun secara krisis. Pada malaria vivax manifestasi klinis dapat berlangsung secara berat tapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran hackett). Malaria serebral jarang terjadi.edema tungkai jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia. Mortalitas malaria vivax rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relapse. Pada penderita yang semi-immune perlangsungan malaria vivax tidak spesifik dan ringan saja; parasitemia hanya rendah; serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Resistensi terhadap kloroquin pada malaria vivax juga dilaporkan di irian jaya dan didaerah lainnya. Relaps sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun. Manifestasi Klinis Malaria Malariae/ M.Quartana Banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika latin,sebagian Asia. Masa inkubasi 18-40 hari. Manifestasi klinik seperti pada malaria vivax hanya berlangsung lebih ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3- 4 hari, biasanya pada waktu sore dan parasitemia sangat rendah <1%. Komplikasi jarang terjadi , sindroma nefrotik dilaporkan pada infeksi Plasmodium malariae pada anak-anak Afrika. Disuga komplikasi ginnjal disebabkan olehkarena deposit kompleks immun pada glomerulus ginjal. Terbukti dengan adanya peningkatan IgM bersama dengan peningkatan titer antibodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema, asites, proteinuria yang banyak,hipoproteinaemia, tanpa uremia dan hipertensi. Keadaan ini prognosisnya jelek,respon terhadap pengobatan anti malaria tidak menolong, diet dengan kurang garam dan tinggi protein, dan diuretik boleh dicoba,steroid tidak berguna. Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2,5 mg/kg BB selama 12 bulan tampaknya memberikan hasil yang baik; siklofosfamid lebih sering memberikan efek toksik. Recrudescense sering terjadi pada Plasmodium malariae,parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer, sedangkan bentuk diluar eritrosit (di hati) tidka terjadi pada P. malariae. Manifestasi Klinis Malaria Ovale Merupakan bentuk paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi 11-16 hari, serangan paroksismal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan Plasmodium lain, maka P. ovale tidak akan tampak didarah tepi, tetapi Plasmodium yang lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan malaria vivax, lebih ringan,puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih pendek, dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat diraba. Manifestasi klinis Malaria Tropika/M.falciparum Malaria ini merupakan bentuk yang paling berat,panas yang iregular, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan ssering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria ini mempunyai perlangsungan yang cepat,parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala predromal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala,nyeri belakang/tungkai,lesu,perasaan dingin,mual,muntah dan diare. Panas biasanya iregular dan tidak periodik,sering hiperpireksia dengan suhu diatas 40C. Gejala lain berupa konvulasi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat walaupun suhu normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat ,nausea, muntah, diare menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering daripada hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis. Diagnosis Malaria Memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemik malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun preventif.
Pemeriksaan Tetes Darah Untuk Malaria Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatip tidak mengenyampingkan diagnosa malaria kecuali jika pemeriksaan darah tepi sudah 3 kali. pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : Tetesan preparat darah tebal Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatip bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/l maka menghitungnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro liter darah. Tetesan darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis Plasmodium,bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit, dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/l darah menandakan infeksi berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan cat giemsa atau leishmans atau fields dan juga romanowsky. Tes Antigen : P-F test Mendeteksi antigen dari P. falciparum (Histidine rich Protein II). Cepat 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,sensitivitas baik, tidak memerlukan alat khusus. Metode ICT adalh metode deteksi untuk antigen vivax. Tes OPTIMAL adalah tes sejenis mendeteksi laktat dehidrogenase dari Plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/l darahh dan dapat membedakan infeksi P.falciarum atau P. vivax. sensivitas sampai 95% dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini dikenal sebagai tes cepat (rapid test).
Tes Serologi Diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi specifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer >1:200 dianggap infeksi baru; test >1:20 dinyatakan positip. Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immuno-precipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) Pemeriksaan ini sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA,waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulannya walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian. Diagnosis Banding Malaria Demam merupakan gejala malaria yang menonjol, dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi. Pada daerah hiper-endemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria tetapi tidak menunjukkan gejala klinis malaria. Pada malaria berat diagnosa banding tergantung manifestasi malaria beratnya. Pada malaria dengan ikterus, diagnosa banding ialah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitif, abses hati dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul ikterus biasanya tidak dijumpai demam lagi. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi otak lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati , tripanososmiasis, penurunan kesadaran dan koma dapat terjadi pada gangguan metabolik (diabetes,uremi), gangguan serebrovaskular(strok), eklampsia, epilepsi dan tumor otak.
TIK 2.7 Komplikasi Malaria Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefiniskan sebagai infeksi P. falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut: 1. Malaria Serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale). Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apati, somnolen, delirium, dan perubahan tingkah laku (penderita tidak mau bicara). Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoreksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang mrngandung parasit sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderensi dan sekuestrasi parasit. Pada malaria serebral dapat disertau gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia dan edema paru. 2. Asidemia/asidosis: pH darah < 7,25 atau plasma bikarbonat< 15mmol/L, kadar laktat vena >5mmol/l, klinis pernafasan dalam/respiratory distress; 3. Anemia berat (Hb < 5g/dl atau hematokrit < 15%) pada keadaan parasit>10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan/atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya; 4. Gagal ginjal akut (GGA) (urin kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin>3 mg/dl; Kelainan fungsi ginjal dapat pre-renal karena dehidrasi (>50%) dan hanya 5-10% disebabkan nekrosis tubulus akut. Gangguan ginjal diduga sisebabkan adanya anoksia karena penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus. 5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome). Merupakan komplikasi yanga paling berat dari malaria tropika dan sering menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan atau... Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya edema paru adalah kelebihan cairan, kehamilan, malaria serebral, hiperparasitemia, hipotensi, asidosis, dan uremi. 6. Hipoglikemi: gula darah<40 mg/dl; Disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen dalam hati. Penyebab terjadinya hipoglikemi yang paling sering ialah karena pemberian terapi kina (dapat terjadi 3 jam setelah infus kina). Penyebab lainnya ialah kegagalan glukoneogenesis pada penderita dengan ikterik, hiperparasitemia pleh karena parasit mengkonsumis karbohidrat, dan pada TNF alfa yang meningkat. 7. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik<70 mmHg (anak 1-5 tahun<50 mmHg); disertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa>10 0 C. (malaria algid) Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan/atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler atau trombositopenia, ataupun gangguan koagulasi karena gangguan fungsi hati. Trombositopenia disebabkan karena pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi intravaskuler jarang terjadi kecuali pada stadium akhir dari suatu infeksi P. falciparum yang berat. 8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 jam 9. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat antimalaria/ kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD); 10. Diagnosa post-mortem dengan ditemukan parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak. Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat: 1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) di Indonesia sering dalam keadaan delirium 2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/ berjalan) tanpa kelainan neurologic 3. Hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria 4. Ikterik (billirubin > 3 mg/dl) bila disertai gagal organ lain 5. Hiperpireksia (temperatur rektal>40 derajat C) pada orang dewasa/anak.
Tanda atau Gejala Dewasa Anak-anak Batuk Tidak umum Umum Kejang Umum Sangat umum Lama sakit 5-7 hari 1-2 hari Pemulihan koma 2-4 hari 1-2 hari Gejala sisa neurologik <5% >10% Ikterik Umum Tidak umum Hipoglikemia sebelum pengobatan Tidak umum Umum Edema paru Umum Jarang Gagal ginjal Umum Jarang Tekanan pembukaan CSF Biasanya normal Bervariasi, seringkali meningkat Gangguan perdarahan/ pembekuan Sampai 10% Jarang Abnormalitas refleks batang otak Jarang Lebih umum Tabel perbedaan antara malaria berat pada orang biasa dan anak-anak Malaria Pada Kehamilan Dijumpai pada kehamilan trimester I dan II dibandingkan wanita yang tidak hamil. Malaria berat juga lebih sering pada wanita hamil dan masa puerperium di daerah mesoendemik dan hipoendemik. Hal ini dikarenakan penurunan imunitas selama kehamilan. Faktor yang menyebabkan turunnya respon imun pada kehamilan: peningkatan hormon steroid dan gonadotropin, a foetoprotein dan penurunan dari limfosit menyebabkan kemudahan terjadinya infeksi malaria. Ibu hamil dengan infeksi HIV cenderung mendapat infeksi malaria dan sering mendapatkan malaria congenital pada bayinya dan berat bayi lebih rendah. Komplikasi pada kehamilan karena infeksi malaria ialah abortus, penyulit pada partus (anemia,hepatosplenomegali), bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia, gangguan fungsi ginjal, edema paru,hipoglikemia dan malaria kongenital. Oleh karena itu penting memberikan obat pencegahan pada wanita hamil di daerah endemik dengan pemberian klorokuin 250 mg tiap minggu mulai dari kehamilan trimester III sampai satu bulan postpartum.
Malaria Oleh Karena Tranfusi Darah Malaria karena tranfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria cukup sering terutama pada daerah yang menggunakan donor komersial. Parasit malaria tetap hidup dalam darah donor kira-kira satu minggu bila dipakai anti-coagulant yang mengandung dekstrose dapat sampai 10 hari. Bila komponen darah dilakukan cryopreserved, parasit dapat hidup dampai 2 tahun. Inkubasi tergantung banyak faktor, asal darahm berapa banyak darah dipakai, apa darah yang disimpan di Bank Darah, dan sensitivitas dari penerima darah. Umumnya inkubasi berkisar 16-23 hari (bervariasi P. falciparum 8-29 hari, P. vivax8-30 hari). Bila seseorang pernah mendapat tranfusi darah, dan setelah 3 bulan terjadi demam yang tak jelas penyebabnya, harus dibuktikan terhadap infeksi malaria dengan pemeriksaan darah tepi berkali-kali tiap 6-8 jam. Pencegahan terhadap malaria akibat tranfusi : Deteksi darah donor dengan pemeriksaan tetes darah tebal : biasanya sulit karena parasit malaria biasanya hanya sedikit. Pemeriksaan serologis donor dengan metode indirect fluorescent antibody (IFA), bila negatif boleh sebagai donor, bila hasil 1:256 tidak boleh sebagai donor (infeksi baru). Pengobatan pencegahan untuk semua donor darah rutin. Pengobatan terhadap donor tiba-tiba, 48 jam sebelum darah diambil. Pengobatan terhadap recipient (penerima darah).
Epidemiologi Pada negara yang beriklim dingin sudah tidak ditemukan lagi daerah endemik malaria. Namun sebagian besar terjadi di daerah tropis dan sub tropis seperti Brazil, Asia Tenggara dan seluruh Sub Sahara Afrika. Di Indonesia malaria ditemukan hampir disemua wilayah sebagian besar diesebabkan oleh Plasmodium falcifarum yang ditemukan di indonesia timur dan Plasmodium vivax yang ditemukan di papua dan NTT. Plasmodium falsifarum dilaporkan resisten terhadap klorokuin dan sulfadoksinperimetamin di wilayah amazon dan asia tenggara Plasmodium vivax yang resisten klorokuin ditemukan di papua nugini, provinsi papua, papua barat, dan sumatra.
Memahami dan Menjelaskan Tentang Obat-obat Anti Malaria WHO telah resmi menetapkan obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy) sebagai pengobatan malaria. Golongan artemisinin (ART) dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi Plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Artemisinin (ART) juga bekerja membunuh Plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. ART juga efektif untuk terhadap spesies, P. falciparum, P. vivax, dan lain-lain.
Golongan Artemisinin Berasal dari tanaman: Artemisia annua. L. Obat ini termasuk dalam kelompok seskuiterpen lakton yang mempunyai beberapa formula seperti yang tertera pada tabel dibawah:
Nama Obat Kemasan/Tablet/Cap Dosis Artesunat Oral: 50 mg/200 mg Injeksi im/iv: 60 mg/amp Suppositoria: 100/200 mg/sup Hari I: 2 mg/kg BB, 2 x sehari, hari II-V: dosis tunggal 2,4 mg/kg/ hari min. 3 hari / bias minum oral 1600 mg/ 3 hari atau 5 mg/kg/ 12 jam Artemeter Oral: 40 mg/ 50 mg Injeksi: 80 mg/amp 4 mg/kg dibagi 2 dosis hari I; 2 mg/kg/ hari untuk 6 hari 3,2 mg mg/kg BB pada hari I; 1,6 mg/kg selama 3 hari/ bias minum oral Artemisinin Oral 250 mg Suppositoria: 100/200/300/400/500 mg/supp 20 mg/kg dibagi 2 dosis hrl; 10 mg/kg untuk 6 hari 2800 mg/3 hari; yaitu 600 mg dan 400 mg hari I dan 2 x 400 mg, 2 hari berikutnya Dihidroartemisinin Oral: 20/60/80 mg Suppositoria: 80 mg/sup
2 mgkg BB/dosis 2 x sehari hari I dan 1 x sehari 4 hari selanjutnya Artheether Injeksi i.m: 150 mg/amp arteeher (artemotil): 4,8 dan 1,6 mg/kg 6 jam kemudian dan hari I; 1,6 mg/kg 4 hari selanjutnya Asam artelinik Tabel Pengobatan Golongan Artemisin
Obat ini bekerja sangat cepat. Paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal darah. Berdasarkan penelitian yang membuktikan bahwa penggunaan obat tunggal menimbulkan terjadinya rekrudensi, maka direkomendasikan untuk dipakai kombinasi obat lain. Kombinasi obat ini disebut Artemisinin base Combination Therapy (ACT). Ada dua jenis kombinasi obat, (1) kombinasi dosis tetap (fixed dose) (2) kombinasi dosis tidak tetap (non-fixed dose). Kombinasi dosis yang tetap lebih memudahkan pemberian pengobatan. (Harijanto, PN. 2009) Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual muntah, dan diare. Artemisin tidak dianjurkan digunakan pada wanita hamil. (Syarif A, DS Zunilda. 2009) Contoh kombinasi dosis tetap (fixed dose): 1. Co-artem artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg) Dosis: 4 tablet 2 x 1 sehari selama 3 hari. 2. Artekin dihidroartemisinin (40 mg) + piperakuin (320 mg) Dosis untuk dewasa: dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam, masing-masing 2 tablet. (Harijanto, PN. 2009) Contoh kombinasi dosis tidak tetap (non-fixed dose) 1. Artesunat + meflokuin 2. Artesunat + amodiakin 3. Artesunat + klorokuin 4. Artesunat +sulfadoksin-pirimetamin 5. Artesunat + pironaridin 6. Artesunat + chlorproguanil-dapson (CDA/Lapdap plus) 7. Dihidroartemisinin + Piperakuin + Trimethoprim (Artecom) 8. Artecom + primakuin ( CV8) 9. Dihidroartemisinin + naptokuin Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini adalah kombinasi artesunate + amodiakuin dengan nama dagang ARTESDIAQUINE atau Artesumoon. Dosis untuk orang dewasa yaitu artesunate (50 mg/tablet) 200 mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk Amodiakuin (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 11/2 tablet hari III. Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus disertai/dibuktikan dengan pemeriksaan parasit yang positif, setidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila malaria klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik tetap menggunakan obat non-ACT. (Harijanto, PN. 2009) Obat Non-ACT adalah: Klorokuin Difosfat/Sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg/kg BB pada hari III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I dan II dan 2 tablet hari III. Dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax. Efek samping yang ditemukan adalah ringan yaitu pusing, vertigo, diplopoia, mual, muntah dan sakit perut, gangguan neurologis (kelemahan otot, pusing, sakit kepala, pandangan kabur, kejang-kejang. Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), (500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1x). Atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat ini hanya dipakai untuk Plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk P. Vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP. (Harijanto, PN. 2009). Saat ini kombinasi SP merupakan pilihan pertama (first line drug) untuk kasus malaria falciparum tanpa komplikasi yang resisten klorokuin atau daerah yang telah dinyatakan resisten klorokuin. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah kulit kemerahan dengan gatal dan sindroma Steven Johnson. Kina Sulfat: (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax. Kina dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini untuk waktu yang lama (7 hari) menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai. Bunnag dkk, menemukan angja penyembuhan kina hanya sekitar 70-75% terhadap Plasmodium falciparum pada pemberian 7 hari. Efek samping yang telah dilaporkan adalah hipoglikemia, urtikaria, buta, pendengaran menurun, anemia hemolitik, nyeri perut, nausea, muntah, dan lain-lain Primakuin: (1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radikal terhadap P. falciparum maupun P. vivax. Pada P. falciparum dosis nya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan untuk P. vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps). (Harijanto, PN. 2009). Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, sakit perut, anemia, leukopenia, sakit kepala, pruritis, aritmia, dan kontraindikasi pada penderita defisiensi G6PD.
Penggunaan Obat Kombinasi non-ACT Ada beberapa keadaan, dimana penggunaan obat kombinasi non-ACT ini boleh dilakukan: 1. Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi 2. Belum tersedianya obat golongan artemisinin. Contoh kombinasi obat non-ACT: a) Klorokuin + Sulfadoksin-Pirimetamin b) SP + Kina c) Klorokuin + Doksisiklin/Tetrasiklin d) SP + Doksisiklin/Tetrasiklin e) Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin f) Kina + Klindamisin
Obat Anti Malaria untuk Pengobatan Malaria Berat Artesunate (1flacon = 60 mg artesunic acid0, dilarutkan dalam 1 ml 5% sodium bicarbonate(pelarutnya) untuk menjadi larutan sodium artesunate, kemudian dilarutkan dalam 5 ml 5% dextrose untuk siap diberikan intra- venous/intra-muscular Dosis 2,4 mg/kg BB pada hari pertama diberikan tiap 12 jam, kemudian dilanjutkan dosis 2,4 mg/kg BB pada hari ke 2-7/24 jam. Tidak diperlukan penyesuaian/penurunan dosis pada gangguan fungsi ginjal/hati; tidak menyebabkan hipo-glikemia dan tidak menimbulkan aritmiahipotensi Artemeter (1 flacon = 80 mg) Dosis: 3,2 mg/kg BB i.m sebagai dosis loading dibagi 2 dosis 9tiap 12 jam) hari pertama, diikuti dengan 1,6 mg/kg BB/24 jam selama 4 hari. Karena pemberian intramuskuler absorpsinya sering tidak menentu. Tidak menimbulkan hipoglikemia. Kina HCL (1 Ampul = 220 mg) DOsis 10 mg/kg BB Kina HCL dalam 500cc cairan 5 % Dextrose (atau NaCl 0,9%) selama 6 jam-8 jam, selanjutnya diberikan dengan dosis yang sama diberikan tiap 6-8 jam. Tergantung status kebutuhan cairan 1500-2000cc. Dosis loading 20 mg/kg BB dipakai bila jelas tidam memakai kina 24 jamsebelumnya atau mefloquin, penderitanya tidak usia lanjut dan tidak ada Q-Tc memanjang pada rekaman EKG. Kina HCL dapat juga diberikan intra muskuler yang dalam pada paha. Kinidin Gluconate Dosis 10 mg/kg BB per infuse selama 2 jam dilanjutkan 0,02 mg/kg/menit sampai parasit < 1%, digantikan oral 3 x 600 mg sampai negative. Obat-obat Suppositoria pada Malaria Berat Artesunate (50 mg/ 100 mg/ 400 mg) Dosis 10mg/kg BB diberikan dosis tunggal 400mg pada orang dewasa. Artemisinin Dosis 10-40 mg/kg BB diberikan pada 0 jam, 4, 12, 24, 48, dan 72 jam. Dihidroartemisinin 40 mg, 80 mg Dosis dewasa 80 mg dan dilanjutkan 40 mg pada jam 24 dan 48.
KEMOPROFILAKSIS INDIKASI. Kemoprofilaksis terutama untuk mencegah timbulnya komplikasi yang mematikan oleh P. falciparum. Kemoprofilaksis dianjurkan bila risiko terkena malaria lebih besar dibandingkan risiko efek samping obat. KONTRAINDIKASI. Wanita hamil. Obat yang aman untuk wanita hamil adalah klorokuin dan proguanil. Umur. Untuk anak usia kurang dari satu tahun, obat yang aman adalah klorokuin dan proguanil. Doksisiklin tidak boleh diberikan untuk anak kurang dari 8 tahun. Penderita dengan defisiensi enim G6PD. Pada penderita ini penggunaan obat seperti kombinasi pirimetamin-sulfadoksin dan kombinasi pirimetamin- dapson dapat menimbulkan hemolisis intravaskulers. DOSIS OBAT. Dosis obat yang dianjurkan tergantung dari prevalensi P. falciparum yang resisten obat dimasing-masing daerah yang akan dikunjungi. 1. Untuk kunjungan singkat ke daerah endemis tanpa resistensi obat, dianjurkan obat klorokuin base 300 mg/Minggu yang diberikan pada hari yang sama tiap minggu. Untuk anak dosisnya 5 mg klorokuin base/kgbb/minggu. 2. Untuk kunjungan singkat ke daerah endemis dengan resistensi rendah, obat yang dianjurkan adalah klorokuin base 300 mg/minggu, diberikan pada hari yang sama, dengan catatan harus disediakan 3 tablet Fansidar yang diberikan sebagai dosis tunggal untuk tujuan presumtive therapy. Dosis presumtive therapy untuk anak : Umur 2-11 bulan : 1/4 tablet 1-3 tahun : 1/2 tablet 4-8 tahun : 1 tablet 9-14 tahun : 3 tablet >14 tahun : 3 tablet dosis tunggal 3. Untuk kunjungan singkat ke daerah endemis dengan resistensi klorokuin yang tinggi dan juga sudah resistensi terhadap kombinasi piremetamin sulfadoksin, maka ada beberapa obat yang dapat dipilih. Doksisiklin 100 mg/hari, mulai diberikan 1-2 hari sebelum memasuki daerah endemis, diteruskan selama tinggal didaerah endemis dan diakhiri dengan pemberian selama 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis. Dosis anak 2mg/kgbb/hari. Maloprin (100 mg dapson +12,5 mg pirimitamin). Dosis yang dianjurkan 2 tablet/minggu. Pada profilaksi melebihi jangka waktu 6 bulan, diperlukan pemeriksaan darah tepi setiap 6 bulan. Meflokuin 250 mg/minggu. Sebaiknya meflokuin digunakan untuk keadaan yang khusus dan jangan untuk profilaksi rutin. Penggunaannya jangan melebihi 6 minggu. Fansidar (25 mg pirimetamin + 500 mg sulfadoksin). Sebaiknya juga tidak digunakan untuk profilaksi rutin karena dikawatirkan terjadi resitensi. Fansidar lebih diutamakan untuk presumtive therapy.
Memahami strategi dan kegiatan gerakan berantas kembali malaria (gebrak malaria) di Indonesia
Gebrak Malaria (GM) adalah gerakan nasional seluruh komponen masyarakat untuk memberantas malaria secara intensif melalui kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya dan badan internasional serta penyandang dana.
Tahap Pemberantasan Tujuan utama pada Tahap Pemberantasan adalah mengurangi tingkat penularan malaria disatu wilayah minimal kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut tercapai SPR < 5 %. Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pemberantasan adalah seluruh lokasi endemis malaria (masih terjadi penularan) di wilayah yang akan dieliminasi. Untuk mencapai tujuan Tahap Pemberantasan, perlu dilakukan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut : a. Penemuan dan Tata Laksana Penderita Meningkatkan cakupan penemuan penderita malaria dengan konfirmasi laboratorium baik secara mikroskopis maupun RDT. Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy). Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah, pemantauan kualitas RDT, dan meningkatkan kemampuan mikroskopis Memantau efikasi obat malaria. b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko Melakukan survei vektor dan analisis dinamika penularan untuk menentukan metode pengendalian vektor yang tepat. Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun integrasi dengan program/sektor lain di lokasi endemis malaria. Melakukan penyemprotan rumah (Indoor ResidualSpraying) atau pengendalian vektor lain yang sesuai di lokasi potensial atau sedang terjadi KLB. Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan resistensi vektor. c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah Meningkatkan kemampuan unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) dalam pelaksanaan SKD-KLB. Menanggulangi KLB malaria. Meningkatkan cakupan dan kualitas pencatatan-pelaporan tentang angka kesakitan malaria serta hasil kegiatan. Melakukan pemetaan daerah endemis malaria dari data rutin dan hasil survei. d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) Meningkatkan peran aktif masyarakat antara lain melalui pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes) di daerah terpencil. Meningkatan promosi kesehatan. Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat. Integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita. Menyusun Perda atau peraturan perundangan lainnya untuk mendukung eliminasi malaria. e. Peningkatan sumber daya manusia Menyelenggarakan pelatihan tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga kualitas pemeriksaan sediaan darah. Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita. Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.